• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

F. Seksio Sesaria

1. Pengertian Seksio Sesaria

Seksio Sesaria adalah sebuah bentuk melahirkan anak dengan melakukan sebuah irisan pembedahan yang menembus abdomen seorang ibu (laparotomi) dan uterus (hiskotomi) untuk mengeluarkan satu bayi atau lebih. Cara ini biasanya dilakukan ketika kelahiran melalui vagina akan mengarah pada komplikasi-komplikasi media, kendati cara ini semakin umum sebagai pengganti kelahiran normal. Namun dalam perjalanannya tidak hanya disitu saja mewacanakan seksio sesaria, khususnya perempuan, banyak aspek yang biasa dikaji lebih dalam tentang itu ( Dewi & Fauzi. 2007.hlm.1).

2. Penyebab Seksio Sesaria

Persalinan merupakan upaya melahirkan janin yang ada di dalam rahim ibunya. Jadi, apabila persalinan harus dilakukan dengan operasi, menurut buku Obstetri and Gynecology, yaitu untuk keselamatan ibu dan janin ketika persalinan harus berlangsung, tidak terjadi kontraksi, distosia (persalinan macet) sehingga menghalangi persalinan alami, dan bayi dalam keadaan darurat sehingga harus segera dilahirkan, tetapi jalan lahir tidak mungkin dilalui janin. Jadi, penyebab dilakukannya operasi pada persalinan sebagai berikut :

a. Faktor Janin

1. Bayi terlalu besar

Berat bayi lahir sekitar 4.000 gram atau lebih (giant baby), menyebabkan bayi sulit keluar dari jalan lahir. Umumnya, pertumbuhan janin yang berlebihan (makrosomia) karena ibu menderita kencing manis (diabetes mellitus). Keadaan ini dalam ilmu kedokteran disebut bayi besar objektif. Apabila dibiarkan terlalu lama di jalan lahir dapat membahayakan keselamatan janinnya.

2. Kelainan letak bayi

Ada dua kelainan letak janin dalam rahim, yaitu letak sungsang dan letak lintang.

3. Gawat janin (fetal distress)

Keadaan gawat janin pada tahap persalinan, memungkinkan dokter memutuskan untuk segera melakukan operasi. Apalagi jika ditunjang oleh kondisi ibu yang kurang menguntungkan. Seperti diketahui, sebelum lahir, janin mendapat oksigen dari ibunya melalui ari-ari (akibat ibu menderita tekanan darah tinggi atau kejang rahim), serta gangguan pada

tali pusat (akibat tali pusat terjepit antara tubuh bayi) maka suplai oksigen yang disalurkan ke bayi pun menjadi berkurang. Akibatnya, janin akan tercekik karena kehabisan napas. Kondisi bias menyebabkan janin mengalami kerusakan otak, bahkan tidak jarang meninggal dalam rahim. 4. Janin abnormal

Janin sakit atau abnormal, misalnya gangguan Rh, kerusakan genetik, dan hidrocephalus (kepala besar karena otak berisi cairan), dapat menyebabkan dokter memutuskan dilakukan operasi.

5. Faktor plasenta

Ada beberapa kelainan plasenta yang menyebabkan keadaan gawat darurat pada ibu atau janin sehingga harus dilakukan persalinan dengan operasi seperti plasenta previa, plasenta lepas (solutio plasenta), plasenta accrete, vasa previa.

6. Kelainan tali pusat

Kelainan tali pusat yang biasa terjadi seperti prolapsus tali pusat (tali pusat membumbung) dan terlilit tali pusat.

7. Bayi kembar (multiple pregnancy)

Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara seksio sesar. Hal ini karena kelahiran kembar memiliki risiko terjadinya komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi.

b. Faktor ibu

Faktor ibu yang menyebabkan dilakukanya tindakan operasi misalnya panggul sempit atau abnormal, disfungsi kontraksi rahim, riwayat kematian prenatal, pernah mengalami trauma persalinan, dan ingin dilakukanya tindakan sterilisasi. Kondisi kehamilan bisa pula sebagai penyebab

dilakukannya operasi. Misalnya, tidak ada tanda persalinan, padahal kehamilan harus diakhiri karena alasan janin atau ibunya, ibu menderita eklampsia atau ketuban pecah dini, dan ingin dilakukan tindakan sterilisasi. Sebaliknya, usia kehamilan belum cukup bulan (25 minggu), tetapi kehamilan harus diakhiri.

Berikut ini, faktor ibu yang menyebabkan janin harus dilahirkan dengan operasi adalah :

1. Usia

Ibu yang melahirkan untuk pertama kali pada usia sekitar 35 tahun, memiliki risiko melahirkan dengan operasi, apalagi pada wanita dengan usia 40 tahun keatas, pada usia ini biasanya seseorang memiliki penyakit yang berisiko, misalnya, darah tinggi, penyakit jantung, kencing manis. 2. Tulang Panggul

Cephalopelvic disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara normal.

3. Persalinan sebelumnya dengan Seksio Sesaria

Sebenarnya, persalinan melalui bedah sesar tidak mempengaruhi persalinan selanjutnya harus berlangsung secara operasi atau tidak. Apabila memang ada indikasi yang mengharuskan dilakukannya tindakan pembedahan, seperti bayi terlalu besar, panggul terlalu sempit, atau jalan lahir yang tidak mau membuka, operasi bias saja dilakukan.

4. Faktor hambatan jalan lahir

Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang kaku sehingga tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan

bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek, dan ibu sulit bernapas. Gangguan jalan lahir biasa juga terjadi karena ada mioma atau tumor. Keadaan ini menyebabkan persalinan terhambat atau macet, yang biasanya disebut distosia.

5. Kelainan kontraksi rahim

Jika kontraksi rahim lemah dan tidak terkoordinasi (inkordinate uterine action) atau tidak elastisnya leher rahim sehinnga tidak dapat melebar pada proses persalinan, menyebabkan kepala bayi tidak terdorong dan tidak adapat melewati jalan lahir dengan lancar. Apabila keadaan ini tidak memungkinkan maka dokter biasanya akan melakukan seksio sesaria.

6. Ketuban pecah dini

Robeknya kantung ketuban sebelum waktunya dapat menyebabkan bayi harus segera dilahirkan. Apabila air ketuban habis sama sekali, dan bayi masih belum waktunya untuk lahir, biasanya dokter akan berusaha mengeluarkan bayi dalam kandungan, baik melalui kelahiran biasa maupun seksio sesaria. Air ketuban yang pecah sebelum waktunya akan membuka rahim sehingga memudahkan masuknya bakteri lewat vagina. Dengan masuknya bakteri lewat vagina, infeksi akan terjadi pada ibu hamil dan janin dalam kandungan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, sekitar 60-70% bayi-bayi yang kehamilannya mengalami ketuban pecah dini akan lahir 2x24 jam. Apabila bayi tidak lahir juga lewat waktu itu, baru lah dokter melakukan tindakan, yaitu operasi seksio sesaria.

7. Rasa takut kesakitan

Umumnya, seorang wanita yang melahirkan secara alami akan mengalami proses rasa sakit. Kondisi tersebut karena keadaan yang pernah atau baru

akan terjadi dan sering menyebabkan seorang wanita yang akan melahirkan merasa ketakutan, khawatir, dan cemas menjalaninya. Akibatnya, untuk menghilangkan rasa itu semua mereka berpikir melahirkan dengan cara seksio sesaria.

3. Risiko Seksio Sesaria

Seksio Sesaria sebaiknya dilakukan karena pertimbangan medis, bukan keinginan pasien yang tidak ingin menanggung rasa sakit. Hal ini karena risiko Seksio Sesaria lebih besar daripada persalinan alami. Faktor risiko paling banyak dari Seksio Sesaria adalah akibat tindakan anastesi, jumlah darah yang dikeluarkan oleh ibu selama operasi berlangsung, komplikasi penyulit, endometritis (radang endometrium), trombopleblitis (pembekuan darah pembuluh balik), embolisme (penyumbatan pembuluh darah), paru-paru.

Komplikasi lain yang bersifat ringan adalah kenaikan suhu tubuh selama beberapa hari dalam masa nifas, sedangkan komplikasi berat, seperti peritonitis (radang selaput perut), sepsis atau disebut juga terjadi infeksi puerperal.

Dibawah ini adalah risiki-risiko yang mungkin dialami oleh wanita yang melahirkan dengan operasi yang dapat mengakibatkan cedera pada ibu maupun bayi, risiko ini sifatnya individual, yaitu tidak terjadi pada semua orang :

a. Alergi

Biasanya, risiko ini terjadi pada pasien yang alergi terhadap obat tertentu. Penggunaan obat-obatan pada pasien dengan operasi Caesar lebih banyak dibandingkan dengan cara melahirkan alami. Oleh karena itu, biasanya sebelum operasi akan ditanyakan kepada pasien apakah mempunyai alergi tertentu.

b. Perdarahan

Perdarahan banyak timbul pada waktu pembedahan jika cabang-cabang arteria uteri ikut terbuka atau karena atonia uteri. Kehilangan darah yang cukup banyak dapat menyebabkan syok secara mendadak. Kalau perdarahan tidak dapat diatasi, kadang perlu histerektomi, terutama pada kasus atonia uteri. Oleh karena itu sebelum operasi, seorang wanita harus melakukan pemeriksaan darah lengkap. Salah satunya untuk mengetahui masalah pembekuan darah.

c. Cedera pada orang lain

Jika tidak dilakukan secara hati-hati, kemungkinan pembedahan dapat mengakibatkan terlukanya orang lain, seperti rectum atau kandung kemih. d. Perut dalam rahim

Seorang wanita yang telah mengalami pembedahan akan memiliki perut dalam rahim. Oleh karena itu, pada tiap kehamilan serta persalinan berikutnya ia memerlukan pengawasan yang cermat sehungan dengan bahaya rupture uteri.

e. Demam

Demam setelah operasi tidak bisa dijelaskan penyebabnya. Namun, kondisi ini bisa terjadi karena infeksi.

f. Mempengaruhi produksi ASI

Efek pembiusan dapat mempengaruhi produk ASI jika dilakukan pembiusan total (narkose). Akibatnya, kolostrum tidak bisa dinikmati bayi dan bayi tidak dapat segera menyusui begitu segera dilahirkan. Namun, apabila dilakukan dengan pembiuasan regional (misalnya spinal) tidak banyak mempengaruhi produksi ASI (Bramantyo. 2005.hlm.11).

4. Rencana Persalinan

Tidak seorangpun dapat menentukan dengan tepat bagaimana proses persalinannya akan berlangsung walaupun dapat memperkirakan, hanya mendekati perhitungan yang selama kehamilan sudah bisa di antisipasi, yaitu berdasarkan pemeriksaan kehamilan yang sudah di lakukan selama sembilan bulan kehamilan. Selama pemeriksaan ini, dokter atau penolong persalinan akan mengungkapkan kondisi kehamilan dan kemungkinan persalinan yang akan terjadi.

Dengan membicarakan hal tersebut maka ibu dan suami akan memperoleh gambaran kira-kira seperti apa proses persalinan yang akan di alami. Dengan kondisi ini, diharapkan ibu dan suami lebih siap dalam menghadapi proses persalinan. Apalagi jika dokter telah memberikan gambaran tentang kemungkinan persalinan dengan operasi karena kondisi ibu dan janinnya. Pengetahuan tentang keadaan kehamilan dan kemungkinan persalinan yang akan dilakukan, memungkinkan untuk mempersiapkan fisik dan mental.

Pentingnya perencanaan ini karena menyangkut pada kesehatan fisik dan psikis calon orang tua. Lain halnya apabila rencana persalinan bisa dilakukan secara alami, tetapi tiba-tiba berubah dalam waktu cepat, bahkan pada hari atau detik-detik persalinan sudah berlangsung. Pada kondisi ini, tindakan operasi merupakan jalan satu-satunya untuk menolong ibu. Oleh karena itu apapun perkiraan dokter tentang kemungkinan persalinan yang akan di alami, sebaiknya setiap pasangan mempersiapkan kemungkinan yang akan terjadi.yang penting juga di perhatikan adalah mempersiapkan mental dan psikis calon ayah tentang berbagai kemungkinan hambatan kehamilan dan persalinan yang bisa terjadi pada istri.

5. Persiapan mental

Setiap orang mempuanyai kemampuan adaptasi yang berbeda demikian pula dalam menghadapi operasi untuk menghadapi kelahiran sibuah hati. Sebagian orang mungkin dapat cepat mempersiapkan mentalnya untuk menerima keputusan dokter saat harus melahirkan dengan operasi. Namun, sebagian lagi mungkin sulit untuk menerima keadaan itu. Untuk itu, dukungan suami sangat penting dalam menentramkan perasaan istri karena banyak wanita sampai menjelang detik-detik persalinan masih tidak bisa menerima keadaannya. Hal ini karena istri merasa sudah mempersiapkan dirinya untuk melahirkan normal tetapi kenyataannya istri harus melahirkan dengan operasi.

Berusaha untuk tetap tenang dan selalu berfikir positif merupakan cara yang cukup ampuh untuk menghadapi kondisi-kondisi yang menegangkan perasaan stress maupun ketakutan yang muncul ketika mengadapi persalinan yang sama sekali yang tidak pernah terbayangkan akan dapat di atasi apabila berpasrah diri.

Untuk menentramkan atau mengurangi kecemasan, cobalah cara-cara berikut ini:

a) Banyak bertanya kepada ahlinya tentang prosedur operasi, termasuk dari dokter lain. Pada beberapa orang, pengetahuan ini malah menambah kecemasan. Apalagi jika penjelasan dokter tidak cukup informatif dan kooperatif. Namun, bukankah lebih baik tahu daripada tidak sama sekali

b) Mencari teman yang istrinya sudah pernah menjalani seksio sesaria untuk berbagi pengalaman

c) Mencari informasi dari media cetak maupun elektronik tentang berbagai hal seputar operasi.

d) Berdiskusilah dengan pasangan dan lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.

6. Peran suami

Seperti halnya kehamilan, yang merupakan hasil “kerjasama” suami dan istri maka kerjasama ini juga seharusnya terus berlangsung sampai janin dilahirkan. Idealnya, peran ini sudah disosialisasikan sejak awal kehamilan dan perilaku-perilaku kecil, seperti ikut mengantar istri memeriksakan kehamilan dan memberikan dukungan kepada istri yang sedang hamil.

Selanjutnya, menjelang persalinan yang merupakan saat menegangkan, calon ayah perlu mengurangi kegiatan dan melakukan beberapa persiapan. Beberapa pertanyaan yang sering muncul adalah, apa yang harus dilakukan calon ayah ketika saat persalinan segera datang.

1. Komunikasi dengan dokter, apa yang bisa dilakukan sebelum, selama, dan setelah operasi.

2. Kompromikan dengan istri, apa yang diinginkannya dan mampu atau bisa dilakukan suami sebelum, selama, dan setelah operasi.

3. Mengetahui letak barang-barang yang sudah dipersiapkan istri, seperti tas yang berisi semua perlengkapan peribadi yang harus dibawa.

4. Jalan yang harus dilalui menuju ketempat bersalin. 5. Mengetahui prosedur-prosedur administrasi rumah sakit.

6. Ketika hari persalinan tiba, suami dapat menjadi seseorang yang sangat membantu dalam “memudahkan” proses persalinan. Ia dapat menjadi perantara bagi suster dan pasien (istrinya) apa bila memerlukan sesuatu. Suami juga dapat komunikator bagi istri dan penolong persalinan, karna suami lah yang paling peka dan tahu kemauan istrinya. Termasuk bentuk

dukungan terhadap “Perjuangan” yang akan dilakukan istri, misalnya para istri dapat mengelus-elus punggung istrinya, memijat kaki istrinya, membisikkan kata-kata yang membesarkan hati, menenangkan ketika istri gelisah, atau member semangat ketika istri akan bersalin dengan oprasi. Hal ini harus dilakukan untuk menghindari kepanikan saat persalinan tiba, apa lagi jika persalinannya diluar rencana, misalnya persalinan harus diakhiri segera, atau lebih cepat dari waktu yang ditentukan (Bramantyo. 2005.hlm.41).

Kehadiran suami tanpa tekanan dari luar pada proses persalinan akan sangat penting dalam membantu istri, terutama jika suami tahu banyak tentang proses melahirkan. Para suami sering mengeluhkan betapa tertekannya mereka kerena sama sekali tidak tahu apa yang harus dikerjakan untuk menolong istri mereka (Lutfiatus, 2004).

Dokumen terkait