• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertumbuhan Ekonomi di Jawa Timur

Terdapat perbedaan istilah di dalam penyebutan suatu sektor berdasarkan data publikasi PDRB menurut harga berlaku maupun harga konstan dengan data sektor di dalam Tabel I-O. Data PDRB yang diterbitkan oleh BPS, sektor-sektor dalam perekonomian terbagi menjadi sembilan sektor yang kemudian dirinci kembali menjadi beberapa sub sektor. Sedangkan di dalam Tabel I-O, istilah sub sektor tidak dikenal sehingga terdapat satu istilah saja yaitu ’sektor’. Pembahasan dalam sub bab ini, mengenai Pertumbuhan Ekonomi di Jawa Timur yang memberikan gambaran mengenai perkembangan perekonomian di Jawa Timur menggunakan data PDRB Jawa Timur, sedangkan pada sub-sub bab berikutnya menggunakan data Tabel I-O updating Jawa Timur 2003.

Berdasarkan Tabel 6, sektor-sektor yang mempunyai kontribusi besar di dalam penciptaan PDRB di Jawa Timur adalah sektor pertanian; sektor industri pengolahan; sektor perdagangan, hotel, dan restoran; dan sektor jasa. Ketiga sektor tersebut di atas mempunyai pangsa ± 72% dari total PDRB Jawa Timur pada tahun 2003.

Tabel 6 Distribusi PDRB Jawa Timur atas dasar harga berlaku tahun 1999 s.d 2003

(Persen)

No Sektor 1999 2000 2001 2002 2003

1 Pertanian 21.77 21.11 21.28 20.87 20.01 2 Pertambangan dan Penggalian 1.63 2.11 2.03 1.99 1.94 3 Industri Pengolahan 27.34 26.88 26.45 26.59 26.35 4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 1.88 2.41 2.70 2.72 2.93 5 Konstruksi 4.89 4.70 4.38 4.25 4.23 6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 22.90 23.08 23.71 24.17 25.15 7 Pengangkutan dan Komunikasi, 6.03 6.27 6.01 6.40 6.34 8 Keuangan, Persewaan dan Jasa 4.03 4.02 4.16 4.07 4.02

Perusahaan

9 Jasa-Jasa 9.54 9.42 9.28 8.96 9.02 Sumber : BPS Jawa Timur.

Sektor-sektor perekonomian yang memberikan kontribusi paling besar di Jawa Timur dalam penciptaan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun 2003 atas dasar harga berlaku cenderung mengalami penurunan kecuali sektor

perdagangan, hotel, dan restoran. Sektor pertanian pada tahun 1999 memberikan kontribusi sebesar 21.77% semakin lama semakin turun sehingga pada tahun 2003 hanya memberikan kontribusi sebesar 20.01 %.

Hal yang sama juga terjadi pada sektor industri pengolahan pada tahun 2003 mempunyai pangsa sebesar 26.35% turun dari tahun 1999 yang memberikan kontribusi sebesar 27.34%. Bila ditinjau lebih dalam, kontribusi terbesar di dalam industri pengolahan diberikan oleh sub sektor industri makanan, minuman, dan tembakau yang sebagian besar didominasi oleh industri rokok. Pada tahun 2000 peran industri rokok di Jawa Timur hampir mencapai 10.58% dalam kontribusi penciptaan PDRB Jawa Timur dengan nilai total input/output yang dihasilkan sebesar 31.9 triliun rupiah serta PDRB yang dihasilkan sebesar 17.9 triliun rupiah, sehingga naik turunnya sektor industri pengolahan hampir bisa dipastikan sangat dipengaruhi oleh gerakan sub sektor industri makanan, minuman, dan tembakau terutama oleh industri rokok.

Sektor yang mampu berkembang dan mengalami peningkatan dalam kontribusi pada PDRB adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran yang memberikan kontribusi sebesar 25.15% meningkat dari tahun 1999 yang sebesar 22.90 %.

Pertumbuhan ekonomi diukur dari PDRB atas dasar harga konstan 1993 sehingga pertumbuhan ini sudah tidak dipengaruhi faktor harga atau dengan kata lain benar-benar murni disebabkan oleh kenaikan produksi seluruh sektor pendukungnya. Berdasarkan Tabel 7 PDRB Jawa Timur atas dasar harga konstan 1999 selama periode 1999 s.d. 2003 bergerak meningkat setiap tahun.

Hal ini menandakan adanya peningkatan produksi secara sektoral atau bisa disimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi Jawa Timur secara bertahap mengalami peningkatan. PDRB atas harga konstan 1993 pada tahun 1999 sebesar 55.058.97 milyar rupiah dan kemudian meningkat menjadi sebesar 56.856.52 milyar rupiah pada tahun 2000, sebelum akhirnya meningkat lagi pada tahun 2001 sampai dengan tahun 2003 berturut-turut menjadi sebesar 58.750.18 milyar rupiah, 60.754.06 milyar rupiah, dan 63.252.16 milyar rupiah.

Tabel 7 Pertumbuhan riil sektor ekonomi tahun 1999 s.d. 2003

(Persen)

1 Pertanian 2.19 0.69 1.19 2.10 1.80

2 Pertambangan dan Penggalian 63.51 38.72 -0.16 3.52 2.25

3 Industri Pengolahan -0.05 1.73 1.56 -1.68 2.81

4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 13.00 11.31 7.49 7.30 8.97

5 Konstruksi -9.91 -0.81 0.89 0.99 1.87

6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 0.30 4.43 8.09 7.25 7.81

7 Pengangkutan dan Komunikasi 9.65 6.84 0.99 11.16 3.84

8 Keuangan, Persewaan, dan Jasa -6.33 3.43 5.80 4.26 3.84

Perusahaan

9 Jasa-Jasa 0.76 1.69 3.26 3.93 3.41

1.21

3.26 3.33 3.41 4.11 Produk Domestik Regional Bruto

No Sektor/Sub Sektor 1999 2000 2001 2002 2003

Sumber : BPS Jawa Timur. Data diolah.

Secara sektoral seluruh sektor ekonomi pada tahun 2003 sudah membaik. Industri pengolahan yang sempat mengalami pertumbuhan minus 1.68% pada tahun 2002 mengalami peningkatan pertumbuhan yang cukup tajam menjadi 2.81% demikian pula halnya dengan sektor bangunan dan konstruksi lambat laun juga mengalami pertumbuhan. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran yang sempat mengalami penurunan laju pertumbuhan pada tahun 2002 juga bergerak naik pada tahun 2003.

Sektor yang mengalami pertumbuhan paling tinggi adalah sektor listrik, gas, dan air bersih sebesar 8.97% diikuti oleh sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 7.81%, sektor keuangan sebesar 3.84%, sektor pertambangan sebesar 2.25%, sektor konstruksi sebesar 1.87%, dan sektor pertanian sebesar 1.80%.

Apabila dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi tahun 2002 sektor ekonomi yang mengalami percepatan adalah sektor listrik, gas, dan air bersih; sektor perdagangan, hotel, dan restoran; sektor industri pengolahan; serta sektor konstruksi, sedangkan sektor lainnya mengalami perlambatan pertumbuhan perekonomian. Hal yang sangat memprihatinkan adalah adanya kecenderungan penurunan laju pertumbuhan pada sektor pertanian dari tahun 1999 sampai dengan 2003. Sektor pertanian sampai dengan tahun 2003 mengalami pertumbuhan masih di bawah laju pertumbuhannya pada tahun 1993. Padahal, pada saat Indonesia diterjang krisis ekonomi pada tahun 1997 s.d. 1999, sektor pertanian merupakan

sektor yang dapat bertahan dan pertumbuhannya lebih baik dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya.

Sektor pengangkutan dan komunikasi juga mengalami hal serupa dengan sektor pertanian, penurunan laju pertumbuhan sektor ini paling besar dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya yaitu sebesar 3.84% pada tahun 2003 dari sebesar 11.16% pada tahun 2002. Naik turunnya sektor pengangkutan dan telekomunikasi sangat dipengaruhi oleh kenaikan harga bahan bakar minyak dan terjadinya perang tarif antara angkutan udara dan jasa angkutan lainnya seperti kereta api, kapal laut, dan angkutan jalan raya. Hal ini terlihat dari pertumbuhan angkutan udara yang tiap tahun semakin meningkat dari 27.41% pada tahun 2000 menjadi 36.96% pada tahun 2003. Sedangkan jasa angkutan lainnya dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2002 cenderung menurun walaupun pada tahun 2003 berangsur kembali pulih. Kebijakan pemerintah pada tahun 2005 yang kembali menaikkan harga bahan bakar minyak bisa menyebabkan sektor jasa angkutan kembali terpukul. Selain itu, pada tahun 2003 pertumbuhan sub sektor jasa penunjang telekomunikasi sangat rendah, dimana pada tahun 2002 pertumbuhannya mencapai 45.07% tetapi pada tahun 2003 pertumbuhannya sangat rendah yaitu 9.98%.

Kebijakan kenaikan harga BBM pada tahun 2005 selain memukul sektor angkutan dan telekomunikasi di sisi lain juga akan menghambat pertumbuhan sektor perdagangan dan sektor industri pengolahan. Kenaikan harga BBM akan menaikkan biaya operasional angkutan dan produksi pada sektor industri sehingga harga jual produk industri menjadi mahal. Daya beli masyarakat yang kembali turun dengan kenaikan harga BBM akan mengurangi pola permintaan terhadap hasil-hasil produksi sektor industri maupun sektor-sektor lainnya.

Nilai Tambah Bruto dan Total Output Sektoral

Berdasarkan Tabel I-O Jawa Timur tahun 2003 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) perekonomian Jawa Timur sebesar 254.38 triliun rupiah dengan total output sebesar 557.27 triliun rupiah. Dibandingkan dengan tahun 2000, PDRB serta total output yang dihasilkan mengalami kenaikan yang cukup besar.

Pada tahun 2000 PDRB Jawa Timur sebesar 169.68 triliun rupiah sedangkan total ouputnya sebesar 281.95 triliun rupiah.

Industri makanan, minuman, dan tembakau merupakan sektor dengan pangsa paling besar dalam kelompok industri pengolahan sedangkan sektor padi merupakan sektor dengan pangsa paling besar pada kelompok pertanian. Sejalan dengan terjadinya transformasi terhadap struktur perekonomian, maka sektor-sektor sekunder dan tersier mulai berkembang. Seperti terlihat pada Tabel 8 dimana sektor perdagangan, restoran, dan jasa-jasa memberi kontribusi yang besar dalam penciptaan PDRB Jawa Timur.

Tabel 8 Sepuluh sektor dengan PDRB terbesar di Jawa Timur tahun 2003

(Juta Rp) (%)

1 Perdagangan 31 50 935 747 20.02

2 Makanan, Minuman dan Tembakau 19 35 968 523 14.14

3 Jasa-Jasa 44 12 503 450 4.92

4 Padi 1 12 219 759 4.80

5 Restoran 33 11 532 160 4.53

6 Bangunan dan Konstruksi 30 10 766 553 4.23

7 Pemerintahan Umum 43 10 452 817 4.11

8 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 42 10 221 630 4.02

9 Listrik, Gas, dan Air Bersih 29 7 455 509 2.93

10 Peternakan 13 7 072 437 2.78 11 Lainnya 85 252 173 33.51 254 380 758 100.00 PDRB JUMLAH No Sektor Kode Sektor

Sumber : Tabel I-O Jawa Timur Updating 2003. Data diolah.

Struktur perekonomian Jawa Timur berdasarkan PDRB yang dihasilkan ternyata sangat timpang, dimana sektor industri makanan, minuman, dan tembakau serta sektor perdagangan sangat dominan sekali dalam perekonomian Jawa Timur. Pangsa kedua sektor ini lebih dari sepertiga dari total PDRB Jawa Timur.

Salah satu ciri khas dari Jawa Timur adalah industri rokok. Jawa Timur merupakan salah satu produsen rokok terbesar di Indonesia selain Jawa Tengah. Keberadaan pabrik rokok Jawa Timur sebagian besar berada di Kota Kediri, Kota Malang, dan Kota Surabaya. Sehingga naik turunnya PDRB pada sektor makanan, minuman, dan tembakau sangat dipengaruhi oleh industri rokok ini.

Secara historis, sektor perdagangan memang sudah sangat signifikan semenjak dulu di samping letak geografis Jawa Timur yang sangat menguntungkan sebagai pintu penghubung antara bagian Barat dan Timur wilayah Indonesia. Selain infrastruktur jalan raya yang sangat memadai, keberadaan pelabuhan laut dan bandara Juanda sangat menentukan dalam kemajuan sektor perdagangan. Pintu gerbang ekspor dan impor di Jawa Timur terletak pada Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, Pelabuhan Gresik, Pelabuhan Tuban, dan Bandara Juanda.

Widawati (2002), mengemukakan bahwa Pelabuhan Tanjung Perak sangat menunjang di dalam membangun perekonomian di Jawa Timur. Pelabuhan dalam konstelasi pertumbuhan ekonomi sangat berperan sebagai lokomotif bagi perekonomian suatu daerah. Hal ini disebabkan karena keberadaan suatu pelabuhan akan diikuti oleh perusahaan-perusahaan industri di hinterland-nya. Sehingga baik secara langsung maupun tidak langsung akan memberi masukan dan pengaruh dari keberadaan transportasi tersebut (direct and indirect transfer input).

Berbagai hal harus dibenahi sebagai upaya meningkatkan efisiensi Pelabuhan Tanjung Perak termasuk biaya-biaya yang tidak diperlukan. Dengan biaya yang murah, akan memacu industri-industri di daerah untuk meningkatkan hasil produksinya dan berorientasi kepada ekspor. Salah satu komponen biaya yang paling mahal adalah biaya bongkar muat kapal, karena penggunaan alat bongkar muat dengan sewa yang mahal. Selain itu barang harus digudangkan dahulu sambil menunggu kapal datang, oleh sebab itu, perlu adanya efisiensi yang harus dilakukan sehingga biaya pengapalan menjadi murah.

Sektor-sektor yang mempunyai total ouput sektoral yang besar pada tahun 2003 didominasi oleh sektor industri pengolahan sesuai dengan Tabel 9, antara lain sektor makanan, minuman, dan tembakau (19), alat angkutan mesin dan peralatan (31), tekstil, barang dari kulit dan alas kaki (20), pupuk, kimia, dan barang dari karet (23), serta logam dasar besi dan baja (25). Sedangkan sektor perdagangan (31), sektor restoran (4), dan sektor jasa-jasa (44) selain mempunyai total output yang besar, PDRB yang dihasilkannya juga besar.

Tabel 9 Sepuluh sektor dengan total output terbesar di Jawa Timur tahun 2003

(Juta Rp) (%)

1 Makanan, Minuman dan Tembakau 19 97 365 559 17.47

2 Perdagangan 31 67 187 296 12.06

3 Alat Angkutan Mesin dan Peralatan 26 29 641 694 5.32

4 Restoran 33 27 283 235 4.90

5 Tekstil, Barang dari Kulit & Alas Kaki 20 26 578 261 4.77

6 Pupuk, Kimia dan Barang dari Karet 23 26 046 370 4.67

7 Peternakan 13 24 393 026 4.38

8 Logam Dasar Besi dan Baja 25 21 504 171 3.86

9 Bangunan dan Konstruksi 30 20 592 877 3.70

10 Jasa-Jasa 44 17 417 287 3.13 11 Lainnya 199 260 853 35.76 557 270 629 100.00 No Sektor Kode Sektor Total Output JUMLAH

Sumber : Tabel I-O Jawa Timur Updating 2003. Data diolah.

Struktur Nilai Tambah Bruto Menurut Komponen

Nilai tambah bruto atau PDRB dalam Tabel I-O terdiri dari empat komponen, yaitu upah/gaji, surplus usaha, penyusutan, dan pajak tak langsung. Tabel 10 menunjukkan bahwa PDRB paling besar didistribusikan kepada sektor surplus usaha (keuntungan dari para pengusaha) sebesar 40%. Hal ini mengindikasikan bahwa bagian yang diterima oleh para pekerja lebih rendah dibandingkan dengan para pengusaha sebagai pemilik modal karena hanya mendapat bagian 38%. Sedangkan pada komponen penyusutan, PDRB yang tercipta paling rendah hanya 9%. Komponen Pajak juga sangat rendah hanya 11% dari total nilai tambah bruto.

Tabel 10 Struktur PDRB menurut komponen pendapatan tahun 2003

(Jt Rupiah) (%)

Upah dan Gaji 201 97 908 879 38.49

Surplus Usaha 202 103 607 034 40.73

Penyusutan 203 24 774 983 9.74

Pajak Tak Langsung Netto 204 28 089 862 11.04

Jumlah 254 380 758 100.00

Uraian Kode

Sektor

Jumlah

Sumber : Tabel I-O Jawa Timur Updating 2003. Data diolah.

Pada tahun 2003, dari sekitar 30.29 juta jiwa penduduk usia 10 tahun ke atas, sekitar 63.02% diantaranya merupakan merupakan angkatan kerja, yaitu terdiri dari 90.91% penduduk melakukan kegiatan bekerja dan sekitar 9.09%

merupakan pengangguran (Susenas 2003). Sedangkan yang termasuk bukan angkatan kerja (sekitar 36.98%) terdiri dari 47.81% penduduk melakukan kegiatan mengurus rumah tangga, sekitar 36.91% sedang bersekolah, dan sekitar 15.27% melakukan kegiatan lainnya.

Sektor pertanian merupakan lapangan pekerjaan utama yang menyerap paling banyak tenaga kerja di Jawa Timur, yaitu sekitar 40.06%, kemudian diikuti sektor perdagangan sekitar 17.90%, dan sektor industri pengolahan sekitar 12.12%. Dari besarnya jumlah tenaga kerja yang berada di sektor pertanian menyebabkan produktivitas yang dihasilkan menjadi sangat rendah. Hal ini disebabkan karena pangsa PDRB antara sektor pertanian dan industri hampir sama, namun jumlah tenaga kerja pada sektor pertanian lebih banyak. Selain itu, sifat dari barang-barang hasil pertanian yang tidak perlu diolah terlebih dahulu untuk mengkonsumsinya (end product) menyebabkan nilai tambah yang terjadi tidak terlalu besar. Untuk menyikapi kelebihan tenaga kerja di sektor pertanian yang berlebih, perlu dibangun sektor-sektor yang baru terutama sektor industri yang padat tenaga kerja pada kabupaten/kota di Jawa Timur yang relevan dengan sektor pertanian yang ada, sehingga pada akhirnya terjadi keterkaitan antara sektor pertanian dan industri.

Lemahnya tingkat pendapatan yang diterima oleh para pekerja dibandingkan dengan pemilik modal juga disebabkan tingginya tingkat pengangguran dimana tingkat pengangguran mencapai 9.09% di Jawa Timur. Hal ini pada akhirnya menyebabkan jumlah penawaran tenaga kerja lebih besar dibandingkan dengan jumlah permintaan akan tenaga kerja. Pada akhirnya, nilai gaji/upah yang dibayarkan menjadi rendah karena para pencari kerja tidak mempunyai nilai tawar yang tinggi.

Upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah untuk meningkatkan upah minimum regional (UMR) disatu sisi akan meningkatkan tingkat pendapatan buruh, namun di sisi lainnya hal ini akan membebani para pengusaha. Oleh karena itu, kebijakan ini harus disikapi dengan hati-hati dan bijaksana. Seyogyanya, kenaikan UMR juga harus disertai dengan peningkatan produktivitas para buruh sehingga daya saing sektor industri tidak menjadi turun.

Transaksi Internal, Transaksi Eksternal, dan Input Primer

Seberapa besar proses produksi suatu sektor dalam Tabel I-O untuk menghasilkan komoditas/jasa menggunakan outputnya sendiri dapat dilihat dari besaran transaksi internal atau eksternal yang dilakukannya. Semakin besar pangsa transaksi internal semakin besar pula sektor tersebut menggunakan sebagian dari hasil produksinya sebagai input untuk produksi lanjutannya. Pada sisi lain, semakin besar pangsa transaksi eksternal semakin besar pula sektor tersebut menggunakan komoditas atau hasil produksi dari sektor lainnya dalam proses produksi lanjutannya (Tabel I-O Jatim 2000).

Rata-rata untuk untuk memproduksi barang/jasa di Provinsi Jawa Timur diperlukan input antara dari hasil produksinya sendiri sebesar 4%, kemudian barang dan jasa dari sektor lainnya sebesar 22%, serta yang paling besar adalah untuk input primer sebesar 74%. Komponen input primer dalam Tabel 11 adalah PDRB ditambah dengan impor.

Sektor-sektor yang paling banyak menggunakan hasil output produksinya untuk digunakan kembali dalam proses produksi lanjutan adalah sektor kertas dan barang cetakan (22); makanan, minuman, dan tembakau (19); semen dan barang galian bukan logam (24); logam dasar besi dan baja (25); pupuk, kimia, dan barang dari karet (23); listrik, gas, dan air bersih (29); serta tekstil, barang dari kulit dan alas kaki (20).

Sedangkan sektor-sektor dengan transaksi eksternal yang besar adalah sektor barang dari kayu dan hasil hutan lainnya (21); pertambangan migas (16); restoran (33); tekstil, barang dari kulit dan alas kaki (20); angkutan udara (38); semen dan barang galian bukan logam (24); bangunan dan konstruksi (30); serta hotel (32). Sektor-sektor dengan transaksi eksternal yang besar mengindikasikan bahwa sektor tersebut sangat tergantung dengan sektor lainnya dalam proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa.

Sektor-sektor yang termasuk dalam sektor pertanian, pada umumnya nilai transaksi internal maupun eksternalnya untuk proses produksi relatif rendah. Transaksi yang terjadi pada sekor pertanian cenderung pada transaksi input primer. Rendahnya transaksi internal maupun ekternal mengindikasikan bahwa output sektor pertanian keterkaitannya terhadap sektor-sektor lainnya relatif

rendah demikian juga dalam hal inputnya. Oleh karena itu, pemberdayaan sektor pertanian sangat perlu untuk dilakukan sehingga sektor ini dapat mendukung perkembangan sektor lainnya, sehingga terjadi saling keterkaitan antara sektor pertanian dengan sektor industri pengolahan.

Tabel 11 Transaksi internal, transaksi eksternal, dan input primer sektoral

Internal Eksternal NTB Impor

Padi 1 3.56 7.55 88.14 0.75 100.00 Jagung 2 4.21 9.12 86.58 0.10 100.00 Ketela Pohon 3 9.27 6.53 84.05 0.15 100.00 Kedelai 4 1.69 7.59 90.69 0.03 100.00 Sayur-sayuran 5 3.09 4.37 41.22 51.32 100.00 Buah-buahan 6 1.49 1.75 71.50 25.26 100.00 Umbi-umbian 7 3.72 5.91 46.76 43.61 100.00 Kacang tanah 8 5.43 5.73 68.29 20.55 100.00 Kacang-kacang lainnya 9 1.68 49.84 34.29 14.19 100.00 Tebu 10 3.69 19.74 76.57 0.00 100.00 Tembakau 11 1.55 18.22 80.23 0.00 100.00

Tanaman Perkebunan Lainnya 12 1.68 5.12 63.10 30.10 100.00

Peternakan 13 3.79 6.48 28.99 60.74 100.00

Kehutanan 14 0.36 1.02 17.98 80.63 100.00

Perikanan 15 0.62 6.54 54.46 38.38 100.00

Pertambangan Migas 16 0.51 54.19 24.88 20.41 100.00 Pertambangan Non Migas 17 0.09 0.94 3.36 95.61 100.00

Penggalian 18 - 9.25 89.17 1.57 100.00

Makanan, Minuman dan Tembakau 19 15.18 22.18 36.94 25.70 100.00 Tekstil, Barang dari Kulit & Alas Kaki 20 9.50 53.13 25.15 12.23 100.00 Barang dari Kayu & Hasil Hutan Lainnya 21 4.31 55.06 32.51 8.12 100.00 Kertas dan Barang Cetakan 22 21.69 39.89 27.26 11.15 100.00 Pupuk, Kimia dan Barang dari Karet 23 12.51 24.05 8.49 54.94 100.00 Semen dan Barang Galian Bukan Logam 24 14.35 50.29 29.42 5.95 100.00 Logam Dasar Besi dan Baja 25 13.65 7.68 19.90 58.77 100.00 Alat Angkutan Mesin dan Peralatan 26 8.03 23.07 15.48 53.41 100.00

Barang Lainnya 27 6.13 14.97 7.57 71.32 100.00

Pengilangan Minyak 28 0.05 1.96 0.94 97.05 100.00 Listrik, Gas, dan Air Bersih 29 12.06 29.31 56.28 2.36 100.00 Bangunan dan Konstruksi 30 - 47.72 52.28 0.00 100.00

Perdagangan 31 0.94 23.24 75.81 0.00 100.00

Hotel 32 0.53 45.27 48.55 5.65 100.00

Restoran 33 1.57 53.62 42.27 2.54 100.00

Angkutan Rel 34 1.06 25.41 25.01 48.52 100.00

Angkutan Jalan Raya 35 0.15 26.10 56.23 17.52 100.00

Angkutan Laut 36 0.17 35.37 45.69 18.77 100.00

Angkutan Penyeberangan 37 0.06 43.16 17.32 39.46 100.00

Angkutan Udara 38 3.47 51.13 29.65 15.75 100.00

Jasa Penunjang Angkutan 39 0.13 11.22 81.28 7.37 100.00 Pos dan Telekomunikasi 40 0.04 3.16 95.68 1.13 100.00 Jasa Penunjang Telekomunikasi 41 0.09 17.08 82.79 0.04 100.00 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 42 1.36 16.97 81.61 0.06 100.00 Pemerintahan Umum 43 - - 100.00 0.00 100.00 Jasa-Jasa 44 2.11 20.44 71.79 5.66 100.00 3.99 21.85 50.37 23.79 100.00 Input Primer Transaksi SEKTOR KODE SEKTOR JUMLAH Total

Pada umumnya sektor-sektor dalam industri pengolahan mempunyai ketergantungan yang tinggi dengan besarnya nilai impor. Dalam kelompok sektor pertanian, yang mempunyai nilai impor cukup besar adalah sayur-sayuran (5); umbi-umbian (7); tanaman perkebunan lainnya (12); peternakan (13); perikanan (15); serta sektor kehutanan (14). Besarnya impor pada sektor pertanian bisa disebabkan karena tingginya permintaan untuk keperluan konsumsi rumah tangga atau untuk keperluan industri pengolahan. Sedangkan hasil produksi pertanian dari Jawa Timur belum mampu untuk memenuhi permintaan atau memenuhi standart minimum untuk industri. Rendahnya kemampuan pasokan untuk memenuhi permintaan disebabkan karena berbagai permasalahan yang timbul, yaitu masalah pengadaan bibit, pupuk, lahan, tenaga kerja terampil, dan modal (Firdausy 2000).

Nilai impor yang besar pada suatu sektor menyebabkan nilai tambah yang tercipta di Jawa Timur menjadi kecil. Hal ini disebabkan, nilai dari elemen invers matrisk leontief (matriks B) sektor tersebut akan mendekati satu. Sehingga setiap tambahan satu unit permintaan akhir (final demand) terhadap sektor tersebut tidak akan menggerakkan sektor tersebut maupun sektor lainnya, hal ini mengindikasikan bahwa sektor tersebut mempunyai keterkaitan tidak langsung ke depan maupun ke belakang yang rendah terhadap sektor lainnya. Di Jawa Timur, sektor-sektor dengan pangsa nilai impor yang besar di dalam penciptaan total output sektoralnya adalah sektor peternakan dengan persentase nilai impor sebesar 60.74%, kehutanan sebesar 80.63%, pertambangan non migas 95.61%, serta pengilangan minyak sebesar 97.05%.

Keterkaitan Antar Sektor

Sektor yang mempunyai keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang paling besar adalah sektor dalam kelompok industri pengolahan, yaitu sektor kertas dan barang cetakan (22); semen dan barang galian bukan logam (24); tekstil barang dari kulit dan alas kaki (20). Sektor lainnya selain industri pengolahan adalah sektor angkutan udara (38) dan pertambangan migas (16).

Sektor dengan keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang yang besar mengindikasikan bahwa sektor-sektor tersebut sangat tergantung dengan

sektor lainnya dalam melakukan proses produksi. Sehingga setiap kenaikan satu unit permintaan akhir atas sektor ini akan menggerakkan sektor-sektor lainnya dalam perekonomian sebesar nilai dari keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang sektor tersebut. Dalam analisis dengan metode input output, keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang sama dengan output multiplier.

Tabel 12 Sepuluh sektor terbesar dengan keterkaitan langsung ke belakang (DBL) serta keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang (DIBL)

1 Kertas dan Barang Cetakan 22 0.6159 1.9631

2 Semen dan Barang Galian Bukan Logam 24 0.6464 1.9337

3 Tekstil, Barang dari Kulit & Alas Kaki 20 0.6262 1.8628

4 Angkutan Udara 38 0.5460 1.7366

5 Pertambangan Migas 16 0.5471 1.7099

6 Barang dari Kayu & Hasil Hutan Lainnya 21 0.5937 1.7051

7 Bangunan dan Konstruksi 30 0.4772 1.6934

8 Restoran 33 0.5519 1.6776 9 Kacang-kacang lainnya 9 0.5152 1.6028 10 Hotel 32 0.4580 1.5893 DIBL No Sektor Kode Sektor DBL

Sumber Tabel I-O Updating 2003. Data diolah.

Sektor-sektor yang termasuk dalam sepuluh besar sektor dengan keterkaitan langsung ke belakang sama dengan sektor-sektor dengan keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang. Sebagian besar sektor-sektor dengan keterkaitan ke belakang yang besar merupakan sektor-sektor yang termasuk dalam kelompok industri pengolahan (kertas dan barang cetakan; semen dan barang galian bukan logam; tekstil, barang dari kulit dan alas kaki; serta barang dari kayu dan hasil hutam lainnya). Hasil analisis pada tabel di atas sejalan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Amir dan Nazara (2005), yang menyatakan bahwa sektor- sektor dengan output multiplier yang besar di Jawa Timur adalah sektor industri makanan, minuman, dan tembakau serta industri lainnya.

Pada Tabel 12 di atas, walaupun sektor industri makanan, minuman, dan tembakau tidak termasuk dalam sepuluh besar sektor yang mempunyai keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang yang kuat, namun nilai keterkaitan pada sektor tersebut masih cukup tinggi yaitu sebesar 0.3736 untuk keterkaitan

langsung ke belakang dan 1.5161 untuk keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang (output multiplier).

Apabila sektor-sektor yang mempunyai nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang pada Tabel 12 dibandingkan dengan nilai transaksi eksternal masing-masing sektor pada Tabel 11 hasilnya sangat signifikan. Sektor-sektor dengan transaksi eksternal yang besar mempunyai keterkaitan ke belakang yang besar juga. Nilai transaksi eksternal dari sektor barang dari kayu dan hasil hutan lainnya adalah 55.06%, selanjutnya sektor pertambangan migas 54.19%; restoran 53.62 %; tekstil, barang dari kulit dan alas kaki 53.13%; angkutan udara 51.13%; serta sektor semen dan barang galian bukan logam sebesar 50.29%.

Sektor-sektor yang mempunyai pangsa paling besar pada PDRB 2003 menurut harga berlaku ternyata tidak mempunyai keterkaitan ke belakang yang besar, seperti sub sektor perdagangan yang mempunyai pangsa 20.02% dalam

Dokumen terkait