• Tidak ada hasil yang ditemukan

RIWAYAT HIDUP

1.5 Manfaat Penelitian

2.3.2.1 Sel Elektrolisis

Sel elektrolisis adalah sel yang menggunakan arus listrik untuk dapat berlangsungnya reaksi kimia. Dimana pada sel ini reaksi tidak berlangsung secara spontan tetapi melalui perbedaan potensial yang dipicu dari luar sistem (Riyanto, 2012). Penggunaan energi listrik yang dihasilkan oleh rangkaian luar bertujuan untuk melakukan reaksi kimia yang sebenarnya tidak dapat berlangsung (Oxtoby et al., 2001). Anoda pada sel elektrolisis bertindak sebagai elektroda positif, sedangkan katoda bertindak sebagai elektroda negatif. Contoh penggunaan sel elektrolisis adalah sebagai berikut :

1) Elektrodeposisi yaitu pengendapan logam pada permukaan elektroda yang digunakan dalam pembuatan nanoteknologi, electroplating, pencegahan korosi, perhiasan dan aksesoris mobil.

2) Elektroanalisis yaitu aplikasi sel elektrolisis untuk analisis pada reaksi kimia seperti polarografi, voltametri, potensiometri, Linear Sweep Voltammetry

(LSV), Cyclic Voltammetry (CV), Differential Pulse Voltammetry (DPV), Normal Pulse Voltammetry (NPV), Differential Normal Pulse Voltammetry (DNPV), Square Wave Voltammetry (SWV), Anodic Stripping Voltammetry (ASV), Cathodic Stripping Voltammetry (CSV) dan Voltammetry Stripping Adsorptif (AdSV).

3) Elektrosintesis yaitu sintesis senyawa organik dan anorganik dengan cara elektrolisis. Dimana dengan menggunakan cara ini dapat mengatasi beberapa kelemahan sintesis dengan cara biasa yang dilakukan. Beberapa senyawa organik dapat disintesis dengan cara elektrosintesis antara lain asam asetat, adiponitril, tetra alikil plumbum dan tetrafluoro-p-xylen, sedangkan senyawa anorganik antara lain Ti, Al, Na, MnO2dan Cl2.

4) Elektrodegradasi yaitu teknik penguraian limbah organik dan anorganik. Kelebihan dari cara ini yaitu lebih efisien dan hemat energi. Pada akhir proses hasil yang dihasilkan dari limbah organik berupa air dan gas CO2, sedangkan pada limbah anorganik seperti logam-logam akan terendapkan pada elektroda. Logam yang telah terendapkan pada elektroda kemudian dipisahkan dengan cara melarutkannya pada asam kuat dan diendapkan kembali sebagai logam murni.

Elektroda yang digunakan pada sel elektrolisis terdiri dari dua jenis yaitu

1) Eletroda inert yaitu elektroda yang tidak ikut bereaksi baik sebagai katoda maupun anoda, sehingga yang mengalami reaksi redoks adalah elektrolit sebagai zat terlarut dan atau air sebagai pelarut. Contoh dari elektroda ini yaitu karbon, emas dan platina.

2) Elektroda tidak inert atau elektroda aktif yaitu elektroda yang ikut bereaksi terutama jika digunakan sebagai anoda dan mengalami oksidasi. Contoh dari elektroda ini ialah Fe, Al, Cu dan Zn

(Riyanto, 2013)

2.3.3 Voltametri

2.3.3.1 Elektroda

Dalam analisis secara elektrokimia, khususnya menggunakan teknik voltammetri biasanya menggunakan tiga jenis elektroda. Ketiga jenis elektroda ini

merupakan komponen penting dalam proses analisis. Ketiga elektroda ini diantaranya elektroda kerja (working electrode/WE) yang biasanya menggunakan glassy carbon (C), platinum (Pt), perak (Ag) dan emas (Au). Elektroda pembanding (reference electrode/RE) yang biasa digunakan Ag/AgCl 3 M dalam larutan KCl, Normal Hydrogen Electrode (NHE), Saturated Calomel Electrode (SCE) dan Ag/AgNO3 (0,01 M asetonitril). Dan yang terakhir adalah elektroda bantu (counter electrode/CE) yang biasa digunakan kawat platinum dan glassy karbon (Riyanto, 2013)

Elektroda kerja merupakan elektroda yang berfungsi sebagai tempat terjadinya reaksi kimia. Dalam hal ini reaksi oksidasi reduksi. Elektroda kerja akan melakukan kontak dengan analit sehingga menunjukkan adanya respon potensial dan memfasilitasi transfer elekton dari dan ke analit (Kounaves, 1987). Dalam pemelihan elektroda kerja harus dipertimbangkan tiga hal yaitu jenis bahan, morfologi permukaan dan desain elektroda. Oleh sebab itu, syarat logam yang dapat digunakan sebagai elektroda kerja adalah stabil, reaktif, konduktor yang baik dan sifat elektrokatalitik (Riyanto, 2012). Elektroda pembanding adalah elektroda setengah sel yang nilai potensial reduksinya telah diketahui. Pada prinsipnya elektroda ini harus mengetahui potensial yang ada dengan mengukur potensial yang ada pada elektroda kerja (Kounaves, 1987). Ag/AgCl merupakan elektroda yang paling banyak digunakan sebagai elektroda pembanding. Namun

Gambar 2.2 (a) rangkaian tiga elektroda dan (b) skema kerja elektroda

elektroda ini mudah rusak karena pengeringan. Oleh sebab itu, cara untuk mengatasinya biasanya elektroda ini direndam didalam garam seperti 3 M NaCl atau 3 M KCl saat tidak digunakan (Riyanto, 2012). Sedangkan elektroda bantu adalah elektroda yang bertugas untuk melewatkan semua arus yang dibutuhkan dalam penyeimbangan arus di elektroda kerja. (Kounaves, 1987).

2.3.3.2 Voltametri Siklik

Voltametri siklik merupakan salah satu jenis voltametri yang banyak digunakan untuk mengetahui atau mendapatkan informasi tentang reaksi elektrokimia melalui voltamogram yang dihasilkan (Lund dan Hummerich, 2001). Dalam voltametri siklik, terdapat dua teknik pendekatan yang digunakan yaitu

scan satu siklik yang hanya merekam satu grafik saja. Teknik ini akan mendapatkan voltamogram dengan konsentrasi yang asli. Teknik yang kedua adalah dengan melakukan banyak kali scan (lebih dari satu siklik) untuk mendapatkan beberapa grafik. Teknik ini biasanya digunakan dengan tujuan untuk mengetahui kestabilan dari elektroda yang digunakan. Kestabilan ditunjukkan dari perubahan grafik yang ditunjukkan ketika dilakukan scan berulang-ulang (Riyanto, 2013). Voltamogram yang dihasilkan dari voltametri siklik dapat menunjukkan perilaku senyawa dipermukaan elektroda. Dalam arti lain, dengan voltammogram segala yang terjadi dipermukaan elektroda dapat diketahui. Hal ini dapat diketahui karena dalam voltammogram siklik didapatkan beberapa nilai parameter penting, yang diantaranya potensial puncak anoda, potensial puncak katoda, puncak arus anoda, puncak arus katoda, potensial setengah anoda dan potensial setengah katoda. Dengan adanya nilai-nilai tersebut, maka dapat diprediksi reaksi yang terjadi pada permukaan elektroda (Ross et al., 1975).

Berdasarkan reaksi reduksi oksidasi yang terjadi pada elektroda, nilai potensial dapat ditunjukkan melalui persamaan:

( )

Dimana E0 merupakan potensial tetap dalam sistem dapat berbalik, sedangkan CR dan C0 merupakan konsentrasi spesies yang mengalami proses reduksi dan oksidasi (Riyanto, 2013).

Didalam pengukuran menggunakan teknik voltametri siklik, pengukuran harus dilakukan dalam keadaan tidak diaduk (diam) dimana perpindahan massa diharapkan hanya terjadi karena adanya resapan (diffusion) pada permukaan elektroda. Hal ini sangat berkenaan dengan voltametri siklik sebagai pengukuran elektrokimia secara potensiodinamik yang merupakan teknik yang digunakan untuk mengkaji sifat reduksi oksidasi dalam reaksi elektrokimia yang terjadi dan juga struktur antara muka elektroda dengan larutan (Lund dan Hummerich, 2001).

Dalam voltametri siklik, berdasarkan voltamogram yang dihasilkan, terdapat tiga sistem yang sering ditemukan yang diantaranya adalah sistem dapat berbalik (reversible system). Sistem ini biasanya ditunjukkan ketika puncak oksidasi dan puncak reduksi muncul pada potensial yang tidak jauh berbeda bahkan sama. Sistem yang kedua adalah sistem kuasi dapat berbalik (quasi reversible system). Sistem ini ditunjukkan pada voltamogram yang puncak reduksinya bergerak pada potensial negatif, sedangkan puncak oksidasinya bergerak pada potensial positif. Sehingga rentang potensial puncak oksidasi dan puncak reduksi relatif berjauhan. Dan sistem yang terakhir adalah sistem tidak dapat berbalik (irreversible system). Voltamogram yang ditunjukkan pada sistem ini biasanya tidak terdapat puncak reduksi. Hal ini terjadi karena adanya proses

perindahan elektron yang begitu cepat, sehingga belum sempat mengalami reduksi, elektron senyawa tersebut telah berpindah (Riyanto, 2013).

Oksidasi Oksidasi

(larutan) (permukaan

) + e

-Reduksi Reduksi Produk

(permukaan )

(larutan )

Transfer

elektron Difusi Reaksi kimia

- -2.4 Pemisahan Kimia

Pemisahan kimia ialah suatu proses pemisahan sampai ke skala molekuler. Menurut difinisi Miller (1975) pemisahan dapat digambarkan dalam bentuk nyata sebagai ilustrasi bila ingin memisahkan komponen senyawa yang bercampur sempurna secara alami. Sebagai contoh ekstrak tumbuhan yang akan dipisahkan komponennya. Pemisahan dikatakan berhasil jika komponen-komponen berada didalam wadah-wadah yang terpisah satu sama lainnya. Pemisahan kimia dapat dilakukan dengan beberapa cara, tergantung pada sifat fisika dan sifat kimia dari komponen kimia yang akan dipisahkan dan bergantung pula pada matriks utama tempat campuran kimia berada. Pemisahan kimia dapat dengan mudah dilakukan yaitu dengan cara memanipulasi sifat fisika dari komponen yang akan dipisahkan maupun matriks pembawa campuran yang dipisahkan.

2.4.1 Distilasi

Distilasi adalah proses pemisahan yang paling sering dgunakan untuk memisahkan bahan-bahan alam yang berupa zat cair atau untuk memurnikan cairan yang mengandung pengotor. Prinsip utama distilasi bekerja berdasarkan perbedaan titik didih dari masing-masing komponen campuran yang akan

dipisahkan pada tekanan yang tetap. Perbedaan titik didih ini menyebabkan perbedaan volatilitas pada komponen campuran dan merupakan sifat intrinsik dari senyawa penyusun campuran. Perbedaan ini sangat berpotensial untuk dijadikan sarana pemisahan namun harus pada kondisi tekanan yang tetap (Oxtoby et al., 2001).

Teknik destilasi merupakan teknik memisahkan dua atau lebih komponen kimia yang berada dalam fasa cair. Proses yang terjadi ialah fasa cair akan dirubah menjadi fasa gas dan selanjutnya akan dirubah kembali kedalam fasa cair. Proses perubahan cair menjadi gas menggunakan suhu yang sesuai dengan titik uap komponen yang akan dipisahkan. Proses ini terjadi pada labu bulat. Setelah menguap, uap yang dihasilkan akan dirubah menjadi cair lagi dengan cara mendinginkannya. Proses ini biasanya disebut sebagai kondensasi dan berlangsung pada kondensor. Setelah itu cairan akan ditampung.

Proses destilasi memiliki beberapa jenis, diantaranya destilasi bertingkat. Destilasi bertingkat merupakan teknik destilasi yang dilakukan secara berulang-ulang. Kelemahan dari proses destilasi ini adalah memerlukan banyak sekali

sampel. Jenis yang kedua adalah destilasi vacum. Destilasi vacum merupakan teknik yang sering digunakan dalam memisahkan komponen kimia berdasarkan titik uap dari komponen tersebut. Dalam destilasi ini biasanya menggunakan tekanan yang rendah diatas permukaan cairan sehingga titik uap komponen yang akan dipisahkan akan turun juga. Dalam arti lain tidak memerlukan pemanasan dengan menggunakan suhu yang terlalu tinggi.

2.4.2 Maserasi

Maserasi adalah perendaman sampel dengan pelarut organik yang digunakan pada temperatur ruang. Proses ini sangat menguntungkan dalam isolasi senyawa bahan alam karena dengan perendaman sampel tumbuhan akan terjadinya pemecahan dinding dan membran sel. Hal ini diakibatkan karena perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar sel sehingga metabolit sekunder yang berada di dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik dan ekstraksi senyawa akan sempurna karena perendaman yang dilakukan dapat diatur dalam waktu yang lama (Darwis.2000).

Pemilihan pelarut yang digunakan untuk proses maserasi akan memberikan efektifitas yang tinggi dengan memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam dalam pelarut tersebut. Teknik maserasi digunakan terutama jika senyawa organik yang ada dalam bahan alam tersebut tidak banyak presentasenya dan ditemukan suatu pelarut yang dapat melarutkan senyawa organik tersebut tanpa dilakukan pemanasan. Biasanya cara ini membutuhkan waktu yang agak lama dan agak sulit mencari pelarut yang baik untuk melarutkan senyawa yang terkandung dalam sampel. Akan tetapi jika struktur senyawa yang akan diisolasi sudah diketahui, maka metode perendaman ini merupakan metode yang paling praktis (Ansel, 1989).

Secara umum pelarut metanol merupakan pelarut yang paling banyak digunakan dalam proses isolasi senyawa organik bahan alam. Hal ini disebabkan metanol dapat melarutkan sebagian besar golongan metabolit sekunder.

2.5 Polipirol

Polipirol merupakan polimer konduktif yang sering dipelajari dalam sensor elektrokimia. Polimerisasi pirol biasa dilakukan dengan menggunakan metode elektrokimia. pH sangat berpengaruh terhadap polimerisasi pirol karena dalam prosesnya dibutuhkan dukungan dari ion-ion yang ada dalam elektrolit. (Kupila dan Kankare, 1993). Dalam polimerisasi pirol secara elektrokimia biasanya menggunakan metode siklis voltammetri. Berbagai macam elektroda akan menghasilkan voltammogran yang berbeda pula. Hal ini terjadi karena masing-masing elektroda memiliki konduktivitas yang berbeda pula (Cheung et al., 1988). Reaksi polimerisasi pirol dapat dilihat pada gambar 2.6

N H N H N H + N H N H H N + 2H+ N H H N N H H N N H H N + N H N H H N + N H N H H N + N H N H H N N H + 2H+ N H H N N H H N * * n+ m e-Oksidasi dipermukaan elektroda

Oksidasi dipermukaan elektroda

2.6 Limit Deteksi

Yang dimaksud dengan limit deteksi ialah kemampuan suatu metode atau alat untuk mendeteksi konsentrasi terkecil dalam larutan contoh. Dalam menentukan limit deteksi pada suatu instrumen adalah berbeda-beda tergantung

pada metode analisis, apakah menggunakan instrumen atau tidak menggunakan instrumen, pada analisis yang tidak menggunakan instrumen batas tersebut ditentukan dengan mendeteksi analit dalam sample yang telah mengalami pengenceran . Limit deteksi dapat dihitung secara statistik melalui garis regresi linier dari kurva kalibrasi yang didapat dari uji linearitas. Limit deteksi dihitung dengan rumus:

LD = A + 3 SD

A menunjukkan nilai a pada persamaan garis y = bx + a sedangkan SD merupakan standar deviasi (Nugroho, 2006).

2.7 Sensitivitas

Instrumen yang baik adalah instrumen yang memiliki sensitivitas yang baik. Yang dimaksud dengan sensitivitas ialah rasio antara sinyal output dan analit yang diukur. Dimana uji sensitivitas ini bertujuan untuk mengukur kepekaan suatu instrumen dengan adanya perubahan salah satu variabel terhadap analit yang diukur. Analisis ini biasa dilakukan setelah mendapatkan kondisi optimal dari instrumen yang digunakan. Analisis ini digunakan untuk menganalisis perubahan-perubahan koefisien dalam model linear programming

serta akibat-akibat yang ditimbulkan. Uji sensitivitas ini memiliki manfaat yang sangat besar, karena dengan adanya uji ini tidak perlu lagi melakukan perhitungan secara berulang-ulang (Taha, 1996).

2.8 Repeatabilitas

Yang dimaksud dengan repeatibilitas ialah teknik pengujian yang dilakukan terhadap analit secara berulang-ulang. Uji ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat kedekatan antara hasil uji yang dilakukan terhadap sampel secara berulang-ulang. Uji ini penting dilakukan agar diperoleh ketepatan sistem dalam memberi respon terhadap analit yang dideteksi. Dalam uji repeatabilitas yang dinyatakan ialah presisi metoda analisis yang dilakukan dalam kondisi yang sama dan interval waktu yang singkat. Dalam arti lain uji repeatabilitas dilakukan untuk mengetahui variabilitas data yang dihasilkan pada dua atau lebih pengujian secara berurutan pada kondisi yang sama. Hasil data yang baik memiliki

perbedaan data yang tidak signifikan sehingga hasil uji berada pada kisaran tingkat kepercayaan (konfidensi) 95%. Karena pentingnya uji repeatabilitas ini dalam proses analisis untuk mengetahui hasil dari analisis, maka dalam penelitian uji ini merupakan uji yang harus dilakukan (Miller, 1991)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu peralatan gelas, labu ukur 25 mL, pipet ukur, spatula, kaca arloji, botol kaca, neraca analitik Ohaus, oven Thermo Scientific, pH meter Oakton,Seperangkat alat destilasi, ultrasonic, hot plate, mikropipet, seperangkat alat evaporasi, kawat emas (diameter 1 mm dan panjang 5 cm), kawat perak (diameter 1 mm dan panjang 5 cm) dan Autolab Metrohm tipe AUT84948 sistem tiga elektroda. Tiga sel elektroda yang digunakan yaitu elektroda emas termodifikasi polipirol dan ekstrak buah Maja sebagai elektroda kerja, elektroda perak termodifikasi pasta silika gel dan ekstrak daging buah Maja sebagai elektroda kerja, Ag/AgCl (KCl 3M) sebagai elektroda pembanding, dan kawat platinum sebagai elektroda bantu.

3.1.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu daging buah Maja (Aegle marmelos) yang tumbuh di wilayah Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya , pirol, shrinkage, kertas amplas silikon karbida dengan grade 1200, etanol, glukosa, dinatrium hidrogen fosfat (Na2HPO4), gas N2, natrium dihidrogen fosfat (NaH2PO4), aqua DM (Brataco), potassium klorida (KCl), natrium Hidroksida (NaOH), asam klorida (HCl), silika, parafin, asam askorbat, urea dan tisu.

3.2 Prosedur Penelitian

3.2.1 Preparasi Ekstrak Daging Buah Maja (Aegle marmelos)

Daging buah Maja (Aegle marmelos) diambil dan dikeringkan hingga beratnya konstan. Kemudian dipotong-potong hingga berukuran kecil. Selanjutnya dilakukan proses maserasi selama 3 – 4 hari menggunakan pelarut etanol p.a (Hossain, et al., 2008). Setelah itu disaring dan dievaporasi pada suhu 600C untuk memisahkan ekstrak dari pelarutnya.

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Preparasi Ekstrak Daging Buah Maja (Aegle marmelos)

Tanaman maja (Aegle marmelos) adalah tanaman yang biasa hidup didaerah tropis. Pada penelitian ini buah maja (Aegle marmelos) diambil dari tanaman maja (Aegle marmelos) yang tumbuh didaerah Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Buah maja (Aegle marmelos) yang diambil masih tergolong buah mentah yang berumur 2 bulan. Buah maja (Aegle marmelos) memiliki ukuran yang cukup besar dan daging buah maja (Aegle marmelos) memiliki ciri berwarna putih dan berserat (gambar 4.1)

Ekstrak daging buah maja (Aegle marmelos) dihasilkan dengan menggunakan metode meserasi (perendaman). Daging buah maja (Aegle marmelos) dikeringkan hingga beratnya konstan. Setelah itu dihaluskan menggunakan alat penghalus. Hasil yang didapatkan adalah 150 gram berat kering. Kemudian dilakukan perendaman menggunakan pelarut etanol 99,9% sebanyak 3 liter selama 5 hari. Dilakukan penyaringan untuk memisahkan filtrat

dan residunya. Filtrat yang dihasilkan memiliki warna kecoklatan. Pemisahan antara pelarut dan ekstrak dilakukan dengan menggunakan metode evaporasi pada suhu 60 0C. Ekstrak yang dihasil masih dalam bentuk cairan pekat berwarna kecoklatan. Kandungan yang terdapat pada ekstrak daging buah maja (Aegle marmelos) pada pelarut etanol yaitu alkaloid, karbohidrat, tannin, fenol, fitosterol, getah, minyak, lemak dan saponin (Pandian, et al., 2012).

4.2 Popipirol Sebagai Modifikan Elektroda

Dokumen terkait