• Tidak ada hasil yang ditemukan

Seleksi Probiotik

DALAM MENINGKATKAN KESEHATAN IKAN

6. Seleksi Probiotik

Secara umum prosedur seleksi dan pengembangan probiotik untuk akuakultur terdiri atas 7 tahap (Gomez-Gil et al. 2000), yakni:

1) pengumpulan informasi dari literatur serta di lapangan, seperti informasi operasional kolam pembesaran, pendederan atau pembenihan (hatchery), manajemen produksi dan pengendalian penyakit,

2) koleksi atau isolasi kandidat probiotik potensial dari pool atau sumber terbaiknya (indigenous/putative probiotics), yaitu dari ikannya (inang), pakan alami maupun dari lingkungan budidaya,

3) seleksi dan evaluasi kemampuan kandidat probiotik potensial sesuai keinginan yang dituju,

4) uji patogenitas probiotik potensial,

5) pengujian skala laboratorium untuk melihat kemampuannya secara in vivo terhadap variabel-variabel yang diperlukan, misalnya imunologi, sintasan dan keragaan inang, 6) pengujian skala lapang untuk menguji kemampuan probiotik dalam skala yang lebih

besar dan

7) analisis ekonomi (benefit cost analysis).

Menurut Verschuere et al. (2000), untuk memanipulasi komunitas mikroba di media budidaya harus dipertimbangkan faktor deterministik dan stokastik. Faktor deterministik adalah hubungan dosis dan respons yang dihasilkan yang mempengaruhi perkembangan mikroba di media budidaya. Selain itu yang termasuk di dalam faktor deterministik adalah salinitas, suhu, konsentrasi oksigen, dan kualitas serta kuantitas pakan. Kombinasi faktor-faktor tersebut akan menciptakan habitat dari mikroba yang selektif yang mampu tumbuh dan berkembangbiak. Sedangkan faktor stokastik adalah probabilitas dari respons yang timbul di mana mikroba yang sesuai tumbuh pada tempat dan waktu yang tepat akan tumbuh dan berkembangbiak pada habitat yang terbentuk tersebut. Probiotik dapat diklaim tidak efektif karena pengaruh beberapa faktor, antara lain, menurunnya kelangsungan hidup (viability) dan kemampuan bakteri probiotik selama masa penyimpanan, kurang sesuainya lingkungan fisika-kimiawi kolam atau tambak bagi bakteri probiotik, serta dosis dan waktu aplikasi yang kurang tepat (Kristanto, dkk. 2015).

Gambar 3. Tahap seleksi probiotik 7. Aplikasi Probiotik

Efektivitas penggunaan bakteri probiotik sangat dipengaruhi oleh jenis bakteri yang digunakan. Hal ini karena kehidupan bakteri probiotik sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan sekitarnya tempat mikroba tersebut hidup di mana setiap habitat mempunyai kandungan nutrien dan fisika-kimia yang berbeda-beda. Asal dari bakteri probiotik sangat menentukan. Bakteri indigenous dari saluran pencernaan dan dari media budidaya berbeda cara kerjanya (mode of action). Pemilihannya berdasarkan serangkaian skrining dan uji potensi sesuai tempat hidupnya yaitu sebagi biokontrol populasi bakteri di saluran cerna ataukah di perairan sebagai agen bioremediasi. Bakteri indigenous akan lebih mampu beradaptasi dengan lingkungan budidaya yang relatif sama dengan lingkungan tempat bakteri tersebut diambil (Kristanto, dkk. 2015).

Pada kegiatan budidaya cara yang dilakukan untuk pengaplikasian probiotik adalah sebagai berikut (Gambar 4):

a. Diberikan melalui pakan buatan, b. Diberikan melalui pakan alami, c. Langsung ditebar di wadah budidaya,

d. Diinjeksi atau disuntikkan pada ikan/biota budidaya yang lain.

Pembudidaya harus menerapkan prosedur standar operasional (SOP) untuk aplikasi probiotik, mulai dari cara memilih sediaan probiotik yang tepat guna, cara menyimpan yang benar dan cara aplikasinya baik melalui air atau pakan. Saat membeli, sebaiknya memperhatikan label formulasi yang berisi jenis bakteri dan komposisinya, dosis, cara penggunaannya, nomor produksi, nomor obat ikan yang diterbitkan oleh Direktorat Jendral Budidaya Kementrian Kelautan dan Perikanan, cara penyimpanan dan masa kadaluarsa (expire date).

Masa kadaluarsa tiap produk beragam tergantung jumlah konsentrasi bakteri dan kecukupan kandungan nutrien di dalam sediaan yang merupakan sumber makanan bagi bakteri probiotik. Cara menyimpan yang benar, kemasan harus terhindar dari panas dan sinar matahari langsung. Cara aplikasi harus disesuaikan dengan target tujuan yang ingin dicapai dan dosisnya.

Pada kenyataannya satu sediaan probiotik berisi dua atau lebih bakteri probiotik dengan cara kerja yang berbeda. Karena memang sulit untuk memisahkan bakteri probiotik yang diaplikasikan dengan tujuan kontrol lingkungan dan bakteri untuk tujuan perbaikan efisiensi pakan. Bagi ikan, probiotik yang diaplikasikan melalui air untuk tujuan bioremediasi dapat juga tertelan masuk dan berperan sebagai sumber pakan atau berperan di dalam kecernaan pakan walaupun tujuan utamanya misalnya untuk menekan patogen dalam media budidaya atau sebagai bioremediasi. Maka yang terpenting adalah mengetahui fungsi dan cara kerja masing-masing bakteri probiotik dan jika dapat menghasilkan sediaan probiotik yang berisi kombinasi probiotik untuk pakan, pengendalian penyakit dan perbaikan kualitas lingkungan maka hal tersebut dikatagorikan sebagai sediaan probiotik yang terbaik.

Aplikasi probiotik ini harus mempertimbangkan kondisi ikan, jumlah atau padat tebar, ukuran ikan serta dosis, lama pemberian produk probiotik serta kondisi lingkungan. Dosis probiotik merupakan faktor pembatas untuk keberhasilan menghasilkan respons imun maksimal pada inang. Konsentrasi jumlah maksimum dari probiotik tidak hanya diperlukan untuk penetapan dan perkembang biakan di usus tetapi juga menentukan kemampuan aktivitas immunostimulatory (Minelli & Benini, 2008).

Secara in vitro dan in vivo menunjukkan bahwa tanggap kebal ikan sangat bervariasi tergantung konsentrasi dari probiotik. Dosis dari probiotik pada umumnya dipilih didasarkan pada kemampuan mereka untuk meningkatkan pertumbuhan dan perlindungan pada inang. Di dalam akuakultur dosis dari probiotik pada umumnya bervariasi dari 106-10 CFU/G pakan. Jumlah dosis maksimum dari suatu probiotik dapat berbeda pada setiap inang dan jugajenis parameter imun.

Jangka waktu pemberian dari probiotik melalui pakan adalah faktor penting lain yang dapat mempengaruhi tingkat keberhasilan, persistensi dan induksi tanggap kebal inang. Di ikan banyak yang mempengaruhi efektivitas probiotik seperti berat tubuh, yang akan mempengaruhi respons tanggap kebal dan resistensi terhadap penyakit setelah diberi perlakuan probiotik selama 1 - 10 minggu. Waktu induksi optimum dari tanggap kebal berbeda setiap tipe strain probiotik dan juga jenis parameter imun. Manfaat probiotik untuk stimulasi imunitas bawaan juga tergantung pada lama waktu pemberian.

Beberapa probiotik ditemukan dapat merangsang sistem imun piscine dalam 2 minggu suplementasi. Sharifuzzaman & Austin (2009) mencatat selular dan imunitas humoral tertinggi pada 2 minggu setelah pemberian pakan dan respons menurun pada 3 dan 4 minggu setelah pemberian pakan. Peneliti lain percaya bahwa pemberian pakan dengan jangka waktu lama bukanlah hal yang penting bagi probiotik, karena pemberian pakan dengan waktu yang lebih pendek dapat menyebabkan kemunduran yang tajam dalam respons tanggap kebal di ikan. Penurunan respons imun mungkin akibat kegagalan dari probiotik untuk menetap dan bereplikasi di usus ikan.

Menurut Kristanto dkk. (2015) efektivitas dari probiotik sangat tergantung dari keberhasilan probiotik tetap bertahan di usus. Beberapa faktor yang mempengaruhi

penetapan dan stabilitas dari probiotik dan tindakan berikut meliputi mutu air, kesadahan, oksigen terlarut, temperatur, pH, tekanan osmotis dan gesekan mekanis.

Stres akibat kepadatan tebar yang tinggi dapat mempengaruhi performa dari probiotik.

Efek dari probiotik pada O. niloticus dengan kepadatan tinggi antara 10 sampai 60 ikan/m3 dan menemukan pertumbuhan, parameter haematologi, kemanjuran dan dari segi ekonomi yang terbaik pada kepadatan probiotik 30 ikan/m3. Temperatur dapat menjadi kendala utama dalam aplikasi suatu probiotik karena paling efektif ketika digunakan dalam temperatur optimum untuk setiap jenis ikan. Penggunaan probiotik menawarkan suatu alternatif untuk mengendalikan patogen untuk mengurangi penggunaan antibiotik dan obat kimia. Di dalam kultur ikan, probiotik dalam pakan atau bioencapsulation dapat menimbulkan resistensi dan kelangsungan hidup yang tinggi pada larva dan benih ikan. Peningkatan berat rata-rata dan kelangsungan hidup larva S.

maximus yang diberi pakan rotifers yang telah diperkaya dengan BAL dapat memberikan perlindungan yang tinggi terhadap serangan bakteri patogen jenis Vibriosis. Probiotik Pediococcus acidilactici juga ditemukan efektip melawan vertebral column compression syndrome di O. mykiss.

Beberapa produk probiotik komersial yang bisa digunakan untuk budidaya ikan maupun udang, antara lain: Lacto+, Petro Fish, Bioprima, Biodct, dan lain-lain.