BAB II. DASAR TEORI
3.5 Troubleshooting Menggunakan MUT III
3.5.2 Menu MUT III
3.5.2.1 Self Diagnosis
Mendiagnosa sistem kerja dari semua actuator maupun sensor dan akan menginformasikan jika terdapat actuator maupun sensor yang abnormal atau rusak dengan memunculkan Diagnosis Trouble Code dari sensor atau actuator yang rusak.
Self Diagnosis
3.5.2.2 Actuator Test
Mengaktifkan atau menonaktifkan kerja dari actuator sehingga kita bisa menentukan bahwa actuator tersebut bekerja dengan baik atau tidak.
3.5.2.3 Data List
Menampilkan data-data kerja actual dari semua actuator maupun sensor (real time).
Data List
3.5.2.4 Drive Recorder
Merekam / me-record data list kerja dari semua actuator maupun sensor sehingga trouble yang muncul pada saat-saat dan kondisi tertentu dapat kita ketahui dengan me-record / merekam dan membangkitkan gejala dari trouble tersebut. Berikut cara record data dengan menggunakan MUT III.
Memilih item-item dari sensor atau actuator yang data kerjanya akan di record, maksimum item yang dapat di record adalah 16 item.
Select Item
Menggunakan manual trigger untuk permulaan record dan hasil record disimpan kedalam PC (hard disk).
Memilih data hasil record berupa text.
Record Text
Memberikan nama untuk file hasil record.
Tampilan item-item sensor dan actuator yang akan direcord, click icon manual trigger (gambar tangan menekan tombol) untuk memulai merecord dan click icon stop record (gambar kertas dengan pensil) jika telah selesai merecord.
Record is Begin
File hasil record.
Data display
Save data to Hardisk
Text dengan warna merah pada data display merupakan permulaan merecord data (saat icon manual trigger di click). Simpan data hasil record kedalam hardisk.
File Record
File hasil dari record data yang disimpan kedalam hardisk bertipe csv, dapat kita lihat dengan menggunakan Microsoft exel dan juga dapat kita simpan dalam format xls (exel).
Berikut contoh hasil record data dalam format xls.
3.6 Troubleshooting Mengunakan Kabel (Kendaraan Tanpa CAN System)
Untuk kendaraan yang belum menggunakan CAN system maka kita dapat mengetahui diagnosis trouble code dari actuator atau sensor yang bermasalah tanpa menggunakan MUT, sebagai indikator pembacaan menggunakan kedipan dari engine check lamp, led atau pergerakan jarum Multimeter analogue.
3.6.1 Diagnosis Conector 16 Pin
1. Hubungkan pin no. 1 dengan kabel ke ground.
2. Baca kedipan nyala pada engine warning lamp dan tentukan item diagnosa dari sensor atau actuator yang rusak lalu perbaiki.
3. Untuk menghapus data diagnosis code, lepaskan (-) battery selama ≥ 10 detik dan kemudian pasangkan kembali.
4. Jalankan kecepatan idle selama 15 menit.
3.6.2 Diagnosis Conector 12 Pin (Old Type)
Diagnosis Conector 12 pin (old type)
Untuk kendaran tipe lama yang menggunakan diagnosis konektor 12 pin, untuk mengetahui diagnosis code sistem MPI kita dapat menggukur melalui pin no 1 dan pin no 12 (ground) dan pembacaanya tanpa menggunakan engine check lamp. Untuk pin no 6 digunakan untuk mengetahui diagnosis trouble code pada sistem automatic transmission.
3.6.2.1 Dengan Menggunakan LED
1. Hubungkan kaki anoda ke pin no 1 dan kaki katoda ke pin no 12.
2. Untuk mengetahui sinyal diagnosis trouble code, baca kedipan dari nyala LED.
3.6.2.2 Dengan Menggunakan Multimeter Analogue
1. Hubungkan probe positive (merah) ke pin diagnosis konektor no 1 dan probe negative (hitam) ke pin no 12 dengan posisi multimeter di voltmeter. 2. Untuk mengetahui sinyal diagnosis trouble code, baca pergerakan jarum
dari voltmeter.
6
7
-9
10
11
12
1
2
3
4
5
MPI ELC – 4A/T GROUND3.6.3 Pembacaan Diagnosis Code
Kita telah mengetahui cara mendapatkan data diagnosis code tanpa menggunakan MUT yaitu dengan membaca kedipan dari engine check lamp, kedipan LED atau pergerakan dari jarum volt meter. Berikut cara membaca data kedipan tersebut.
Kedipan Saat Engine Normal
Saat engine dalam keadaan normal tanpa ada kerusakan pada sistem sensor-sensor ataupun actuator maka nyala kedipan yang terlihat 1Hz (setiap 0,5 detik menyala dan 0,5 detik mati).
Kedipan Saat Engine Abnormal
Saat terdeteksi adanya kerusakan pada actuator atau sensor maka kedipan yang terjadi adalah, jika menyala 1,5 detik maka dihitung sebagai puluhan dan jika menyala selama 0,5 detik maka dihitung sebagai satuan dan menyatakan permulaan dan akhir dari pembacaan data akan mati 3 detik, sebagai contoh gambar diatas menyala 1,5 detik hanya sekali dan menyala selama 0,5 detik sebanyak 5 kali ini menandakan sensor atau atuator yang bermasalah adalah sensor atau actuator dengan diagnosis code-nya 15.
3.6.4 Tabel Diagnosa Yang Dideteksi
3.7 Pengambilan Data Mitsubishi KUDA Dan Mitsubishi T120ss
Pengambilan data yang dilakukan pada kendaraan Mitsubishi Kuda dan Mitsubishi T120ss ini untuk mendapatkan hasil tentang engine performa, hasil emisi dan fuel consumption pada tiap-tiap kendaraan sehingga didapatkan suatu data perbandingan antara sistem MPI dan sistem karburator.
3.7.1 Spesifikasi Kendaraan
Spesifikasi Kendaraan Mitsubishi Kuda Gasoline
Untuk engine Kuda MPI menggunakan engine 4G63S4 dengan total displacement 1997 cc (2000 cc) sedangkan untuk Kuda dengan sistem karburator menggunakan engine 4G18S3 dengan total displacement 1584 cc (1600 cc) dengan kata lain Kuda MPI menggunakan isi silinder lebih besar dari pada Kuda karburator.
Power output Kuda MPI (114 PS) lebih besar dari Kuda karburator (90 PS) pada kecepatan engine 5000 rpm dan Torque output yang dihasilkan Kuda MPI 16.3 Kgm pada kecepatan engine 3000 rpm lebih besar dari pada Kuda dengan sistem karburator 13.6 Kgm pada kecepatan engine 4000 rpm.
Mitsubishi T120ss MPI (Euro 2)
DIMENSION & WEIGHT
Overall Length (mm) 3.720 Overall Width (mm) 1.560 Overall Height(mm) 1.825 Wheelbase(mm) 1.970 Front Tread(mm) 1.345 Rear Tread(mm) 1.330 Gruond Clearance(mm) 180 Curb Weight(kg) 790
Gross Vehicle Weight(kg) 1.760
CARGO BED DIMENSION
Interior Length(mm) 2.200
Interior Width(mm) 1.480
Interior Height(mm) 300
ENGINE TYPE
Type 4G15-12 Valve 4-Cylinder 4-Stroke
Displacement(cc) 1468
Bore x Stroke(mm x mm) 75.5 X 82.0
Max. Output( PS/rmp ) 82,5/ 5.750
Max Torque( kgm/rpm ) 12.1/ 3.750
Fuel System Multi Point Injection (MPI)
TRANSMISSION Type 5 Speed M/T Gear Ratio 1st 2nd 3rd 4th 5th 6th Reverse Final 3.597 2.094 1.530 1.000 0.855 3.727 4.875 SUSPENSION
Steering Rack & Pinion Power Assisted
Front Suspension Mac Pherson Strut
Rear Suspension Semi Eliptic Leaf Spring
BRAKE
Front Ventilated Disc
Rear Drum, Leading & Trailing
TYRE SIZE
Mitsubishi T120ss Karburator
DIMENSION & WEIGHT
Overall Length (mm) 3.720 Overall Width (mm) 1.560 Overall Height(mm) 1.825 Wheelbase(mm) 1.970 Front Tread(mm) 1.345 Rear Tread(mm) 1.330 Gruond Clearance(mm) 180 Curb Weight(kg) 790
Gross Vehicle Weight(kg) 1.760
CARGO BED DIMENSION
Interior Length(mm) 2.20
Interior Width(mm) 1.480
Interior Height(mm) 300
ENGINE TYPE
Type 4G17-12 Valve 4 Cylinder 4-Stroke
Displacement(cc) 1.343
Bore x Stroke(mm x mm) 72.2 x 82.0
Max. Output( PS/rmp ) 78/6000
Max Torque( kgm/rpm ) 10.9/3500
Fuel System Carburator
TRANSMISSION Type 5 Speed M/T Gear Ratio 1st 2nd 3rd 4th 5th 6th Reverse Final 3.597 2.094 1.530 1.000 0.855 3.727 5.285 SUSPENSION
Steering Rack & Pinion Power Assisted
Front Suspension McPherson Strut
Rear Suspension Semi Eliptic Leaf Spring
BRAKE
Front Ventilated Disc
Rear Leading Trailing Type, 8.6 W
TYRE SIZE
3.7.2 Pengukuran Engine Performa
Pengukuran engine performa bertujuan untuk mendapatkan hasil power output, torque output dan fuel consumption dari sebuah engine, ini merupakan tolak ukur untuk menentukan kemampuan dari suatu engine. Biasanya pada maksimum torque didapatkan pemakaian bahan bakar yang paling ekonomis.
Contoh Engine Performance curve
Pengukuran engine performance Kali ini dilakukan dengan menggunakan alat Chassis dynamometer ”MAHA MASCHINENBAU PERFORMANCE TESTER LPS 2000” dengan langkah sebagai berikut :
9 Pastikan kendaraan dalam kondisi prima, dengan melakukan engine tune up terlebih dahulu, engine oil, transmission oil dan differential oil serta coolant dalam keadaan baik dan dalam jumlah sesuai spesifikasi kendaraan. Pastikan clutch sistem (kopling) dalam kondisi baik.
9 Hidupkan dynamometer dan pasang cooling air fan untuk mendinginkan engine dan sebagai suplly udara.
9 Tempatkan kendaraan dengan roda penggerak pada ”roller set” (kuda roda penggerak belakang / FR) dan turunkan bar-nya agar roller dapat bergerak bebas.
9 Ikat kendaraan untuk menahan agar kendaraan stabil pada roller set. 9 Pasang sensor-sensor air pressure sensor, oil temperature sensor dll. 9 Panaskan engine sampai suhu kerjanya (80 – 90 0
C).
9 Jalankan kendaraan tempatkan transmisi lever dari gigi ke-1 sampai gigi ke-4 sebelum sampai gigi ke-4 jangan sampai kendaraan melebihi kecepatan 50 KM/Jam karena pengambilan data akan dimulai, jika sudah di gigi ke-4 maka injak pedal gas full sampai batas yang ditentukan, pengambilan data pada gigi ke-4 karena gear ratio-nya 1 (manual transmission).
9 Hasilnya akan terlihat pada display di comunication console.
Dynamometer (Maha Maschinenbau Performance Tester LPS 2000) Cooling
fan Comunication
console
3.7.3 Pengukuran Emisi
Pengukuran emisi exhaust gas dilakukan untuk mengukur tingkat kadar gas-gas yang beracun yang dihasilkan dari hasil pembakaran gasoline (bensin), ini merupakan hal yang sangat penting pada saat sekarang dimana produsen kendaraan di haruskan untuk mematuhi peraturan tentang emisi untuk menghasilkan udara yang bersih untuk kesehatan umat.
Pengukuran emisi dapat dilakukan dengan menggunakan Exhaust Gas Analysis ”TECNOTEST TYPE 488 CUNA NC 005/05 N. 3664/4103/8 – l CERTIFICATION OIML I N. 293/ETL91215” dengan cara sebagai berikut :
9 Pastikan kendaraan dalam keadaan prima, dengan melakukan engine tune up terlebih dahulu.
9 Panaskan engine sehingga mencapai suhu kerja (80-90 0
C).
9 Pasang engine oil temperatur pada tempat oil stick dengan panjang engine oil temperatur sesuai dengan panjangnya oil stick-nya.
9 Pasang clamp rpm sensor pada kabel busi silinder no 1.
9 Pasang sensor emisi pada knalpot dan pastikan penempatannya tidak mudah jatuh.
9 Kondisi engine idling (750 ± 50) dan baca hasilnya (hasil pengukuran dapat di print).
Exhaust Gas Analyser To Oil Stick
Display
To Muffler RPM sensor
Display
3.7.4 Pengukuran Fuel Consumption
Pengukuran fuel consumption dilakukan untuk mendapatkan konsumsi atau pemakain bahan bakar pada kendaraan. Pengukuran fuel consumption dilakuakan dengan 2 cara yaitu dengan :
9 Full to full 9 Fuel pet tester
3.7.4.1 Full To Full
Metode ini adalah dengan membandingkan jarak tempuh kendaraan dan jumlah pemakaian bahan bakarnya. Saat melakukan perhitungan fuel consumption rute yang dipilih untuk Mitsubishi Kuda dan T120ss : dari Jakarta Timur – Tol TMII – Tol Ciawi – Puncak Pass – Cianjur – Sukabumi – Tol Ciawi – Tol TMII – Jakarta Timur dengan jarak ± 253 KM, rute Jakarta Timur – Tol Cempaka – Tol Ciawi – Cianjur – Jonggol – Cileungsi – Tol Cibubur – Tol Rawa Mangun dengan jarak ± 319 KM, rute Jakarta Timur – Tol Rawa Mangun – Tol Karawaci – Serpong- Cicangkal – Bunar – Leuwiliang – Rumpin – Parung – Tol Bogor – Tol Rawa Mangun – Jakarta Timur dengan jarak ± 227 KM pengetesan dilakukan siang dan malam (2 rute) dalam satu hari kemudian hasilnya jarak tempuh dan penggunaan bahan bakar di hitung sehingga hasil fuel consumption-nya bisa didapatkan.
Rpm CO CO2 HC Print Output NOx & Lambda O2 Oil Temperatur
3.7.4.2 Fuel Ped Tester
Metode ini dilakukan dengan menggunakan alat yang bernama Fuel Pad ”ONO SOKKI TF 501” dimana fuel sebelum masuk ke dalam sistem supply bahan bakar (Delivery pipe pada MPI dan Karburator) terlebih dahulu masuk melewati alat ini, sehingga jumlah aliran bahan bakarnya akan bisa terhitung. Metode dengan menggunakan fuel pad ”ONO SOKKI TF 501” ini mengunakan metode “Fuel Consumption on All kinds Road Condition” ( Customer use ) dimana tester dipasang dikendaraan yang berjalan pada rute yang sama dengan pengetesan menggunakan metode full to full.
Digital counter / flow detector
Skematik Pemasangan Fuel Pad Pada kendaraan Karburator
Metode pengukuran Fuel consumption dengan fuel pad ”ONO SOKKI TF 501”
9 Engine, Power train, Steering system, Brake system dll harus dalam kondisi baik, pastikan Throttle valve harus terbuka penuh saat accel pedal di tekan penuh dan pastikan tekanan angin ban dalam tekanan sesuai standar 9 Kendaraan harus berjalan 3000 – 5000 KM
9 Panaskan engine dengan jalankan kendaraan dengan kecepatan 60 – 100 Km/Jam selama 20 – 30 menit
9 Gunakan mode 2WD untuk kendaraan 4WD kecuali jika di butuhkan
9 Gunakan Over Drive (OD) dan mode econo untuk kendaraan automatic transmission
9 Berat kendaraan termasuk tester test, sopir dan assistant sopir
9 Pastikan jumlah fuel, oli dan coolant dalam jumlah standar dan pastikan tidak ada kebocoran pada fuel sistem
9 Gunakan spesifikasi oli yang digunakan pabrik 9 Pastikan speedometer telah dikalibrasi
9 Pasang tester sesuai jenis kendaraanya dan gunakan battery tambahan untuk power supply-nya
9 Zero set alat pengukuran dan trip meter
9 Tekan tombol start untuk memulai pengukuran saat kendaraan mulai bergerak 9 Tekan tombol stop jika pengukuran telah selesai dan pergunakan rumus
berikut untuk perhitungannya Fuel Consumption F/C = s / ( cc / 1000 ) Average Speed Vs = s / ( t / 3600 ) F/C : Fuel Consumption ( Km/l ) Vs : Average Speed ( Km/h ) s : Distance ( Km ) cc : Total Flow ( cc ) t : Time ( second )
BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan melalui hasil uji coba dengan menggunakan alat pengukuran, maupun metode-metode untuk mendapatkan data hasil pengukuran mengenai engine performa, fuel consumption dan hasil uji emisi maka didapatkan hasil :
4.1 Engine Performa
Mitsubishi Kuda (Karburator 1999MY, MPI 2002MY) Item
Kendaraan
Kuda Karburator Kuda MPI
Type Engine 4G18S3 4G63S4
Bore x Stroke (mm x mm) 76 x 87,3 85 x 88
Displacement (cc) 1584 1997
Max. Output (Ps/rpm) 90 / 5500 114 / 5500
Max. Torque (Kgm/rpm) 13,6 / 4000 16,3 / 3000
Mitsubishi T120ss (Karburator 1991MY, MPI Euro2 2007MY) Item
Kendaraan
T120ss Karburator T120ss MPI (Euro)
Type Engine 4G17-12 Valve 4G15-12 Valve
Bore x Stroke (mm x mm) 72,2 x 82,0 75,5 x 82,0
Displacement (cc) 1343 1468
Max. Output (Ps/rpm) 78 / 6000 82,5 / 5750
Max. Torque (Kgm/rpm) 10,9 / 3500 12,1 / 3750
Pengambilan data menggunakan alat Chassis dynamometer ”MAHA MASCHINENBAU PERFORMANCE TESTER LPS 2000”
Bahwa maximum output dan maximum torque engine yang dihasilkan oleh sistem MPI lebih besar dibandingkan dengan engine yang menggunakan sistem karburator, di sini bisa terlihat memang dikarenakan total displacement engine (total volume isi silinder) pada sistem MPI (Kuda dan T120ss MPI) lebih besar dari pada karburator (Kuda dan T120ss Karburator) sehingga dengan faktor itu bisa membuat maximum torque dan maximum output dari sebuah engine secara umumnya bisa lebih besar, perbandingan tenaga engine yang dihasilkan bisa terlihat jelas dengan membandingkan fuel consumption-nya bahwa sistem MPI lebih irit pemakaian bahan bakarconsumption-nya dibandingkan dengan sistem karburator.
4.2 Fuel Consumption
Pengambilan data fuel consumption dengan menggunakan fuel pad “ONO SOKKI TF 501” dan metode full to full.
Kuda T120ss
Karburator MPI Karburator MPI
Fuel Pet (KM/L) 7,54 8,03 10,85 12,12
Full to Full (KM/L) 7,40 7,50 10,51 10,68
Fuel Consumption
Dari data diatas dapat diketahui bahwa engine yang menggunakan sistem MPI lebih irit dalam pemakaian bahan bakarnya (fuel consumption) walaupun dengan total displacement yang lebih besar (total volume isi silinder) dibandingkan dengan sistem karburator, sehingga dapat diambil kesimpulan
bahwa dengan sistem MPI tenaga yang dihasilkan lebih besar dengan pemakain bahan bakar yang lebih irit dibandingkan dengan sistem karburator.
4.3 Supply Bahan Bakar Dan Emisi
Untuk pengambilan data hasil emisi gas buang digunakan alat Exhaust Gas Analysis ”TECNOTEST TYPE 488 CUNA NC 005/05 N. 3664/4103/8 – l CERTIFICATION OIML I N. 293/ETL91215”
Mitsubishi Kuda
RPM Exhaust Emission
CO CO2 HC O2 NOx Lambda
Kuda Karburator 850 5,69 10,3 206 0,30 53 0,841 Kuda MPI 750 0,96 14,0 119 0,47 361 0,989 Kuda Karburator 3000 3,37 12,0 95 0,16 122 0,904 Kuda MPI 0,84 14,4 126 0,47 463 0,990 Mitsubishi T120ss (Euro 2) RPM Exhaust Emission
CO CO2 HC O2 NOx Lambda
T120ss Karb. 750 2,04 11,1 686 3,97 1,102 T120ss MPI 0,00 14,9 0,008 0,18 0,004 1,007 T120ss Karb. 2500 2,33 10,8 165 3,97 1,117 T120ss MPI 0,00 15,0 0,000 0,00 0,004 1,000
- CO (% vol) - HC (ppm vol) - NOx (ppm vol)
- CO2 (% vol) - O2 (% vol) - Lambda : Air Fuel Ratio
Catatan :
Bahan bakar yang dipakai saat pengujian untuk T120ss (MPI dan Karburator) adalah Pertamax (RON 92) dan untuk KUDA (MPI dan karburator) menggunakan Premium (RON 88).
4.3.1 Standard Ambang Batas Khusus DKI Jakarta 2006 Carburetor Engine Thn. Pembuatan CO (%) HC (ppm) ≤ 1985 4,0 1000 1986 – 1995 3,5 800 ≥ 1996 3,0 700
Injection Engine (MPI)
Thn. Pembuatan CO (%) HC (ppm) 1986 – 1995 3,0 600 ≥ 1996 2,5 500 Diesel Engine Thn. Pembuatan Opasitas (%) ≤ 1985 50 1986 – 1995 45 ≥ 1996 40
Standard Ambang Batas Khusus DKI Jakarta 2006
Untuk standar ambang batas khusus DKI Jakarta kendaraan dengan sistem MPI (Mitsubishi T120ss dan Mitsubishi Kuda) telah lulus jauh dari standar amabang batas yang telah di tetapkan.
4.3.2 Perbandingan Standard Emissi Gasoline Untuk Kendaraan Passenger (EURO) Current & Future Standards Date of Implamentation Limits on Emissions CO (g/km) HC [exhaust] (g/km) Nox (g/km) HC [evaporative] (g/test) Euro 1 October ’93 2.72 0.97 2.0 Euro 2 January ’96 2.2 0.5 2.0 Euro 3 January ’00 2.3 0.2 0.15 2.0 Euro 4 January ’05 1.0 0.1 0.08 0.2
Tabel Standar Emissi versi EURO
CO (g/km) HC + Nox (g/km)
T120ss Euro 2
Limit 2.2 0.5
Result 1.56 0.08
Hasil Uji Emissi T120ss 2007MY untuk EURO 2
Tabel hasil uji emisi untuk kendaraan Mitsubishi T120ss MPI 2007MY (Euro 2) di BTMP (Badan Termodinamika Motor dan Propulsi) dengan metode uji ECE No.83-1999 yang mengadopsi standar emisi Euro 2, dimana hasilnya Mitsubishi T120ss MPI 2007MY (Euro 2) lulus uji emisi standar Euro 2.
Dari data-data tentang hasil uji emisi diatas kita dapat mengetahui bahwa hanya kendaraan yang menggunakan sistem MPI (Multi Point Injection) yang mampu menghasilkan hasil emisi yang lebih baik dan bersih dari pada sistem karburator karena sistem MPI memberikan campuran udara dan bahan bakar yang tepat sesuai dengan kondisi engine dan dengan pengkabutan yang lebih baik (tekanan pada injector) sehingga pembakaran lebih sempurna dan menjadikan emisi hasil pembakaran yang lebih bersih.
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dari data-data yang di peroleh melalui hasil uji coba dengan menggunakan alat pengukuran, maupun metode-metode untuk mendapatkan data hasil pengukuran mengenai engine performa, fuel consumption dan hasil uji emisi untuk sistem MPI dan karburator kendaraan Mitsubishi Kuda dan Mitsubishi T120ss maka didapatkan kesimpulan bahwa :
5.1 Engine Performa
Bahwa maximum output dan maximum torque engine yang dihasilkan oleh sistem MPI lebih besar dibandingkan dengan engine yang menggunakan sistem karburator, di sini bisa terlihat memang dikarenakan total displacement engine (total volume isi silinder) pada sistem MPI (Kuda dan T120ss MPI) lebih besar dari pada karburator (Kuda dan T120ss Karburator) sehingga dengan faktor itu bisa membuat maximum torque dan maximum output dari sebuah engine secara umumnya bisa lebih besar, tetapi dengan total displacement engine (total volume isi silinder) pada sistem MPI (Kuda dan T120ss MPI) yang lebih besar dari pada karburator (Kuda dan T120ss Karburator) untuk perbandingan fuel consumption-nya, bahwa sistem MPI lebih irit pemakaian bahan bakarnya dibandingkan dengan sistem karburator.
sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa dengan sistem MPI tenaga yang dihasilkan lebih besar dengan pemakain bahan bakar yang lebih irit dibandingkan dengan sistem karburator.
5.2 Supply Bahan Bakar Dan Emisi
Jumlah bahan bakar yang di supply ke dalam ruang bakar dengan sistem karburator hannya mengandalkan tingkat kevakuman engine jadi jumlah bahan bakar yang di supply ke engine tidak akurat, karena tidak ada kompensasi mengenai tingkat suhu udara masuk, ketinggian suatu tempat, suhu engine dan lain-lain, sedangkan dengan sistem MPI jumlah bahan bakar yang di injeksikan berdasarkan sinyal dari sensor-sensor tersebut, oleh karena itu jumlah bahan bakar yang di supply ke dalam ruang bakar akan lebih akurat sesuai dengan kondisi engine dan keadaan lingkungan (ambient) sehingga emisi yang dihasilkan juga lebih bersih karena pembakaran yang sempurna.
Ini terbuki dengan data hasil uji emisi kendaraan dengan sistem MPI menghasilkan emisi yang lebih bersih, dan sebagai contoh Mitsubishi T120ss MPI (Euro 2) telah lulus uji emisi standard EURO 2 di BTMP (Badan Termodinamika Motor dan Propulsi) dengan metode uji ECE No.83-1999 yang mengadopsi standar emisi Euro 2.
5.3 Saat Accelerasi Dan Deccelerasi
Saat accelerasi sistem karburator menggunakan acceleration pump untuk mengkompensasi keterlambatan masuknya bahan bakar kedalam ruang bakar sehingga engine tidak mati saat di accelerasi tetapi hasil pengkabutan di acceleration pump tidak baik sehingga menghasilkan emisi yang jelek, saat decelerasi hanya kendaraan yang menggunakan automatic transmission yang menggunakan dash pot untuk memperlambat penutupan throttle valve sehingga tidak terjadi engine brake dan campuran bahan bakar yang kaya (HC tinggi), pada engine dengan manual transmission terjadi engine brake dan emisi yang buruk saat deselerasi (campuran yang terlalu kaya, HC tinggi). Dengan sistem MPI saat accelerasi ECU memerintahkan injector untuk bekerja secara simultan sesaat (injector menyemprotkan fuel secara serentak) untuk menghasilkan campuran yang kaya yang dibutuhkan saat accelerasi dan juga ECU memerintahkan stepper motor untuk membuka maksimal yang dibutuhkan saat deccelerasi dimana stepper motor diperintahkan menutup
perlahan-lahan sehingga tidak terjadi engine brake dan mengurangi kadar HC (fuel cut). Engine brake adalah proses penahanan laju kendaraan pada sisi engine dimana gejala ini dapat mengurangi kenyamanan dalam berkendara saat deccelerasi karena terjadi hentakan dan dapat mengurangi umur pakai dari clutch disk karena perbedaan putaran antara engine dengan transmisi membuat clutch disk terkikis dan juga menghasilkan gas buang HC yang tinggi karena saat deselerasi terjadi campuran udara dan bahan bakar yang kaya.
5.4 Menghidupkan Engine Dalam Kondisi Dingin
Saat menghidupkan engine dalam kondisi dingin dengan sistem karburator sangatlah sulit untuk itu dibutuhkan chock valve yang menutup aliran udara sehingga dihasilkan campuran yang kaya.
Dengan sistem MPI, engine coolant temperatur sensor mendeteksi suhu engine sehingga engine ECU akan memberikan campuran kaya yang tepat yang dibutuhkan untuk menghidupkan engine dalam kondisi dingin dengan melakukan penginjeksian secara simultan.
5.5 Fuel Cut Saat Deccelerasi Dan Maximum Speed
Pada sistem MPI terdapat fuel cut yaitu pemutusan aliran supply bahan bakar pada injector oleh ECU pada saat deccelerasi yaitu untuk mengurangi kadar HC dan penghematan bahan bakar, dan juga terjadi fuel cut saat rpm engine 7500 rpm atau pada saat kecepatan kendaraan 180 KM/Jam sehingga kecepatan engine dan kendaraan akan berkurang dan tidak melebihi kecepatan tersebut, ini bertujuan untuk keselamatan sang pengemudi untuk kemudahan pengontrolan kendaraan saat kecepatan tinggi dan untuk keawetan dari engine itu sendiri. Sistem fuel cut tidak terdapat pada sistem karburator.
5.6 Dipakai Untuk Jalan Yang Kasar Dan Menanjak
Pada sistem karburator terdapat float chamber yaitu ruangan untuk menampung bahan bakar di karburator untuk dihisap di venturi dimana pada saat kendaraan berjalan di jalan yang menajak atau kasar maka bahan bakar di float chamber akan goyang sehingga supply bahan bakar ke engine tidak konstant dan engine bisa mati, pada sistem MPI bahan bakar telah siap di delivery pipe dengan tekanan konstan 3.5 Kg/cm2 terhadap kevakuman engine