• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.4. Partial Least Square

2.4.1 SEM berbasis component atau variance – PLS

Sebagai alternatif Covariance Based SEM (CBSEM), pendekatan variance based atau component based dengan PLS orientasi analisis bergeser dari menguji model kausalitas/teori ke component based predictive model. CBSEM lebih berorientasi kepada model building yang dimaksudkan untuk menjelaskan covariance dari semua observed indicators, sedangkan tujuan PLS adalah prediksi. Variabel laten didefinisikan sebagai jumlah dari indikatornya. Algoritma PLS ini ingin mendapatkan the best weight estimate untuk tiap blok indikator dari setiap variabel laten. Hasil komponen skor untuk setiap variabel

laten didasarkan pada estimated indicator weight yang memaksimumkan variance explained untuk variabel dependent (laten observed dan keduanya)

Seperti yang dinyatakan oleh Wold (Ghozali, 2005) Partial Least Square merupakan metode analisis yang powerfull karena tidak didasarkan pada banyak asumsi. Data tidak harus terdistribusi normal multivariat (indikator dengan skala teori, ordinal, interval sampai ratio digunakan pada model yang sama), sampel tidak harus besar. Walaupun PLS dapat juga digunakan untuk mengkonfirmasi teori, tetapi dapat juga digunakan untuk menjelaskan ada tidaknya hubungan antara variabel laten. Oleh karena lebih menitikberatkan pada data dan dengan prosedur estimasi yang terbatas, maka misspesifikasi model tidak begitu berpengaruh terhadap estimasi parameter. Dibandingkan dengan CBSEM, PLS menghindari dua masalah serius yaitu inadminisable solution dan factor indeterminacy.

PLS dapat menganalisis sekaligus konstruk yang dibentuk dengan indikator refleksif dan indikator formatif dan ini tidak mungkin dijalankan dengan CBSEM karena akan terjadi unidentified model.

Oleh karena algoritma dalam PLS menggunakan analisis series ordinary last square, maka identifikasi model bukan masalah dalam recursive dan juga tidak mengasumsikan bentuk distribusi tertentu dari pengukuran variabel. Lebih jauh efisiensi perhitungan algoritma mampu mengestimasi model yang besar dan kompleks dengan ratusan variabel laten dan ribuan indicator.

Secara ringkas dapat disimpulkan bahwa jika model struktural dan model pengukuran yang dihipotesiskan benar dalam artian menjelaskan covariance semua indikator dan kondisi data serta ukuran contoh terpenuhi, maka CBSEM memberikan estimasi optional dari parameter model. Ini ideal untuk konfirmasi model dan estimasi kebenaran parameter populasi. Tabel 2 berikut ini memberikan ringkasan perbandingan antara PLS dengan CBSEM.

Tabel 2. Perbandingan PLS dengan CBSEM

5. Score variabel laten 6. Hubungan epistemic

antara variabel laten dan

3. Spesifikasi predictor (nonparametric)

4. Konsisten sebagai indikator dan ukuran contoh meningkat (consistency at large)

5. Secara eksplisit diestimasi 6. Dapat dalam bentuk reflektif 9. Kekuatan analisis didasarkan

pada porsi dari model yang memiliki jumlah predictor

terbesar. Minimal

rekomendasi 30 hingga 100 kasus.

1. Orientasi parameter 2. Berdasar covariance

3. Multivariate normal distributor, independency

8. Kompleksitas kecil (kurang dari 100 indikator)

9. Kekuatan analisis didasarkan pada model spesifik-minimal direkomendasikan berkisar 200 hingga 800.

2.4.2 Perbandingan antara soft modelling dengan hard modelling

Model CBSEM sering disebut dengan hard modelling, sedangkan PLS sering disebut dengan soft modelling. Hard modelling bertujuan memberikan pernyataan tentang hubungan kausalitas atau memberikan deskripsi mekanisme hubungan kausalitas (sebab-akibat) dan hal ini memberikan gambaran yang ideal secara ilmiah dalam analisa data.

Jika data yang akan dianalisa tidak memenuhi kriteria ideal sehingga tidak dapat dianalisa dengan hard modelling. Soft modelling mampu menganalisa data yang tidak ideal tersebut. Soft mempunyai arti tidak mendasarkan pada asumsi alat pengukuran, distribusi data dan jumlah sampel. Pada hard modelling bertujuan menguji hubungan kausalitas antar variabel yang sudah dibangun berdasarkan teori, sedangkan pada soft modelling bertujuan mencari hubungan linear prediktif antar variabel. Hubungan kausalitas tidak sama dengan hubungan prediktif.

Pada hubungan kausalitas, CBSEM mencari invariant parameter yang secara struktural atau fungsional menggambarkan bagaimana dunia ini bekerja. Invariant parameter menggambarkan hubungan kausalitas antar variabel dalam suatu sistem yang tertutup sehingga kejadian yang ada dapat dikendalikan secara penuh. Sedangkan dalam PLS, hubungan linear yang optimal antar variabel laten dihitung dan diinterpretasikan sebagai hubungan prediktif terbaik yang tersedia dengan segala keterbatasan yang ada. Sehingga kejadian yang ada tidak dapat dikendalikan secara penuh. Jadi PLS hanya digunakan jika data yang dimiliki tidak dapat diselesaikan dengan CBSEM.

2.4.3 Variabel laten dengan indikator refleksif dan indikator formatif Metode persamaan struktural merupakan gabungan antara model ekonometrik yang ingin melihat hubugan antar variabel laten yang sering disebut dengan model struktural serta model psikometrik yang berkembang pada ilmu psikologi dan sosiologi yang mengukur variabel laten berdasarkan indikator-indikator pembentuk variabel laten dengan kesalahan pengukuran atau sering disebut model pengukuran. Pada CBSEM variabel laten diukur dengan indikator yang bersifat reflektif.

Model reflektif mengasumsikan bahwa konstruk atau variabel laten mempengaruhi indikator (arah hubungan kausalitas dari konstruk ke indikator atau manifest). Dalam kenyataan variabel laten dapat juga dibentuk oleh indikator yang bersifat formatif yang mengasumsikan bahwa indikator-indikator mempengaruhi konstruk (arah hubungan kausalitas dari indikator ke konstruk).

1. Model indikator reflektif

Menurut Bollen (Ghozali, 2008) pemilihan konstruk berdasarkan model reflektif atau formatif tergantung dari prioritas hubungan kausalitas antara indikator dan variabel laten.

Model indikator refleksif dikembangkan berdasarkan pada classical test theory yang mengasumsikan bahwa variasi skor pengukuran konstruk merupakan teori dari true score ditambah error. Jadi konstruk laten mempengaruhi variasi pengukuran dan

asumsi hubungan kausalitas dari konstruk laten ke indikator. Model reflektif sering disebut juga pricipical factor model dimana covariance pengukuran indikator dipengaruhi oleh konstruk laten atau mencerminkan variasi dari konstruk laten. Pada model refleksif konstruk unidimensional yang digambarkan dengan bentuk elips dengan beberapa anak panah dari konstruk ke indikator. Model ini menghipotesiskan bahwa perubahan pada konstruk laten akan mempengaruhi perubahan pada indikator.

Model indikator refleksif harus memiliki internal konsistensi oleh karena semya ukuran indikator diasumsikan semuanya valid indikator yang mengukur semua konstruk, sehingga dua ukuran indikator yang sama reliabilitasnya dapat saling dipertukarkan.

Walaupun reliabilitas (cronbach alpha) suatu konstruk akan rendah jika hanya ada sedikit indikator, tetapi validitas konstruk tidak akan berubah jika satu indikator dihilangkan.

Gambar 2. Principal factor (reflective) model (Ghozali, 2008) 2. Model indikator formatif

Asal usul model formatif dapat ditelusuri kembali pada model “operational definition”. Berdasarkan pada model oprationalism dinyatakan bahwa setiap konsep akan menjadi pengukuran dan tidak memiliki makna diluar pengukuran itu sendiri. Jika keseluruhan makna dari konsep dikaitkan dengan pengukurannya dan konsep teoritis hanya satu dan mempunyai satu pengukuran. Jika ε menggambarkan suatu konsep (variabel laten) dan x adalah ukuran empiris (indicator atau variabel manifest), maka:

ε = x ………...…….. (3) X1

X2

X3

Principical

factor ε

ε ε 1

Pandangan lebih kontemporer memungkinkan adanya multiple pengukuran (multiple indicator) xi (i = 1,2,3,….).

Sehingga suatu konsep diasumsikan merupkan fungsi dari pengukurannya (indikatornya). Menurut definisi ini maka model formatif dapat diformulasikan secara matematik sebagai berikut:

ε = γ1x1 + γ2x2 + γ3x3 + δ ………… (4)

Persamaan (3) merupakan karakteristik riset yang dilakukan di bidang pemasaran pada tahun 1960an hingga 1970an dimana hanya menggunakan satu indikator untuk mengukur suatu konstruk.

Penggunaan model ini terbatas karena menolak kemungkinan multiple pengukuran suatu konsep teoritis. Persamaan (4) merupakan model pengukuran yang sekarang umum dilakukan.

Pada model formatif, komposit faktor (variabel laten) dipengaruhi (ditentukan) oleh indikatornya. Jadi arah hubungan kausalitas dari indicator ke variabel laten.

Pada model komposit variabel laten, perubahan pada indikator dihipotesiskan mempengaruhi perubahan dalam konstruk (variabel laten). Tidak seperti pada model reflektif, model formatif tidak mengasumsikan bahwa indikator dipengaruhi oleh konstruk mengasumsikan bahwa semua indikator mempengaruhi single konstruk. Arah hubungan kausalitas mengalir dari indikator ke konstruk laten dan indikator sebagai grup secara bersama-sama menentukan konsep atau makna empiris dari konstruk laten. Oleh karena diasumsikan bahwa indikator mempengaruhi konstruk laten maka ada kemungkinan antar indikator saling berkorelasi, tetapi model formatif tidak mengasumsikan perlunya korelasi antar indikator atau secara konsisten bahwa model formatif berasumsi tidak ada hubungan korelasi antar indikator.

Oleh karena diasumsikan bahwa antar indikator tidak saling berkorelasi maka ukuran internal konsistensi reliabilitas (cronbach alpha) tidak diperlukan untuk menguji reliabilitas konstruk formatif. Seperti yang dinyatakan oleh Bollen dan Lennox

(Ghozali, 2008) kausalitas hubungan antar indikator tidak menjadi rendah nilai validitasnya hanya karena memiliki internal konsistensi yang rendah (cronbach alpha). Untuk menilai validitas konstruk yang perlu dilihat dari variabel lain yang mempengaruhi konstruk laten. Jadi untuk menguji validitas dari konstruk laten, peneliti harus menekankan pada nomological dan criterion-related validity.

Implikasi lainnya dari model formatif adalah dengan menghilangkan (droping) satu indikator dalam model akan menimbulkan persoalan yang serius. Menurut para ahli psikometri, indikator formatif menimbulkan memerlukan sensus semua konsep yang menjadi konstruknya. Jadi menghilangkan satu indikator akan menghilangkan bagian yang unik dari suatu konstruk. Komposit variabel laten memasukkan error term dalam model, hanya error term diletakkan pada konstruk laten dan bukan pada indikator.

Berikut ini adalah contoh gambar konstruk dengan model indikator formatif.

Gambar 3. Composite laten variabel (formative) model (Ghozali, 2008)

3. Kriteria membedakan antara model indikator reflektif dan formatif dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kriteria untuk menentukan konstruk formatif atau reflektif

Kriteria Model formatif Model reflektif

1. Arah hubungan kausalitas antara konstruk dan

b. Apakah perubahan pada indikator mengakibatkan perubahan pada konstruk atau tidak?

c. Apakah perubahan pada konstruk mengakibatkan

1. Arah kausalitas dari indikator ke konstruk

a. Indikator mendefinisikan karakteristik konstruk

b. Perubahan pada indikator harus mengakibatkan perubahan pada konstruk c. Perubahan pada konstruk

tidak mengakibatkan

1. Arah kausalitas dari konstruk ke indikator

a. Indikator manifest dari konstruk

b. Perubahan pada indikator tidak harus menyebabkan perubahan pada konstruk c. Perubahan pada konstruk mengakibatkan perubahan

perubahan pada

b. Apakah indikator share common theme?

c. Apakah dengan menghilangkan satu indikator akan merubah makna konstruk?

3. Covariance antar indikator

a. Apakah perubahan satu indikator berhubungan a. Indikator tidak harus

memiliki konten yang sama atau mirip b. Indikator tidak perlu

share common theme

c. Indikator tidak perlu menggunakan anteseden

a. Indikator harus memiliki konten yang sama atau mirip

b. Indikator harus share common theme

2.4.4 Metode Partial Least Square (PLS)

Partial least square merupakan factor indeterminacy, metode analisis yang powerfull oleh karena tidak mengasumsikan data harus dengan pengukuran skala tertentu, jumlah sampelnya pun kecil. Secara filosofis, perbedaan antara covariance based SEM dengan covarian based PLS adalah tujuan penggunaan model struktural untuk menguji teori atau pengembangan teori untuk tujuan prediksi. Pada situasi dimana ada teori sebagai dasar yang kuat dan pengujian teori atau pengembangan teori sebagai tujuan utama riset, maka metode covariance based (maximum likelihood atau generalized partial least square) lebih sesuai. Namun demikian, adanya indeterminansi dari estimasi factor score maka akan kehilangan ketepatan prediksi.

Tujuan prediksi, pendekatan PLS lebih cocok. Pendekatan PLS, diasumsikan bahwa semua ukuran variance adalah variance yang berguna untuk dijelaskan. Oleh karena pendekatan untuk mengestimasi variabel laten dianggap sebagai kombinasi linear dari indikator maka menghindarkan masalah indeterminasi dan memberikan definisi yang pasti dari komponen skor. PLS memberikan model umum yang

meliputi teknik korelasi kononikal, redundancy analysis, regresi berganda, multivariate analysis of variance (MANOVA) dan principle component analysis. Oleh karena PLS menggunakan iterasi algoritma yang terdiri dari seri analisis ordinary least squares maka persoalan identifikasi model tidak menjadi masalah untuk model recursive, juga tidak mengasumsikan bentuk distribusi tertentu untuk skala ukuran variabel. Lebih jauh lagi jumlah sampel dapat kecil dengan perkiraan kasar yaitu (1) sepuluh kali skala dengan jumlah terbesar dari indikator (kausal) formatif (catatan skala untuk konstruk yang didesain dengan reflektif indikator dapat diabaikan), (2) sepuluh kali dari jumlah terbesar structural path yang diarahkan pada konstruk tertentu dalam model struktural.

PLS sebagai model alternatif dari CBSEM. Menurut Joreskog dan Wold (Ghozali, 2008), maximum likelihood berorientasi pada teori dan menekankan transisi dari analisis exploratory ke confirmatory. PLS dimaksudkan untuk causal-predictive analysis dalam situasi kompleksitas yang tinggi dan dukungan teori yang rendah.

2.4.5 Cara Kerja Partial Least Square (PLS)

Tujuan PLS adalah membantu peneliti untuk mendapatkan nilai variabel laten untuk tujuan prediksi. Model formalnya mendefinisikan variabel laten adalah linear agregat dari indikator-indikatornya. Weight estimate untuk menciptakan komponen skor variabel laten dapat didasarkan bagaimana inner model (model structural yang menghubungkan antar variabel laten) dan outer model (model pengukuran yaitu hubungan antara indikator dengan konstruknya) dispesifikasi. Hasilnya adalah residual variance dari variabel dependen (keduanya variabel laten dan indikatornya diminimumkan).

Estimasi parameter yang didapatkan dengan PLS dapat dikategorikan menjadi tiga. Kategori pertama, adalah weight estimate yang digunakan untuk menciptakan skor variabel laten. Kategori kedua, mencerminkan estimasi jalur (path estimate) yang menghubungkan variabel laten dan antar variabel laten dan blok indikatornya (loading).

Kategori ketiga, adalah berkaitan dengan means dan lokasi parameter (nilai konstanta regresi) untuk indikator dan variabel laten. Untuk memperoleh ketiga estimasi ini, PLS menggunakan proses iterasi tiga tahap dan setiap tahap iterasi menghasilkan estimasi. Tahap pertama menghasilkan weight estimasi, tahap kedua menghasilkan estimasi untuk inner model dan outer model, dan tahap ketiga menghasilkan estimasi means dari lokasi (konstanta).

Pada dua tahap pertama proses iterasi indikator dan variabel laten diperlakukan sebagai deviasi (penyimpangan) dari nilai means (rata-rata). Pada tahap ketiga untuk hasil estimasi dapat diperoleh berdasarkan pada data metric original, hasil weight estimase dan path estimate pada tahap kedua digunakan untuk menghitung means dan lokasi parameter. Tahap pertama merupakan jantung dari algoritma PLS yang berisi prosedur iterasi yang selalu akan menghasilkan weight estimate yang stabil. Komponen skor estimasi untuk setiap variabel laten didapat dengan dua cara. Melalui outside aproksimasi yang menggambarkan weighted agregat dari indikator konstruk dan melalui inside aproksimasi yang merupakan weight agregat component score lainnya yang berhubungan dengan konstruk dalam model teoritis.

Selama iterasi berlangsung inner model estimate digunakan untuk mendapatkan outside approximation weight, sementara itu outer model estimate digunakan untuk mendapatkan inside approximation weight.

Prosedur iterasi ini akan berhenti ketika presentase perubahan setiap outside approximation weight relative terhadap proses iterasi sebelumnya kurang dari 0,001.

2.4.6 Model Spesifikasi dengan PLS

Model analisis jalur semua variabel laten dalm PLS terdiri dari tiga set hubungan: (1) inner model yang menspesifikasi hubungan antar variabel laten (structural model), (2) outer model yang menspesifikasi hubungan variabel laten dengan indikator atau dengan variabel manifestnya (meansurement model), (3) weight relation dimana nilai kasus dari variabel laten dapat diestimasi. Tanpa kehilangan

generalisasi, dapat diasumsikan bahwa variabel laten dan indikator atau manifest variabel di skala zero means dan unit variance (nilai standarized) sehingga parameter lokasi (parameter konstanta) dapat dihilangkan dalam model.

1. Inner model

Inner model yang kadang disebut juga dengan inner relation, structural model dan substantive theory menggambarkan hubungan antar variabel laten berdasarkan pada substantive theory.

Model persamaannya dapat ditulis seperti di bawah ini:

ε = βo + βε + Γξ + δ ……… (5)

Dimana ε menggambarkan vektor endogen (dependen) variabel laten, ξ adalah vektor variabel laten exogen, dan δ adalah vektor variabel residual (unexplained variance). Oleh karena PLS didesain untuk model recursive, maka hubungan antar variabel laten, setiap variabel laten dependen ε atau sering disebut causal chain system dari variabel laten dapat dispesifikan sebagai berikut:

ε = Σi βji εi + Σi γjb ξb + δj …... (6)

Dimana βji dan γjb adalah koefisien jalur yang menghubungkan prediktor endogen dan variabel laten exogen ξ dan ε sepanjang range indeks i dan b, dan δj adalah inner residual variabel.

2. Outer model

Outer model sering juga disebut outer relation atau meansurement model yang mendefinisikan bagaimana setiap blok indikator berhubungan dengan variabel latennya. Blok dengan indikator refleksif dapat ditulis persamaannya sebagai berikut:

x = Λx ξ + εx …….………..…….. (7) y = Λy ε + εy ……….… (8)

Dimana x dan y adalah indikator atau manifest variabel untuk variabel laten eksogen dan endogen ξ dan ε. Sedangkan Λx dan Λy merupakan matrik loading yang menggambarkan koefisien regresi sederhana yang menghubungkan variabel laten dengan

indikatornya. Residual yang diukur dengan εx dan εy dapat diinterpretasikan sebagai kesalahan pengukuran dan noise.

Blok dengan indikator formatif dapat ditulis persamaannya sebagai berikut:

ξ = Πξ x + δξ ………...….. (9) ε = Πε y + δε ……….… (10)

Dimana ξ, ε, x dan y merupakan variabel laten eksogen dan endogen. Ϊx dan Ϊy adalah koefisien regresi berganda dari variabel laten dan blok indicator dan δx dan δy adalah residual dari regresi.

3. Weight relation

Inner dan outer model memberikan spesifikasi yang diikuti dalam estimasi algoritma PLS, definisi weight relation sangat diperlukan. Nilai kasus untuk setiap variabel laten diestimasi dalam PLS sebagai berikut:

ξb = Σkb wkb xkb ……… (11) εi = Σki wki yki ………...…….….. (12)

Dimana wkb dan wki adalah k weight yang digunakan untuk membentuk estimasi variabel laten ξb dan εi. Estimasi variabel laten adalah linear agregat dari indikator yang nilai weightnya didapat dengan prosedur estimasi PLS seperti dispesifikan oleh inner dan outer model dimana εadalah vaktor variabel endogen (dependen) dan ξ adalah vaktor variabel eksogen (independen), δ merupakan vaktor residual dan β serta Γ adalah koefisien jalur.

4. Evaluasi model

Oleh karena PLS tidak mengasumsikan adanya distribusi tertentu untuk estimasi parameter, maka teknik metrik untuk menguji signifikansi parameter tidak diperlukan (Chin, dalam Ghozali, 2008). Model evaluasi PLS berdasarkan pada pengukuran prediksi yang mempunyai sifat non-parametric. Model pengukuran atau outer model dengan indikator refleksif dievaluasi dengan convergent dan discriminant validity dari indikatornya dan composite realibility untuk blok indikator. Sedangkan outer model

yang indikator formatif dievaluasi berdasarkan pada substantif kontennya yaitu dengan membandingkan besarnya relative weight dan melihat signifikansi dari ukuran weight tersebut. Model struktural atau inner model dievaluasi dengan melihat presentase variansi yang dijelaskan yaitu dengan melihat nilai R2 untuk konstruk laten dependen dengan menggunakan Stone-Geisser Q-squares test dan juga melihat besarnya koesfisien jalur strukturalnya. Stabilitas dari estimasi ini dievaluasi dengan menggunakan uji t-statistik yang didapat lewat prosedur bootstrapping.

5. Model pengukuran atau outer model

Convergent validity dari model pengukuran dengan refleksif indikator dinilai berdasarkan korelasi antar item score/component score yang dihitung dengan PLS. Ukuran refleksif individual dikatakan tinggi jika korelasi lebih dari 0,70 dengan konstruk yang ingin diukur. Namun demikian, untuk penelitian tahap awal dari pengembangan skala pengukuran nilai loading 0,50 hingga 0,60 sudah dianggap cukup (Chin, dalam Ghozali, 2008).

Discriminant validity dari model pengukuran dengan refleksif indikator dinilai berdasarkan crossloading pengukuran dengan konstruk. Jika korelasi konstruk dengan item pengukuran lebih besar daripada ukuran konstruk lainnya, maka hal menunjukkan bahwa konstruk laten memprediksi ukuran pada blok mereka lebih baik daripada ukuran pada blok lainnya. Metode lain untuk menilai discriminant validity adalah membandingkan nilai square root of everage variance extracted (AVE) setiap konstruk korelasi antara konstruk dengan konstruk lainnya dalam model.

Jika nilai akar kuadrat AVE setiap konstruk lebih besar daripad nilai korelasi antara konstruk dengan konstruk lainnya dalam model, maka dikatakan memiliki nilai discriminant validity yang baik. Berikut ini adalah rumus untuk menghitung AVE:

𝐴𝑉𝐸 = Σ𝜆 ⅀𝜆𝑖2

𝑖2+ Σ𝑖𝑣𝑎𝑟 𝜀𝑖 ………….. (13)

Dimana λi adalah komponen loading ke indikator dan var(εi) = 1 - 𝜆𝑖2. Jika semua indikator distandarisasi, maka ukuran ini sama dengan average communalities dalam blok. Fornnel dan Lecker (dalam Ghozali, 2008) menyatakan bahwa pengukuran ini dapat digunakan untuk mengukur reliabilitas component score variabel laten dan hasilnya lebih konservatif dibandingkan dengan composite reliability (ρc). Direkomendasikan nilai AVE harus lebih besar dari 0,5.

Composite reliability blok indikator yang mengukur suatu konstruk dapat dievaluasi dengan dua macam ukuran yaitu internal consistency dan Cronbach’s alpha. Dengan menggunakan output yang dihasilkan PLS maka composite reliability dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

𝜌𝑐 = Σλ ⅀𝜆𝑖2

i 2+ Σ𝑖𝑣𝑎𝑟 𝜀𝑖 ……… (14)

Dimana λi adalah komponen loading ke indikator dan var(εi) = 1 - λi2

. Dibandingkan dengan Cronbach alpha, ukuran ini tidak mengasumsikan tau equivalence antar pengukuran dengan asumsi semua indikator diberi bobot sama, sehingga Cronbach alpha cenderung low bound estimate reliability. Sedangkan 𝜌𝑐 merupakan closer approximation dengan asumsi parameter adalah akurat dan 𝜌𝑐 adalah ukuran internal consistence yang hanya dapat digunakan untuk konstruk dengan refleksif indikator.

6. Model struktural atau inner model

Model struktural dievaluasi dengan menggunakan R-square untuk konstruk dependen, Stone-Geisser Q-square test untuk predictive relevance dan uji t serta signifikansi dari koefisien jalur struktural. R-square pada tiap variabel laten dependen digunakan untuk menilai model pada PLS. Interpretasinya sama dengan interpretasi pada regresi. Perubahan nilai R-squares dapat digunakan untuk menilai ada/tidaknya pengaruh substantif variabel laten independen terhadap variabel laten dependen. Pengaruh besarnya f2 dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

𝑓2 = 𝑅𝑖𝑛𝑐𝑙𝑢𝑑𝑒𝑑2 1− 𝑅− 𝑅𝑒𝑥𝑐𝑙𝑢𝑑𝑒𝑑2

𝑖𝑛𝑐𝑙𝑢𝑑𝑒𝑑

2 ………... (15)

Dimana 𝑅𝑖𝑛𝑐𝑙𝑢𝑑𝑒𝑑2 dan 𝑅𝑒𝑥𝑐𝑙𝑢𝑑𝑒𝑑2 adalah R-square dari variabel laten independen ketika prediktor variabel laten digunakan atau dikeluarkan di dalam persamaan struktural. Nilai f2 sama dengan 0.02, 0.15, dan 0.35 dapat diinterpretasikan bahwa prediktor variabel laten memiliki pengaruh kecil, menengah dan besar pada level struktural. Disamping nilai R-square, model PLS juga dievaluasi dengan melihat Q-square predictive relevance untuk model konstruk. Q-square mengukur seberapa baik nilai observasi dihasilkan oleh model dan estimasi parameternya. Nilai Q-square lebih besar dari 0 (nol) menunjukkan bahwa model mempunyai nilai predictive relevance, sedangkan nilai Q-square kurang dari 0 (nol) menunjukkan bahwa model kurang memiliki predictive relevance.

Tabel 4. Kriteria penilaian PLS

Kritteria Penjelasan

Evaluasi model struktural R2 untuk variabel

laten endogen

Hasil R2 sebesar 0.67, 0.33 dan 0.19 untuk variabel laten endogen dalam model struktural mengindikasikan bahwa model “baik”, ”moderat”, dan “lemah”

Hasil R2 sebesar 0.67, 0.33 dan 0.19 untuk variabel laten endogen dalam model struktural mengindikasikan bahwa model “baik”, ”moderat”, dan “lemah”

Dokumen terkait