• Tidak ada hasil yang ditemukan

SENSOR FILM

Dalam dokumen 11e44c4efbbf00b09faa313231383034 (Halaman 29-45)

Pasal 57

(1) Setiap film dan iklan film yang akan diedarkan dan/atau dipertunjukkan wajib memperoleh surat tanda lulus sensor.

(2) Surat tanda lulus sensor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan setelah dilakukan penyensoran yang meliputi:

a. penelitian dan penilaian tema, gambar, adegan, suara, dan teks terjemahan suatu film yang akan diedarkan dan/atau dipertunjukkan kepada khalayak umum; b. penentuan kelayakan film dan iklan film

untuk diedarkan dan/atau dipertunjukkan kepada khalayak umum; dan

c. penentuan penggolongan usia penonton film. (3) Penyensoran sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) dilakukan dengan prinsip memberikan perlindungan kepada masyarakat dari pengaruh negatif film dan iklan film.

Pasal 58 . . .

Ditj

en P

erat

uran

Per

unda

ng-u

ndan

gan

Pasal 58

(1) Untuk melakukan penyensoran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) dan ayat (3) dibentuk lembaga sensor film yang bersifat tetap dan independen.

(2) Lembaga sensor film sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkedudukan di ibukota negara Republik Indonesia.

(3) Lembaga sensor film bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri.

(4) Lembaga sensor film dapat membentuk perwakilan di ibukota provinsi.

Pasal 59

Surat tanda lulus sensor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) diterbitkan oleh lembaga sensor film.

Pasal 60

(1) Lembaga sensor film sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) melaksanakan penyensoran berdasarkan pedoman dan kriteria sensor film yang mengacu kepada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7.

(2) Lembaga sensor film melaksanakan penyensoran berdasarkan prinsip dialog dengan pemilik film yang disensor. (3) Lembaga . . .

Ditj

en P

erat

uran

Per

unda

ng-u

ndan

gan

(3) Lembaga sensor film mengembalikan film yang mengandung tema, gambar, adegan, suara, dan teks terjemahan yang tidak sesuai dengan pedoman dan kriteria sensor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada pemilik film yang disensor untuk diperbaiki.

(4) Lembaga sensor film mengembalikan iklan film yang tidak sesuai dengan isi film sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 21 ayat (2) kepada pemilik iklan film untuk diperbaiki.

(5) Lembaga sensor film dapat mengusulkan sanksi administratif kepada Pemerintah terhadap pelaku kegiatan perfilman atau pelaku usaha perfilman yang melalaikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7.

Pasal 61

(1) Lembaga sensor film memasyarakatkan penggolongan usia penonton film dan kriteria sensor film.

(2) Lembaga sensor film membantu masyarakat agar dapat memilih dan menikmati pertunjukan film yang bermutu serta memahami pengaruh film dan iklan film.

(3) Lembaga sensor film mensosialisasikan secara intensif pedoman dan kriteria sensor kepada pemilik film agar dapat menghasilkan film yang bermutu.

Pasal 62

Lembaga sensor film dibantu oleh: a. sekretariat; dan b. tenaga . . .

Ditj

en P

erat

uran

Per

unda

ng-u

ndan

gan

b. tenaga sensor yang memiliki kompetensi di bidang penyensoran.

Pasal 63

(1) Menteri mengajukan kepada Presiden calon anggota lembaga sensor film yang telah lulus melalui seleksi.

(2) Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh panitia seleksi yang dibentuk dan ditetapkan oleh Menteri.

(3) Panitia seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berasal dari pemangku kepentingan perfilman.

(4) Panitia seleksi dalam memilih calon anggota lembaga sensor film bekerja secara jujur, terbuka, dan objektif.

(5) Calon anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus memenuhi syarat-syarat:

a. warga negara Republik Indonesia berusia paling rendah 35 (tiga puluh lima) tahun dan paling tinggi 70 (tujuh puluh) tahun;

b. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

c. memahami asas, tujuan, dan fungsi perfilman;

d. memiliki kecakapan dan wawasan dalam ruang lingkup tugas penyensoran; dan

e. dapat melaksanakan tugasnya secara penuh waktu. Pasal 64 . . .

Ditj

en P

erat

uran

Per

unda

ng-u

ndan

gan

Pasal 64

(1) Anggota lembaga sensor film berjumlah 17 (tujuh belas) orang terdiri atas 12 (dua belas) orang unsur masyarakat dan 5 (lima) orang unsur Pemerintah.

(2) Anggota lembaga sensor film memegang jabatan selama 4 (empat) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.

(3) Anggota lembaga sensor film diangkat oleh Presiden setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat.

(4) Pengangkatan dan pemberhentian anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan keputusan Presiden.

Pasal 65

(1) Lembaga sensor film dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan dapat didukung oleh anggaran pendapatan dan belanja daerah.

(2) Lembaga sensor film dapat menerima dana dari tarif yang dikenakan terhadap film yang disensor. (3) Pengelolaan dana sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) wajib diaudit oleh akuntan publik dan diumumkan kepada masyarakat.

(4) Dana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak termasuk Penerimaan Negara Bukan Pajak.

Pasal 66 . . .

Ditj

en P

erat

uran

Per

unda

ng-u

ndan

gan

Pasal 66

Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan, kedudukan, keanggotaan, pedoman dan kriteria, serta tenaga sensor dan sekretariat lembaga sensor film sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, Pasal 61, Pasal 62, Pasal 63, Pasal 64, dan Pasal 65 diatur dalam Peraturan Pemerintah.

BAB VII

PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal 67

(1) Masyarakat dapat berperan serta dalam penyelenggaraan perfilman.

(2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam bentuk:

a. apresiasi dan promosi film;

b. penyelenggaraan pendidikan dan/atau pelatihan perfilman;

c. pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi perfilman;

d. pengarsipan film; e. kine klub;

f. museum perfilman;

g. memberikan penghargaan; h. penelitian dan pengembangan;

i. memberikan masukan perfilman; dan/atau j. mempromosikan Indonesia sebagai lokasi

pembuatan film luar negeri.

(3) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara perseorangan atau kelompok.

Pasal 68 . . .

Ditj

en P

erat

uran

Per

unda

ng-u

ndan

gan

Pasal 68

(1) Untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam perfilman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (2) huruf a, huruf g, huruf h, huruf i, dan huruf j dibentuk badan perfilman Indonesia.

(2) Pembentukan badan perfilman Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh masyarakat dan dapat difasilitasi oleh Pemerintah.

(3) Badan perfilman Indonesia merupakan lembaga swasta dan bersifat mandiri.

(4) Badan perfilman Indonesia berkedudukan di ibukota negara Republik Indonesia.

(5) Badan perfilman Indonesia dikukuhkan oleh Presiden.

Pasal 69

Badan perfilman Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 bertugas untuk:

a. menyelenggarakan festival film di dalam negeri; b. mengikuti festival film di luar negeri;

c. menyelenggarakan pekan film di luar negeri;

d. mempromosikan Indonesia sebagai lokasi pembuatan film asing;

e. memberikan masukan untuk kemajuan perfilman; f. melakukan penelitian dan pengembangan

perfilman;

g. memberikan penghargaan; dan

h. memfasilitasi pendanaan pembuatan film tertentu yang bermutu tinggi.

Pasal 70 . . .

Ditj

en P

erat

uran

Per

unda

ng-u

ndan

gan

Pasal 70

(1) Sumber pembiayaan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 berasal dari:

a. pemangku kepentingan; dan

b. sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Bantuan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah bersifat hibah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Pengelolaan dana yang bersumber dari non-Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan non-anggaran pendapatan dan belanja daerah wajib diaudit oleh akuntan publik dan diumumkan kepada masyarakat.

BAB VIII PENGHARGAAN

Pasal 71

(1) Setiap film yang meraih prestasi tingkat nasional dan/atau tingkat internasional, wajib diberi penghargaan.

(2) Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 72 . . .

Ditj

en P

erat

uran

Per

unda

ng-u

ndan

gan

Pasal 72

(1) Insan perfilman, pelaku kegiatan perfilman, dan pelaku usaha perfilman yang berprestasi dan/atau berjasa dalam memajukan perfilman diberi penghargaan.

(2) Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.

(3) Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat berbentuk tanda kehormatan, pemberian beasiswa, asuransi, pekerjaan, atau bentuk penghargaan lain yang bermanfaat bagi penerima penghargaan.

(4) Pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB IX

PENDIDIKAN, KOMPETENSI, DAN SERTIFIKASI Pasal 73

Pemerintah dan pemerintah daerah menyelenggarakan dan/atau memfasilitasi pendidikan dan pelatihan untuk pengembangan kompetensi insan perfilman.

Pasal 74

(1) Insan perfilman harus memenuhi standar kompetensi. (2) Standar . . .

Ditj

en P

erat

uran

Per

unda

ng-u

ndan

gan

(2) Standar kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui sertifikasi kompetensi.

(3) Sertifikasi kompetensi dilakukan oleh organisasi profesi, lembaga sertifikasi profesi, dan/atau perguruan tinggi.

(4) Sertifikasi kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB X PENDANAAN

Pasal 75

Pendanaan perfilman menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, pemerintah daerah, pelaku kegiatan perfilman, pelaku usaha perfilman, dan masyarakat.

Pasal 76

Pengelolaan dana perfilman dilakukan berdasarkan prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik.

Pasal 77

Sumber pendanaan untuk perfilman dapat diperoleh dari:

a. pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta pemerintah daerah melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah;

b. masyarakat . . .

Ditj

en P

erat

uran

Per

unda

ng-u

ndan

gan

b. masyarakat melalui berbagai kegiatan; c. kerja sama yang saling menguntungkan;

d. bantuan luar negeri yang tidak mengikat; dan/atau

e. sumber lain yang sah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB XI

SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 78

Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 11 ayat (1), Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 21 ayat (2), Pasal 22 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 26 ayat (1), Pasal 27 ayat (1), Pasal 31, Pasal 33 ayat (1), Pasal 39 ayat (1), Pasal 43, dan Pasal 57 ayat (1) dikenai sanksi administratif.

Pasal 79

(1) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 dapat berupa:

a. teguran tertulis; b. denda administratif;

c. penutupan sementara; dan/atau d. pembubaran atau pencabutan izin.

(2) Ketentuan . . .

Ditj

en P

erat

uran

Per

unda

ng-u

ndan

gan

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif dan besaran denda administratif diatur dalam Peraturan Pemerintah.

BAB XII

KETENTUAN PIDANA Pasal 80

Setiap orang yang dengan sengaja mengedarkan, menjual, menyewakan, atau mempertunjukkan kepada khalayak umum, film tanpa lulus sensor padahal diketahui atau patut diduga isinya melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Pasal 81

(1) Setiap orang yang mempertunjukkan film hanya dari satu pelaku usaha pembuatan film atau pengedaran film atau impor film tertentu melebihi 50% (lima puluh persen) jam pertunjukannya yang mengakibatkan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).

(2) Setiap . . .

Ditj

en P

erat

uran

Per

unda

ng-u

ndan

gan

(2) Setiap orang yang membuat perjanjian dengan pelaku usaha perfilman atau membuat ketentuan yang bertujuan untuk menghalangi pelaku usaha perfilman lain memberi atau menerima pasokan film yang mengakibatkan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah). (3) Penanganan perkara terhadap ketentuan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 82

(1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 dan Pasal 81 dilakukan oleh atau atas nama korporasi,

ancaman pidana denda ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidananya.

(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 dan Pasal 81 dilakukan oleh atau atas nama korporasi, pidana dijatuhkan kepada:

a. korporasi; dan/atau b. pengurus korporasi.

(3) Selain pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (2), korporasi dapat dikenai pidana tambahan berupa:

a. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; dan/atau

b. pencabutan . . .

Ditj

en P

erat

uran

Per

unda

ng-u

ndan

gan

b. pencabutan izin usaha. Pasal 83

Tindak pidana dianggap sebagai tindak pidana korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh:

a. pengurus yang memiliki kedudukan berwenang mengambil keputusan atas nama korporasi; b. orang yang mewakili korporasi untuk

melakukan perbuatan hukum; dan/atau

c. orang yang memiliki kewenangan untuk mengendalikan korporasi tersebut.

BAB XIII

KETENTUAN PERALIHAN Pasal 84

Pada saat Undang-Undang ini berlaku anggota lembaga sensor film yang telah ada berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1992 tentang Perfilman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3473) tetap menjalankan tugas dan fungsinya sampai ditetapkan anggota lembaga sensor film sesuai dengan Undang-Undang ini.

Pasal 85

Pada saat U ndang-Undang ini berlaku:

a. Pelaku usaha pertunjukan film wajib memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.

b. Pelaku . . .

Ditj

en P

erat

uran

Per

unda

ng-u

ndan

gan

b. Pelaku usaha pembuatan film wajib memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.

c. Insan perfilman harus memenuhi standar kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.

BAB XIV

KETENTUAN PENUTUP Pasal 86

Lembaga sensor film sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) harus sudah terbentuk paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.

Pasal 87

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:

a. semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1992 tentang Perfilman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3473) dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan peraturan yang baru berdasarkan Undang-Undang ini. b. badan . . .

Ditj

en P

erat

uran

Per

unda

ng-u

ndan

gan

b. badan yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1992 tentang Perfilman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3473) dan peraturan pelaksanaannya tetap menjalankan tugas dan fungsinya sampai dibentuk atau diubahnya badan tersebut oleh Pemerintah.

Pasal 88

Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus ditetapkan dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.

Pasal 89

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1992 tentang Perfilman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3473) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 90

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar . . .

Ditj

en P

erat

uran

Per

unda

ng-u

ndan

gan

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta

pada tanggal 8 Oktober 2009

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DR.H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 8 Oktober 2009

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

ANDI MATTALATTA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 141

Ditj

en P

erat

uran

Per

unda

ng-u

ndan

gan

Dalam dokumen 11e44c4efbbf00b09faa313231383034 (Halaman 29-45)

Dokumen terkait