• Tidak ada hasil yang ditemukan

(c) Catu Daya dan Pengkondisi Sinyal (d) Rangkaian LCD

(f) Kalibrasi Sensor

Foto Sampel PM10 1. Motor 2 Tak

(a) 3 menit (b) 6 menit

2. Motor 4 Tak

3. Mobil Solar 4. Mobil Bensin

(a) 3 menit (b) 6 menit

3. Mobil Solar

(a) 3 menit (b) 6 menit

4. Mobil Bensin

(a) 3 menit (b) 6 menit

/***************************************************** This program was produced by the

CodeWizardAVR V2.05.3 Standard Automatic Program Generator

© Copyright 1998-2011 Pavel Haiduc, HP InfoTech s.r.l. http://www.hpinfotech.com Project : Version : Date : 4/3/2014 Author : tyery08 Company : embeeminded.blogspot.com Comments:

Chip type : ATmega32 Program type : Application

AVR Core Clock frequency: 11.059200 MHz Memory model : Small

External RAM size : 0 Data Stack size : 512

*****************************************************/ #include <mega32.h> #include <stdio.h> #include <delay.h> // Alphanumeric LCD functions #asm

.equ __lcd_port=0x15; PORTC #endasm

#include <alcd.h>

// Read the AD conversion result

unsigned int read_adc(unsigned char adc_input) {

ADMUX=adc_input | (ADC_VREF_TYPE & 0xff);

// Delay needed for the stabilization of the ADC input voltage delay_us(10);

// Start the AD conversion ADCSRA|=0x40;

// Wait for the AD conversion to complete while ((ADCSRA & 0x10)==0);

ADCSRA|=0x10; return ADCW; }

// Declare your global variables here float sensor; float x; float massa; unsigned char lcd[16]; void main(void) {

// Declare your local variables here // Input/Output Ports initialization // Port A initialization

// Func7=In Func6=In Func5=In Func4=In Func3=In Func2=In Func1=In Func0=In

// State7=T State6=T State5=T State4=T State3=T State2=T State1=T State0=T PORTA=0x00;

// Port B initialization

// Func7=In Func6=In Func5=In Func4=In Func3=In Func2=In Func1=In Func0=In

// State7=T State6=T State5=T State4=T State3=T State2=T State1=T State0=T PORTB=0x00;

DDRB=0x00;

// Port C initialization

// Func7=In Func6=In Func5=In Func4=In Func3=In Func2=In Func1=In Func0=In

// State7=T State6=T State5=T State4=T State3=T State2=T State1=T State0=T PORTC=0x00;

DDRC=0x00;

// Port D initialization

// Func7=In Func6=In Func5=In Func4=In Func3=In Func2=In Func1=In Func0=In

// State7=T State6=T State5=T State4=T State3=T State2=T State1=T State0=T PORTD=0x00;

DDRD=0x00;

// Timer/Counter 0 initialization // Clock source: System Clock // Clock value: Timer 0 Stopped // Mode: Normal top=0xFF // OC0 output: Disconnected TCCR0=0x00;

TCNT0=0x00; OCR0=0x00;

// Timer/Counter 1 initialization // Clock source: System Clock

// Clock value: Timer1 Stopped // Mode: Normal top=0xFFFF // OC1A output: Discon. // OC1B output: Discon. // Noise Canceler: Off

// Input Capture on Falling Edge // Timer1 Overflow Interrupt: Off // Input Capture Interrupt: Off // Compare A Match Interrupt: Off // Compare B Match Interrupt: Off TCCR1A=0x00; TCCR1B=0x00; TCNT1H=0x00; TCNT1L=0x00; ICR1H=0x00; ICR1L=0x00; OCR1AH=0x00; OCR1AL=0x00; OCR1BH=0x00; OCR1BL=0x00; // Timer/Counter 2 initialization // Clock source: System Clock // Clock value: Timer2 Stopped // Mode: Normal top=0xFF // OC2 output: Disconnected ASSR=0x00;

TCCR2=0x00; TCNT2=0x00; OCR2=0x00;

// INT0: Off // INT1: Off // INT2: Off MCUCR=0x00; MCUCSR=0x00;

// Timer(s)/Counter(s) Interrupt(s) initialization TIMSK=0x00;

// USART initialization // USART disabled UCSRB=0x00;

// Analog Comparator initialization // Analog Comparator: Off

// Analog Comparator Input Capture by Timer/Counter 1: Off ACSR=0x80;

SFIOR=0x00;

// ADC initialization

// ADC Clock frequency: 691.200 kHz // ADC Voltage Reference: AREF pin ADMUX=ADC_VREF_TYPE & 0xff; ADCSRA=0x84; // SPI initialization // SPI disabled SPCR=0x00; // TWI initialization // TWI disabled TWCR=0x00;

// Alphanumeric LCD initialization // Connections are specified in the

// Project|Configure|C Compiler|Libraries|Alphanumeric LCD menu: // RS - PORTC Bit 0 // RD - PORTC Bit 1 // EN - PORTC Bit 2 // D4 - PORTC Bit 4 // D5 - PORTC Bit 5 // D6 - PORTC Bit 6 // D7 - PORTC Bit 7 // Characters/line: 16 lcd_init(16); while (1) {

// Place your code here sensor=read_adc(2); x=sensor-9.746; massa=x/-11.655; lcd_gotoxy(0,0); sprintf(lcd,"Massa:%.2f gr",massa); lcd_puts(lcd); delay_ms(1000); }; }

ii

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1. Inframerah ... 10

Gambar 2.2. Simbol Inframerah... 10

Gambar 2.3. Led Inframerah ... 11

Gambar 2.4. Simbol Penguat Operasional ... 12

Gambar 2.5. Mikrokontroler ATMega32... 13

Gambar 2.6. Susunan Kaki ATMega31 ... 14

Gambar 2.7 Peta Memori ATMega32... 16

Gambar 2.8. LCD Karakter 2x16... 20

Gambar 3.1. Blok Diagram Alat ... 23

Gambar 3.2. Sketsa Alat Ukur PM10... 24

Gambar 3.3. Diagram Alir Perencanaan Alat Ukur PM10 ... 25

Gambar 3.4. Rangkaian Catu Daya... 26

Gambar 3.5. Rangkaian Sensor Inframerah ... 26

Gambar 3.6. Rangkaian Mikrokontroler ATMega32... 27

Gambar 3.7. Rangkaian Keseluruhan... 27

Gambar 3.8. Grafik Hubungan Antara Tegangan PM10 dengan Perubahan Waktu Pengambilan Sampel pada Setiap Jenis Kendaraan... 28

Gambar 3.9. Grafik Hubungan Pengaruh Waktu Pengambilan Sampel

Terhadap Massa PM10 ... 29

iii

Gambar 4.2. Grafik Hubungan Massa terhadap Tegangan ... 32

Gambar 4.3. Grafik hubungan antara lama pengambilan sampel dengan

Tegangan pada motor 2 Tak. ... 40

Gambar 4.4. Grafik hubungan antara lama pengambilan sampel dengan

massa PM10 pada motor 2 Tak. ... 40

Gambar 4.5. Grafik hubungan antara lama pengambilan sampel dengan

Tegangan pada motor 4 Tak. ... 42

Gambar 4.6. Grafik hubungan antara lama pengambilan sampel dengan

massa PM10 pada motor 4 Tak. ... 42

Gambar 4.7. Grafik hubungan antara lama pengambilan sampel dengan

Tegangan pada mobil solar... 44

Gambar 4.8. Grafik hubungan antara lama pengambilan sampel dengan

massa PM10 pada mobil solar. ... 44

Gambar 4.9. Grafik hubungan antara lama pengambilan sampel dengan

Tegangan pada mobil bensin. ... 46

Gambar 4.10. Grafik hubungan antara lama pengambilan sampel dengan

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sarana transportasi saat ini sangat dibutuhkan bagi masyarakat yang melakukan

aktivitas perjalanan di luar rumah. Kebutuhan sarana transportasi tersebut

memacu laju pertambahan kendaraan bermotor yang semakin meningkat,

sehingga konsumsi bahan bakar juga mengalami peningkatan yang berujung pada

bertambahnya jumlah pencemaran yang dilepaskan ke udara. Semua kendaraan

bermotor yang dioperasikan akan mengeluarkan gas buang. Gas buang yang

dilepaskan bebas ke atmosfir akan bercampur dengan udara segar. Dalam gas

buang terkandung bahan yang berbahaya bagi kesehatan dan mencemarkan udara

segar yang ada di atmosfir (Sukidjo, 2008).

Dampak terhadap kesehatan yang disebabkan oleh pencemaran udara akan

terakumulasi dari hari ke hari, dalam jangka waktu lama apabila melebihi ambang

batas yang ditentukan akan berakibat pada berbagai gangguan kesehatan pada

manusia, seperti bronchitis, emphysema, dan kanker paru-paru serta gangguan

kesehatan lainnya (Ferdyan, 2006).

Udara mempunyai arti yang sangat penting dalam kehidupan makhluk hidup dan

2

harus dilindungi untuk kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Polusi

udara akibat dari peningkatan penggunaan jumlah kendaraan bermotor yang

mengeluarkan gas-gas berbahaya akan sangat mendukung terjadinya pencemaran

udara dan salah satu akibatnya adalah adanya pemanasan global (Arifin, 2009).

Pencemaran udara adalah kehadiran satu atau lebih substansi fisik, kimia, atau

biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia,

hewan, dan tumbuhan, mengganggu estetika dan kenyamanan, atau merusak

properti.

Partikulat adalah padatan atau liquid di udara dalam bentuk asap, debu, dan uap

yang dapat tinggal di atmosfer dalam waktu yang lama. Di samping mengganggu

estetika, partikel berukuran kecil di udara dapat terhisap ke dalam sistem

pernafasan dan dapat menyebabkan penyakit gangguan pernafasan dan kerusakan

paru-paru. Partikulat juga merupakan sumber utama haze (kabut asap) yang

menurunkan visibilitas. Partikel yang terhisap ke dalam sistem pernafasan akan

disisihkan tergantung dari diameternya. Partikel berukuran besar akan tertahan

pada saluran pernafasan atas, sedangkan partikel kecil (inhalable) akan masuk ke

paru-paru dan bertahan di dalam tubuh dalam waktu yang lama. Partikel

inhalable adalah partikel dengan diameter di bawah 10 μ m (PM10). PM10 diketahui dapat meningkatkan angka kematian yang disebabkan oleh penyakit

jantung dan pernafasan, pada konsentrasi 140 μ g/m3 dapat menurunkan fungsi paru-paru pada anak-anak, sementara pada konsentrasi 350 μ g/m3 dapat memperparah kondisi penderita bronkhitis. Toksisitas dari partikel inhalable

3

Untuk mengontrol akan kualitas udara diperlukan sebuah alat yang dapat

mengukur banyaknya bahan partikulat dalam gas kendaraan, sehingga kita dapat

mengetahui kendaraan yang mengeluarkan bahan partikulat yang melewati batas

maksimumnya. Pada penelitian Fitri Adik K. (2006) merealisasikan alat ukur

kadar Particulate Matter (PM) pada gas buang kendaraan bermotor. Pada

penelitian tersebut, data yang didapat ditampilkan melalui LCD dan tidak

memperlihatkan lamanya waktu pengukuran terhadap kadar PM yang dikeluarkan

oleh kendaraan bermotor. Kemudian pada penelitian Richa (2012) merealisasikan

alat ukur kadar Particulate Matter (PM) pada gas buang kendaraan bermotor

menggunakan sensor fotodioda. Pada penelitian tersebut tidak menggunakan

mikrokontroler sebagai pengendalinya. Dari penelitian tersebut, kami mencoba

membuat alat dengan metode lain. Alat yang dirancang ini dapat mengukur kadar

Particulate Matter (PM10) pada gas buang kendaraan bermotor menggunakan

sensor inframerah yang berbasis mikrokontroler ATMega32 sebagai bagian

akuisisi datanya. Perubahan tegangan yang didapat dari keluaran sensor akan

dibandingkan dengan perubahan massa yang terukur dengan timbangan digital.

Sehingga dapat ditarik suatu hubungan antara perubahan massa dengan tegangan

yang didapat dari sensor inframerah.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. merealisasikan instrumen pengukurParticulate Matter(PM10) pada gas buang

4

2. merancang pengukur kadar Particulate Matter (PM10) menggunakan sensor

inframerah.

C. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. tersedianya alat pengukur Particulate Matter (PM10) pada gas buang

kendaraan bermotor menggunakan sensor inframerah berbasis mikrokontroller

ATMega32 dengan tampilan LCD;

2. diketahuinya kadar PM10 pada gas buang kendaraan bermotor;

3. diketahuinya perubahan tegangan PM10 yang terukur pada sensor inframerah.

D. Batasan Masalah

Berikut beberapa batasan masalah pada penelitian:

1. menggunakan led dan sensor inframerah;

2. parameter yang diukur adalah tegangan output dari sensor;

3. PM yang diukur berasal dari gas buang kendaraan bermotor yang ditampung ke

kertas GF/A dari knalpot;

4. menggunakan Mikrokontroler ATMega32 dengan LCD 2x16 sebagai

penampil;

5

E. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang akan diselesaikan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut.

1. Bagaimana merancang sebuah sistem elektronika yang mampu mengukur

kadarParticulate Matter(PM) dalam gas buang kendaraan bermotor?

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Particulate Matter

Salah satu parameter pencemar udara adalah debu (suspended particulate matter).

Saat ini pembahasan tentang partikulat sebagai pencemar udara menjadi perhatian

di berbagai negara, mengingat terdapat bukti kuat mengenai korelasi antara polusi

udara dan dampaknya pada kesehatan manusia terutama yang disebabkan oleh

partikulat. Secara keseluruhan partikulat debu di atmosfir disebut sebagai

Suspended Particulate Material (SPM) atau Total Suspended Particulate (TSP)

Suspended partikulat adalah partikel halus di udara yang terbentuk pada

pembakaran bahan bakar minyak. Terutama partikulat halus yang disebut PM10

sangat berbahaya bagi kesehatan (Soemarwoto, 2004).

Suspended partikulat adalah debu yang tetap berada di udara dan tidak mudah

mengendap serta melayang di udara. Debu partikulat ini juga terutama dihasilkan

dari emisi gas buang kendaraan. Sekitar 50% - 60% dari partikel melayang

merupakan debu berdiameter 10 µm atau dikenal dengan PM10. Debu PM10 ini

bersifat sangat mudah terhirup dan masuk ke dalam paru-paru, sehingga PM10

dikategorikan sebagai Respirable Particulate Matter (RPM). Akibatnya akan

mengganggu sistem pernafasan bagian atas maupun bagian bawah (alveoli). Pada

7

sistem jaringan paru-paru, sedangkan debu yang lebih kecil dari 10 µm, akan

menyebabkan iritasi mata, mengganggu serta menghalangi pandangan mata.

(Chahaya, 2003).

Particulate Matteradalah partikel kecil yang terdiri dari padatan atau cairan yang

tersuspensi di udara. SumberParticulate Matter bisa dari hasil kegiatan manusia

atau sumber alami. Partikulat dapat bersumber dari vulkanik, hutan, pembakaran

padang rumput, dan sebagainya. Sumber kegiatan manusia contohnya dari

pembakaran bahan bakar fosil dari kendaraan, pembangkit tenaga listrik, dan dari

proses-proses industri. Particulate Matter 10 (PM10) merupakan partikulat yang

memiliki diameter kurang dari 10 μ m. Particulate Matter 10 (PM10) terdiri dari aluminosilikat dan oksida lain dari unsur kerak dengan sumber utama termasuk

debu yang berasal dari jalan, industri, pertanian, konstruksi, pembongkaran

gedung, dan debu terbang dari pembakaran bahan bakar fosil. Particulate Matter

10 (PM10) menyebar pada jarak bervariasi mulai kurang dari 1 km sampai 10 km.

Partikel PM10 yang berdiameter 10 mikron memiliki tingkat kelolosan yang

tinggi dari saringan pernafasan manusia dan bertahan di udara dalam waktu cukup

lama. Tingkat bahaya semakin meningkat pada pagi dan malam hari karena asap

bercampur dengan uap air. PM10 tidak terdeteksi oleh bulu hidung sehingga

masuk ke paru-paru. Jika partikel tersebut terdeposit ke paru-paru akan

menimbulkan peradangan saluran pernapasan, gangguan penglihatan dan iritasi

8

Materi partikulat (particulate matter)didefinisikan sebagai material dalam bentuk

solid maupun liquid di udara dengan ukuran diameter partikel sekitar 0,005 μm hingga 100 μm meskipun yang dalam bentuk suspensi secara umum kurang dari 40μm (1μm = 1 mikron meter=10-4cm). Partikulat yang berukuran 2–40 mikron tidak bertahan terus di udara dan akan segera mengendap. Partikulat yang

tersuspensi secara permanen di udara juga mempunyai kecepatan pengendapan,

tetapi partikulat-partikulat tersebut tetap di udara karena gerakan udara.

Partikulat di udara tidak hanya dihasilkan dari emisi langsung berupa partikulat,

tetapi juga dari emisi gas-gas tertentu yang mengalami kondensasi dan

membentuk partikulat, sehingga ada partikulat primer dan sekunder. Partikulat

primer adalah partikel yang langsung diemisikan berbentuk partikulat, sedangkan

partikel sekunder adalah partikel yang terbentuk di atmosfer (Nurhayati, 2000).

Beberapa istilah yang digunakan untuk menjelaskan partikulat, yakni:

a. Dust (debu): Debu berukuran antara 1-104 μ m. Merupakan partikel padat, berukuran kecil, berasal dari pecahan massa yang lebih besar, terjadi melalui

proses penghancuran, pengasahan, peledakan pada proses atau penanganan

material seperti semen, batubara.

b. Fumu (Uap): Diameter partikel uap antara 0,03 hingga 0,3 μm. Merupakan partikel padatan dan halus sering berupa oksida logam, berbentuk melalui

kondensasi uap materi padatan dari proses sublimasi, ataupun pelelehan

9

c. Mist (kabut): Mist memiliki diameter kurang dari 10 μm. Merupakan partikel cair berasal dari proses kondensasi uap air, umumnya tersuspensi dalam

atmosfer atau berada dekat dengan permukaan tanah.

d. Fog (kabut): Fog adalah mist bila konsentrasi mist cukup tinggi sehingga menghalangi pandangan.

e. Fly ash(abu terbang):Fly ashmemiliki diameter antara 1 sampai 103μm. Abu terbang merupakan partikel yang tidak terbakar pada proses pembakaran,

terbentuk pada proses pembakaran batubara. Fly ash umumnya terdiri dari

material dan logam anorganik.

f. Spray(uap). Uap memiliki range diameter antara 10 sampai 103μm (Wardhana, 2004)

B. Sensor Inframerah

Inframerah adalah radiasi elektromagnetik dari panjang gelombang lebih panjang

dari cahaya tampak. Radiasi inframerah memiliki jangkauan tiga "order" dan

memiliki panjang gelombang antara 700 nm dan 1 mm. Inframerah ditemukan

secara tidak sengaja oleh Sir William Herschell, astronom kerajaan Inggris ketika

ia sedang mengadakan penelitian mencari bahan penyaring optik yang akan

digunakan untuk mengurangi kecerahan gambar matahari dalam tata surya

teleskop (Nurachmandani, 2009).

Sinar inframerah yang dipancarkan oleh pemancar inframerah tentunya

10

baik pada penerima. Oleh karena itu baik di pengirim inframerah maupun

penerima inframerah harus mempunyai aturan yang sama dalam mentransmisikan

(bagian pengirim) dan menerima sinyal tersebut kemudian mendekodekannya

kembali menjadi data biner (bagian penerima). Komponen yang dapat menerima

inframerah ini merupakan komponen yang peka cahaya yang dapat berupa dioda

(photodioda) atau transistor (phototransistor). Komponen ini akan merubah

energi cahaya, dalam hal ini energi cahaya inframerah, menjadi pulsa-pulsa sinyal

listrik. Komponen ini harus mampu mengumpulkan sinyal inframerah sebanyak

mungkin sehingga pulsa-pulsa sinyal listrik yang dihasilkan kualitasnya cukup

baik. Berikut adalah bentuk sensor inframerah dan simbol seperti pada gambar

2.1.

Gambar 2.1 Inframerah

11

Karakteristik dari sensor inframerah adalah sebagai berikut:

1. tidak dapat dilihat oleh manusia

2. tidak dapat menembus materi yang tidak tembus pandang

3. dapat ditimbulkan oleh komponen yang menghasilkan panas

4. panjang gelombang pada inframerah memiliki hubungan yang berlawanan atau

berbanding terbalik dengan suhu. Ketika suhu mengalami kenaikan, maka

panjang gelombang mengalami (Tim Penyusun, 1982).

LED inframerah adalah dioda yang dapat memancarkan cahaya dengan panjang

gelombang lebih panjang dari cahaya yang dapat dilihat, tetapi lebih pendek dari

gelombang radio apabila LED Inframerah tersebut dilalui arus. Simbol dan bentuk

fisik dari LED Inframerah seperti pada gambar 2.3 berikut (Alfan, 2010).

Gambar 2.3 LED Inframerah

Cahaya LED timbul sebagai akibat penggabungan elektron dan hole pada

persambungan antara dua jenis semikonduktor dimana setiap penggabungan

disertaidengan pelepasan energi. Pada penggunaannya LED inframerah dapat

diaktifkan dengan tegangan DC untuk transmisi atau sensor jarak dekat, dan

dengan tegangan AC (3040 KHz) untuk transmisi atau sensor jarak jauh.

Ketentuan ukuran arus dan tegangan ditinjau dari segi karakteristik led itu sendiri

12

dipakai biasanya kisaran 3 volt dengan arus orde mili ampere dan ada juga lebih

tinggi dari itu.Common anodamerupakan pin yang terhubung dengan semua kaki

anoda. Kaki anoda dihubungkan dengan tegangan Vcc. Common anoda sering

disebut dengan istilah aktif low.Common katoda merupakan pin yang terhubung

dengan semua kaki katoda. Kaki katoda dihubungkan dengan ground. Common

katodabiasanya sering disebut dengan istilah aktifhigh(Melati, 2011).

Dokumen terkait