• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Kandungan Kimia Tumbuhan

2.2.3 Senyawa fenolik

Senyawa fenol meliputi aneka ragam senyawa yang berasal dari tumbuhan, yang mengandung satu atau lebih gugus hidroksil yang terikat pada cincin aromatik. Zat ini berperan dalam memberi warna pada tumbuhan. Senyawa fenol cenderung larut dalam air karena umumnya berikatan dengan gula sebagai glikosida dan biasanya terdapat pada vakuola sel (Sitorus, 2010).

Uji kualitatif senyawa fenol dapat dilakukan dengan menggunakan pereaksi FeCl3 (Harborne, 1987 dan Sitorus, 2010). Bila terbentuk warna biru ungu kehitaman maka uji positif terhadap senyawa fenolik.

14

2.2.4 Flavonoid

Flavonoid merupakan suatu senyawa terbesar di alam dan merupakan kelompok senyawa fenol. Senyawa ini memiliki kerangka dasar yang terdiri atas 15 atom karbon. Markham (1988) menyatakan bahwa golongan flavonoid dapat digambarkan sebagai deretan senyawa C6-C3-C6 yang berarti bahwa kerangka karbonnya terdiri atas dua gugus C6 (cincin benzena tersubtitusi) disambungkan oleh rantai alifatik tiga-karbon (rantai propana).

Flavonoid yang terdapat di alam dapat berupa flavonoid glikosida dan aglikon, namun sebagian besar ditemukan dalam bentuk glikosida. Flavonoid aglikon merupakan flavonoid yang tidak mengikat gula dan bersifat kurang polar sehingga lebih mudah larut dalam pelarut eter atau kloroform. Sedangkan flavonoid glikosida pada umumnya mudah larut dalam air atau campuran pelarut yang polar karena adanya pengaruh gula yang terikat pada inti flavonoid. Ikatan glikosida dapat terbentuk apabila gugus hidroksil dari alkohol diadisi oleh gugus karbonil dari gula (Harborne, 1987).

Flavonoid memiliki mekanisme kerja hampir sama dengan senyawa fenolik lain seperti tanin dalam menghambat pertumbuhan bakteri. Mekanisme yang dilakukan yaitu dengan cara inaktivasi protein (enzim) pada membran sel bakteri (Cowan, 1999). Adanya inaktivasi ini mengakibatkan struktur protein menjadi rusak sehingga dinding sel dan membran sitoplasma tidak stabil. Ketidakstabilan tersebut menyebabkan fungsi permeabilitas selektif, fungsi

15

terganggu, yang berakibat pada hilangnya makromolekul dan ion dari sel, sehingga sel bakteri menjadi kehilangan bentuk dan terjadi lisis (Cowan, 1999).

Uji fitokimia flavonoid dilakukan dengan test Wilstatter, Bate Smith-Metcalfe, dan reaksi menggunakan NaOH 0,1M (Harborne, 1987). Test Wilstatter dapat dilakukan dengan penambahan HCl pekat dan 2-3 potong kecil logam Mg atau serbuk Mg, Reaksi positif apabila memberikan warna orange-merah. Test Bate Smith-Metcalfe dilakukan dengan penambahan HCl pekat dan pemanasan selama 15 menit diatas penangas air. Reaksi positif ditunjukkan oleh terbentuknya warna merah. Pengujian dengan NaOH 0,1 M, memberikan hasil positif yang ditandai dengan perubahan warna menjadi kuning.

2.2.5 Saponin

Saponin merupakan glikosida dari steroid, steroid alkaloid, atau steroid dengan suatu fungsi nitrogen maupun triterpenoid yang ditemukan pada tanaman. Saponin tersebar luas diantara tanaman tinggi yang memberikan rasa pahit menusuk, menyebabkan bersin dan sering mengakibatkan iritasi terhadap selaput lendir (Sitorus, 2010).

Senyawa saponin melakukan mekanisme penghambatan dengan cara membentuk senyawa kompleks dengan membran sel melalui ikatan hidrogen, sehingga dapat menghancurkan sifat permeabilitas dinding sel dan akhirnya dapat menimbulkan kematian sel (Cowan, 1999). Selain itu, Zahro dan Agustini (2013) melaporkan bahwa saponin mampu menurunkan tegangan permukaan dinding sel bakteri karena saponin memiliki sifat sama seperti surfaktan yang dapat menarik air dan melarutkan lemak pada dinding sel (Zahro dan Agustini, 2013). Apabila

16

tegangan permukaan dinding sel bakteri menurun, maka saponin membentuk kompleks dengan sterol menghasilkan single ion channel. Adanya single ion channel menyebabkan ketidakstabilan membran sel sehingga menghambat aktivitas enzim, terutama enzim-enzim yang berperan dalam transpor ion yang sangat berperan dalam kehidupan bakteri. Selain itu, penurunan tegangan permukaan juga menyebabkan hancurnya protein dinding sel sehingga bakteri mengalami lisis dan kematian (Zahro dan Agustini, 2013).

Keberadaan saponin dapat dideteksi berdasarkan kemampuanya membentuk busa atau uji busa. Suatu sampel ekstrak tumbuhan dapat dinyatakan positif saponin apabila sampel yang dilarutkan dalam air menimbulkan buih yang stabil ketika dikocok (Harbone, 1987).

2.3 Bakteri

Bakteri adalah mikroorganisme uniseluler yang tidak memiliki klorofil, sel bakteri mirip dengan sel tumbuhan atau hewan terdiri atas sitoplasma dan dinding sel (Pratiwi, 2008). Bakteri berkembang biak dengan cara pembelahan diri yang hanya dapat dilihat menggunakan mikroskop. Berdasarkan pewarnaan Gram, bakteri dibedakan menjadi bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif. Prosedur pewarnaan Gram ditemukan oleh ilmuwan Denmark bernama Christian Gram dan merupakan prosedur penting dalam klasifikasi bakteri. (Jawetz et al., 1995). Bakteri Gram positif adalah bakteri yang mempertahankan zat warna kristal violet pada proses pewarnaan gram sehingga berwarna ungu di bawah

17

mampu mempertahankan warna kristal violet pada dinding selnya saat perwarnaan gram dilakukan (Jawetzet al., 1995).

Perbedaan bakteri Gram positif dan negatif didasarkan pada perbedaan struktur dinding. Secara umum perbedaan bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif dapat dilihat dari beberapa karakteristik dan sifat seperti yang tersedia pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1

Perbedaan Bakteri Gram Negatif dan Bakteri Gram Positif Sifat Bakteri Gram

Positif Bakteri Gram Negatif Dinding sel : Lapisan Peptidoglikan Kadar Lipid Lebih tebal 1 – 4% Lebih tipis 11 – 22% Toksin yang dibentuk Eksotoksin Endotoksin Sifat tahan asam Ada yang tahan asam Tidak tahan

asam Sensitifitas terhadap antibiotik Sensitif terhadap

penisilin

Sensitif terhadap streptomisin Sensitifitas terhadap senyawa

alkali

Resisten terhadap senyawa alkali

Sensitif terhadap alkali Kelarutannya oleh 1% KOH Tidak larut oleh 1%

KOH

Larut oleh 1% KOH

Sumber: Pelczar dan Chan, 2010

Selain itu, penggolongan kedua jenis bakteri ini dapat dijelaskan dengan menggunakan dua teori yaitu Teori Salton dan Teori Permeabilitas Sel (Pelczar dan Chan, 2010).

a) Teori Salton

Teori ini menjelaskan perbedaan bakteri Gram positif dan Gram negatif berdasarkan kadar lipid yang terkandung dalam dinding sel nya. Pada bakteri gram negatif dinding sel tersusun oleh kandungan lipid tinggi (20%). Zat lipid ini

18

larut selama pencucian dengan alkohol. Pori–pori pada dinding sel membesar, sehingga zat warna yang sudah diserap mudah dilepaskan dan bakteri menjadi tidak berwarna. Bakteri Gram positif mengalami denaturasi protein pada dinding selnya oleh pencucian dengan alkohol. Protein menjadi keras dan beku serta pori-pori mengecil sehingga kompleks ungu kristal iodium dipertahankan dan sel bakteri tetap berwarna ungu. Bila dinding sel dilarutkan dengan lisosim maka terbentuklah protoplasma. Sel melepaskan kompleks ungu kristal iodium setelah dicuci dengan alkohol. Jadi dinding sel menahan keluarnya zat warna ungu. Teori inilah yang dapat menjelaskan alasan bakteri Gram positif dapat mempertahankan warna ungu dengan uji menggunakan iodium (Pelczar dan Chan, 2010).

b) Permeabilitas dinding sel

Teori ini menjelaskan perbedaan kedua jenis bakteri menjadi Gram positif dan Gram negatif berdasarkan tebal tipisnya lapisan peptidoglikan dalam dinding sel. Bakteri Gram positif mempunyai susunan dinding sel yang kompak dengan lapisan peptidoglikan yang terdiri dari 30 lapisan. Peptidoglikan adalah komponen utama dinding sel bakteri yang bersifat kaku dan bertanggungjawab untuk menjaga integritas sel serta menentukan bentuknya. Tebalnya lapisan peptidoglikan tersebut menyebabkan permeabilitas kurang dan komplek ungu kristal iodium tidak dapat keluar sel. Bakteri gram negatif mempunyai lapisan peptidoglikan yang tipis, hanya 1-2 lapisan dan susunan dinding sel tidak kompak. Tipisnya lapisan tersebut menyebabkan permeabilitas dinding sel lebih besar,

19

Dokumen terkait