• Tidak ada hasil yang ditemukan

Humus CO2 D e k o m p o s Dekompos CO2 Dekompos Respirasi

biomassa hidup, meliputi komponen bagian atas dan bagian bawah (akar), pohon, palma, tumbuhan herba (rumput dan tumbuhan bawah), semak dan paku-pakuan. Biomassa mati meliputi serasah halus, sisa kayu kasar, tanah termasuk mineral, lapisan organik dan gambut. Namun untuk mengukur keseluruhan mengalami banyak kendala dan biaya yang sangat besar serta beberapa komponen gudang karbon dalam vegetasi perubahan C-stock sangat kecil sehingga tidak perlu diukur. IPCC (2003) merekomendasikan gudang karbon utama yang dapat diperhitungkan untuk kegiatan proyek karbon yakni biomassa di atas permukaan tanah (above ground biomass), biomassa di bawah permukaan tanah (below ground biomass), serasah, kayu-kayu mati dan karbon tanah.

Pengukuran biomassa vegetasi dapat memberikan informasi tentang karbon dalam vegetasi secara keseluruhan, atau jumlah bagian-bagian tertentu seperti kayu yang sudah diekstrasi. Metode pendugaan biomassa diatas permukaan tanah secara garis besar dikelompokkan menjadi dua (Chapman, 1976), yaitu:

1. Metode pemanenan (destruktif)

a) Metode pemanenan individu tanaman, metode ini digunakan pada kerapatan tanaman individu tumbuhan cukup rendah dan komunitas tumbuhan dengan jumlah yang sedikit. Nilai total biomassa dengan metode ini diperoleh dengan menjumlahkan biomassa seluruh individu dalam suatu unit area contoh.

b) Metode pemanenan kuadrat, metode ini megharuskan menanam semua individu dalam suatu unit area contoh dan menimbangnya. Nilai total biomassa diperoleh dengan mengkonversi berat bahan organik yang dipanen dalam suatu unit area.

c) Metode pemanenan individu pohon yang mempunyai luas bidang dasar (Lbds), metode ini biasanya diterapkan pada tegakan yang memiliki ukuran individu seragam. Nilai total biomassa diperoleh denga n menggandakan nilai berat rata-rata dari pohon contoh yang ditebang dengan jumlah individu pohon dalam suatu unit area dengan jumlah luas bidang dasar dari semua pohon. 2. Metode pendugaan tidak langsung (non-destruktif)

a) Metode hubungan alometrik, metode ini didasari pada persamaan alometrik dengan mencari korelasi paling baik antara dimensi pohon (diameter dan tinggi) dengan biomassanya. Sebelum pembuatan persamaan, pohon-pohon

yang mewakili sebaran kelas diameter ditebang dan ditimbang. Nilai total biomassa diperoleh dengan menjumlahkan semua berat individu pohon dalam suatu unit area.

b) Crop meter, metode pendugaan biomassa ini dilakukan dengan cara menggunakan peralatan elektroda listrik.

Brown (1997) mengemukakan ada dua pendekatan yang digunakan untuk menduga biomassa dari pohon, yakni pertama berdasarkan pendugaan volume kulit sampai batang bebas cabang yang kemudian diubah menjadi kerapatan biomassa (ton/ha), sedangkan pendekatan kedua secara langsung dengan menggunakan persamaan regresi biomassa. Pendugaan biomassa pada pendekatan pertama menggunakan persamaan :

Biomassa di atas tanah (ton/ha) = VOB X WD X BEF (Brown et al. 1989) dimana :

VOB = Volume batang bebas cabang dengan kulit (m3/ha)

WD = Kerapatan kayu (biomassa kering oven (ton) dibagi volume biomassa inventarisasi (m3)

BEF = Perbandingan total biomassa pohon kering oven di atas tanah dengan biomassa kering oven hasil inventarisasi hutan.

Pendugaan biomassa dengan pendekatan kedua menggunakan persamaan : Biomassa di atas tanah Y = aDb

dimana :

Y = biomassa pohon (kg)

D = diameter setinggi dada (130 cm), a dan b merupakan konstanta. Ketterings et al. (2001) mengemukakan model pengukuran biomassa hutan campuran sekunder seperti yang dilakukan di hutan Sepunggur Jambi, dengan memasukkan peubah berat jenis ke dalam persamaan : B = 0,11 x ? x D 2,62

dimana :

D = diameter setinggi dada (130 cm)

ρ = massa jenis pohon (kg/m3) B = biomassa (kg/pohon)

Beberapa ahli mengembangkan pendugaan biomassa hubungan alometrik dengan membangun hubungan diameter (dbh) pohon dengan tinggi pohon

(MacDicken et al. 1997; Ketterings et al. 1999; Hairiah et al. 2001). Menurut Brown (1997) analisis dimensional (dbh dan tinggi) suatu pohon telah terbukti dan mampu menjelaskan lebih dari 95% variasi biomassa pohon.

Lebih lanjut Whitmore (1985) mengemukakan bahwa kandungan biomassa (berat kering) dari hutan berbeda-beda tergantung dari tipe hutan, kesuburan tanah, tempat tumbuh, dan bagian-bagian biomassa pohon. Pada bagian berat batang lebih besar daripada berat akar, berat cabang dan berat daun, meskipun demikian bagian-bagian tersebut sangat penting dalam inventarisasi hara, dan kandungan hara pada bagian batang cenderung mendominasi semua komponen di dalam hutan.

Pendugaan biomassa juga dapat dilakukan dengan pendekatan volume kayu berdiri mulai dari volume tunggak, batang utama, bebas cabang atau cabang beraturan dan volume total batang dengan mengalikan volume tiap-tiap bagian ini dengan kerapatan kayu. Model matematik merupakan sala h satu jenis model yang banyak digunakan pada tanaman. Model ini dicirikan oleh persamaan matematik yang terdiri dari peubah dan parameter serta adanya korespondensi (fungsi) antar peubah. Penerapan model matematik telah lama dikembangkan dalam studi tanaman berkaitan untuk mendapatkan informasi kuantitatif dan peningkatan kompleksitas pertanaman seperti akibat pemanasan global dan penerapan agroforestri. Brown (1997); Ketterings et al. (2001) dan Rusolono (2006) telah mengembangkan model penduga biomassa dan karbon dari persamaan taper dan persamaan regresi alometrik dengan membangun hubungan biomassa sebagai fungsi dari dimensi pohon, yaitu B = f (Dbh,h).

Para ahli ekologi dan kehutanan mengasumsikan bahwa cadangan karbon dalam pohon diperkirakan 40–50% dari total biomassa, sehingga pendugaan karbon terutama dalam kegiatan pengukuran dan monitoring perdagangan karbon menggunakan asumsi bahwa 50% dari total biomassa adalah karbon (Brown, 1997). Pendekatan lain dalam pengukuran karbon adalah dengan proses karbonisasi atau pengabuan, untuk mendapatkan karbon terikat.

Simpanan Karbon melalui Praktek hutan Rakyat

Pandey (2002) mengemukakan bahwa pengelolaan tegakan dalam hutan rakyat, agroforestri, dan pohon-pohon di luar kawasan hutan berpotensi dapat mengurangi emisi gas rumah kaca. Namun demikian studi yang berkaitan dengan potensi serapan karbon lewat agroforestri masih dangat minim. Dua alasan pokok yang dikemukakan oleh Nair (2002), yaitu: (1) wilayah yang berbeda-beda dari sistem agroforestri tidak banyak diketahui, dan (2) gambaran menyeluruh tentang kemampuan penyimpanan dan dinamika karbon pada sistem hutan rakyat atau agroforestri yang beragam belum ditemukan.

Dixon (1995) dalam Rusolono (2006), mengemukakan dua alasan utama mengapa agroforestri potensial untuk mengurangi emisi karbon, yaitu: (1) banyaknyalahan di daerah tropis yang digunakan untuk praktek pertanian dan meningkatnya penggunaan agroforestri dalam waktu yang panjang akan menghasilkan peningkatan yang nyata dalam penyerapan karbon; (2) meskipun jumlah karbon yang diserap per satuan luas lebih rendah dibandingkan dengan hutan alam atau hutan tanaman, namun kayu yang diproduksi sering dipakai untuk kayu bakar menggantikan bahan bakar fosil. Penggunaan kayu dari hasil hutan rakyat unt uk kayu bakar akan mengurangi tekanan penebangan di hutan alam. Umumnya tegakan penyusun hutan rakyat relatif masih berumur muda, sehingga kemampuan menyerap karbon jauh lebih besar dan sangat cepat, dibandingkan dengan tegakan di hutan alam yang sudah berumut tua.

Bila pengelolaan hutan rakyat diartikan sebagai penanaman pohon berkayu atau kayu bakar, sistem pengendali angin dan kebun kayu, besar kemungkinan pohon-pohon dalam hutan rakyat berpotensi dalam menyerap karbon atau pengganti emisi dari bahan bakar fosil. Apabila sistem ini dikelolah secara lestari, maka penyerapan karbon bisa dipertahankan selama mungkin. Jumlah karbon yang dapat diserap besarnya tergantung pada sistem agroforestri yang dilakukan, struktur dan fungsi yang ada serta secara luas ditentukan oleh faktor- faktor lingkungan, sosial ekonomi dan faktor lainnya seperti pemilihan jenis pohon dan sistem pengelolaannya (Dixon, 1995).

Tinjauan Umum tentang kayu cempaka (Elmerrillia spp)

Cempaka Elmerrillia ovalis (Miq.) Dandy dan wasian Elmerrillia celebica

Dandy, termasuk Magnoliaceae. Biasanya di Indonesia dan Malaysia kayu

Elmerrillia diperdagangkan secara bersama-sama dalam kategori dari Michelia

spp, dan Magnolia spp. Di Indonesia cempaka dikenal dengan nama cempaka, cempaka hutan, di Malaysia chempaka. Beberapa nama daerah antara lain: minjaran (Sumatra), arimot (Biak), cempaka hutan kasar (Sulawesi), dan cempaka hutan alus atau wasian (Sulawesi Utara). Jenis wasian ini lebih merupakan jenis endemik dan hanya ditemukan dan bertumbuh di Sulawesi Utara.

Asal-usul dan distribusi geografis. Elmerrillia memiliki 4 spesies yang ditemukan di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan Filipina. Dua spesies bersal dari Filipina, spesies ketiga (E. celebica) hanya di Sulawesi Utara, dan spesies keempat berada di Sumatra.

Kegunaan. Kayu cempaka telah diperdagangkan sejak lama baik dalam bentuk kayu bulat, kayu gergajian dan konstruksi jadi seperti furniture, lemari, pintu, jendela maupun rumah jadi, perahu, panel, alat olahraga, musik kolintang den plywood. Di Minahasa jenis kayu ini banyak digunakan terutama bahan baku industri rumah panggung (rumah adat).

Produksi dan perdagangan. Kayu Elmerrillia banyak diperdagangkan dan memiliki kualitas yang baik dan permintaan akan kayu tersebut terutama dalam bentuk rumah jadi sangat tinggi dan telah memasuki pasaran eksport ke eropa. Begutu juga permintaan baik domestik maupun eksport sangat tinggi. Harga kayu lokal di Minahasa jenis cempaka Rp. 2,7 juta/m3 dan jenis wasian Rp. 3,3 juta/m3.

Sifat-sifat. Jenis cempaka termasuk dalam kelas awet II dan kelas kuat III dengan berat jenis 0,41-0,61, kerapatan kayu 400 – 500 kg/m3, sedangkan untuk wasian memiliki kualitas kayu yang lebih baik sehingga nilai kayu jenis wasian lebih tinggi. Wasian termasuk dalam kelas awet dan kelas kuat II dengan berat jenis pada bagian batang hingga batang beraturan 0,52 – 0,73, kerapatan kayu 500 – 650 kg/m3 (hasil studi ini dalam kisaran umur 10 – 15 tahun dengan diameter 30 – 50 cm). Komposisi kayu Elmerrillia secara umum terdiri atas 65,5-79,5 holoselulosa, 24,3-27,5 lignin, 6,7-17% pentosan dan 0,1-0,3% abu. Nilai susut dalam berat kering oven untuk cempaka 45-55% dan wasian 35-46%.

Deskripsi biometrik. Dalam habitatnya di hutan alam di Minahasa, untuk cempaka ukuran maksimum, pada pohon selalu hijau tinggi 45 m, diameter 150- 200 cm, kadang-kadang dijumpai berukuran agak pendek dan bercabang banyak, batang berwarna agak abu-abu kecoklatan, kayu berwarna putih kekuning- kuningan, daun berbentuk seperti spiral, 7-36 x 4-16 cm. Jenis wasian pada habitat aslinya memiliki ukuran maksimum tinggi 60 m, diameter 150-250 cm. Umumnya berbentuk bulat lurus batang berwarna agak abu-abu, kayu berwarna agak kekuning-kuningan, daun berbentuk agak spiral memanjang pada bagian belakang daun (punggung) nampak lapisan lignin seperti lilin keputih-putihan, ukuran 10- 46 cm x 4-15 cm.

Pertumbuhan dan pengembangan. Pada percobaan penanaman di areal hutan rakyat yang kaya hara jenis Elmerrillia pada umur 6-7 tahun memiliki tinggi 15-20 m dan diameter 15-25 cm setelah penanaman (MAI 2-3 cm, dengan tinggi bebas cabang 8-10 m.

Ecology. Elmerrillia spp merupakan tumbuhan utama (endemik) maupun kedua pada hutan hujan tropis, mulai dari hutan dataran rendah sampai hutan pegunungan sampai 2000 m dpl khususnya di Sulawesi Utara dan tumbuh subur pada tanah jenis vulkanik.

Silvikultur dan pengelolaan. Secara lokal khusus di Minahasa, cempaka dan wasian merupakan jenis paling penting dan dominan baik di hutan alam meupun di hutan rakyat, baik yang tumbuh alami maupun ditanam. Pada hampir setiap seperti di Gunung Klabat dan Minahasa bagian selatan untuk pohon dbh > 20 yang ditemukan, sekitar 20% nya adalah jenis cempaka dan wasian. Pergantian tanaman umumya berlangsung secara alami, sekitar 30 permudaan cempaka dan wasian ditemukan setiap tahunnya dalam luasan 20 ha.

Pemanenan dan hasil. Pemanenan umumnya bersifat selektif tebang pilih dan tanam baik di hutan alam maupun di hutan rakyat. Pemanenan dilakukan bila kayu telah memiliki harga jual umumnya pada umur 30-40 tahun, dbh 60–100 cm, bila keperluan untuk konsumsi sendiri panen biasanya pada umur 25-30 tahun dbh 50-60 cm. Produksi rata-rata per tahunnya adalah volume 65m3/ha. Kayu

Elmerrillia sp dalam 30 tahun terakhir memiliki prospek yang cukup baik dan

Penelitian lapangan dilaksanakan di lahan milik pada dua lokasi di desa Masarang Tondano yang mewakili pola tegakan murni, dan di Tareran yang mewakili pola tegakan kebun campuran. Kedua lokasi berada di Kabupaten Minahasa Sulawesi Utara. Jenis pohon yang dijadikan bahan penelitian adalah jenis pohon dominan yang di tanam oleh petani. Selanjutnya analisis biomassa dan kadar karbon dilakukan di Laboratorium Dasar Universitas Sam Ratulangi Manado. Sedangkan analisis tekstur tanah dan kandungan karbon tanah dilaksanakan di Laboratorium Kimia Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sam Ratulangi Manado. Penelitian berlangsung dari bula n Mei 2005 – Agustus 2006.

Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati dalam penelitian ini terdiri dari kelompok peubah vegetasi, serasah, dan peubah lingkungan.

Kelompok Peubah Vegetasi

Kelompok vegetasi yang diambil sebagai sampel adalah jenis pohon yang dominan di tanam di areal hutan rakyat seperti jenis pohon cempaka dan wasian (Elmerrillia ovalis dan Elmerrillia celebica), kemudian diukur dan diamati dengan kriteria sebagai berikut :

a. Pohon, yakni semua tumbuhan berkayu yang memiliki diameter setinggi dada >2 cm. Peubah vegetasi berupa pohon yang diamati terdiri dari :

(1) Nama jenis, jumlah individu, diameter, tinggi, basal dan luas tajuk

(2) Untuk pohon yang terpilih sebagai contoh uji untuk penduga biomassa dan kandungan karbon pohon, peubah yang diukur di lapangan adalah nama jenis, diameter, tinggi pohon, luas tajuk, dan berat basah berdasarkan bagian-bagian pohon (akar, batang, cabang, ranting, daun, buah dan kulit). Sedangkan di laboratorium peubah yang diukur adalah berat kering oven, berat jenis, kadar air dan kadar karbon berdasarkan bagian-bagiannya. b. Tumbuhan bawah, terdiri atas tumbuhan berkayu (diameter <2 cm) dan

Sedangkan di laboratorium yang diukur adalah berat kering oven dan kadar karbon. Pengukuran semua peubah tersebut diklasifikasikan berdasarkan bagian-bagiannya.

Kelompok Peubah Serasah dan Nekromassa

Peubah serasah diklasifikasikan menjadi serasah batang, cabang, ranting, dan jatuhan daun, dan kayu mati. Peubah serasah yang diukur di lapangan adalah berat basah dan yang diukur di laboratorium adalah berat kering oven.

Kelompok Peubah Akar

Peubah akar yang diukur adalah bagian akar pohon. Peubah akar pohon yang diukur di lapangan adalah berat basah, diameter, panjang, dan basal. Sedangkan yang diukur di laboratorium adalah berat kering oven, berat jenis, kadar air dan kadar karbon.

Kelompok Peubah Lingkungan (tanah)

Peubah lingkungan yang diamati adalah tekstur tanah, karbon tanah, pH tanah, kedalaman solum. Sedangkan curah hujan, jenis tanah, iklim, kelerengan, dan elevasi merupakan data sekunder dari stasiun klimatologi setempat.

Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam pendugaan biomassa pohon adalah: haga hypsometer, pita ukur, meteran, timbangan kasar, chainsaw, plastik ukuran: 0,25 kg, 0,5 kg, 1 kg dan 2 kg, parang, kompas, GPS, alat untuk memangkas daun (pruning saw), oven, dan kalkulator.

Alat dan bahan yang digunakan dalam pendugaan tekstur dan karbon tanah adalah: gelas piala 800 ml, penyaring berkefeld, ayakan 50 mikron, silinder 50 ml, pipet 20 ml, pinggan aluminium, dispenser 50 ml, gelas ukur 200 ml, stop watch,

oven berkipas, pemanas listrik, H2O2 30% dan 10%, HCl 2 N, larutan Na4P2O7 4%,

botol kocok 100ml, asam sulfat pekat, kalium dikromat 1 N, dan larutan standar 5000 ppm C.

Alat dan bahan yang digunakan untuk menentukan faktor lingkungan yang mempengaruhi potensi karbon pada tegakan adalah hand refractometer, bor tanah, ring tanah, analisa karbon tanah, pipet dan hidrometer.

Alat dan bahan yang digunakan untuk analisis karbon adalah: cawan porselen, tanur, eksikator dan alat timbangan.

Prosedur Penelitian di Lapangan Analisis Vegetasi

Untuk mendapatkan gambaran lengkap pola karakteristik tegakan hutan rakyat, dibuat petak ukur berbentuk jalur dengan lebar 10 m dan panjang untuk setiap kelipatan jarak 10 m disetiap pemilikanlahan yang dipilih dilakukan secara sensus terhadap seluruh vegetasi yang ada atau sesuai kondisi lahan yang diambil secara purposive sampling. Sebanyak 30 petak ukur yang dibuat pada lahan yang dianggap mewakili sebaran diameter dan umur tegakan dominan pada hutan rakyat. Petak ukur dibuat tegak lurus dengan garis kountur dengan menggunakan kompas. Pengumpulan data dilakukan secara sensus data tegakan, nekromassa, tumbuhan bawah dan serasah. Untuk tanaman kayu-kayuan, tanaman buah-buahan dan tanaman perkebunan dicatat nama jenis nya.

Pengambilan Contoh Vegetasi

Pengambilan contoh vegetasi dilakukan dengan metode acak purposif

(sampling purposif) dengan menggunakan petak contoh berupa bujur sangkar

dengan dua ukuran. Bagian petak contoh yang besar berukuran 10 m x 10 m untuk vegetasi yang berupa pohon, dan bagian petak contoh yang kecil berukuran 2 m x 2 m untuk tumbuhan bawah yang diletakan secara nested sampling, yakni ditempatkan di dalam petak contoh untuk pohon, sesuai dengan prosedur JICA (Heryanto et al. 2002). Penempatan petak contoh di lapangan dilakukan secara

systematic sampling with random start dengan jarak antara petak contoh pohon

yang satu dengan yang berikutnya relatif sama. Petak contoh yang berukuran 2 m x 2 m untuk tumbuhan bawah juga akan digunakan sebagai petak contoh untuk serasah dan tanah. Sebanyak 30 pohon contoh di pilih kemudian di tebang. Desain plot penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Disain plot penelitian untuk analisis vegetasi berupa pohon (P1–P10;

10 m x 10 m) dan tumbuhan bawah (a dan b; 2 m x 2 m) Teknik Penarikan Contoh Vegetasi (Destruktif)

Penentuan jumlah pohon contoh dari jenis dominan yang ditebang dilakukan dengan metode acak berlapis berdasarkan kelas diameter pohon sebagai lapisan (stratum) sesuai dengan analisis vegetasi. Untuk menentukan jumlah pohon yang ditebang dalam setiap lapisan (kelas diameter) digunakan rumus :

Nh

nh = x n

N dimana : - nh = pohon contoh terpilih dalam lapisan ke-h

- Nh = jumlah pohon dalam lapisan ke-h

- n = jumlah pohon contoh

- N = jumlah pohon dalam populasi

Pohon contoh yang terpilih kemudian ditebang, selanjutnya dipisahkan berdasarkan bagian-bagian pohon akar, batang, cabang, ranting, daun, bunga dan buah. Batang pohon dan cabang yang panjang akan dibuat beberapa sortimen dengan ukuran 100 – 200 cm. Setelah menjadi sortimen dilakukan pengukuran diameter pangkal, diameter ujung dan panjang segmen. Setelah itu dibersihkan dan ditimbang. Berat batang, cabang, dan ranting pada setiap sortimen dinyatakan sebagai berat biomassa batang, cabang, dan ranting. Demikian juga halnya dengan sampel daun setelah dipisahkan dari cabang dan ranting, kemudian dibersihkan, lalu ditimbang beratnya dan dinyatakan sebagai biomassa daun. Pengambilan sampel untuk cabang, ranting, daun, bunga dan buah secara komposit. Biomassa total setiap pohon adalah total biomassa setiap sortimen dari pohon tersebut. Setelah penimbangan, setiap bagian pohon diambil contohnya sebanyak 250 gram dan dimasukkan ke dalam paper bag dan diberi kode, untuk dianalisa di laboratorium. P 1 a b P 2 a b P 3 a b P 4 a b P 5 a b 10 m P 6 a b P 7 a b P 8 a b P 9 a b P 10 a b 10 m

Penentuan Tinggi dan Dbh pohon, Diameter dan Tinggi Tajuk, dan Basal Tinggi pohon ditentukan dengan menggunakan haga hypsometer, berdasarkan jarak terpendek antara suatu titik dengan titik proyeksinya pada bidang datar atau bidang horizontalnya. Tinggi yang diukur adalah tinggi total dan tinggi bebas cabang.

Diameter pohon merupakan panjang garis lurus yang menghubungkan dua titik pada garis lingkaran luar pohon dan melalui titik pusat penampang melintang suatu pohon. Diameter yang diukur adalah diameter setinggi dada yaitu diameter pada ketinggian sekitar 1,3 m. Selang kelas diameter yang digunakan adalah 5 cm.

Diameter tajuk diukur dengan memproyeksikan tajuk pada permukaan tanah lalu diukur sisi panjang dan pendekmya melalui titik tengah batang pohon. Tinggi tajuk diukur dari permukaan tajuk sampai puncak tajuk dengan menggunakan alat spiegel.

Luas bidang dasar diukur dari penampang lintang batang pada dbh 1,3 m. Pengambilan contoh tumbuhan bawah dan serasah

Semua tumbuhan bawah dan serasah di atas permukaan tanah yang terletak di dalam petak contoh ukuran 2 m x 2 m (Gambar 4.) akan diambil dan ditimbang berdasarkan bagian-bagiannya untuk mengetahui berat basahnya. Selanjutnya diambil contoh uji sebanyak 250 gram berdasarkan bagian masing- masing dari tumbuhan bawah dan serasah dan dimasukkan kedalam plastik dan diberi kode untuk dianalisa di laboratorium.

Pengambilan Contoh Akar

Pengambilan contoh akar dilakukan dengan menggali tanah pada pohon contoh terpilih dengan kedalaman (isi) untuk panjang, lebar dan tinggi (plt) adalah 1m3 untuk ukuran pohon kecil hingga 3m3 untuk pohon ukuran besar. Penentuan jarak 1 – 3 m untuk penggalian dilakukan dengan terlebih dahulu membuat kotak bujur sangkar dengan panjang sisinya sama dengan diameter pada bagian pangkal batas pohon untuk ditebang umumnya 30 cm diatas permukaan tanah. Akar yang diambil untuk di potong meliputi bagian akar tunjang sampai bagian ujung akar pada diameter = 2 cm. Pengukuran dilapangan meliputi berat basah dan basal.

Pengambilan Contoh Tanah

Pengambilan contoh tanah dilakukan dengan mengacu pada prosedur JICA tentang pengukuran karbon tanah (Siregar et al. 2002). Contoh tanah diambil pada masing- masing petak contoh 2 m x 2 m setelah tumbuhan bawah dan serasah diambil, dengan menggunakan ring tanah yang berukuran tinggi 5 cm dan volume 100 ml. Pengambilan contoh tanah diambil sebanyak 4 lubang pada setiap lapisan tanah dengan ketebalan 5 cm sampai kedalaman yang memungkinkan. Cara pengambilan tanah adalah sebagai berikut :

Kedalaman tanah (cm) 0 5 10 20 30

Gambar 4. Pengambilan contoh tanah pada beberapa lapisan kedalaman tanah

Prosedur Penelitian di Laboratorium

Penentuan karakteristik sifat dasar bagian pohon, tumbuhan bawah, serasah, dan akar.

Persiapan Contoh Uji. Contoh uji dari (a) pohon yang dikelo mpokkan berdasarkan bagian akar, batang, cabang, ranting, daun, buah dan kulit, (b) tumbuhan bawah (batang berkayu dan daun), (c) serasah (daun, kayu busuk), sebagaimana yang sudah diambil dilapangan. Selanjutnya dari sampel 250 gram dibuat contoh uji di laboratorium, menjadi potongan contoh uji dipotong menjadi dua bagian atau lebih, sampai berbentuk serpihan dengan tebal 1 mm. Setelah itu dimasukkan ke dalam amplop, dengan terlebih dahulu menimbang berat amplop.

Penentuan Biomassa pohon dan Tumbuhan Bawah

Setiap sampel bagian tanaman yang sudah ditimbang dikeringkan dalam oven dengan suhu 850C selama 48 jam dan kemudian ditimbang untuk mengetahui berat keringnya. Setelah diketahui berat kering sampel, maka dapat dihitung nilai total berat kering sampel, atau biomassa dari masing- masing bagian pohon yang diukur dengan persamaan :

xTFW SFW

SDW

TDW = (JICA, 2002) dimana : TDW = Berat kering total (Kg)

SDW = Berat kering contoh, (gram) SFW = Berat basah contoh, (gram)

Dokumen terkait