• Tidak ada hasil yang ditemukan

5. Sifat agregat

2.2 Bahan Penyusun Beton .1 Semen .1 Semen

2.2.4 Bahan Tambahan .1 Umum .1 Umum

2.2.4.4 Jenis Admixture

2.2.4.4.1 Serat Baja ( Fiber Steel)

Serat baja yang digunakan pada penelitian ini adalah type Hooked yang didapat dari PT DEXTON.

lviii Gambar 2.9 Serat Baja (Fiber Steel)

Dari Penelitian Sukoyo (2010) tentang Penambahan fiber baja terhadap tegangan-regangan beton normal dan beton mutu tinggi didapat beberapa simpulan sebagai berikut. Pada beton nonfiber mutu f’c 24,67 MPa, grafik mendekati model Hognestad baik pra puncak maupun pasca puncak. Pada beton nonfiber mutu f’c 56,13 MPa, grafik pra puncak mendekati model Thorendfeldt, tetapi pada pascapuncak grafik terletak antara grafik usulan Thorendfeldt dan Popovic. Pada beton non fiber mutu f’c 68,94 MPa, grafik prapuncak mendekati model grafik Thorendfeldt, tetapi pada pascapuncak berada antara grafik usulan Thorend-feldt dan Hognestad.

Pada beton f’c 68,94 MPa fiber , grafik prapuncak mendekati model Ezeeldin, tetapi pasca puncak terjadi penyimpangan yang makin lama makin membesar. Penambahan fiber pada beton akan mengakibatkan tegangan puncak beton meningkat sebesar 0,27 %-3,54 % dan regangan puncak beton meningkat sebesar 0,94%-1,45 %. Secara umum penambahan fiber akan mening-katkan daktilitas beton bahkan beton tidak akan mengalami kehancuran total walau-pun regangannya terus bertambah.

lix Dari penelitian Sukoyo (2011) tentang penambahan serat baja terhadapt kuat tekan dan kuat tarik beton didapatkan kesimpulan. Penambahan fiber baja dengan kawat bendrat pada beton akan meningkatkan kuat tekan beton maksimum sebesar 4,72 % yaitu pada beton mutu normal ( 24, 67 MPa ). Penambahan fiber baja dengan kawat bendrat pada beton akan meningkatkan kuat tarik beton maksimum sebesar 12,14 % yaitu pada beton mutu normal ( 37,09 MPa ).

Pengaruh penambahan fiber pada beton mutu normal lebih signifikan dibandingkan pada beton mutu tinggi, disebabkan pada beton mutu tinggi water cement ratio-nya kecil, sehingga dengan adanya fiber baja, maka terjadipengurangan volume air untuk reaksi kimiawinya.

Dari penelitian Naaman dan Najm (1991) meneliti beton serat yang menggunakan baja. Penelitian ini mengenai pengujian pull out serat baja dengan mortar semen. Dengan menggunakan 3 bentuk serat yang berbeda (lurus, deform

dan berkait), penambahan additive seperti latex, fly ash dan microsilica. Serat-serat berkait dan deformed fibers memiliki pullout resistance lebih tinggi dibandingkan dengan serat yang rata atau lurus. Ini karena sumbangan mekanis dari serat berkait dan deformed fibers dalam hal pullout resistance bisa mencapai hingga seratus kali dari serat yang rata atau lurus.

Dari penelitian Soroushian dan Bayasi mengenai pengaruh perbedaan bentuk serat baja didalam beton yaitu lurus, bergelombang dan berkait dengan aspek rasio 60. Volume fiber yang digunakan 2 %.

lx Dari penelitian ini dapat disimpulkan serat baja bergelombang menghasilkan nilai slump yang lebih tinggi dibandingkan dengan serat baja yang lurus atau berkait. Pada aspek rasio 60, serat berkait menghasilkan kekuatan lentur yang paling baik. Serat berkait lebih efektif daripada serat lurus dan bergelombang pada kekuatan tekan.

Efek dari beton serat pada kekuatan tekan adalah relatif kecil dan jenis serat yang berbeda juga berlaku didalam hal ini. Menurut Soroushian dan Bayasi (1991) ada beberapa jenis fiber baja yang biasa digunakan :

1. Bentuk fiber baja (Steel Fiber Shapes) a) Lurus (straight)

b) Berkait (hooked)

c) Bergelombang (crimped) d) Double duo form

e) Ordinary duo form f) Bundel (paddled)

g) Kedua ujung ditekuk (enfarged ends) h) Tidak teratur (irregular)

i) Bergerigi (idented)

2. Penampang fiber baja (Steel fiber cross section) a) Lingkaran/kawat (round/wire)

b) Persegi / lembaran (rectangular / sheet)

c) Tidak teratur / bentuk dilelehkan (irregular / melt extract)

3. Fiber dilekatkan bersama dalam satu ikatan (fibers glued together into a bundle). Jenis dari fiber baja dapat dilihat pada gambar :

lxi Gambar 2.10 Berbagai tipe bentuk fiber baja

Menurut Surendra P Shah (1983) dengan konsentrasi serat sebanyak 2 % dari berat semen menghasilkan kekutan beton yang baik untuk beton mutu tinggi. Pada penelitian Balaguru dan Ramakrishnan (1988) menyelidiki perilaku serat baja pada beton. Serat baja yang memiliki panjang 50 mm dengan ujung– ujungnya yang ditekuk seperti kait. Sifat yang diselidiki adalah slump dan kandungan udara yang akan dibandingkan dengan beton normal. Dengan dua campuran semen yang akan

digunakan 611 lb/yd³ dan 799 lb/yd³ (363 kg/m³ dan 474 kg/m³) yang akan diselidiki. Kandungan semen yang lebih sedikit menggunakan air semen 0,4 menghasilkan beton yang mudah pengerjaanya. Kuat tekannya mencapai 6000 psi (41 MPa). Kandungan semen yang banyak menggunakan air semen 0,3 dan menghasilkan beton yang mempunyai kuat tekan 7000 Psi (48 MPa). Dari penelitian disimpulkan bahwa penambahan serat dapat mengurangi nilai slump

dan kandungan udara. Kecepatan runtuhnya slump lebih lambat dan hilangnya kandungan udara lebih cepat untuk beton serat.

lxii Dalam ACI Committee 544 (1993) telah dilaporkan bahwa untuk beton serat mutu tinggi mempunyai nilai slump yang sudah ditentukan yaitu antara 25 mm sampai 100 mm.

Balaguru, Narahari dan Patel (1992) meneliti tipe serat, panjang serat dan mutu beton. Macam serat yaitu berkait, bergelombang dan lurus. Panjang fiber 30, 50 dan 60 mm. Mutu beton yang digunakan adalah mutu normal dan mutu mutu tinggi (27 MPa dan 81 MPa). Disimpulkan bahwa serat berkait adalah sangat efektif didalam meningkatkan toughness. Adanya kandungan serat didalam beton menyebabkan beton dapat berperilaku ductile. Pada beton mutu tinggi menggunakan serat berkait dengan penambahan 0 – 30 kg/m³ memberikan hasil yang optimal. Untuk serat berkait, panjang dari serat-serat tersebut tidak mempengaruhi toughness yang berarti.

2.2.4.4.2 Mineral Admixture a. Kerak Tanur Tinggi (Slag)

lxiii

Slag merupakan hasil residu pembakaran tanur tinggi, yang dihasilkan oleh industri peleburan baja yang secara fisik menyerupai agregat kasar. Slag

adalah kerak, bahan sisa dari pengecoran besi (pig iron), dimana prosesnya memakai dapur (furnace) yang bahan bakarnya dari udara yang ditiupkan (blast). Material penyusunn slag adalah kapur, silika dan alumina yang bereaksi pada temperatur 1600°C dan berbentuk cairan. Bila cairan ini didinginkan secara lambat maka akan terjadi kristal yang tak berguna sebagai campuran semen dan dapat dipakai sebagai pengganti agregat. Namun membentuk granulated glass

yang sangat reaktif, yang cocok untuk pembuatan semen slag. Slag tersebut kemudian digiling hingga halus, dapat dipakai sebagai bahan pengganti semen pada pembuatan beton. Seiring dengan semangat pelestarian lingkungan, maka perusahaan penghasil limbah slag mencari solusi pemanfaatan limbah slag

tersebut. Berdasarkan penelitian sebelumnya limbah slag dapat dimanfaatkan sebagai agregat kasar dan agregat halus dalam bahan konstruksi dan campuran perkerasan aspal. Karakteristik dari limbah padat (slag) yaitu :

1. Karakteristik Fisik

Limbah padat (slag) mempunyai butiran partikel berpori pada permukaannya. Limbah padat (slag) merupakan material dengan gradasi yang baik, dengan variasi ukuran partikel yang berbeda-beda. Ukuran gradasi limbah padat (slag) lebih mendekati ukuran agregat kasar 2/3. 2. Karakteristik Kimia

Komposisi kimia limbah padat (slag) dari hasil analisis dan pengujian Laboratorium Balai Riset dan Standarisasi Industri, dapat di sesuaikan dengan tabel 2.5. dibawah ini

lxiv Komposisi Slag Standar t SiO2 18,66% 54,12% CaO 27,36% 7,72% MgO 4,6% 2,90% Al2O3 10,4% 21,14% Fe2O3 13,35% 3,96% pH 7 6,6

Sumber : ASA (2002 )Australian Slag Association( 2002)

Tujuan dari penelitian beton ringan dan slag sebagai pengganti agregat halus adalah :

a. Untuk mengetahui karakteristik mekanis beton ringan, dengan pemakaian slag sebagai agregat halus, pada pengujian kuat tekan, tarik, kuat rekah dan absorbsi beton.

b. Untuk Mengetahui korelasi presentase substansi agregat slag mutu beton yang optimum.

Limbah Padat (slag) Menurut Paul. N, Antoni (2007) Slag merupakan bahan sisa dari pengecoran besi (piq iron), dimana prosesnya memakai dapur (furnance) yang bahan bakarnya dari udara yang ditiupkan (blast). Pada peleburan Baja, biji besi atau besi bekas dicairkan dengan kombinasi batu gamping, delomite atau kapur, pembuatan baja dimulai dari dengan menghilangkan ion – ion pengotor baja, diantaranya alumonium, silicon dan phosphor. Untuk menghilangkan ion – ion pengotor tersebut, diperlukan kalsium yang terdapat pada batu kapur. Campuran kalsium, alumonium, silicon dan phosphor membentuk (slag) yang bereaksi pada temperature 1600º C dan

lxv membentuk cairan, bila cairan ini didinginkan maka akan terjadi kristal, dapat digunakan sabagai campuran semen dan dapat juga sebagai pengganti agregat. ASTM (1995,494) Slag adalah Produk Non-metal yang merupakan matrial berbentuk halus sampai balok – balok besar, dari hasil pembakaran yang didinginkan. Keuntungan penggunaan limbah padat (slag) dalam campuran beton dari hasil pengujian laboratorium adalah sebagai berikut : • Mempertinggi kekuatan tekan beton karena kecenderungan melambatnya

kenaikan kekuatan tekan

• Menaikkan ratio antara kelenturan dan kuat tekan beton • Mempertinggi ketahanan terhadap sulfat dalam air laut • Mengurangi serangan alkali-silika

• Mengurangi panas hidrasi dan menurunkan suhu

• Mempertinggi keawetan karena pengaruh perubahan volume

Menurut Cain (1994:505) Faktor-faktor untuk menentukan sifat penyemenan (cementious) dalam slag adalah komposisi kimia, konsentrasi alkali dan reaksi terhadap sistem, kandungan kaca dalam slag, kehalusan dan temperatur yang ditimbulkan selama proses hidrasi berlangsung.

Menurut Lea (1998) kuat tekan merupakan salah satu tolok ukur untuk melihat kemampuan mortar atau beton yang terbuat dari semen yang diuji terhadap beban yang diterimanya. Kuat tekan semen dipengaruhi oleh proses hidrasi semen.

Semen terdiri dari beberapa senyawa yaitu C3S (3CaO.SiO2), C2S (2CaO.SiO2), C3A (3CaO.Al2O3), dan C4AF (4CaO.Al2O3. Fe2O3). Apabila semen dicampur dengan air maka akan terjadi proses hidrasi. Secara fisika proses

lxvi tersebut akan tampak ditandai dengan adanya pasta semen yang plastis dan dapat dibentuk, dan beberapa waktu kemudian pada pasta tersebut mulai terjadi pengerasan dan tidak dapat dibentuk lagi, sehingga pasta yang telah mengeras tersebut mulai memiliki kekuatan tekan. Dengan demikian maka proses hidrasi semen terdiri dari beberapa reaksi kimia yang berjalan secara bersama-sama yaitu :

2(3CaO.SiO2) + 6H2O 3CaO.SiO2.3 H2O + 3Ca(OH) 2 ... (1)

2(2CaO.SiO2) + 4H2O 3CaO.SiO2.3 H2O + Ca(OH) 2 ... (2)

3CaO.Al2O3 + 6H2O 3CaO.Al2O3.6H2O + Panas ... (3)

4CaO. Al2O3. Fe2O2 + 17 H2O 3CaO.Al2O3.12H2O +3CaO.Fe2O3.5H2O (CaOH)2 ... (4)

Proses hidrasi semen dipengaruhi oleh komposisinya. Salah satunya yaitu silika (SiO2) yang ada di dalam semen. SiO2 akan mengeliminir Ca(OH)2 dan bereaksi membentuk CSH pada proses hidrasi semen, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan kuat tekan semen. Hal ini disebabkan Ca(OH)2 di dalam mortar / beton akan bersifat merugikan dan menurunkan kuat tekan semen. Reaksinya yaitu:

2(3CaO.SiO2) + 6H2O 3CaO.SiO2.3 H2O + 3Ca(OH) 2 ... (1)

lxvii 2(2CaO.SiO2) + 4H2O 3CaO.SiO2.3 H2O + Ca(OH) 2 ... (2)

3Ca(OH) 2 + SiO2 + H2O 3CaO.SiO2.6H2O ... (3)

Didalam proses hidrasi semen selain menghasilkan senyawa CSH (Calsium Silikat Hidrat), CAH (Calsium Alumina Hidrat) dan CAF ( Calsium Aluminoferit) yang bersifat sebagai bahan perekat juga menghasilkan kapur yang bersifat basa. Dengan adanya FeO dan SiO2 yang cukup tinggi pada slag maka kapur yang timbul akan bereaksi membentuk CSH, CAH dan CFH yang mempunyai sifat sebagai bahan perekat, semakin banyak jumlah perekat maka semakin tinggi kuat tekan beton.

b. Abu Terbang (Fly Ash)

Pe ne litia n ini m e ng g una ka n a b u te rb a ng b a tu b a ra ( fly a sh

) se b a g a i b a ha n p e ng g a nti a g g re g a te ha lus. Fly a sh ya ng d ig una ka n untuk p e ne litia n ini a d a la h fly a sh d a ri PT ADHI KARYA. Me nurut ASTM C .618 ( ASTM, 1995: 304) a b u te rb a ng (fly a sh) d id e fe nisika n se b a g a i b utira n ha lus ha sil re sid u p e m b a ka ra n b a tub a ra a ta u b ub uk b a tu b a ra . Fly a sh d a p a t d ib e d a ka n m e nja d i d ua , ya itu a b u te rb a ng ya ng no rm a l ya ng d iha silka n d a ri p e m b a ka ra n b a tub a ra a ntra sit a ta u b a tub a ra b ito m ius d a n a b u te rb a ng ke la s C ya ng d iha silka n d a ri b a tub a ra je nis lig nite a ta u sub b itum e us. Ab u te rb a ng ke la s C ke m ung kina n m e ng a nd ung ka p ur (lim e ) le b ih d a ri 10% b e ra tnya .Ab u te rb a ng se nd iri tid a k m e m iliki ke m a m p ua n m e ng ika t se p e rti ha lnya se m e n. Ta p i d e ng a n

lxviii ke ha d ira n a ir d a n ukura n p a rtike lnya ya ng ha lus, o ksid a silic a ya ng d ika nd ung o le h a b u te rb a ng 20 a ka n b e re a ksi se c a ra kim ia d e ng a n ka lsium hid ro ksid a ya ng te rb e ntuk d a ri p ro se s hid ra si se m e n d a n m e ng ha silka n za t ya ng m e m iliki ke m a m p ua n m e ng ika t.

Tabel 2.6 Kandungan Kimia Fly Ash Berdasarkan ASTM C. 618 -95 : 305

Senyawa Kimia Jenis F Jenis C

OksidaSilika(SiO2) + Oksida Alumina (Al2O3)

+ Oksida Besi (Fe2O3), minimum% 70 50

Trioksida Sulfur ( SO3), maksimum % 5 5

Kadar Air, maksimum % 3 3

Kehilangan Panas, maksimum % 6 6

Penggunaan sampai dengan 12% masih diijinkan jika ada perbaikan kinerja atau hasil test laboratorium menunjukkan demikian

lxix BAB III

Dokumen terkait