A. Asal usul Prodi PGMI
Pendirian program studi PGMI berawal dari kebutuhan terhadap tenaga
pendidik untuk guru Madrasah Ibtidaiyah yang mempunyai kapasitas yang tidak
sekedar lulusan SLTA (Sekolah Lanjutan Tingkat Atas). Pada mulanya
pensyaratan menjadi guru baik guru Pendidikan Agama Islam di Sekolah (PAIS)
maupun guru Madrasah Ibtidaiyah cukup dari lulusan SLTA dan sederajat.
Bahkan untuk guru ibtidaiyah swasta pensyaratan untuk menjadi guru lebih
rendah dari itu; dan sampai sekarang secara formal masih ada guru Madrasah
Ibtidaiyah dari lulusan lembaga yang sama dengan tempat ia mengajar. Ketika
kapasitas guru yang lain semakin meningkat, maka pada aawal tahun 90-an
Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel mendirikan Prodi D2 PGMI (Program
Diploma Dua Pendidikan Guru Madrsah Ibtidaiyah) dalam rangka meningkatkan
kapasitas guru MI, sehubungan guru PAIS sebagian besar telah berkualifikasi D2
atau D3 melalui Program Penyetaraan. Walaupun hanya sebagian kecil dari
jumlah guru MI yang mengikuti program ini, namun hasilnya secara formal cukup
signifikan untuk meningkatkan kualifikasi pendidikan di MI.
Sehubungan dengan implementasi Undang-Undang no. 14 tahun 2005
tentang guru dan dosen, di dalamnya memuat pensyaratan minimal seorang guru
yang harus berpendidikan S1 atau D4, maka keberadaan D2 PGMI dipertanyakan
karena allumninya tidak lagi memenuhi syarat minimal menjadi guru, sehingga
48
menerima mahasiswa baru. Sebagai gantinya untuk mendidik calon guru MI
pemerintah c/q Direktorat Jenderl Pendidikan Islam mengizinkan pembukaan
Prodi S1 PGMI. Namun pada awalnya pembukaan prodi ini dibatasi hanya
sebanyak 67 prodi PGMI di seluruh Indonesia, baik yang berada di perguruan
tinggi negeri maupun swasta. Izin pendirian prodi PGMI ini hanya diberikan
kepada perguruan tinggi yang sudah mempunyai prodi PAI terakreditasi minimal
B. Ketentuannya bahwa bilamana prodi PAI-nya terakreditasi A, maka prodi
PGMI-nya berhak untuk menerima mahasiswa sejumlah empat kelas, dan apabila
B, maka jumlah penerimaan mahasiswanya dibatasi hanya dua kelas. Namun
jumlah 67 prodi itu tiga tahun kemudian direduksi lagi hanya menjadi beberapa
prodi.
Pendirian prodi PGMI di Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel (sekarang
Prodi PGMI Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan
Ampel) mendahului beroperasinya Learning Asistance Program for Islamic
School (LAPIS) PGMI yang disponsori oleh |Pemerintah Australia. Salah satu
fokus dari bantuan ini adalah membangun kapasitas pendidikan MI, sehingga
namanya menjadi LAPIS PGMI.
Ide dasar dari LAPIS PGMI, bahwa untuk meningkatkan kualitas dan
kapasitas murid MI diperlukan pemberdayaan guru-guru MI. Bilamana guru MI
berkualitas, maka hasil out put dan out come MI akan semakin meningkat. Untuk
meningkatkan kapasitas guru MI ini, perlu dilakukan peningkatan kapasitasnya
49
PGMI, yaitu di Jawa Timur dan NTB dan kemudian diperluas ke Sulawesi
Selatan.
Namun sebenarnya untuk meningkatkan kualitas lulusan MI pada masa
datang, bukan hanya bergantung pada guru MI (guru dalam jabatan), tetapi juga
bergantung kepada calon guru (guru pra jabatan) yang akan memangku jabatan
pendidik di MI pada masa yang akan datang, sehingga untuk kesinambungan
pembinaan MI di masa datang diperlukan pula untuk mengembangkan prodi
PGMI yang berada di beberapa perguruan tinggi.
Dengan batas dan lingkup wilayah yang hanya di tiga provinsi sebagaimana
tersebut di atas, maka pembinaan prodi PGMI dilakukan pada beberapa perguruan
tinggi. Pembinaan prodi PGMI oleh LAPIS angkatan pertama adalah prodi
PGMI yang berada di Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Surabaya dan
Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Malang serta Fakultas Tarbiyah
Institut Agama Islam Negeri Mataram. Angkatan kedua diperluas lagi dengan
anggauta baru, yaitu Prodi PGMI di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
Ponorogo dan Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Muhamadiyah
PonorogoPerluasan jangkauan LAPIS PGMI ke Sulawesi Selatan membawa
konsekwensi masuknya Prodi PGMI Fakultas Tarbiyah Universitas Negeri
Alaudin dan Fakultas Ilmu Agama Islam Universtas Muslimin Indonesia sebagai
anggauta baru konsorsium dalam pembinaan LAPIS PGMI.
Untuk mengembangkan prodi PGMI sebagaimana dimaksud di atas, maka
50
dan anggauta-anggautanya diambil dari tiga perguruan tinggi konsorsium pertama,
yaitu:
Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel:
1. Dr. H. Abd. Kadir, MA dan kemudian merangkap sebagai Faculty Liason Officer
2. Drs. Junaedi, M.Ag, kemudian menjadi Advisor 3. Dra. Husniyah Salamah Zainiyati, M.Ag
4. Dra. Zumratul Mukaffa, M.Ag 5. Drs. Asep Saipul Hamdani, M.Pd. 6. Drs. Kusaeri, M.Pd
7. Jauharati Alfin, M.Si
Fakultas Tarbiyah IAIN Mataram
1. Dra. Hj. Lubna, M.Ag 2. Drs. Irzani, M.Si 3. Drs. Maimun, M.Ag
4. Dra. Rabiah Adawiyah, M.Ag 5. Drs. Baihaqi, M.Ag
6. Drs. Nashihin, M.Ag 7. Drs. M. Fakhri, M.Pd
Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Malang
1. Drs. H. Ilyas Tohari, M.Pd 2. Drs. Nasikhin, M.Si 3. Dra. Maslukhah, M.Ag 4. Drs. Endri Yulianto, MPd 5. Dr. H. Masykuri, MPd 6. Dr. Agus
7. Dr. Rahmat, M.Si
Team pengembang dari tiga perguruan tinggi ini secara bersama-sama
melakukan rancang bangun (design) kurikulum dan sillabus prodi PGMI yang
dipergunakan sampai sekarang, dengan melakukan beberapa kali workshop, baik
di Surabaya maupun di Mataram. Dalam workshop ini para peserta banyak
berdiskusi dengan para pakar dari pemerintahan, maupun ahli, dan dosen
51
praktisi MI, seperti kepala madrasah dan guru. Proses pengembangan kurikulum
prodi PGMI dimulai dengan menetapkan Standar Kompetensi Lulusan (SKL)
yang kemudian dikembangkan menjadi beberapa Standar Kompetensi. Standart
kompetensi ini dibreak down menjadi Kompetensi Dasar. Kompetensi Dasar
kemudian dibreak down lebih lanjut menjadi Indikator. Dari indikator kompetensi
ini kemudian dicarikan materi serta metode atau strategi pembelajaran yang
sesuai. Materi dan metode serta strategi ini tentunya harus dievaluasi dengan
bentuk evaluasi yang sesuai.. Jumlah materi yang ditetapkan itu menjadi dasar
penetapan mata kuliah, dan jumlah jam pertemuan untuk masing-masing materi
perkuliahan ini menjadi dasar penetapan sks (satuan kredit semester) untuk
masing-masing mata kuliah. Peserta konsorsium angkatan kedua melakukan hal
sama di daerahnya masing-masing. Hasil pengembangan kurikulum itu diserahkan
pada tujuh anggauta konsorsium dan didesiminasikan ke 67 prodi PGMI lainnya
di seluruh Indonesia.
B. Kurikulum
TABEL 3.1.