• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. DEPARTEMEN RESEARCH AND DEVELOPMENT PT. FRISIAN FLAG

4.2. Shelf Life

Setiap bahan pangan memiliki umur simpan yang berbeda-beda. Lamanya umur simpan dipengaruhi oleh cara pengemasan dan penyimpanannya. Shelf life adalah pengujian umur simpan produk untuk mengetahui perubahan yang terjadi selama penyimpanan. Shef life ini dilakukan secara rutin sesuai jadwal yang sudah ada pada masing-masing project dan produk. Pengujian shelf life dilakukan menggunakan tiga perlakuan suhu yaitu suhu 5°C dalam refrigerator sebagai standar, suhu 30°C sebagai suhu ruang, dan suhu 40°C dalam inkubator sebagai suhu ekstrim. Metode yang digunakan adalah ASLT yang memang dipilih oleh PT. FFI untuk mencari prediksi umur simpan dengan mempercepat waktu pengujian. Metode ASLT (Accelerated Shelf Life Test) adalah penentuan umur simpan produk dengan cara mempercepat perubahan mutu pada parameter kritis. Metode ini menggunakan kondisi lingkungan yang dapat mempercepat reaksi penurunan mutu produk (suhu 40°C dalam inkubator). Produk pangan yang disimpan pada kondisi ekstrim akan mengalami penurunan parameter kritis sehingga mutunya menurun akibat pengaruh panas (Arif, 2016). Dalam uji umur simpan susu bubuk di PT. Frisian Flag Indonesia, parameter kritis yang diamati adalah kadar O2, wettability, kadar vitamin C, bilangan peroksida, dan % FFA. Parameter kritis ini adalah parameter yang dirasa paling berpengaruh terhadap penurunan kualitas produk selama penyimpanan.

Pengujian O2 dilakukan menggunakan alat needle-type oxygen microsensors dengan cara menusukkan jarum ke bagian dalam pouch. Penyerapan oksigen dalam kemasan akan meningkat seiring dengan lamanya waktu penyimpanan dan suhu ruang penyimpanan. Kadar oksigen diatas 3% didalam kemasan dapat menyebabkan reaksi oksidasi lemak yang terkandung dalam susu bubuk sehingga produk mengalami ketengikan. Proses ketengikan tersebut menandakan adanya penurunan kualitas produk. Salah satu cara untuk mencegah terjadinya reaksi oksidasi pada produk susu bubuk adalah dengan menambahkan gas inert seperti nitrogen (N2) (Immaningsih, 2013)

Gambar 5. Pengujian kadar O2

Sebelum uji dilakukan, alat dikalibrasi dengan cara menguji kadar O2 di lingkungan. Kadar O2 di lingkungan rata-rata adalah 20%, sehingga alat akan menunjukkan angka 20.0 pada bagian O2. Kemudian untuk menguji kadar oksigen didalam kemasan, pertama kemasan diketuk dahulu agar tidak ada susu bubuk yang menempel pada bagian atas. Jarum ditusukkan kedalam pouch pada bagian atas (tidak boleh sampai menembus keluar pouch). Tombol bagian bagian tengah ditekan, kemudian ditunggu hingga angka pada layar stabil. Alat uji kadar O2 yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 5.

4.2.2. Uji Wettability

Wettability atau derajat kebasahan susu bubuk adalah waktu kemampuan bubuk susu untuk bercampur dengan air (Immaningsih, 2013). Pengujian dilakukan hingga sampel susu bubuk telah tenggelam seluruhnya di dalam air. Residu yang tidak

22

terlarut disebabkan oleh protein yang terdenaturasi, partikel yang hangus atau lengket, partikel sukar larut, dan bahan campuran lain.

Gambar 6. Alat uji wettability

Proses uji dilakukan dengan menimbang sampel, kemudian dijatuhkan dengan menarik sekat antara gelas dan bubuk agar bubuk jatuh secara bersamaan. Waktu dihitung dengan menggunakan stopwatch tepat saat bubuk menyentuh air. Stopwatch dihentikan ketika bubuk sudah tercelup secara sempurna kedalam air. Alat uji wettability yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 6.

4.2.3. Uji Kadar Vitamin C

Kandungan vitamin C pada susu segar sangatlah rendah. Sehingga perlu dilakukan fortifikasi vitamin C pada pengolahan susu bubuk yang bertujuan untuk memenuhi standar kebutuhan harian tubuh. Susu bubuk memiliki kandungan lemak yang cukup tinggi, sehinga rentan mengalami oksidasi. Sehingga, selama proses penyimpanannya susu bubuk dapat mengalami penurunan kadar vitamin C.

Gambar 7. Alat uji kadar vitamin C

Proses uji dilakukan dengan menimbang sampel (susu bubuk), kemudian ditambahkan EDTA, asam metafosfat, dan aquades didalam gelas beaker. Kemudian ditambah stirrer agar larutan dapat tercampur secara sempurna selama pengujian. Alat ini memiliki prinsip kerja titrasi dimana terdapat selang yang mengalirkan NaOH dan pH meter sebagai pengukur pH akhirnya. EDTA dan asam metafosfat berfungsi sebagai indikator dimana setelah TAT tercapai larutan akan berwarna merah muda keunguan (Kim & Vipulanandan, 2003). Alat akan menghitung sendiri kadar vitamin C berdasarkan data yang diperoleh yaitu berat sampel (bubuk) dan ml NaOH yang dibutuhkan. Alat uji vitamin C yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 7.

4.2.4. Uji POV (Bilangan Peroksida)

Seperti sudah dikatakan sebelumnya, susu bubuk memiliki kandungan lemak yang cukup tinggi, sehinga rentan mengalami oksidasi. Angka peroksida dapat meningkat karena pengaruh oksigen, cahaya, panas, enzim peroksida, dan logam berat (Stapelfedt et al., 1997). Sehingga cara dan tempat penyimpanan susu bubuk akan mempengaruhi bilangan peroksida, dimana kondisi yang kurang sesuai seperti kondisi suhu tinggi akan menghasilkan kecepatan oksidasi lemak yang tinggi (Aminah, 2010). Dasar pengukuran angka peroksida adalah mengukur kadar peroksida dan hidroperoksida yang terbentuk pada tahap awal reaksi oksidasi lemak. Bilangan peroksida yang tinggi mengindikasi lemak telah mengalami oksidasi (Raharjo, 2006).

24

Gambar 8. Spektrofotometer

Pengujian POV dilakukan dengan menimbang sampel (susu bubuk) kemudian ditambah dengan Chloro Bhutan Methanol dan dipansakan dengan waterbath. Sampel kemudian disaring dan ditambah dengan Chloro Bhutan Methanol lagi serta campuran NH4SCN dan FeCl2. Larutan kemudian dipanaskan kembali dengan waterbath. Absorbansinya kemudian diukur menggunakan spektrofotometer. Absorbansi Chloro Bhutan Methanol yang juga diberi perlakuan pemanasan yang sama diukur sebagai blanko. Alat spektrofotometer yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 8.

4.2.5. Uji FFA (Free Fatty Acid)

Pengujian FFA digunakan untuk mengetahui kandungan asam lemak bebas pada sampel. Tingginya nilai FFA menunjukkan minyak telah mengalami kerusakan akibat hidrolisa, yang artinya kualitas minyak rendah. Alat pemanas yang digunakan untuk uji FFA dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Alat pemanas untuk uji FFA

Pengujian %FFA dilakukan dengan menimbang berat cawan yang telah berisi campuran sampel dan petroleum ether yang telah disaring dan dikeringkan. Kemudian berat tersebut dikurangi dengan berat cawan kosong. Perhitungan %FFA dihitung menggunakan rumus:

26

Dokumen terkait