• Tidak ada hasil yang ditemukan

AYAM DAN BATANG PISANG MENGGUNAKAN BIOAKTIVATOR MOL TAPAI

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

ii

RINGKASAN

Febriwendi Firdaus. D14060279. 2010. Kualitas Pupuk Kompos Campuran Kotoran Ayam dan Batang Pisang Menggunakan Bioaktivator MOL Tapai.

Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. Salundik, M.Si

Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Agr.Sc

Permintaan produk-produk organik yang semakin meningkat menyebabkan tingginya kebutuhan pupuk organik. Permasalahan yang sering dihadapi dalam proses penyediaan pupuk organik diantaranya adalah lamanya proses pematangan pupuk serta rendahnya kualitas pupuk yang dihasilkan. Sehingga dibutuhkan bahan pupuk yang berkualitas baik dan tambahan bioaktivator yang tepat untuk mempercepat proses pematangan pupuk. Kotoran ayam merupakan salah satu bahan yang bisa dijadikan kompos organik, karena kandungan unsur hara yang cukup tinggi dibandingkan kotoran ternak lainnya. Kotoran ayam petelur berpotensi dijadikan kompos organik padat secara anaerobik dengan penambahan mikroorganisme lokal (MOL) tapai sebagai bioaktivator. Hal tersebut relatif sangat mudah untuk diterapkan dan tidak membutuhkan penanganan yang sulit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan MOL tapai pada taraf yang berbeda sebagai bioaktivator terhadap kualitas pupuk kompos kotoran ayam dengan penambahan batang pisang, serta mengetahui efek pupuk kompos terhadap produktivitas tanaman kangkung darat.

Rancangan percobaan yang digunakan pada proses pengomposan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan perlakuan penambahan bioaktivator EM4, penambahan bioaktivator MOL tapai 1%, 5% dan 10%. Peubah yang diamati adalah pH, bobot akhir kompos, C/N, C-organik, N total, P total dan K total. Rancangan percobaan yang digunakan pada pengujian ke tanaman kangkung darat adalah Rancangan Acak Lengkap dengan dua faktor. Faktor pertama adalah empat jenis pupuk kompos (EM4, MOL tapai 1%, 5% dan 10%), sedangkan faktor kedua terdiri dari 3 dosis pemberian pupuk kompos (100, 200 dan 300 g). Peubah yang diamati adalah tinggi tanaman kangkung, jumlah daun tanaman kangkung, biomassa tajuk, dan akar tanaman kangkung. Data yang diperoleh diolah menggunakan ANOVA, selanjutnya hasil sidik ragam yang menunjukkan pengaruh perlakuan yang nyata diuji lanjut menggunakan uji Tukey.

Hasil penelitian menunjukkan tidak adanya pengaruh penambahan biokativator terhadap nilai pH, bobot akhir kompos, N total, P total, dan K total. Hanya kandungan C-organik yang menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) dan rasio C/N menunjukkan hasil yang sangat nyata (P<0,01). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi (jenis pupuk dan dosis pupuk) dan jenis pupuk kompos yang diberikan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, biomasssa tajuk dan biomassa akar tanaman kangkung. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penggunaan dosis pupuk yang berbeda memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap tinggi tanaman 7, 14 dan 21 hari setelah tanam (HST), sedangkan pada 28 HST tidak menunjukkan pengaruh yang nyata. Hasil sidik ragam untuk jumlah daun tanaman menunjukkan bahwa

ii penggunaan dosis pupuk yang berbeda tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah daun tanaman kangkung pada 7 dan 28 HST, sedangkan hasil yang berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terdapat pada jumlah daun tanaman kangkung pada 14 HST dan hasil yang berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap jumlah daun tanaman kangkung pada 21 HST. Hasil sidik ragam menunjukkan penggunaan dosis pupuk kompos yang berbeda memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap biomassa tajuk dan biomassa akar tanaman kangkung.

Kesimpulan yang didapatkan yaitu bahwa penambahan bioaktivator MOL tapai pada taraf yang berbeda relatif tidak mempengaruhi kualitas pupuk kompos yang dihasilkan. Penggunaan dosis pupuk yang berbeda berpengaruh sangat nyata terhadap produktivitas tanaman kangkung. Penggunaan dosis pupuk kompos sebanyak 100 g memberikan respon pertumbuhan terbaik.

ii

ABSTRACT

Quality of Compost Made from Chicken Manure and Banana Trunk with Addition MOL Tapai as a Bioctivator

Fridaus, F., Salundik and S. Mulatsih

Growth of organic product demand result in increasing organic fertilizer demand. Two problem in producing organic fertilizer are long time producing and poor quality fertilizer. Chicken manure and banana trunk are rich in nutrient. They can be used as good material for compost producing. MOL tapai is activator to shorten compost producing times. This research is to know the effect of MOL tapai with different concentration to compost quality. This research consisted of two steps. First step was compost producing and step two is plantation test. The data from compost producing were analyzed with using completely randomized block design. The data from plantation test were are analyzed using completly randomized factorial design. Result showed that MOL tapai concentration didn’t affect pH, N, P, K of compost, but affect C quality. Plantation test showed that dosage of fertilizer affect plant height, leaf quantity, stem dryed weight, and root dryed weight. It is concluded that MOL tapai additions at different levels relative does not affect the quality of compost produced. The use of different dosages of very real effect on the productivity of crop. The use dosage of 100 g gave the best growth response.

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Berkembangnya pola kehidupan masyarakat yang sadar terhadap kesehatan, menjadikan produk-produk oraganik sebagai tren bahan makanan yang dikonsumsi. Hal tersebut sudah terlihat pada beberapa waktu belakangan, yaitu semakin tinggi permintaan terhadap bahan-bahan pangan yang berasal dari produk organik. Perkembangan produk pangan organik harus didukung oleh pupuk organik yang memadai dan mampu meningkatkan tingkat produktivitas tanaman, supaya dapat menopang keberlangsungan pertanian.

Pemakaian pupuk anorganik yang kurang ramah terhadap lingkungan diperkirakan salah satu penyebab turunnya kualitas lahan dan berakibat terhadap produktivitas tanaman yang rendah. Hal tersebut diakibatkan oleh pemakaian pupuk anorganik secara terus menerus sehingga lahan menjadi jenuh dan menjadikan lahan berkualitas rendah. Berbeda dengan pupuk organik, penggunaan tidak menyebabkan penurunan kualitas lahan apabila diberikan dalam waktu lama dan intensitas yang cukup banyak. Hal tersebut dikarenakan pupuk organik ramah lingkungan dan kaya akan unsur hara yang dibutuhkan tanah.

Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi besar pada sektor pertanian dan sumber daya pupuk yang berasal dari kotoran ternak yang melimpah. Sebagian besar penduduk Indonesia bergantung pada pertanian sebagai sumber pendapatan, sehingga potensi pengembangan pupuk organik masih sangat terbuka. Selain itu, Indonesia memiliki bentang alam dan kondisi geografis yang sangat memungkinkan untuk pengembangan usaha peternakan yang nanti akan menghasilkan kotoran ternak yang dapat diolah menjadi pupuk organik. Salah satu ternak yang telah dikembangkan sejak lama dengan perkembangan cukup baik dan pesat adalah peternakan ayam yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

Kotoran ayam memiliki keunggulan karena mempunyai kandungan unsur hara dan bahan organik yang lebih tinggi. Kotoran ayam dibandingkan dengan pupuk kandang yang lain, mempunyai kandungan unsur hara yang lebih tinggi terutama unsur P, N dan bahan organik (Gunawan, 1998). Disamping itu, ketersediaan kotoran ayam yang sangat banyak dikarenakan pesatnya perkembangan peternakan di sektor

2 perunggasan, terutama ayam pedaging dan ayam petelur, karena itu kotoran ayam sangat cocok untuk diolah menjadi pupuk kompos organik.

Pengolahan kotoran ayam menjadi kompos relatif lebih mudah dilakukan. Pengomposan dapat dilakukan secara aerobik ataupun anaerobik. Pengomposan secara anaerobik tidak membutuhkan penanganan yang banyak dibandingkan secara aerobik, serta tidak menimbulkan bau yang berlebihan. Pemanfaatan mikroorganisme sebagai bioaktivator sangat membantu proses pematangan kompos, sehingga waktu yang dibutuhkan lebih sedikit.

Bioaktivator yang akan digunakan pada penelitian ini adalah Mikro Organisme Lokal (MOL) tapai yang dibuat dari pembiakan mikroorganisme yang berasal dari tapai. Penambahan MOL tapai sebagai bioaktivator lebih mudah dan murah secara ekonomi serta bisa diterapkan pada semua kalangan petani.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan MOL tapai pada taraf yang berbeda sebagai bioaktivator terhadap kualitas pupuk kompos kotoran ayam dengan penambahan batang pisang, serta mengetahui efek pupuk kompos terhadap produktivitas tanaman kangkung darat.

3

TINJAUAN PUSTAKA

Dokumen terkait