Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) termasuk dalam famili
Solanaceae genus Capsicum dan spesies Capsicum annuum L. Cabai merupakan
tanaman asli dari benua Amerika. Cabai adalah tanaman herba yang sebagian besar menjadi berkayu pada pangkal dan batangnya. Buah cabai adalah buah tidak pecah, menggantung atau tegak, merupakan buah buni (beri) yang berbiji banyak (Rubatzky dan Yamaguchi, 1997).
Kandungan gizi 100 gram buah cabai merah meliputi 90% air, 32 kal energi, 0.5 gram protein, 0.3 gram lemak, 7.8 gram karbohidrat, 1.6 gram serat, 0.5 gram abu, 29.0 mg kalsium, 45 mg fosfor, 0.5 mg besi, 470 IU vitamin A, 0.05 mg tiamin, riboflavin 0.06 mg, niasin 0.9 mg, 18.0 mg
asam askorbat (Ashari, 2006). Selain itu cabai mengandung Capsicin (C18H27NO3)
dan Capsantin (C40H58O3). Buah cabai merah mengandung vitamin A dan vitamin
C yang lebih banyak dibandingkan cabai hijau (Rubatzky dan Yamaguchi, 1997). Walaupun banyak varietas pada tanaman cabai namun umumnya mempunyai ciri yang hampir sama. Tanaman cabai umumnya mempunyai tinggi tanaman 50-90 cm. Tangkai daunnya horizontal dengan panjang 1.5-4.5 cm. panjang daun sekitar 4-10 cm dan lebar 1.5-4 cm. Akar berupa akar tunggang yang terdiri atas akar utama dan akar lateral. Akar lateral merupakan akar serabut dan dekat di permukaan tanah menyebar horizontal 30-50 cm dan dapat menembus tanah 30-60 cm (Setiadi, 2008).
Posisi bunga menggantung dengan mahkota berwarna putih. Mahkota bunga terdiri dari 5-6 helai dengan panjang 1-1.5 cm dan lebar 0.5 cm. Panjang tangkai bunga 1-2 cm. Tangkai putik berwarna putih dengan panjang berkisar 0.5 cm. Kepala putik berwarna kuning kehijauan sedangkan tangkai sari putih dan yang dekat kepala sari ada bercak kecoklatan. Panjang tangkai sari sekitar 0.5 cm. Kepala sari berwarna ungu dengan warna serbuk sari kuning kecoklatan (Setiadi, 2008).
Budidaya Cabai
Tanaman cabai dapat tumbuh dengan baik di dataran tinggi maupun
dataran rendah. Syarat tumbuh tanaman cabai meliputi suhu 16-230C dengan suhu
optimum 15-200C. Struktur tanah yang cocok adalah yang remah dan kaya bahan
organik dengn pH berkisar antara 5.5-6.5 (Ashari, 2006).
Budidaya cabai diawali dengan pengolahan lahan. Persemaian dilakukan
selama kurang lebih empat minggu selama dilakukan pengolahan lahan. Benih
ditanam dalam kantong plastik kecil-kecil atau dapat pula digunakan tray. Setiap
lubang tray ditanam satu butir benih untuk memudahkan pemindahan ke lapang.
Media tanam yang digunakan dalam persemaian adalah campuran tanah, pasir dan pupuk kandang (Setiadi, 2008).
Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan setelah bibit dipindahkan meliputi penyulaman, pemangkasan tunas air, pemupukan, penyiraman, serta pengendalian hama dan penyakit. Penyulaman yaitu mengganti bibit yang rusak atau mati karena berbagai sebab di lapangan. Jumlah bibit persediaan untuk cadangan berkisar antara 5-10% dari jumlah total kebutuhan. Pemangkasan tunas air yaitu kegiatan membuang tunas-tunas baru yang tumbuh pada batang utama. Kegiatan ini dilakukan saat tanaman berumur 45-50 hari setelah tanam. Selain itu juga dilakukan pengajiran. Ajir merupakan alat bantu yang terbuat dari belahan bambu yang berfungsi membantu tegaknya tanaman cabai merah. Ajir dibuat dengan ukuran panjang 125-150 cm, lebar 4 cm dan tebal 2 cm. Pemupukan biasanya dilakukan dua sampai tiga kali. Umumnya pupuk yang digunakan 100-150 kg Urea/ha, 75-100 kg SP-36/ha dan 200 kg KCl /ha. Penyiraman sangat penting terutama setelah bibit ditanam di lapang yang dilakukan secara intensif hingga tanaman berumur 40-50 hari (Setiadi, 2008).
Pada umumnya pengendalian hama yang dilakukan belum sesuai dengan konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Dalam konsep ini bila serangan belum mengekibatkan kerugian secara ekonomi maka tidak dilakukan pengendalian secara kimia. Hama yang menyerang tanaman cabai antara lain lalat
buah, ulat grayak (Spodoptera litura), kutu daun (Aphis gossypii), thrips, tungau
dan ulat tanah. Penyakit yang menyerang cabai antara lain Antraknosa (Colletotrichum sp), bercak daun (Cercospora capsici), layu bakteri
(Pseudomonas sp), busuk daun (Phytopthora capsici), layu fusarium (Fusarium
sp), dan penyakit mosaik daun (Rubatzky dan Yamaguchi, 1997).
Methylobacterium spp
Bakteri dari genus Methylobacterium sudah banyak diteliti sebagai salah
satu contoh bakteri fakultatif methylotrof. Bakteri ini diklasifikasikan sebagai α
-proteo bacteria dan dapat tumbuh pada senyawa C1 seperti methanol dan
metilalamin sebaik pada senyawa C2, C3, dan C4 (Lidstrom dan Christoserdova,
2002).
Methylobacterium banyak terdapat di alam. Ismail (2002) menyatakan
bahwa Methylobacterium spp dapat ditemukan pada permukaan daun tanaman
nangka, rambutan, belimbing, sawo. Selain itu dapat ditemukan pada tanaman sayuran lalapan seperti pohpohan, selada, kemangi, dan kecambah kacang hijau
(Riupassa, 2003). Isolasi dari beberapa daun clover merah dan gandum
menunjukkan kelimpahan populasi PPFM menurun dari musim semi ke musim panas, namun meningkat lagi saat akhir musim panen (Omer, 2004).
Methylobacterium spp juga dapat ditemukan pada daun kantong semar (Nephentes), anggrek hitam (Coelogyne pandurata), durian lai (Durio kutejensis)
dan ulap doyo (Curculigo latofolia) dengan kelimpahan yang tinggi
(Salma et al., 2005).
Holland dan Pollaco (1992) menyatakan bahwa beberapa jenis
Methylobacterium berhubungan dengan metabolisme nitrogen pada tanaman
dengan menggunakan urease bakteri. Selain itu Sy et al. (2001) menyatakan
bahwa beberapa strain Methylobacterium dapat mengefisienkan fiksasi nitrogen
dengan membentuk bintil pada simbiosis dengan tanaman kacang-kacangan.
Koenig et al. (2002) menyatakan bahwa banyak strain bakteri Methylobacterium
sp. dapat menghasilkan sitokinin trans-zeatin yang disekresikan pada media kultur
yang dapat menstimulasi perkecambahan benih kedelai.
Hasil penelitian Ryu et al. (2006) menunjukkan bahwa dengan perlakuan
Methylobacterium pada tanaman cabai yang telah diekstrak terlihat adanya
akumulasi hormon indole acetic acid (IAA) sebesar 61.65 pmol/g bobot basah
CBMB110, sitokinin yaitu trans zeatin (t-ZR) sebesar 0.022 pmol/g bobot basah pada bakteri tipe CBMB20 dan 0.013 pmol/g bobot basah pada bakteri tipe
CBMB110 dan dihidrozeatin ribosid (DHZR) sebesar 0.562 pmol/g bobot basah
pada bakteri tipe CBMB20 dan pada bakteri tipe CBMB110 sebesar 0.658 pmol/g bobot basah. Sedangkan pada tanaman tomat hanya ditemukan konsentrasi sitokinin t-ZR sebesar 0.013 pmol/g bobot basah pada bakteri tipe CBMB20 dan 0.012 pmol/g bobot basah pada bakteri tipe CBMB110 dan DHZR sebesar 0.475 pmol/g bobot basah pada bakteri tipe CBMB20 dan 0.431 pmol/g bobot basah
pada bakteri tipe CBMB110 tanpa adanya IAA. Widajati et al. (2008) menyatakan
bahwa Methylobacterium spp strain TD-J7 dapat menghasilkan hormon auksin
9.13 ppm, trans-zeatin 74.37 ppm dan gibrelin 98.75 ppm dan pada isolat strain TD-TPB3 menghasilkan IAA 96.56 ppm, trans zeatin 33.14 ppm dan giberelin 129.83 ppm.
Menurut Fitriarini (2008) isolat bakteri Methylobacterium spp dapat
digunakan untuk invigorasi benih padi dengan viabilitas awal 70% dengan meningkatkan kecepatan tumbuh pada perlakuan menggunakan isolat TD-G3 sebesar 9.98 %. Pada benih dengan viabilitas awal 82% dengan isolat TD-J7, TD-G3, TD-J10, TD-TPB3, dan TD-L2 dapat meningkatkan kecepatan tumbuh masing masing sebesar 11.14%, 11.31%, 11.75%, 12.45%, dan 13.13%. Menurut
Amin (2008) isolat Methylobacterium spp dapat mematahkan dormansi benih padi
varietas Ciherang pada pada after ripening 5 minggu dengan nilai DB > 85% dan
mempersingkat persistensi dormansi. Safariyah (2009) menyatakan bahwa aplikasi Methylobacterium spp dapat mematahkan dormansi benih padi pada
minggu ke-2 after ripening.
Aplikasi Methylobacterium spp pada tahap persemaian dapat
meningkatkan daya tumbuh bibit dan keserempakan tumbuh secara nyata, juga dapat meningkatkan jumlah gabah bernas per malai dan bobot gabah bernas per rumpun (Safariyah, 2009). Selain itu isolat TD-TPB3 dapat meningkatkan
viabilitas dan vigor benih padi pada parameter KCT sebesar 13.55% KN/etmal
menjadi 18.66% KN/etmal dan Indeks Vigor 22.67% menjadi 70.67% pada benih dengan viabilitas awal sedang (Kurniati, 2009).
Inokulasi isolat bakteri Methylobacterium yang dikombinasikan dengan
Bradyrhizobium japonicum strain SB120 mempunyai dampak yang signifikan pada parameter pertumbuhan, penyerapan nutrisi dan daya hasil kedelai dengan peningkatan panjang dan lebar tajuk sebesar 12.60 cm dan 30.33 cm dan peningkatan panjang dan lebar akar sebesar 18.41 cm dan 30.33 cm
(Radha et al., 2009). Meenakashi dan Savalgi (2009) menyatakan bahwa terdapat
peningkatan jumlah bintil akar pada 45 dan 60 hari pada perlakuan dengan aplikasi pada benih dan penyemprotan dibandingkan dengan perlakuan inokulasi
benih menggunakan Bradyrhizobium japonicum saja. Total bobot kering kedelai
meningkat 41.67% pada perlakuan inokulasi Methylobacterium sp. dan B.
japonicum dengan penyemprotan pada 20, 30 dan 45 hari dibandingkan dengan kontrol.
Penelitian Radha et al. (2009) menunjukkan bahwa aplikasi
Methylobacterium sp. dan Bradyrhizobium japonicum strain SB120 pada benih secara signifikan dapat meningkatkan parameter pertumbuhan tanaman kedelai meliputi bobot tanaman, jumlah daun dan berat kering akar dengan penanaman
dalam pot pada kondisi rumah kaca. Total bobot kering kedelai meningkat 41.67%
pada perlakuan inokulasi Methylobacterium sp. dan B. japonicum dengan
penyemprotan pada 20, 30 dan 45 hari dibandingkan dengan kontrol (Meenakashi dan Savalgi, 2009).
Menurut Yim et al. (2009) inokulasi Methylobacterium suomiense
CBMB120-gfp29 dengan cara penyemprotan saat tanaman berumur 1, 15, 40, 70,
90, 120 dan 140 hari dapat meningkatkan tinggi tanaman 0.96% sampai 24.76% dan bobot kering biomassa cabai 2.98% sampai 40.82%. Hasil penelitian
Goni (2010) menunjukkan bahwa aplikasi Methylobacterium spp strain TD-J7,
TD-TPB3 dan kombinasi TD-J7+TD-TPB3 dapat meningkatkan vigor benih dan
bibit cabai besar. Aplikasi Methylobacterium spp strain TD-J7+TD-TPB3 dengan
cara rendam+semprot setiap dua minggu dapat meningkatkan jumlah daun, bobot kering bibit dan persentase bibit berbunga sebesar 2.4 helai, 0.142 gram, dan 10.9% pada benih dengan viabilitas awal 62%. Sedangkan pada benih dengan viabilitas awal 90% aplikasi tersebut dapat meningkatkan jumlah daun 4.3 helai dan persentase bibit berbunga 30.5%.
Menurut Yim et al. (2010) perlakuan benih dengan Methylobacterium oryzae strains CBMB20 dan CBMB110 menunjukkan peningkatan panjang akar
dibandingkan dengan kontrol. Perlakuan dengan Methylobacterium oryzae strains
CBMB20 dan CBMB110 secara signifikan menunjukkan peningkatan akumulasi sitokinin t-ZR dan DHZR pada ekstrak tanaman cabai dan tomat. Percobaan di rumah kaca menunjukkan peningkatan biomassa cabai dan kolonisasi bakteri filosfer.
Chauhan et al. (2010) menyatakan bahwa efek pemacu pertumbuhan dari
Methylobacterium oryzae CBMB20 signifikan pada perlakuan pemupukan yang lebih rendah dan pertumbuhan tanaman tidak berbeda nyata pada perlakuan pemupukan antara 100% dan 300% pada tanaman yang diberi perlakuan
Methylobacterium oryzae CBMB20 dan penyemprotan 1% methanol. Dengan
aplikasi Methylobacterium oryzae CBMB20 dan penyemprotan methanol maka
aplikasi pemupukan dapat dikurangi tanpa adanya pengurangan yang nyata pada akumulasi biomassa dan daya hasil tanaman.
Hasil penelitian Deka Boruah et al. (2010) pada kondisi rumah kaca
inokulasi Methylobacterium sp dengan aktivitas
1-aminocyclopropane-1-carboxylate Deaminase (ACCD)+IAA atau tanpa IAA meningkatkan ketegaran bibit cabai dan tomat yang terlihat dari rata-rata panjang nodul dan bobot spesifik daun, namun pengaruh ini setara dengan aplikasi IAA dengan konsentrasi yang rendah.
Zat Pengatur Tumbuh
Indole Acetic Acid (IAA) merupakan salah satu bentuk dari auksin yang berperan dalam mendorong pemanjangan sel, pembelahan sel, diferensiasi jaringan xilem dan floem, pembentukan akar, pembungaan pada Bromeliaceae, pembentukan buah partenokarpi, pada tanaman diocious, dominasi apical, respon
tropisme, serta menghambat pengguguran daun, bunga dan buah
(Wattimena et al., 1992). Salisbury dan Ross (1995) menyatakan bahwa
pemberian auksin dapat memacu pemanjangan potongan akar atau akar utuh pada
jenis dan umur akar) dan pada konsentrasi tinggi dapat menghambat pemanjangan akar.
Pemberian auksin dapat memacu pembentukan dan pemanjangan akar pada stek tanaman Makadamia. Menurut Sianturi (1996) pemberian auksin dengan jenis dan konsentrasi yang berbeda memberikan respon yang berbeda terhadap keberhasilan stek Makadamia. Perlakuan Rhizopon AA 1% menunjukkan kualitas akar yang terbaik dengan jumlah stek berakar 25%, jumlah akar 17.4 buah dan rata rata panjang akar 11.4 cm.
Sitokinin berperan dalam mendorong pembelahan sel, morfogenesis, pertunasan, pembentukan kloroplas, pembentukan umbi pada kentang, pemecahan dormansi, pembukaan stomata, pembungaan dan pembentukan buah partenokarpi,
serta dapat menghambat senescens dan absisi (Wattimena et al., 1992).
Sitokinin dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dan pertunasan tanaman nanas. Perlakuan sitokinin sangat berpengaruh terhadap tinggi dan jumlah daun nenas saat pembibitan. Tinggi tanaman nanas tertinggi adalah pada perlakuan kontrol sebesar 15.29 cm dan terendah pada perlakuan TDZ 0.05 ppm yaitu 10.78 cm. jumlah daun terbanyak pada perlakuan TDZ 0.1 ppm sebesar 19.37 helai dan terendah pada perlakuan BAP 2 ppm sebesar 12.07 helai (Sari, 2008).
Giberelin berperan dalam mengontrol proses-proses perkembangan tanaman yang meliputi perkecambahan, pemanjangan sel, dan perkembangan bunga dan benih. Dalam perkecambahan, giberelin memacu sintesis dan sekresi jumlah enzim hidrolitik yang berperan dalam proses penguraian protein, pati, lemak, dinding sel, dan asam asam nukleat dalam endosperm (Lakitan, 1996).
Menurut penelitian Sari (2005) pemberian giberelin dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi padi sawah. Perlakuan giberelin dengan konsentrasi 2 ppm nyata mempercepat umur berbunga dan mendorong keserempakan berbunga yang ditandai dari jumlah hari yang lebih sedikit untuk populasi tanaman mencapai berbunga 75%. Aplikasi giberelin 2 ppm juga meningkatkan hasil gabah ubinan maupun hasil gabah/ ha sebesar 16.4%. Waktu aplikasi di awal pertumbuhan (saat perendaman benih, menganak dan inisiasi malai) nyata meningkatkan indeks luas daun sedangkan aplikasi di akhir masa
pertumbuhan (inisiasi malai dan heading) nyata meningkatkan panjang malai dan jumlah gabah per malai.
Menurut Haryantini dan Santoso dalam Sari (2010) pemberian 100 ppm
GA3 dapat mengurangi kerontokan buah pada tanaman cabai. Selain itu, menurut
Sari (2010) aplikasi GA3 100 ppm dan 200 ppm belum dapat mengurangi
kerontokan buah cabai dalam pot. Hal ini terjadi karena pemberian GA3 dapat
menghambat pertumbuhan generatif tanaman dan pada aplikasi 100 ppm GA3
BAHAN DAN METODE
Tempat dan WaktuPenelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB-Biogen) Cimanggu Bogor dan Rumah Kaca Unit Kebun Percobaan Cikabayan Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Desember 2010.
Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih cabai merah
varietas Prabu, isolat bakteri Methylobacterium spp strain TD-J7 dan TD-TPB-3,
dan media kultur cair Amonium Mineral Salt (AMS). Bahan lain yang digunakan
antara lain akuades, metanol, alkohol 95%, alkohol 70%, isolatip, tisu, kertas
label, media persemaian benih, polybag, tray, pestisida, fungisida, pupuk
kandang, pupuk Urea, SP-18 dan KCl.
Peralatan yang digunakan meliputi cawan petri, pinset, ose, bunsen, hand
sprayer, labu erlenmeyer, tabung reaksi, rak tabung, autoklaf, pHmeter, gunting,
timbangan analitik, laminar air flow, alat tulis, ember, dan cangkul.
Metode Penelitian
Penelitian dilaksanakan berdasarkan model Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dua faktor. Faktor pertama yaitu frekuensi aplikasi
isolat bakteri Methylobacterium spp yang terdiri dari 3 taraf, yaitu: benih
direndam air, dan tidak disemprot isolat Methylobacterium spp (m0), perendaman
benih dengan isolat Methylobacterium spp dan penyemprotan setiap dua bulan
sekali sampai umur empat bulan (m1), perendaman benih dengan isolat
Methylobacterium spp dan penyemprotan setiap satu bulan sampai tanaman berumur empat bulan (m2). Faktor kedua adalah dosis pemupukan yang terdiri dari 3 taraf, yaitu: tanpa pemupukan (p0), pemupukan setengah dosis rekomendasi (p1), dan pemupukan satu dosis rekomendasi pemupukan cabai (p2).
Masing-masing percobaan terdiri dari 3 ulangan dengan 9 kombinasi perlakuan sehingga diperoleh 27 satuan percobaan. Dalam setiap satuan percobaan diamati 5 tanaman contoh.
Model rancangan percobaan yang digunakan adalah Yijk = µ + αi + Fj + Pk + (FP)jk + εijk
dimana :
Yijk : Nilai pengamatan pada satuan percobaan dari ulangan ke-i pada faktor
frekuensi aplikasi ke-j dan dosis pemupukan ke k
µ : nilai rata-rata umum
αi : ulangan ke-i, dimana i= 1, 2, dan 3
Fj : Pengaruh frekuensi aplikasi isolat bakteri pada taraf ke-j = 1, 2, dan 3
Pk : Pengaruh dosis pemupukan pada taraf ke-k = 1, 2, dan 3
(FP)jk : Interaksi antara frekuensi aplikasi isolat bakteri pada taraf ke-j = 1, 2, dan 3 dengan dosis pemupukan taraf ke-k = 1, 2, dan 3
εijk : Pengaruh galat percobaan
Data yang diperoleh diuji dengan uji F, apabila menunjukkan pengaruh nyata maka dilakukan pengujian lanjut dengan menggunakan uji wilayah berganda duncan (DMRT) pada taraf 5%.
Pelaksanaan
Perbanyakan isolat bakteri
Perbanyakan bakteri Methylobacterium spp dilakukan di laboratorium
Mikrobiologi BB-Biogen. Isolat bakteri yang digunakan dalam penelitian ini adalah TD-J7 yang diisolasi dari daun jagung dan TD-TPB-3 yang diisolasi dari
daun terong bulat. Kegiatan perbanyakan isolat Methylobacterium spp diawali
dengan pembuatan media kultur yaitu media Amonium Mineral Salt (AMS)
dengan komposisi seperti yang tercantum dalam Lampiran 2. Untuk perendaman benih dibuat media sejumlah 50 ml. Selanjutnya ditambahkan 50 µl Triptofan, diukur tingkat keasaman (pH) = 7 menggunakan pHmeter. Media yang sudah siap
dituang dalam 2 erlenmeyer 100 ml masing masing sebanyak 25 ml, selanjutnya
Inokulasi bakteri dilakukan setelah media dingin yang sebelumnya telah ditambahkan dengan 0.5 ml methanol. Sebanyak 1 ose bakteri diinokulasikan
pada media secara aseptik pada laminar air flow. Selanjutnya kultur diinkubasi
menggunakan shaker selama tujuh hari. Setelah tujuh hari, media cair siap
digunakan untuk perendaman benih cabai. Jumlah kultur bakteri yang dibuat untuk penyemprotan cabai di rumah kaca disesuaikan dengan kebutuhan.
Perendaman dan Penyemaian Benih
Benih disiapkan pada wadah yang steril. Benih direndam dengan isolat
Methylobacterium spp selama 24 jam dan pada perlakuan m0 benih direndam
dengan air. Sebelum dikecambahkan, benih yang sudah direndam
dikeringanginkan selama satu jam. Pengecambahan benih dilakukan di tray
dengan media campuran tanah, kompos dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1:1. Persemaian diupayakan dalam tempat yang teduh dan selalu dalam kondisi lembab dengan melakukan penyiraman setiap hari. Penyemaian dilakukan selama 42 hari (6 minggu).
Penanaman
Bibit yang sudah siap tanam dilakukan pemindahan dari persemaian ke
polybag yang lebih besar (diameter 30 cm). Bibit diambil dari tray dengan cara
menekan bagian bawah tray hingga tanah muncul secara hati-hati. Selanjutnya
bibit ditanam pada polybag. Setiap satu polybag ditanam satu bibit. Penyulaman
dilakukan pada satu minggu setelah tanam (1MST) dengan bahan tanam yang berumur sama.
Pemeliharaan
Pemeliharaan yang dilakukan meliputi penyiraman, pemangkasan tunas air, pemupukan, pengajiran, pengandalian hama dan penyakit. Pengajiran dilakukan pada 5 MST. Pemupukan dilakukan empat kali yaitu pada tanaman berumur 2, 8, 14 dan 18 MST. Dosis pemupukan yang disarankan Deptan adalah 300 kg Urea/ha, 250 kg SP-36/ha dan 250 kg KCl/ha. Pemupukan pada dosis
penuh (15 g Urea, 27 g SP-18, dan 12 g KCl per 5 kg media) dan pada setengah dosis adalah (7.5 g Urea, 13 g SP-18, dan 6 g KCl per 5 kg media). Pemupukan diberikan secara bertahap. Pemupukan pertama pada 2 MST penuh diaplikasikan 2 g Urea, 2 g SP-18 dan 1 g KCl pada dosis penuh dan setengah dosis sebanyak 1 g Urea, 2 g SP-18 dan 1 g KCl. Pemupukan kedua (8MST), ketiga (14 MST) dan keempat (18MST) diaplikasikan sebanyak 4.3 g Urea, 8.3 g SP-18 dan 3.6 g KCl (dosis penuh) dan 2.2 g Urea, 3.6 g SP-18 dan 1.6 g KCl (setengah dosis).
Penyemprotan kultur Methylobacterium spp pada tanaman dilakukan
menggunakan hand sprayer. Aplikasi Methylobacterium spp dilakukan pada saat
tanaman berumur 1, 2, 3, dan 4 bulan untuk tanaman dengan perlakuan penyemprotan setiap satu bulan dan saat tanaman berumur dua dan empat bulan untuk perlakuan penyemprotan setiap dua bulan. Jumlah kultur bakteri yang digunakan untuk merendam adalah 50 ml untuk 400 butir benih. Jumlah kultur yang disemprotkan; 22 ml untuk 70 bibit pada 4 MST. Pada 8 MST diperlukan 100 ml untuk 70 tanaman, pada 12 MST diperlukan 220 ml untuk 36 tanaman, dan 480 ml untuk 70 tanaman pada 16 MST.
Pengendalian hama kutu daun (Aphis gossypii) dan thrips menggunakan
pestisida bahan dengan aktif Abamextrin dengan konsentrasi 1ml/L atau 2 ml/L air tergantung tingkat serangan. Pengendalian penyakit embun jelaga (Capnodium sp) menggunakan fungisida dengan bahan aktif Klorotalonil 75% dengan konsentrasi 1 gram/L air atau 2 gram/L air tergantung tingkat serangan. Frekuensi penyemprotan 1-2 kali seminggu sesuai kondisi serangan.
Pemanenan
Pemanenan dilakukan saat buah sudah masak (90% berwarna merah). Panen dilakukan pada pagi hari. Pada panen terakhir semua buah dipanen dan ditimbang bobotnya.
Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan meliputi :
a) Daya Tumbuh
Daya tumbuh dihitung berdasarkan jumlah benih yang tumbuh pada pengamatan dengan menggunakan rumus :
Daya Tumbuh = Σ benih yang tumbuh x 100%
Σ benih yang ditanam
b) Tinggi tanaman
Pengukuran tinggi tanaman dilakukan mulai dari pangkal batang sampai ujung tajuk. Pengamatan dilakukan sampai 13 MST.
c) Jumlah daun
Seluruh daun dihitung. Kriteria daun yang dihitung adalah daun yang telah membuka sempurna dan diamati sampai tanaman berumur 13 MST.
d) Jumlah cabang
Dilakukan penghitungan jumlah cabang sampai mencapai fase generatif. Jumlah cabang dihitung sampai tanaman berumur 12 MST.
e) Jumlah bunga
Diamati waktu tanaman mulai berbunga dan dihitung jumlah bunga yang terbentuk tiap minggu. Bunga yang dihitung adalah bunga yang mekar dan yang masih kuncup yang sudah muncul kelopak berwarna putih. Jumlah bunga diamati sampai tanaman berumur 18 MST.
f) Bobot buah
Bobot buah dihitung saat buah dipanen setiap MST. Pada panen terakhir semua buah baik yang masih muda (berwarna hijau) maupun yang telah matang (berwarna merah) dipanen dan dihitung bobotnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Daya TumbuhBenih cabai diuji viabilitasnya menggunakan Uji diatas Kertas (UAK) pada cawan petri sebelum ditanam. Dari pengujian didapatkan Daya Berkecambah
(DB) benih sebesar 77% dan KCT 1.716% KN/etmal pada kondisi tanpa
perendaman Methylobacterium spp.Daya tumbuh tanaman yang disemai sebesar
74.35% untuk benih yang direndam air dan 75.35% pada benih yang direndam
bakteri Methylobacterium spp.
Daya tumbuh bibit cabai yang diaplikasikan Methylobacterium spp strain
TD-J7 dan TD-TPB3 dengan cara perendaman tersebut tergolong rendah jika dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya. Penelitian Goni (2010)
menunjukkan bahwa perlakuan perendaman benih dengan isolat
Methylobacterium spp strain J7, TPB3 dan kombinasi J7 dan TD-TPB3 dapat meningkatkan vigor benih cabai sebesar 1.9%, 3.4% dan 2.1% pada benih dengan tingkat viabilitas awal 62%. Selain itu perlakuan tersebut dapat meningkatkan indeks vigor benih sebesar 4.5%, 4.3% dan 5% pada benih dengan viabilitas awal 90%.
Rendahnya daya berkecambah benih yang ditanam menunjukkan mutu benih yang kurang baik karena benih sudah mengalami kemunduran. Justice (2002) menyatakan bahwa vigor dan viabilitas benih tidak selalu dapat dibedakan, terutama pada lot-lot yang mengalami kemunduran cepat. Kemunduran benih adalah jatuhnya mutu benih yang perubahan secara