TINJAUAN PUSTAKA
II.2. Sifat Bahan Baja
Sifat baja yang terpenting dalam pengunaanya sebagai bahan konstruksi adalah kekuatannya yang tinggi, dibandingkan dengan bahan lainnya seperti kayu, dan sifat keliatannya, yaitu kemampuan untuk berdeformasi secara nyata baik dalam tegangan, regangan maupun dalam kompresi sebelum kegagalan, serta sifat homogenitas yaitu sifat keseragaman yang tinggi.
Baja merupakan bahan campuran besi ( Fe ), 1,7 % Zat arang atau karbon ( C ), 1,65 % mangan 0,6 % silikon ( Si ) dan 0,6% tembaga ( Cu ). Baja dihasilkan dengan menghaluskan bijih besi dan logam besi tua bersama-sama dengan bahan tambahan pencampur yang sesuai, dalam tungku temperatur tinggi untuk
12
menghasilkan massa-massa besi yang besar, selanjutnya dibesihkan untuk menghilangkan kelebihan zat arang dan kotoran-kotoran lain.
Berdasarkan persentase zat arang yang dikandung, baja dapat dikategorikan sebagai berikut :
1. Baja dengan persentase zat arang rendah ( low carbon steel ) Yakni lebih kecil dari 0.15 %
2. Baja dengan persentase zat arang ringan ( mild carbon steel ) Yakni 0.15 % - 0.29 %
3. Baja dengan persentase zat arang sedang ( medium carbon steel ) Yakni 0.30 % - 0.59 %
4. Baja dengan persentase zat arang tinggi ( High carbon steel ) Yakni 0.60 % - 1.7 %
Baja untuk bahan struktur termasuk kedalam baja yang persentase zat arang yang ringan ( mild carbon steel ), semakin tinggi kadar zat arang yang terkandung didalamnya, maka semakin tinggi nilai tegangan lelehnya. Sifat-sifat bahan struktur yang paling penting dari baja adalah sebagai berikut :
1. Modulus Elastisitas ( E )
Modulus elastisitas untuk semua baja ( yang secara relative tidak tergantung dari kuat leleh ) adalah 28000 sampai 30000 ksi atau 193000 sampai 207000 Mpa. Nilai untuk desain lazimnya diambil sebesar 29000 ksi atau 200000 Mpa.
Berdasarkan Peraturan Perencanaan Bangunan Indonesia ( PPBBI ), nilai modulus elastisitas baja adalah 2,1 x 106 kg/cm² atau 2,1 x 105 MPa.
13 2. Modulus Geser ( G )
Modulus geser setip bahan elastis dihitung berdasarkan formula :
(
+µ)
= 1 2 E GDimana µ = perbandingan poisson yang diambil sebesar 0,3 untuk baja. Dengan menggunakan µ = 0,3 maka akan memberikan G = 11000 ksi atau 77000 MPa.
Berdasarkan Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia ( PPBBI ), nilai modulus geser ( gelincir ) baja adalah 0,81 x 106 kg/cm² atau 0,81 x 105 MPa.
3. Koefisien Ekspansi ( α )
Koefisien ekspansi adalah koefisien pemuaian linier. Koefisien ekspansi baja diambil sebesar 12 x 10-6 per 0C.
4. Tegangan Leleh ( σ1 )
Tegangan leleh ditentukan berdasarkan mutu baja. 5. Sifat – sifat lain yang penting.
Sifat – sifat ini termasuk massa jenis baja, yang sama dengan 490 pcf atau 7,850 t/m3, atau dalam berat satuan, nilai untuk baja sama dengan 490 pcf atau 76, 975 kN/m³, berat jenis baja umumnya adalah sebesar 7,85.
Untuk mengetahui hubungan antara tegangan dan regangan pada baja dapat dilakukan dengan uji tarik di laboratorium. Sebagian besar percobaan atas baja akan menghasilkan bentuk hubungan antara tegangan dan regangan seperti tergambar di bawah ini.
14 A B
σ
A M C 0ε
Gambar 2.1 Hubungan tegangan - regangan untuk uji tarik pada baja lunak. Keterangan gambar :
σ = tegangan baja
ε = regangan baja A = titik proporsional A’ = titik batas elastis B = titik batas plastis M = titik runtuh C = titik putus
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa sampai titik A hubungan antara tegangan dan regangan masih linier atau keadaan masih mengikuti hukum Hooke.Kemiringan garis OA menyatakan besarnya modulus elastisitas E. diagram regangan untuk baja lunak memiliki titik leleh atas ( upper yield point ), σyu dan daerah leleh datar. Secara praktis, letak titik leleh atas ini, A’ tidaklah terlalu berarti sehingga pengaruhnya sering diabaikan. Titik A’ sering juga disebut sebagai titik batas elastis ( elasticity limit ). Sampai batas ini bila gaya tarik
15
dikerjakan pada batang baja maka batang tersebut akan berdeformasi. Selanjutnya bila gaya itu dihilangkan maka batang akan kembali kebentuk semula. Dalam hal ini batang tidak mengalami deformasi permanen.
Bila beban yang bekerja bertambah, maka akan terjadi pertambahan regangan tanpa adanya pertambahan tegangan. Sifat pada daerah AB
Inilah yang disebut sebagai keadaan plastis. Lokasi titik B, yaitu titik batas plastis tidaklah pasti tetapi sebagai perkiraan dapat ditentukan yakni terletak pada regangan 0.014.
Daerah BC merupakan daerah strain hardening, dimana pertambahan regangan akan diikuti dengan sedikit pertambahan tegangan. Disamping itu, hubungan tegangan dengan regangannya tidak lagi bersifat linier. Kemiringan garis setelah titik B ini didefenisikan sebagai Ez. Di titik M, yaitu regangan berkisar antara 20 % dari panjang batang, tegangannya mencapai nilai maksimum yang disebut sebagai tegangan tarik batas ( Ultimate tensile strength ). Akhirnya bila beban semakin bertambah besar lagi maka titik C batang akan putus.
Tegangan leleh adalah tegangan yang terjadi pada saat baja mulai meleleh. Dalam kenyataannya, sulit untuk menentukan besarnya tegangan leleh, sebab perubahan dari elastisitas menjadi plastis seringkali besarnya tidak tetap.sebagai standar menentukan besarnya tegangan leleh dihitung dengan menarik garis sejajar dengan sudut kemiringan modulus elastisitasnya, dari regangan sebesar 0.2 %
16
σ
ε
D B C 0 CD//OB 0.002 0.004Gambar 2.2 Penentuan tegangan leleh.
Dari titik regangannya 0.2 % ditarik garis sejajar dengan garis OB sehingga memotong grafik tegangan regangan dan memotong sumbu tegangan.Tegangan yang diperoleh ini disebut dengan tegangan leleh. Tegangan-tegangan leleh dari bermacam-macam baja bangunan diperlihatkan pada tabel 2.1 dibawah ini:
Tabel 2.1 Harga tegangan leleh
Macam Baja Tegangan Leleh Kg/cm² Mpa Bj 34 Bj 37 Bj 41 Bj 44 Bj 50 Bj 52 2100 2400 2500 2800 2900 3600 210 240 250 280 290 360
17
Baja memiliki beberapa kelebihan sebagai bahan konstruksi, diantaranya : 1. Nilai kesatuan yang tinggi per satuan berat
2. Keseragaman bahan dan komposit bahan yang tidak berubah terhadap waktu
3. Dengan sedikit perawatan akan didapat masa pakai yang tidak terbatas 4. Daktalitas yang tinggi
5. Mudah untuk diadakan pengembangan struktur Disamping itu baja juga mempunyai kekurangan dalam hal :
1. Kekuatan baja lemah dalam memikul beban tekan
2. Biaya pengadaan anti api yang besar ( fire proofing cost )
3. Dibandingkan dengan kekuatannya kemampuan baja melawan tekuk kecil 4. Nilai kekuatannya akan berkurang, jika dibebani secara berulang /
periodik, hal ini biasanya disebut dengan leleh atau fatigue.
Dengan kemajuan teknologi, perlindungan terhadap karat dan kebakaran pada baja sudah ditemukan, hingga akibat buruk yang mungkin terjadi bisa dikurangi/dihindari.
II.3. Sambungan
Bahan baja sebagai bahan bangunan, diproduksi dipabrik-pabrik peleburan dalam bentuk, ukuran dan panjang tertentu sesuai dengan standard yang ditentukan.Oleh karena itu tidaklah mungkin membangun suatu konstruksi secara monolit, akan tetapi terpaksa dibangun elemen-elemen yang disambung satu persatu dilapangan. Sifat dari sambungan ini sangat tergantung pada jenis dan konstruksi sambungan, bervariasi mulai dari yang berkelakuan sebagai sendi sampai dengan kaku sempurna. Pada struktur batang istilah kekakuan digunakan
18
untuk faktor EI dari batang atau dalam bahasa inggris disebut ( stiffnes ). Suatu struktur sambungan dapat bersifat sendi, kaku( rigid ) atau semi kaku ( semi rigid ) .tidak ada ukuran yang pasti untuk menentukan tingkat dari sambungan yang dimaksud.
Sambungan merupakan sesuatu hal yang tidak dapat dihindarkan dalam perencanaan struktur baja. Hal ini dikarenakan bentuk struktur bangunan yang begitu kompleks. Sambungan yang dapat kita lihat pada struktur bangunan adalah sambungan antara balok dan kolom. Kegagalan dalam sambungan tersebut dapat mengakibatkan perubahan fungsi struktur bangunan tersebut, dan paling berbahaya adalah keruntuhan pada struktur tersebut.Sehingga untuk mencegah hal tersebut maka kekakuan sambungan antara balok dan kolom tersebut harus baik. Pada umumnya sambungan antara balok dan kolom terdiri dari tiga elemen yaitu : balok, kolom, dan alat penyambung. Jadi ketiga elemen tersebut yang harus kita perhitungkan sehingga perencanaan struktur akan sesuai seperti yang direncanakan dan pada akhirnya struktur bangunan itu akan berdiri sesuai dengan fungsi yang diinginkan.
Suatu sambungan merupakan sarana dimana beban-beban yang bekerja disalurkan. Untuk sambungan balok ke kolom, beban-beban yang disalurkan meliputi gaya normal N, gaya lintang D, momen lentur M dan momen Torsi. Dalam tugas akhir ini, yang dibahas adalah momen lentur saja.
Selanjutnya dalam tugas akhir ini, deformasi sambungan akibat momen lentur M saja yang diperhitungkan, yaitu deformasi rotasi Өr. Biasanya rotasi
19
maka akan timbul deformasi rotasi sebesar Өr. Seperti yang tergambar dibawah
ini
Gambar 2.3 Deformasi rotasi sambungan
Rotasi yang dimaksud adalah perubahan sudut yang terjadi antara balok dan kolom dari kondisi aslinya, yang merupakan suatu ukuran putaran relatif balok terhadap kolom.
Hubungan M - Өr sambungan dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
20
Dari gambar diatas dapat diambil beberapa pengamatan, yang antara lain :
1. Semua tipe sambungan menunjukkan perilaku hubungan M-θr yang berada diantara rigid ( sumbu vertikal ) dan sendi ( sumbu horizontal ).
2. Untuk nilai momen yang sama, sambungan yang lebih fleksibel memiliki sudut rotasi θr yang lebih besar. Sebaliknya nilai untuk θr tertentu, sambungan yang lebih fleksibel menyalurkan momen yang lebih kecil.
3. Meomen maksimum yang mampu disalurkan suatu sambungan ( kapasitas momen ultimite ) menurun pada sambungan yang lebih fleksibel.
4. Hubungan M- θr senantiasa non-linier untuk setiap jenis pembebanan.
Ke-non-linier-an ini disebabkan oleh berbagai faktor, yang terpenting diantaranya adalah :
1. Ketidak-seragaman secara material.
Sambungan tersebut terdiri atas berbagai macam dan susunan baut, siku dan pelat. Hal ini memungkinkan terjadinya slip dan pergerakan realatif pada tingkat pembebanan yang berbeda.
2. Tercapainya kondisi leleh dari sebagian komponen sambungan.
Karena tidak seragamnya tegangan yang ditanggung oleh komponen-komponen sambungan, maka ada komponen-komponen yang lebih awal mengalami leleh. Ini merupakan faktor utama penyebab ke-non-linier-an perilaku suatu sambungan. 3. Konsentrasi tegangan dan regangan yang disebabkan oleh lobang ( baut ), pengencangan dan bidang kontak elemen yang diterapkan pada sambungan.
4. Tekuk flens dan/atau web kolom ataupun balok yang terjadi disekitar sambungan.
21 II.3.1 Tipe – Tipe Sambungan
Berikut ini dapat dilihat beberapa tipe sambungan antara lain :
Gambar 2.5 Tipe sambungan ( a ) single web – angle dan (b) single plate
22
Gambar 2.7 Tipe sambungan top –and seat-angle with duoble web angle.
Gambar 2.8 Tipe sambungan top –and seat-angle
23
Gambar 2.10 Tipe sambungan extended end-plate ( a ) extended on tension side only ( b ) extended on tension and compression sides
24
Berdasarkan EUROCODE 3, sambungan diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Rigidity ( Rotational stiffness, Rki ) dan
2. Kekuatan ( momen resistance, M ).
Ad.1 Rotational stiffness dari sambungan balok dan kolom dapat diklasifikasikan atas : sendi ( flexible connection ), rigid dan semi rigid. Dalam EUROCODE 3, sambungan yang ditampilkan adalah dalam braced dan unbraced frames.
Klassifikasi sambungan berdasarkan EUROCOD 3 dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 2.12 Klassifikasi sambungan berdasarkan EUROCODE 3 ( 1992 ) Parameter non-dimensional yang digunakan pada gambar tersebut adalah : 1. ;
dimana : M = moment resistance Mp = momen kapasitas plastis
2. ; dimana : Keterangan : p M M m= p r θθ θ =
(
b b)
p p L EI M / = θ25 Ib = momen inersia balok
Lb = panjang bentang balok dari c/c kolom.
* Untuk unbraced frames, batas untuk sambungan semi-rigid adalah : 1. Bila m < 3 2 → m < 25. θ 2. Bila 3 2 < m < 1 → m < 7 4 . 25θ +
Syarat untuk unbraced frame : 1. Bila m < 3 2 → m < 8.θ 2. Bila 3 2 < m < 1,0 → < 7 3 . 20θ +
* Sambungan balok – kolom diklasifikasikan sebagai sendi ( flexible connection ), jika rotational stiffness berada pada kondisi :
Ad.2. Momen Resitance, M
Berdasarkan momen resistance, sambungan balok – kolom dapat diklassifikasikan atas :
1. nominally pinned ( sendi ) , jika M ≤
4
Mp
;
2. full strength, jika M > Mp ; dan
3. partial strength, jika Mp / 4 < M < Mp
Berdasarkan uraian diatas dapat dilihat bahwa sangat pentign untuk menganalisa derajat kekakuan K dari suatu perencanaan sambungan balok-kolom pada suatu konstruksi baja. Bila hanya momen lentur M yang
b b L I E Rkt . 2 . ≤
26
bekerja pada sambungan tersebut, maka akan menimbulkan deformasi
rotasi sambungan sebesar θr. Hal ini sangat penting untuk dianalisa dalam
perencanaan sambungan balok – kolom.
Dalam penganalisaan kekakuan sambungan balok – kolom tersebut akan dilakukan penganalisaan terhadap momen yang bekerja pada sambungan ( M sambungan ) yang akan dibandingkan dengan momen kapasitas yang dapat dipikul oleh balok dalam batas elastisitasnya ( M kapasitas elastisitas). Pada gambar berikut ini dapat dilihat pengaruh deformasi elastis yang terjadi pada sambungan balok-kolom akibat momen lentur M yang bekerja. Sambungan balok – kolom adalah tipe sambungan top – and seat-angle with double web angle.
27
Gambar 2.14 Pengaruh deformasi elastis terhadap sambungan top-and seat-angle dengan double web angle
28 II.3.2 Jenis – jenis alat penyambung
Didalam suatu struktur konstruksi yang menggunakan alat penyambung dapat digunakan dengan menggunakan alat sambung seperti : baut ( bolt ), paku keling ( rivet ) dan las ( welded ). Dalam tulisan ini yang akan dibahas hanya alat sambung baut dan las.
II.3.2.1 Baut ( Bolt )
Pada suatu struktur yang terbuat dari konstruksi baja baja, baut merupakan suatu elemen yang paling vital untuk diperhitungkan, hal ini dikarenakan baut merupakan alat sambung yang paling sering digunakan.Selain baut mutu tinggi, juga ada jenis baut lain yang masih digunakan sebagai alat penyambung. Adapun jenis baut yang dimaksud antara lain :
a) Baut Hitam
Baut ini dibuat dari baja karbon rendah yang diidentifikasi sebagai ASTM A307 dan merupakan jenis baut yang paling murah. Namun baut ini belum tentu menghasilkan sambungan yang paling murah, karena jumlah baut yang dibutuhkan pada sambungan cukup banyak. Pemakaian baut ini biasanya digunakan pada struktur ringan, batang sekunder atau pengaku, anjungan ( platform ), jalan haluan ( cat walk ), gording, rusuk dinding, rangka batang yang kecil dan lain-lain yang bebannya kecil dan bersifat statis. Baut ini juga dipakai sebagai alat penyambung sementara pada sambungan yang menggunakan baut kekuatan tinggi, paku keling atau las. Baut hitam ( yang tidak dihaluskan ) kadang-kadang disebut dengan baut biasa, baut mesin atau baut kasar, serta kepala atau murnya dapat berbentuk bujur sangkar.
29 b) Baut Sekrup ( Turned Bolt )
Baut ini dibuat dengan mesin dari bahan berbentuk segi enam dengan toleransi yang lebih kecil ( sekitar 1/50 inchi ) bila dibandingkan dengan baut hitam. Jenis baut ini terutama digunakan bila sambungan memerlukan baut yang pas dengan lubang yang dibor. Kadang-kadang baut ini bermanfaat dalam mensejajarkan peralatan mesin dan batang struktural yang posisinya harus akurat. Pada saat ini baut sekrup jarang sekali digunakan pada sambungan struktural, karena baut kekuatan tinggi lebih baik dan lebih murah.
c) Baut bersisip
Baut ini terbuat dari baja paku keling biasa dan berkepala bundar dengan tonjolan sirip-sirip yang sejajar tangkainya. Baut bersisip tealah lama dipakai sebagai alternatif dari paku keling. Diameter yang sesungguhnya pada baut bersirip dengan ukuran tertentu sedikit lebih besar dari lubang tempat baut tersebut. Dalam pemasangan baut bersirip baut memotong tepi keliling lubang sehingga diperoleh cengkraman yang realatif erat. Jenis baut ini terutama bermanfaat pada sambungan tumpu ( bearing ) dan pada sambungan yang mengalami tegangan berganti ( bolak – balik ).
Untuk baut mutu tinggi tipe tumpu, tegangan-tegangan yang diijinkan dalam menhitung kekuatan baut adalah :
1. Tegangan geser yang diijinkan :
σ τ =0,6.
2. Tegangan tarik yang diijinkan :
σ τtrk =0,7.
30 3. Tegangan tumpu yang diijinkan :
Untuk s1 ≥ 2.d σtu =1,5.σ
Untuk 1,5 d ≤ s1 ≤ 2.d σtu =1,2.σ
Untuk persamaan tegangan geser dan tegangan tarik menggunakan tegangan dasar bahan baut dan untuk persamaan tegangan tumpu menggunakan tegangan dasar yang terkecil antara bahan baut dengan bahan batang yang akan disambung. Pada waktu pemasangan baut, ring harus dipasang pada bagian bawah kepala baut dan bagian bawah mur.
Penentuan ukuran elemen struktur tarik merupakan salah satu masalah yang sederhana yang sering dijumpai oleh perencana struktur. Sekalipun demikian perencana harus berhati-hati dalam desain dan pendetailan hubungan ( connectios ) elemen struktur.Telah banyak kegagalan structural yang diakibatkan oleh buruknya detail titik hubung elemen struktur tarik. Elemen struktur tarik tidak menimbulkan masalah stabilitas seperti pada balok dan kolom. Beban tarik yang bekerja pada sumbu longitudinal elemen cenderung menahan elemen itu pada garis longitudinal.Jadi, elemen tarik pada umumnya tidak memerlukan bracing yang biasanya diasosiasikan pada balok dan kolom. Pada elemen struktur tarik, potensi untuk runtuh secara tiba-tiba hanya dapat terjadi apabila ada ketidakcukupan, misalnya pelemahan di titik hubung.
Yang paling penting diperhatikan dalam pemillihan elemen struktur tarik adalah konfigurasi penampang melintang sehingga titik-titik hubungnya sederhana dan efisien. Titik hubung itu juga harus dapat meneruskan beban ke elemen strukturnya dengan eksentrisitas sekecil mungkin.
31 An
Pt =σtr.
Contoh-contoh elemen struktur tarik dapat dijumpai pada banyak struktur misalnya pada penggantung untuk catwalks, pada struktur rangka batang, kabel untuk tumpuan atap, sag rods, dan berbagai jenis brace ( pengekang ).Elemen bracing kecil dapat berupa batang baja bulat berulir atau elemen flexible, misalnya kabel atau kawat.Siku tunggal, siku rangkap, bentuk T, dan kanal juga dapat digunakan sebagai elemen struktur tarik. Batang tarik pada rangka batang besar dapat terdiri atas profil-profil WF atau terdiri atas elemen tersusun.
1. Tegangan Tarik
Rumus tegangan tarik merupakan dasar perhitungan analisis dan desain elemen struktur tarik. Rumus tersebut dapat ditulis sebagai berikut :
Atau untuk kapasitas tarik :
Dimana σtr = tegangan tarik yang dihitung P = gaya aksial yang dialami
Pt = kapasitas gaya tarik aksial ( gaya tarik aksial izin maksimum )
tr
σ = tegangan tarik aksial izin
An = Luas netto penampang melintang elemen struktur yang dibebani Gaya Aksial.
An P tr =
32 2. Luas Bersih ( Luas Netto )
Luas netto ( An ) diilustrasikan pada gbr 2.16, dan luas ini secara logis merupakan luas yang secara actual mengalami tagangan tarik . Luas netto dapat divisualisasikan dengan membayangkan bahwa elemen struktur tarik itu ( dalam gambar 2.16 adalah berupa pelat ) megalami keruntuhan di sepanjang garis pada gambar2.16a. Jadi luas netto yang dimaksud adalah seperti yang diperlihatkan dengan arsiran pada gbr.2.16b, Yaitu ;
An = Luas brutto – luas lubang
Dimana :
b = lebar pelat t = tebal pelat
d = diameter perlemahan, dengan :
d = diameter baut + 1 mm ( untuk baut hitam ) d = diameter baut + 2 mm ( untuk baut mutu tinggi ) n = jumlah baut pada garis keruntuhan
Gbr 2.15 Luas netto Penampang batang