• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III BIOGRAFI SUNAN KALIJAGA

E. Sifat dan Karakter Sunan Kalijaga

Ketegasan dan keberanian merupakan salah satu sifat dan karakter Raden Mas Syahid atau Sunan Kalijaga. Mengingat ayahnya merupakan seorang adipati di Kabupaten Tuban. Sebagai seorang adipati, sejak kecil tentu sudah berhadapan dengan ketentuan dan tata cara hidup disiplin. Ada beberapa sifat ketegasn dan keberanian Sunan Kalijaga yang terlihat dalam beberapa peristiwa dalam kehidupannya, yaitu:

a) Berani Membela Warga

131 Abu Khalid, Kisah Perjalanan Hidup Walisongo dalam Menyebarkan Agama Islam di Tanah Jawa, (Surabaya: Penerbit Karya Ilmu, Tanpa Tahun), hlm. 60

Ketika kerajaan Majapahit mengharuskan rakyatnya membayar upeti yang tinggi termasuk kadipaten tempat tinggal Sunan Kalijaga juga terlibat dalam mengatur upeti itu. Hati Raden Mas Syahid melihat kondisi tersebut semakin tidak tahan melihat penderitaan rakyat yang kelaparan. Kemudian Sunan Kalijaga berani mencuri gudang makanan kadipaten demi menolong warga yang kelaparan. Sunan Kalijaga tegas dengan pandangan-pandangannya dan berani menjalankan apa yang sudah ia putuskan dengan resiko apapun yang akan dihadapi nantinya.

b) Tegar Saat Diusir

Keinginan kuat dalam diri Raden Mas Syahid untuk menolong warga yang menderita akibat kebijakan upeti dengan cara mencuri gudang makanan kadipaten dan harta milik orang-orang kaya yang kikir, membuat Raden Mas Syahid harus menanggung beberapa resiko yang tidak kecil.132

2. Peduli dan Luwes

Sikap peduli muncul dari perasaan tidak tega melihat penderitaan yang dialami oleh rakyat kecil. Hatinya memberontak melihat tindakan yang sewenang-wenang yang dilakukan oleh Ayahnya sendiri terhadap mereka.

Mereka hanya memiliki dua pilihan, yaitu membayar upeti atau menerima hukuman berat. Akhirnya Sunan Kalijaga bersikap kritis melihat kondisi tersebut denganc cara seperti mencuri harta atau bahan makanan dari kadipaten sendiri secara diam-diam dan membagikan harta curiannya kepada rakyat kecil.133

Raden Mas Syahid juga bisa bergaul dengan para petinggi kerajaan sekaligus akrab dengan rakyat jelata. Karena keluwesannya ini, beliau begitu familiar di kalangan masyarakat. Keluwesannya itu juga terlihat dalam berdakwah yang berbeda dengan para sunan yang lain. Jika para sunan lain

132 Rusydie Anwar, Kesaktian dan Tarekat Sunan Kalijaga, (Yogyakarta: Araska, 2018), hlm. 32-35

133 Abu Khalid, Kisah Perjalanan Hidup Walisongo dalam Menyebarkan Agama Islam di Tanah Jawa, hlm. 64

berdakwah dengan mendirikan pesantren dan padepokan. Beliau justru berdakwah secara berkeliling yang menjumpai komunitas yang bermacam-macam. Metode dakwah yang digunakan juga mencerminkan keluwesannya dengan memanfaatkan tradisi adat yang berkembang di masyarakat sebagai sarana untuk menyampaikan dakwahnya. Raden Syahid menjelaskan bahwa ketika tradisi itu ditentang, maka resiko yang harus dihadapi adalah perlawanan masyarakat sehingga mereka akan menolak dakwah Islam.134

3. Teguh Pendirian

Ada satu syarat yang diminta Sunan Bonang kepadanya, yaitu menjaga tongkat Sunan Bonang yang ditancapkan di tepi sungai atau kali. Tanpa ragu, Raden Mas Syahid menerima syarat tersebut. Peristiwa tersebut mengandung dua makna, yaitu: pertama, sikap yang ditunjukkan oleh Raden Syahid tersebut menunjukkan kepatuhan seorang murid kepada guru, karena kepatuhan merupakan prasyarat yang harus dimiliki oleh seseorang setelah keyakinan untuk menyelami lautan kearifan. Kedua, sikap yang ditunjukkan oleh Raden Mas Syahid yang terus menerus menjaga tongkat Sunan Bonang hingga waktu yang lama juga menunjukkan sikap teguh pendirian yang dimiliki oleh Raden Mas Syahid.135

4. Toleran

Dalam dakwahnya, beliau tidak menggunakan pendekatan frontal melainkan mencoba dengan bersikap adaptif yang menunjukkan kelembutan sekaligus ketegasan dalam membimbing masyarakat ke jalan Islam. Karena melihat kondisi di tengah-tengah masyarakat yang penuh dengan perbedaan dan masih kuat dipengaruhi oleh tradisi Hindu-Budha dan keyakinan Animisme-Dinamisme. Sehingga Sunan Kalijaga bersikap toleransi dan berdakwah secara perlahan-lahan dengan menggunakan media yang sudah akrab di masyarakat.

134 Sumanto Al-Qurtuby, Arus China Islam-Jawa, (Yogyakarta: Inspeal Ahimsakarya Press, cet.II, 2003), hlm. 107-108

135 Wahyudi Muslim, Jalan-Jalan Tasawuf, (Sulawesi Barat: Gerbang Visual, 2018), hlm. 100

Sikap toleran yang ditunjukkan oleh Sunan Kalijaga mengarahkan dirinya menerima beragam perbedaan pandangan maupun keyakinan dengan satu semangat, yaitu semangat menghargai. Maka konflik karena perbedaan dapat diminimalisir dan tidak mengherankan jika dalam perjalanan dakwah Sunan Kalijaga lebih mudah diterima.136 Karena Sunan Kalijaga berpendirian bertindak mengikuti dari belakang sambil mempengaruhi (tut wuri handayani) dan bertindak mengikuti dari belakang sambil mengisi kepercayaan atau ajaran agama Islam (tut wuri hangiseni).137

Menurut Olaf H. Schumann, toleransi pada dasarnya merupakan sikap mental karena merupakan perwujudan dari kesiapan menerima orang lain atas eksistensisnya yang berbeda. Sikap toleransi juga mencerminkan kesiapan untuk memahami diri orang lain dalam perbedaan mereka. Dengan demikian, landasan paling fundamental dari toleransi ini adalah kemampuan untuk saling memahami. Sebab, saling memahami ini akan mendorong pada terciptanya hubungan timbal balik untuk memperkaya kedua belah pihak.138

5. Menyukai Ilmu Kesaktian

Pada masa kerajaan Majapahit, tidak sedikit di antara masyarakat yang memiliki ilmu kesaktian. Sebagai seorang putra adipati, tentu Raden Mas Syahid juga banyak melihat ilmu-ilmu kesaktian semacam itu. Yang mana ilmu kesaktian tersebut dapat dipelajari sebagai bagian benteng pertahanan, baik pertahanan diri maupun pertahanan pemerintahan, kerajaan kadipaten, dan sebagainya. Menurut Soekirno dalam bukunya, Cerita Rakyat Jawa Tengah menyebutkan bahwa Masjid Agung Demak buka hanya saksi bagi keberadaan

136 Evra Willya dan Prasetyo, Ed, Senerai Penelitian: Islam Kontemporer Tinjauan Multikultural, (Yogyakarta: Deepublish, 2018), hlm. 201

137 Santosa dan Yudi Armansyah, “Prinsip Toleransi Sunan Kalijaga dan Konstribusinya Dalam Islamisasi Masyarakat Jawa” dalam Jurnal Kontekstualita, Vol. 28, No. 1, 2013, Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Rahmaniyah Sekayu dan Fakultas Syariah IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, hlm. 37

138 Olaf H. Schumann, Menghadapi Tantangan Memperjuangkan Kerukunan, (Jakarta:

Gunung Mulia, 2006), hlm. 59-59

Walisongo melainkan juga saksi bagi kemampuan supranatural yang dimiliki oleh Sunan Kalijaga. Salah satu kemampuan supranaturalnya adalah Sunan Kalijaga dapat menangkal dan menangkap petir dengan menggunakan kerisnya yang dikenal dengan nama Keris Kiai Sengkelet. Kilat yang berhasil yang ditaklukan oleh Sunan Kalijaga tersebut berubah menjadi subah yang dikenal dengan nama Jubah Antakusuma.139