• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.4. Aplikasi Arang Aktif dalam Pembuatan MDF

4.4.2. Sifat Fisik MDF

Penampilan MDF dengan penambahan arang aktif disajikan pada Gambar 13, kerapatan MDF berkisar antara 0,76-0,78 g/cm3. Kerapatan MDF cenderung turun dengan semakin besarnya arang aktif yang ditambahkan baik pada perekat maupun pada arang. Nilai kerapatan tersebut tidak jauh berbeda dengan kontrol (0,77 g/cm3). Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kim dan Lee (2003). Berdasarkan analisa sidik ragam pada Lampiran 3, menunjukkan bahwa penambahan arang aktif pada MDF pengaruhnya tidak nyata. Kerapatan MDF yang dibuat telah memenuhi standar JIS (2003) yaitu diatas 0,35 g/cm3 (Gambar 14).

Kadar air MDF terendah dihasilkan pada pemakaian arang sebanyak 2% terhadap perekat dan tertinggi pada panambahan arang aktif sebanyak 6% terhadap serat. Berdasarkan statistik, panambahan arang aktif pengaruhnya tidak nyata terhadap kadar air MDF (Lampiran 3). Penggunaan arang aktif pada MDF dari 2% hingga 6% cenderung meningkatkan kandungan airnya. Peristiwa ini terjadi karena arang aktif memiliki kemampuan mengikat air sehingga kandungan air MDF cenderung meningkat pula dengan bertambahnya persentase arang aktif.

Gambar 13. Penampilan MDF dengan penambahan arang aktif pada (P) perekat dan (S) serat. 2% P 2% S 4% P 4% S 6% P 6% S Kontrol

Daya serap air dan pengembangan tebal MDF berkisar antara 14,38-20,91% dan 4,60-7,53%. Kedua sifat tersebut mempunyai hubungan yang

linier, peningkatan atau penurunan daya serap air akan diikuti dengan peningkatan atau penurunan pengembangan tebal. Besarnya pengembangan tebal telah memenuhi Standar Jepang yaitu dibawah 12%.

Hasil analisa sidik ragam pada Lampiran 3 menunjukkan bahwa penambahan arang aktif tidak berpengaruh nyata terhadap pengembangan tebal tetapi nyata untuk daya serap air. Berdasarkan uji beda nyata (Lampiran 4), penambahan arang aktif pada serat sebesar 4 dan 6% menghasilkan daya serap yang berbeda dengan perlakuan lainnya.

Tabel 10. Sifat MDF dengan penambahan arang aktif pada (P) perekat dan (S) serat. No Penam-bahan arang Kera- patan Kadar Air Pengem -bangan tebal Daya serap air Keteguhan

patah lentur rekat

aktif (g/cm3) (%) (%) (%) (kg/cm2) (kg/cm2) (kg/cm2) 1, Kontrol 0,77 8,43 7,53 14,46 222 27,533 3,54 2, 2% P 0,78 8,26 5,83 14,42 319 30,709 5,68 3, 4% P 0,77 8,41 4,84 14,39 365 34,797 5,15 4, 6% P 0,76 8,45 4,60 14,38 309 30,009 2,51 5, 2% S 0,78 8,25 5,51 17,80 250 26,387 4,14 6, 4% S 0,77 8,72 6,06 19,68 323 28,068 7,57 7, 6% S 0,76 9,17 6,63 20,91 241 23,319 3,26 8, JIS (30) > 0,35 5 - 13 < 12 - > 306 > 25,500 > 5,10 JIS (25) > 0,35 5 - 13 < 12 - > 255 > 20,400 > 4,08 JIS (15) > 0,35 5 - 13 < 12 - > 153 > 13,260 > 3,06

Pada Tabel 10 dan Gambar 15 menunjukkan bahwa penambahan arang aktif sebagai formulasi perekat, menghasilkan daya serap terhadap air yang relatif sama dengan kontrol tetapi pengembangan tebalnya lebih kecil.

Penggunanan arang aktif dalam jumlah cukup besar pada MDF yaitu penambahannya sebagai campuran bahan baku serat mempunyai kemampuan menyerap air lebih besar tetapi dengan pengembangan tebal yang tetap lebih kecil dari kontrol (Tabel 10 dan Gambar 15). Serat kayu mempunyai sifat higroskopis

sehingga MDF mampu menyerap air yang berakibat pada perubahan dimensi dengan bertambahnya pengembangan tebal. Sementara itu arang aktif juga mempunyai kemampuan menyerap air karena struktur yang porous, tetapi karena bentuknya berupa kristal maka penyerapan air pada arang aktif mungkin lebih kecil diikuti dengan pengembangan tebal arang aktif sebagaimana halnya serat kayu.

Gambar 14. Kerapatan (g/cm3) dan kadar air (%) MDF dengan penambahan arang aktif pada (P) perekat dan (S) serat.

Gambar 15. Pengembangan tebal (%) dan daya serap air MDF dengan penambahan arang aktif pada (P) perekat dan (S) serat.

0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 Kontrol 2% P 4% P 6% P 2% S 4% S 6% S JIS K e ra pa ta n ( g/ c m 3 ) 0 2 4 6 8 10 12 14 Ka d a r A ir (% )

Kerapatan Kadar Air

Kerapatan (g/cm3) Kadar air (%)

(30) (30) - 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 Kontrol 2% P 4% P 6% P 2% S 4% S 6% S JIS Pengembangan Tebal Daya Serap Air

Berdasarkan sifatnya tersebut maka arang aktif memberikan kontribusi yang positif terhadap sifat MDF. Hasil ini sejalan dengan penelitian Kim dan Lee (2003), bahwa penambahan arang dalam pembuatan papan serat sebesar 20-80% terhadap bahan baku serat, ternyata papan yang dihasilkan mempunyai kemampuan menyerap air dalam jumlah cukup besar dengan pengembangan tebal yang kecil.

4.4.3. Sifat Mekanis MDF

Penggunaan arang aktif dalam upaya menurunkan emisi formaldehida pada MDF ternyata tidak mengurangi sifat mekanisnya bahkan dalam jumlah tertentu justru mampu meningkatkan sifatnya (Tabel 10 Gambar 16). Analisa sidik ragam pada Lampiran 3 menunjukkan bahwa penambahan arang aktif baik pada perekat maupun serat pengaruhnya tidak nyata pada taraf 5% terhadap keteguhan patah (MOR), lentur (MOE) dan rekat (IB).

Keteguhan patah MDF dengan penambahan arang aktif baik pada perekat maupun serat lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Penggunaan arang aktif sebesar 4% memberikan keteguhan patah tertinggi. Apabila dilihat dari hasil SEM pada Gambar 17 nampak bahwa pada MDF kontrol jalinan antar seratnya masih kurang baik. Disekitar serat terdapat ruang-ruang kosong yang seharusnya terjadi ikatan diantara serat. Apabila dibandingkan dengan MDF yang dibuat dengan menambahkan arang aktif pada bahan baku seratnya nampak bahwa jarak antar seratnya lebih rapat sejalan dengan bertambahnya jumlah arang aktif yang diberikan. Fenomena ini terjadi karena arang aktif mampu mengisi ruang-ruang kosong diantara serat sehingga saat dikempa jarak antar serat menjadi lebih rapat dan terjalin ikatan. Penambahan arang aktif yang terlalu besar (6% terhadap serat) dapat menurunkan MORnya. Pada beberapa bagian ikatan antar seratnya nampak kurang baik (adanya ikatan antar serat yang terlepas) , hal ini terjadi karena bagian perekat yang terikat oleh arang aktif lebih banyak, tetapi nilainya masih tetap lebih besar dibandingkan dengan kontrol.

Analisa dengan SEM belum mampu menunjukkan sejauh mana kemampuan arang aktif menyebar atau masuk kedalam pori-pori kayu, tetapi sudah cukup menggambarkan pengaruhnya bersama-sama dengan perekat dalam mendistribusikan perekat diantara serat kayu.

Keteguhan patah MDF dengan penambahan arang aktif pada perekat juga lebih baik dibandingkan dengan kontrol. Pada Gambar 17 nampak bahwa penyebaran perekat pada serat lebih merata dibandingkan dengan kontrol sehingga memberikan nilai MOR yang lebih baik.

Penambahan arang aktif dalam jumlah kecil yaitu 2-6% terhadap perekat mampu meningkatkan kelenturan MDF dibandingkan dengan kontrol bahkan dengan standar Jepang tertinggi. Arang aktif dalam formulasi perekat mampu berperan dalam mendistribusikan perekat pada serat. Keteguhan lentur (elastisitas) maksimum dihasilkan pada penambahan perekat sebesar 4% terhadap perekat. Selanjutnya penambahan arang aktif dalam jumlah cukup besar yaitu terhadap berat bahan baku serat ternyata cenderung menurunkan sifat kelenturannya dibandingkan dengan kontrol. Hal ini mengindikasikan bahwa penambahan arang aktif tempurung kemiri dalam jumlah banyak memberikan sifat kekakuan pada MDF.

Gambar 16. Keteguhan patah (MOR) dan lentur (MOE) MDF dengan penambahan arang aktif pada (P) perekat dan (S) serat.

Keteguhan rekat MDF berkisar antara 2,51-7,57 kg/cm2, keteguhan rekat tertinggi dihasilkan MDF dengan penambahan arang aktif pada serat sebesar 4% (Gambar 18). Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa penggunaan arang aktif dalam pembuatan MDF pengaruhnya tidak nyata terhadap keteguhan rekat. 0 50 100 150 200 250 300 350 400 Kontrol 2% P 4% P 6% P 2% S 4% S 6% S JIS - 5.000 10.000 15.000 20.000 25.000 30.000 35.000 40.000 MOR MOE MOE (kg/cm2) MOR (kg/cm2) (30)

Perbesaran 150x Perbesaran 3.000x Kontrol 2% S 4% S 6% S

(kg/cm2) 0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00 Kontrol 2%P 4%P 6%P 2%S 4%S 6%S JIS Keteguhan Rekat kg/cm2 Perbesaran 150x Perbesaran 3.000x 4% P

Gambar 17. Penampakkan MDF dengan penambahan arang aktif pada serat (S) dan perekat (P)

Penambahan arang aktif baik pada perekat maupun serat lebih dari 4% dapat menurunkan keteguhan rekatnya. Penelitian pembuatan papan partikel dengan penambahan arang yang dilakukan oleh Park et.al. (2006) juga menunjukkan hal sama, dimana keteguhan rekat akan menurun dengan penambahan arang lebih dari 6%. Gambar 18 menunjukkan bahwa tingginya keteguhan rekat MDF dengan penambahan arang aktif sebesar 4% pada perekat terjadi karena penyebaran perekat pada serat lebih merata dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

Sifat fisik dan mekanis MDF dengan penambahan arang aktif pada serat sebesar 2 dan 4% serta penambahan pada serat sebanyak 4% telah memenuhi standar Jepang pada grade tertinggi yaitu termasuk dalam type 30 (Tabel 10).

Gambar 18. Keteguhan rekat (kg/cm2) MDF dengan penambahan arang aktif pada (P) perekat dan (S) serat

Penambahan arang aktif sebanyak 2% pada serat belum mampu mendistribusikan perekat secara merata. Jumlah perekat diantara serat terlihat tebal dan ada kemungkinan dibagian lainnya sedikit sekali terkena perekat. Sedangkan penggunaan arang aktif sebanyak 6%, menyebabkan perekat terserap oleh arang aktif sehingga jumlah perekat yang berinteraksi dengan serat menjadi lebih sedikit atau tipis yang menyebabkan lemahnya ikatan diantara serat.

4.4.4. Emisi Formaldehida MDF

Emisi formaldehida yang dikeluarkan MDF pada hari pertama berkisar antara 4,417-6,608 ppm dan pada hari ketujuh menjadi 2,071-2,593 ppm atau mengalami penurunan sebesar 38,57-48,29% (Tabel 11). Penurunan tersebut terjadi karena MDF terekspose dengan lingkungan disekitarnya. Besarnya emisi formaldehida dipengaruhi produk (sumber), suhu, kelembaban, dan sirkulasi udara dalam dan luar ruangan. Berkurangnya aliran udara yang keluar ruangan akan meningkatkan emisi formaldehida. Meningkatnya suhu dan kelembaban akan meningkatkan keluarnya formaldehida dari suatu produk (CPSC, 1997)

Berdasarkan hasil pengujian sifat daya serap terhadap benzena dan formaldehida sebagaimana disajikan pada Tabel. 8, menunjukkan bahwa arang aktif tempurung kemiri bersifat polar karena kemampuannya menyerap uap formaldehida lebih besar dibandingkan dengan benzena. Selanjutnya dari hasil analisa FTIR pada Tabel. 4 juga mengindikasikan bahwa sifat kimia permukaan arang aktif tempurung kemiri bersifat polar, hal ini sejalan dengan penelitian Rong et.al. (2002) dan Pari et.al. (2006b). Terjerapnya emisi formaldehida pada struktur heksagonal karbon terjadi karena adanya ikatan Van der Walls diantara awan elektron pada atam karbon dengan awan elektron yang terdapat pada formaldehida, juga terjadi ikatan hdrogen diantara arang aktif dengan formaldehida.

Pada pembuatan MDF, semakin besar jumlah arang aktif yang ditambahkan baik pada perekat maupun serat, maka cenderung akan menurunkan emisi formaldehida yang dikeluarkannya. Hal tersebut terjadi karena arang aktif bersifat polar, basa dan bermuatan positif sehingga mampu menyerap emisi formaldehida yang juga bersifat polar (Pari et.al., 2006b), sehingga arang aktif

tempurung kemiri dapat digunakan sebagai agen penangkap (Catching agent) emisi formaldehida.

Tabel 11. Emisi formaldehida MDF pada berbagai persentase penambahan arang aktif pada (P) perekat dan (S) serat.

No

Penambahan arang aktif pada

Pengamatan pada hari ke-

1 7 ppm Penurunan (%) ppm Penurunan (%) 1, Kontrol 6,608 - 2,679 - 2, 2% P 5,701 13,73 2,534 5,41 3, 4% P 4,834 26,85 2,216 17,28 4, 6% P 4,417 33,16 2,066 22,88 5, 2% S 6,426 2,75 2,593 3,21 6, 4% S 5,913 10,52 2,528 5,64 7, 6% S 4,998 24,36 2,071 22,70 8, MDF Komersial 10,352 - 4,943 -

Penurunan emisi formaldehida pada hari pertama dan ketujuh pengamatan masing-masing sebesar 2,75-33,16% dan 3,21-22,28%. Penggunaan arang aktif sebagai campuran perekat lebih efektif dalam menurunkan emisi dibandingkan dengan penggunaannya pada bahan baku serat. Arang aktif sebagai formulasi perekat mampu berinteraksi langsung dengan perekat urea formaldehida. Selanjutnya dengan mempertimbangkan sifat fisik dan mekaniknya maka penggunaan arang aktif yang optimal dalam pembuatan MDF adalah dengan menambahkannya pada perekat sebesar 4%.

Pengurangan emisi formaldehida pada produk panel kayu dapat juga dilakukan dengan pelaburan dan penggunaan urea-melamin (Santoso dan Sutigno, 1998). Pelaburan sebanyak satu kali menggunakan ammonium hidroksida dapat menurunkan emisi sebesar 13,06% sedangkan dengan dua kali pelaburan emisinya berkurang 49,46%. Pada penggunaan perakat urea-melanin (catching agent) sebesar 4 dan 10% mampu mengurangi emisi sebesar 31,8% dan 19%.

V. KESIMPULAN

Analisa struktur mengindikasikan terjadinya perubahan pola baik pada tempurung, arang dan arang aktif. Hal ini dapat dilihat dari perubahan gugus fungsi, derajat kristalinitas, struktur kristal aromatik, senyawa kimia dan porinya. Karbonisasi dan aktivasi menyebabkan hilangnya beberapa zat penyusun tempurung sehingga membentuk kristalit arang yang berbentuk aromatik dan terjadinya perubahan pada sifat permukaan arangnya. Arang aktif yang terbentuk bersifat amorf, porous dan polar.

Sifat arang aktif yang optimal dihasilkan pada suhu aktivasi 800oC selama 120 menit. Pada kondisi tersebut dihasilkan kadar karbon tertinggi (93.35%) dengan daya serap terhadap iod yang telah memenuhi Standar Indonesia yaitu sebesar 829,51 mg/g.

Arang aktif tempurung kemiri mampu berperan sebagai catching agent emisi formaldehida MDF. Penggunaannya sebesar 4% dan 6% pada formulasi perekat mampu menurunkan emisi masing-masing sebesar 17,28% dan 22,88%. Selanjutnya dengan mempertimbangkan sifat fisik-mekanis MDF maka kondisi optimum dicapai pada penggunaan arang aktif sebesar 4% terhadap perekat. Kualitas MDF yang dihasilkan lebih baik dari kontrol dan telah memenuhi Standar Jepang pada grade tertinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Bansode, R.R., J.N. Losso, W.E. Marshall, R.M. Rao, and R.J. Portier. 2003. Adsorption of volatile organic compound by pecan shell- and almond shell- based granular activated carbons. Bioresource Technology 90: 175-184. Benaddi, H., T.J. Bandosz., J. Jagiello., J.A. Schwarz., J.N. Rouzaud., D. Legras,

and F. Benguin. 2000. Surface functionality and porosity of activated carbon obtained from chemical activation of wood. Carbon 38: 669-674. Bonelli, P.R., P.A.D. Rocca, E.G. Cerrela, and A.L. Cukierman. 2001. Effect of

pyrolysis temperature on composition, surface properties and thermal degradation rates of Brazil Nut shell. Bioresource Technology76: 15-22. Browning, B.L. 1967. Methods of wood chemistry. New York. Interscience

Publishing.

Buongiorno, J., S. Zu, D Zhang, J turner dan D Tomberlin. 2006. The global forest product model: structure, estimation and applications. London, California, Massachusetts. Academic Press.

Chung, W.L. 2001. Preparation of conductive carbon with high surface area. Carbon 39:39-44.

CPSC. 1997. An Update On Formaldehyde: 1997. Revision.

http://www.cpsc.gov. [27 Marret 2007].

Daud, W.M.A., and W.S.W. Ali. 2004. Comparison of pore development of activated carbon produced from palm shell and coconut shell. Bioresource Technology 93: 63-69.

Departemen Pertanian. 2007. Pusat Data dan Informasi Pertanian. Komoditi Kemiri. http://www.deptan.go.id. [27 Maret 2007].

Dynea. 2005. Resin for ultra low formaldehyde emission according to the Japanese F**** quality. San Diego. Manfred Dunky.

Guo, J. 2007. Adsorption of hydrogen sulphide (H2S) by activated carbons derived from oil-palm shell. Carbon 44: 330-336.

Girgis B.S., Samya S.Y., and Ashraf M.S. 2002. Characteristic of activated carbon from peanut hulls in relation to condition of preparation. Materials Letters. 57(1): Abstrak.

Hartoyo dan G. Pari. 1993. Peningkatan rendemen dan daya serap arang aktif dengan cara kimia dosis rendah dan gasifikasi. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 11(5):205-208. Bogor. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan.

Hartoyo, N. Hudaya, dan Fadli. 1990. Pembuatan arang aktif dari tempurung kelapa dan kayu bakau dengan cara aktifasi uap. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 8 (1): 8-16. Bogor. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Hayashi, J., T. Horikawa., I. Takeda., K. Muroyama, and F.N. Ani. 2002. Preparing activated carbon from various nuthshell by chemical activation with K2CO3. Carbon 40: 2381-2386.

Hawks, L.K., and A.B. Hansen. 2002. Formaldehyde. Utah University Ekstention.. Electronic Publishing. http://www.utah.ac . [27 Maret 2007]. Hendra D., dan S. Darmawan. 2007. Sifat arang aktif dari tempurung kemiri.

Jurnal Penelitian Hasil Hutan 25(4): 291-302. Bogor. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan.

Herzog, A., B. Reznik, T. Chen, T. Graule, and U. Vogt. 2006. Structural changes in activated wood-based carbons: correlation between specific surface area and localization of molecular-size pores. Holzforschung 60: 85-92.

Hudaya N. dan Hartoyo. 1990. Pembuatan arang aktif dari tempurung biji-bijian asal tanaman hutan dan perkebunan. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 8(4):146-149. Bogor. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Iguchi M. 1997. Practice of polymer X-ray diffraction (Short-course textbook).

Bandung. Bandung Institute of Technology.

Ismadji, S., Y. Sudaryanto, S.B. Hartono, L.E.K. Setiawan, and A. Ayucitra. 2005. Activated carbon from char obtained from vacuum pyrolysis of teak dust: pore structure development and characterization. Bioresource Technology 96: 1364-1369.

ITTO. 2002. Annual Review and Assessment of the World Timber Situation. ITTO. Japanese Industrial Standard. 2003. Fibreboards, A 5905. Japanese Standard

Association.

Jimenez, A, M.J. Iglesias., F.L. Defarge, and I.S. Ruiz. 1999. Effect of the increase in temperature on the evolution of the physical and chemical structure of vitrinite. Journal of Analytical and Applied Pyrolysis 50: 117- 148.

Kercher, A and D.C. Nagle. 2003. Microstructural evolution during charcoal carbonization by X-Ray diffraction analysis. Carbon 41: 15-27.

Kim G.E. dan H.H. Lee. 2003. Properties of charcoal-fiber board by wet forming process. International Conference on Forest Products Better Utilization of Wood for Human, Eart and Future Vol.2. Proceeding of The IAWPS.

Kim, S. and H.J, Kim. 2005. Comparison of standard methods and gas chromatography in determination of formaldehyde emission from MDF bonded with formaldehyde-based resin.

Kimura, Y., T. Sato, and C. Kaito. 2004. Production and structural characterization of carbon soot with narrow UV absorption feature. Carbon 42: 33-38.

Liteplo, R.G., R. Beauchamp, M.E. Meek, and R. Chenier. 2002. Formaldehyde. Concise International Chemical Assessment Document 40. Geneva. WHO. Marra, A.A., 1992. Technology of Wood Bonding : Principles in Practice. New

York. Van Nostrand Reinhold.

Matjik, AA dan Sumertajaya IM. 2002. Perancangan percobaan dengan aplikasi SAS dan Minitab, Jilid I. Bogor. IPB Press.

Muller, E.A. and K.E. Gubbins. 1998. Molecular simulation study hydrophilic and hydrophobic behavior of activated carbon surfaces. Carbon 36(10): 1433-1438.

Novicio, L.P., T. Hata., T. Kajimoto., Y. Imamura, and S. Ishihara. 1998. Removal of mercury from aqueous solutions of mercuric chloride using wood powder carbonized at high temperature. Journal of Wood Research No 85: 48-55.

Pari, G. 2004. Kajian struktur arang aktif dari serbuk gergaji kayu sebagai adsorben emisi formaldehida kayu lapis. Disertasi Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan. Bogor. Sekolah Pasca Sarjana IPB.

Pari G., D. Hendrra,. dan R.A. Pasaribu. 2006a. Pengaruh lama waktu aktivasi dan konsentrasi asam fosfat terhadap mutu arang aktif kulit kayu Acacia mangium. Jurnal Penelitian Hasil Hutaan 24(1):33-46. Bogor. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan.

Pari G., Kurnia S., Wasrin S., and Buchari. 2006b. Tectona grandis activated charcoal as catching agent of formaldehyde on plywood glued with urea formaldehyde. Proceedings of the 8th Pacific Rim Bio-Based Composites Symposium. Kuala Lumpur. Malaysia.

Pari G., Kurnia S., Wasrin S., Buchari dan Hiroyuki Y. 2006c. Kajian struktur arang dari lignin. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 24(1):9-20. Bogor. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan.

Park, S.B., Su-Won K., Jong-Young P., dan Jung-Kwan Roh. 2006. Physical and Mechanical Properties and Formaldehyda Emission of Particleboard with Bamboo Charcoal. Journal of Forest Science 69:50-59.

Puziy, A.M., O.I. Poddubnaya., A.M. Alonso., F.S. Garcia, and J.M.D. Tascon. 2003. Synthetic carbon activated with phosphoric acid III. Carbon prepared in air. Carbon 41: 1181-1191.

Rowell, R.M. Handbook of wood chemistry and wood composites. New York. Taylor and Francis.

Rong, H., Z: Ryu., J. Zheng, and Y. Zhang. 2002. Effect of air oxidation of rayon- based activated carbon fibers on the adsorption Behavior for formaldehyde. Carbon 40: 2291-2300.

Santoso, A dan P. Sutigno. 1998. Several factors affecting the formaldehyde emission from wood-based panels. Proceedings The fourth pacificrim bio- based composites symposium. Bogor, Indonesia

Schukin, L.I., M.V. Kornnievich., R.S. Vartapetjan, and S.1. Beznisko. 2002. Low temperature plasma oxidation of activated carbons. Carbon 40: 2021- 2040.

Standar Nasional Indonesia (SNI). 1995. Arang aktif teknis. SNI 06-3730-1995. Jakarta. Badan Standarisasi Nasional Indonesia.

Standar Nasionel Indonesia (SNI). 2005. Emisi formaldehida pada panel kayu. SNI 01-7140-2005. Jakarta. Badan Standarisasi Nasional Indonesia. Sudrajat, R. (2005). Pembuatan arang aktif dari tempurung biji jarak pagar.

Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 23(2); 143-162. Bogor. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan.

Tsoumis, G. 1991. Science and Technology of Wood : Structur,Properties, Utilization. New York. Van Nostrand Reinhold.

Vigouroux, R.Z. 2001. Pyrolysis of biomass. Dissertation. Stockholm. Royal Institute of Technology.

Wang, W., X. Zang, and R. Lu. 2004. Low formaldehyde emission paricleboard bonded by UF-MDI mixture adhesive. Forest Product Journal 54(9): 36-39. Yocom, JE. and SM. Mc.Charty. 1991. Measuring indoor air quality : a practical

guide.

Yue, Z., J. Economy, and C.L. Mangun. 2003. Preparation of fibrous porous materials by chemical activation 2. H3P04 activation of polymer coated fibres. Carbon 41: 1809-1817.

Dokumen terkait