• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II SEWA MENYEWA (IJA>RAH) DALAM HUKUM ISLAM DAN

A. Teori Sewa Menyewa (Ija>rah) dalam Hukum Islam

5. Sifat dan hukum ija>rah

38

oleh kedua pelaku akad, kecuali jika keduanya telah melihatnya sebelum akad dalam waktu yang biasanya barang tersebut tidak berubah.

3. Ija>rah tidak boleh disandarkan pada masa mendatang, seperti ija>rah rumah pada bulan atau tahun depan.

b. Ija>rah dhimma>h (tenaga). Yang berarti mengupahkan benda untuk dikerjakan, menurut pengakuan si pekerja barang itu akan diselesaikannya dalam jangka waktu tertentu, menurut upah yang ditentukan. Hal ini juga dinamakan upah mengupah. Sedangkan ija>rah dhimma>h (penyewa tanggung jawab) adalah ija>rah untuk manfaat yang berkaitan dengan dhimma>h (tanggung jawab) orang yang menyewakan, dalam ijarah dhimma>h disyaratkan dua syarat, yaitu:30

1. Upah harus diberikan dengan kontan di majelis akad karena ija>rah ini adalah akad salam dalam manfaat maka disyariatkan menyerahkan modal salam.

2. Barang yang sudah disewakan sudah ditentulam jenis, tipe, dan sifatnya seperti mobil atau kapal laut yang besar atau yang kecil.

5. Sifat dan Hukum Ija>rah

Sifat dan Hukum Ija>rah, yakni sebagai berikut: a. Sifat ija>rah

39

Ulama’ fiqih berpendapat tentang sifat akad ija>rah, apakah bersifat mengikat kedua belah pihak atau tidak. Ulama’ Hanafiyah berpendapat bahwa akad ija>rah itu bersifat lazim (mengikat), tetapi bisa dibatalkan secara sepihak apabila terdapat udzur dari salah satu pihak yang berakad, seperti salah satu pihak wafat atau kehilangan kecakapan bertindak hukum. Akan tetapi, jumhur ulama’ mengatakan bahwa akad ija>rah itu bersifat mengikat, kecuali ada cacat pada barang itu dan tidak bisa dimanfaatkan. Akibat perbedaan ini terlihat dalam kasus apabila salah seseorang telah meninggal dunia, maka akad ija>rah bersifat batal, karena manfaatnya tidak dapat diwariskan. Akan tetapi, jumhur ulama’ mengatakan bahwa manfaat itu bisa diwariskan karena termasuk harta. Jadi, kematian salah satu pihak yang berakad tidak membatalkan akad ija>rah.31

b. Hukum ija>rah

Hukum ija>rah shahih adalah tetapnya kemanfaatan bagi penyewa dan tetapnya upah bagi pekerja atau orang yang menyewakan ma’qud ‘alaih, sebab ijar>ah termasuk jual beli pertukaran, hanya saja dengan kemanfaatannya.

Adapun hukum ija>rah rusak, menurut ulama’ Hanafiyah, jika penyewa telah mendapat manfaat tetapi orang yang menyewa atau yang bekerja dibayar lebih kecil dari kesepakatan pada waktu akad, hal ini terjadi apabila akad ija>rah rusak pada syarat. Akan tetapi, jika

31 Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2006), hal. 662.

40

kerusakan disebabkan oleh penyewa, tidak memberitahukan jenis pekerjaan perjanjiannya, upah harus diberikan semestinya. Sedangkan menurut Jafar dan ulama’ Syafi’iyah berpendapat bahwa ija>rah fasid sama dengan jual beli fasid, yakni harus dibayar sesuai dengan nilai atau ukuran yang dicapai oleh barang sewaan.32ُ

6. Pembatalan dan Berakhirnya Ija>rah

Para ulama’ berbeda pendapat mengenai sifat akad ija>rah yang mengikat kedua belah pihak atau tidak. Ulama’ Hanafiyah berpendapat akad ija>rah bersifat mengikat tetapi dapat dibatalkan secara sepihak apabila terdapat uzur dari salah satu pihak yang berakad. Adapun jumhur ulama’ mengatakan bahwa akad ija>rah bersifat mengikat kecuali ada cacat atau barang tidak bisa dimanfaatkan. Akad ija>rah dapat menjadi batal dan berakhir bila ada hal-hal sebagai berikut:33

a. Terjadinya cacat pada barang sewaan ketika ditanya penyewa. b. Rusaknya barang yang disewakan, seperti ambruknya rumah.

c. Rusaknya barangyang diupahkan, seperti sepatu yang diupahkan untuk dijahit.

d. Telah terpenuhinya manfaat yang diakadkan sesuai dengan masa yang telah ditentukan dan selesainya pekerjaan.

e. Menurut Hanafiyah salah satu pihak dari yang berakad boleh membatalkan akad ija>rah bila ada kejadian yang luar biasa, seperti

32 Rachman Syafei, Fiqh Muamalah..., 131.

41

terbakarnya gedung, tercurinya barang dagangan, dan kehabisan modal.34

f. Menurut ulama’ Hanafiyah apabila terdapat uzur seperti rumah disita, maka akad berakhir. Sedangkan jumhur ulama’ melihat bahwa uzur yang membatalkan ija>rah itu apabila objeknya mengandung cacat atau manfaatnya hilang.35

Secara umum, ada beberapa hal yang mengakibatkan berakhirnya perjanjian sewa menyewa (ija>rah), adalah sebagai berikut:

a. Terjadinya aib pada barang sewaan, yaitu barang yang menjadi objek perjanjian sewa menyewa terdapat kerusakan ketika di tangan pihak penyewa, yang mana kelalaian tersebut diakibatkan oleh pihak penyewa sendiri, misalnya menggunakan barang tidak sesuai dengan peruntukan barang tersebut. Dalam hal seperti ini, pihak yang menyewakan dapat memintakan pembatalan akad.

b. Rusaknya barang yang disewakan, yaitu barang yang menjadi objek perjanjian sewa menyewa mengalami kerusakan atau musnah sama sekali, sehingga tidak dapat dipergunakan lagi sesuai dengan apa yang diperjanjikan. Misalnya, yang terjadi objek sewa menyewa adalah mobil, kemudian mobil yang digunakan masuki ke dalam jurang dan terbakar.36

34 Abdul Rahman Ghazaly, et.al...., 283-284.

35 M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam (Fiqh Muamalah), (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), hal. 78.

36 Chairuman Pasaribu dan Suhrawadi K. Lubis, Hukum Perjanjian Dalam Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 1994), hal. 57-58.

42

c. Waktu yang telah disepakati dalam ija>rah telah berakhir. Apabila yang disewakan itu rumah, maka rumah itu dikembalikan lagi kepada pemiliknya, dan apabila yang disewakan itu jasa seseorang, maka orang tersebut berhak menerima upahnya.37

d. Para fuqaha sepakat bahwa ija>rah habis dengan sebab masa ija>rah karena halangan (uzur), karena sesuatu yang ditetapkan sampai batas tertentu maka ia dianggap habis ketika sampai batas itu, seperti tanah yang disewa terdapat tanaman yang belum dapat dipanen. Dalam hal ini tanaman tersebut dibiarkan sampai bisa dipanen dengan kewajiban

membayar upah umum.38

Dokumen terkait