• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Sifat Kimia Bekasam Ikan Gabus

Rerata pengaruh konsentrasi garam dan media fermentasi terhadap sifat kimia bekasam ikan gabus disajikan pada Tabel 6 dan Tabel 7

Tabel 6. Rerata Pengaruh konsentrasi Garam dan Media Fermentasi terhadap Sifat Kimia (Kadar Air) Bekasam Ikan Gabus.

Keterangan:Angka-angka dalam sub kolom yang sama yang didampingi oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (α = 0,05).

Tabel 7. Rerata pengaruh konsentrasi garam dan media fermentasi terhadap sifat kimia (Kadar Protein dan pH) bekasam ikan gabus disajikan pada Tabel 7.

Konsentrasi Garam (K) Kadar

Protein %) pH 10 % K1 38,91 b 3,85 a 20 % K2 31,91 a 4,49 b 30 % K3 32,69 a 4,66 b BNJ 5% 4 0,004 Media Fermentasi (M)

75% tape ketan : 25% nasi M1 34,24 4,44

75% tape ketan : 25% singkong M2 33,08 4,34

75% tape ketan : 25% ubi jalar M3 36,19 4,21

BNJ 5% tn tn

Keterangan:Angka-angka dalam sub kolom yang sama yang didampingi oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (α = 0,05).

Kadar Air

K 10% K 20% K 30%

Media Fermentasi

Tape ketan+nasi Tape ketan+singkong Tape ketan+ubi jalar

41,33 d 29,83 c 30,67 c

19,67 a 18,50 a 18,57 a

17,17 a 20,67 ab 26,83 bc

4.1.1 Kadar Air

Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 8) menunjukkan bahwa kedua perlakuan berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air bekasam ikan gabus. Terjadi interaksi antara konsentrasi garam dan media fermentasi terhadap kadar air bekasam ikan gabus. (Lampiran 8). Rerata kadar air bekasam dapat dilihat pada tabel 6. Dari tabel 6, terlihat kadar air tertinggi sebesar 44,33 % berada pada konsentrasi garam 10%, yang mana konsentrasi 10% garam merupakan konsentrasi terkecil dalam penelitian ini. Semakin sedikit garam yang ditambahkan, maka semakin meningkat kadar air pada bekasam. Penggaraman dengan cara membalurkan kristal garam pada daging ikan, akan menyerap dan menarik air dari dalam daging ikan (Hermansyah, 1999).

Penelitian yang dilakukan Kalista dkk (2012), menghasilkan kadar air bekasam lele dumbo sebesar 72,14%-74,81%. Sedangkan penelitian Nurmala (2008) dalam Kalista (2012), melaporkan bahwa kadar air bekasam ikan patin berkisar antara 60,67%-74,48%. Hasil penelitian lain ditemukan oleh Nurhayati (2000) dalam Kalista dkk (2012), kadar air bekasam ikan betok berkisar antara 72,0%-73,2%. Hasil kadar air dalam penelitian ini jauh lebih kecil yaitu 44,33%-17,17%. Dalam penelitian ini, hasil kadar air bekasam ikan gabus tidak ada yang mendekati dengan hasil kadar air dalam literatur. Hal ini diduga karena kandungan air pada masing-masing ikan yang digunakan dalam fermentasi berbeda dan juga lama fermentasi menjadi tolak ukur hasil kadar air produk fermentasi bekasam.

Dalam tabel 6, rerata kadar air tertinggi didapat dari perlakuan K1M1 yaitu 41,33%. Dalam hal ini, hasil penelitian ini sesuai dengan literatur yang mengatakan bahwa semakin besar kandungan pati dalam media fermentasi, maka kadar air akan semakin meningkat karena reaksi degradasi pati menjadi glukosa, dimana diketahui dalam nasi kandungan patinya lebih besar. Kandungan pati nasi sekitar 90% sedangkan singkong 34% dan ubi jalar 24,28% (Azizah dan Wikandari, 2014).

Hasil rata-rata kadar air bekasam ikan dibeberapa literatur antara 60%-75%, sedangkan dalam penelitian ini kadar air bekasam ikan gabus jauh lebih rendah. Dalam penelitian Suyatno dkk (2015), hasil analisis variansi lama fermentasi bekasam ikan gabus memberi pengaruh nyata terhadap kadar air. Hal ini disebabkan karena kandungan air pada bekasam ikan gabus berasal dari tubuh ikan itu sendiri. Kandungan air pada masing-masing perlakuan hanya akan memberikan pengaruh pada kandungan bakteri asam laktat dan kandungan asam Winarno (1992), dalam Suyatno dkk (2015). Dalam penelitian ini,

4.1.2 Kadar Protein

Hasil analisis ragam (Lampiran 9) menunjukkan tidak terdapat interaksi antara kedua perlakuan terhadap kadar protein bekasam ikan gabus. Perlakuan media fermentasi berpengaruh tidak nyata terhadap kadar protein, namun perlakuan konsentrasi garam berpengaruh nyata terhadap kadar protein bekasam ikan gabus (Tabel 7).

Tabel 7, menunjukkan bahwa bekasam ikan gabus dengan perlakuan konsentrasi garam 10% memiliki kadar protein tertinggi di antara kedua perlakuan konsentrasi garam yakni 38,91%. Hal ini disebabkan karena kandungan garam yang tinggi dapat menurunkan kadar protein.

Penurunan kadar protein tersebut diduga karena terjadinya degradasi protein oleh aktivitas enzim proteolitik yang secara alami terdapat pada ikan tersebut. Bakteri proteolitik mampu menghasilkan enzim protease yang dapat mendegradasi protein menjadi turunan-turunannya (Chicester dan Graham (1973)

dalam Hermansyah (1999). Keberadaan garam juga memiliki kelemahan karena

dapat menyebabkan protein terlarut dalam pangan yang justru berkurang atau hilang dari bahan tersebut.

Penelitian yang dilakukan oleh Suyatno, dkk (2015) menghasilkan kadar protein sebesar 8,65%-10,6%. Sedangkan pada penelitian Hermansyah (1999) kadar protein berkisar antara 30,3%-40,3% dengan kadar protein tertinggi terdapat pada konsentrasi garam 5%. Hal ini hampir serupa dengan hasil protein dalam penelitian ini, yaitu konsentrasi garam terendah yakni 10% yang menghasilkan protein paling tinggi (Tabel 7). Dalam penelitian ini media fermentasi tidak berpengaruh terhadap kadar protein karena kandungan karbohidrat media hampir sama dengan kandungan protein dari masing-masing media juga hampir sama yaitu singkong 1,20%, ubi jalar 1,65, nasi 3% sehingga tidak berpengaruh.

4.1.3 Nilai pH

Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 10) menunjukkan tidak terdapat interaksi antara kedua perlakuan terhadap pH bekasam ikan gabus. Perlakuan media fermentasi berpengaruh tidak nyata terhadap pH, namun perlakuan konsentrasi garam berpengaruh nyata terhadap nilai pH bekasam ikan gabus. Dalam penelitian ini, nilai pH bekasam ikan gabus yang dihasilkan berkisar antara 4,96-3,81.

Nilai pH ini tidak hanya disebabkan oleh kadar garam namun juga karena aktivitas mikrobia yakni bakteri asam laktat yang menghidrolisis karbohidrat sehingga menghasilkan asam yang dapat menyebabkan turun atau naiknya nilai pH. Hal ini terlihat pada total bakteri asam laktat yang lebih banyak terdapat pada pH yang rendah. Hermansyah (1999), menyatakan bahwa karbohidrat dalam proses fermentasi terurai menjadi gula sederhana berupa desktrosa, manosa, dan sukrosa yang digunakan oleh bakteri asam laktat sebagai sumber energi dan menghasilkan senyawa-senyawa yang bersifat asam misalnya asam laktat dan senyawa-senyawa lain yang bersifat volatil yang menyebabkan suasana asam sehingga pH produk rendah.

Bakteri asam laktat tidak hanya menurunkan pH media, tetapi juga menghasilkan antibiotik yang sering disebut sebagai bakteriocin, sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk (Fardiaz, 1988 dalam Suyatno dkk 2015). Penelitian Nirmala (2008), dalam Kalista, A dkk (2012) melaporkan bahwa pH bekasam ikan patin berkisar antara 4,45-3,92. Hasil penelitian lain yang ditemukan, Nurhayati (2000) dalam Kalista, A dkk (2012) pH bekasam ikan betok

berkisar antara 6,40-4,00. Setiadi (2001), dalam Kalista, A dkk (2012) pH bekasam ikan tawes berkisar 4,50-5,31. Dalam hal ini, nilai pH yang mendekati bekasam ikan gabus adalah dari bekasam ikan patin, sedangkan nilai pH penelitian lainnya jauh lebih tinggi. Dalam penelitian ini media fermentasi tidak berpengaruh terhadap pH karena kandungan karbohidrat media hampir sama dengan kandungan protein dari masing-masing media juga hampir sama yaitu singkong 1,20%, ubi jalar 1,65, nasi 3% sehingga tidak berpengaruh.

Dokumen terkait