BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat-sifat Fisik Tanah Lokasi Penelitian 4.1 Sifat-sifat Fisik Tanah Lokasi Penelitian
4.3 Sifat-sifat kompos
Beberapa sifat kompos terkait dengan bahan kompos (kulit pisang dan kulit nanas) adalah: perubahan warna, penurunan volume, nisbah C/N, dan tingkat kemasaman (pH). Pengamatan perubahan warna dan penurunan volume kompos dilakukan seminggu sekali selama delapan minggu, sedangkan nisbah C/N dilakukan empat minggu sekali selama delapan minggu.
4.3.1 Perubahan warna bahan kompos
Proses dekomposisi dicirikan oleh terjadinya perubahan warna. Kompos yang sudah matang biasanya berwarna gelap atau kehitaman. Kompos yang telah berwarna hitam menunjukkan pengomposan berjalan secara aerobik (Sutanto, 2002). Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin lama waktu pengomposan, maka warna kompos menjadi lebih gelap (Tabel 7). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Anif, Rahayu, dan Faatih (2007) yang menunjukkan bahwa warna kompos berubah dari coklat pada minggu ke-0 menjadi hitam kecoklatan pada minggu ke-8.
Kilap (hue) semua jenis kompos kulit pisang dan nanas sama, yaitu 5
(Tabel 7), sedangkan value dan chroma tidak jauh berbeda. Value dan chroma
kompos dari kulit pisang berkisar antara 2.5, 3, dan 4, namun yang membedakan keduanya adalah hasil akhir setelah berumur delapan minggu. Bahan kompos dari kulit pisang memiliki nilai warna 5YR2,5/1 (Hitam pada Gambar 3A), sedangkan bahan kompos dari kulit nanas memiliki nilai warna 5YR2,5/2 (Coklat tua pada Gambar 3B). Sampah kulit pisang memiliki warna yang lebih gelap dibandingkan dengan sampah kulit nanas. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah zat etilen pada kulit pisang lebih banyak dari pada kulit nanas (Scott dan Robert 1987). Etilen adalah zat yang mempercepat pematangan buah. Semakin tinggi zat etilen yang terkandung dalam buah maka buah akan cepat matang dan busuk sehingga warna akan lebih gelap dibandingkan dengan buah yang memiliki sedikit etilen. Dapat disimpulkan bahwa kompos dari bahan kulit pisang memiliki warna lebih baik. Warna kompos yang sudah matang adalah coklat kehitam-hitaman (Isroi, 2008). Kompos berkualitas baik memiliki ciri-ciri berwarna coklat gelap hingga hitam (Djaja, 2008).
Tabel 7. Perubahan Warna Kompos pada beberapa minggu Penggunaan
Lahan
Jenis Sampah
Warna pada minggu ke
0 1 4 6 8 Kopi Kulit Pisang 2,5Y8/8 (Kuning)
5YR3/2 Abu-abu coklat kemerahan 5YR3/1 Abu-abu sangat gelap 5YR2.5/1 Hitam 5YR2.5/1 Hitam
5YR3/1 Abu-abu sangat gelap 5YR2.5/1 Hitam 5YR2.5/1 Hitam 5YR2.5/1 Hitam
5YR4/2 Abu-abu gelap kemerahan 5YR2.5/1 Hitam 5YR2.5/1 Hitam 5YR2.5/1 Hitam
Kulit Nanas
5Y6/8 (Hijau kekuningan)
5YR4/2 Abu-abu gelap kemerahan 5YR2.5/2 Abu-abu coklat kemerahan 5YR2.5/2 Abu-abu coklat kemerahan 5YR2.5/2 Abu-abu coklat kemerahan 5YR3/3 Abu-abu coklat kemerahan 5YR2.5/2 Abu-abu coklat kemerahan 5YR2.5/2 Abu-abu coklat kemerahan 5YR2.5/2 Abu-abu coklat kemerahan 5YR4/2 Abu-abu gelap kemerahan 5YR3/1 Abu-abu sangat gelap 5YR2.5/2 Abu-abu coklat kemerahan 5YR2.5/2 Abu-abu coklat kemerahan
Jeruk
Kulit Pisang
2,5Y8/8 (Kuning)
5YR2.5/1 Hitam 5YR2.5/1 Hitam 5YR2.5/1 Hitam 5YR2.5/1 Hitam
5YR3/1 Abu-abu sangat gelap 5YR2.5/1 Hitam 5YR2.5/1 Hitam 5YR2.5/1 Hitam
5YR3/2 Abu-abu coklat kemerahan 5YR2.5/1 Hitam 5YR2.5/1 Hitam 5YR2.5/1 Hitam
Kulit Nanas
5Y6/8 (Hijau kekuningan)
5YR4/1 Abu-abu gelap 5YR3/1 Abu-abu sangat gelap 5YR2.5/2 Abu-abu coklat kemerahan 5YR2.5/2 Abu-abu coklat kemerahan 5YR3/3 Abu-abu coklat kemerahan 5YR3/1 Abu-abu sangat gelap 5YR2.5/2 Abu-abu coklat kemerahan 5YR2.5/2 Abu-abu coklat kemerahan 5YR4/2 Abu-abu gelap kemerahan 5YR3/1 Abu-abu sangat gelap 5YR2.5/2 Abu-abu coklat kemerahan 5YR2.5/2 Abu-abu coklat kemerahan
Bera
Kulit Pisang
2,5Y8/8 (Kuning)
5YR2.5/1 Hitam 5YR2.5/1 Hitam 5YR2.5/1 Hitam 5YR2.5/1 Hitam
5YR3/2 Abu-abu coklat kemerahan 5YR2.5/1 Hitam 5YR2.5/1 Hitam 5YR2.5/1 Hitam
5YR3/1 Abu-abu sangat gelap 5YR2.5/1 Hitam 5YR2.5/1 Hitam 5YR2.5/1 Hitam
Kulit Nanas
5Y6/8 (Hijau kekuningan)
5YR3/2 Abu-abu coklat kemerahan 5YR3/1 Abu-abu sangat gelap 5YR2.5/2 Abu-abu coklat kemerahan 5YR2.5/2 Abu-abu coklat kemerahan 5YR3/1 Abu-abu sangat gelap 5YR2.5/2 Abu-abu coklat kemerahan 5YR2.5/2 Abu-abu coklat kemerahan 5YR2.5/2 Abu-abu coklat kemerahan 5YR3/1 Abu-abu sangat gelap 5YR2.5/2 Abu-abu coklat kemerahan 5YR2.5/2 Abu-abu coklat kemerahan 5YR2.5/2 Abu-abu coklat kemerahan
20
Gambar 3. Hasil akhir bahan kompos kulit pisang (Hitam 5YR2.5/1) (A) dan bahan kompos kulit nanas (Coklat tua 5YR2.5/2) (B)
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa bahan kompos mengalami perubahan warna yang berbeda, dimana kulit pisang memiliki warna lebih gelap dibandingkan dengan kulit nanas. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah: penggunaan lahan tidak jauh berbeda, pengomposan dilakukan pada jenis tanah yang sama, dan tempat yang berdekatan.
4.3.2 Laju penurunan volume bahan kompos
Sejalan dengan proses penguraian bahan organik menjadi kompos, maka terjadi penurunan volume kompos. Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa bahan kompos kulit nanas menunjukkan penurunan volume yang lebih besar dibandingkan kulit pisang. Hal ini disebabkan oleh tingginya kadar air kulit nanas segar, yang kemudian turun secara drastis pada saat menjadi kompos sehingga mempengaruhi penurunan volume yang besar. Kadar air kulit pisang yang masih segar tidak terlalu tinggi, sehingga penurunan volumenya lebih kecil dari pada kulit nanas. Kadar air pada kulit nanas dan kulit pisang tersebut dapat dilihat secara visual dan dirasakan dengan jari.
Tabel 8. Penurunan volume bahan kompos dari segar hingga menjadi kompos
Penggunaan lahan Volume akhir (%) Rataan (%) Kulit pisang Kulit nanas Kopi 50.83 66.67 58.75 Jeruk 57.92 65.42 61.67 Bera 61.25 52.08 56.67 Rataan (%) 56.67 61.39 A A B
Menurut Djaja (2008), volume bahan kompos menyusut menjadi sepertiga dari awal. Hasil penelitian Mulyadi (2008) menunjukkan bahwa pengomposan berbahan dasar jerami padi menghasilkan 54% volume awal, sedangkan menurut Seno (2010), penurunan berat bahan kompos pada beberapa perlakuan sebesar 25, 30, dan 28%.
Penurunan volume bahan kompos pada berbagai penggunaan lahan dan bahan kompos ditampilkan di Gambar 4. Penurunan volume bahan kompos setiap minggu tidak teratur, namun memiliki pola yang sama, yaitu menunjukkan penurunan secara terus-menerus selama delapan minggu. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan laju penurunan volume di tiga penggunaan lahan yang diduga disebabkan oleh perbedaan sifat-sifat tanah pada ketiga penggunaan lahan tersebut.
A
B
Gambar 4. Pengaruh tiga penggunaan lahan terhadap penurunan volume (A) dan Pengaruh dua bahan kompos terhadap penurunan volume (B)
Gambar 4A menunjukkan pengaruh dari ketiga penggunaan lahan terhadap volume kompos tiap minggu. Laju penurunan volume kompos di lahan kopi dan bera hampir sama, namun di lahan jeruk berjalan sedikit lambat. Namun pada
22
akhir pengomposan (minggu ke 8) volume kompos di lahan jeruk lebih rendah dibandingkan dengan lahan yang lain. Laju pengomposan dapat ditingkatkan dengan mencacah bahan kompos sebelum dimasukkan ke dalam LRB. Pencacahan berguna untuk mempermudah dan mempercepat degradasi oleh mikroorganisme. Namun pengomposan di dalam LRB tidak perlu dilakukan pencacahan, karena sudah terdapat organisme yang dapat menghancurkan/mencacah sampah seperti cacing, rayap, semut, kecoa, dan lain-lain.
Gambar 4B menunjukkan pengaruh dari kedua jenis bahan kompos terhadap volume kompos. Sampah kulit pisang dan kulit nanas mengalami penurunan volume relatif sama selama delapan minggu, tetapi di minggu ke 8 volume kompos kulit nanas lebih rendah daripada kompos kulit pisang.
4.3.3 Perubahan nisbah C dan N bahan kompos
Kandungan C-organik kompos semakin menurun seiring bertambahnya waktu pengomposan (Tabel 9). Sebaliknya, kandungan N-total semakin meningkat, sehingga didapatkan C/N rasio kompos yang semakin menurun dengan semakin lamanya waktu pengomposan.
Pengomposan adalah dekomposisi bahan organik segar menjadi bahan yang menyerupai humus dan rasio C/N akan mendekati 10 (Indranada, 1986). Pernyataan tersebut mendukung penelitian ini yang menyebutkan terjadinya penurunan rasio C/N hingga mendekati angka 10. Penurunan kandungan C-organik ini dimungkinkan karena karbon digunakan oleh bakteri karena karbon merupakan sumber energi bagi bakteri untuk merombak bahan organik. Karbon adalah komponen dan merupakan 50 persen dari bagian massa sel mikroba (Kardin, 2005). Selain itu, karbon banyak yang berubah menjadi CO2 dan menguap ke udara (Sutanto, 2002). Perubahan rasio C/N merupakan akibat dekomposisi dan stabilisasi bahan organik saat pengomposan karena mikroorganisme menggunakan karbon sebagai sumber energi dan nitrogen sebagai pembentuk struktur selnya. Menurut Sutanto (2002) setelah perombakan selesai, mikroorganisme pengurai akan mati. Konsekuensinya unsur hara penyusun tubuh mikroorganisme akan dilepaskan. Pada tahap ini, rasio C/N
menjadi lebih rendah karena banyak karbon yang berubah menjadi CO2 dan menguap ke udara. Namun sebaliknya kandungan nitrogennya justru meningkat.
Jika dilihat dari Tabel 9, maka dapat dikatakan bahwa lahan jeruk memiliki rasio C/N bahan kompos paling tinggi baik pada bulan pertama maupun kedua. Hal ini disebabkan oleh tingginya C-organik dan rendahnya N-total yang menunjukkan bahwa laju dekomposisi di lahan jeruk lebih lambat (Gambar 4A). Pada lahan kopi rasio C/N bahan kompos relatif lebih rendah dibandingkan dengan kedua penggunaan lahan lainnya.
Tabel 9. Kandungan C-org, N-total, dan rasio C/N pada bahan kompos Penutup lahan Bahan kompos Bulan 1 Bulan 2 C-org (%) N-tot (%) Rasio C/N C-org (%) N-tot (%) Rasio C/N
Kopi Kulit Pisang 27.63 1.73 15.78 20.31 2.05 9.94
Kulit Nanas 15.99 1.25 12.80 12.85 1.34 9.77
Jeruk Kulit Pisang 19.34 1.27 15.32 15.77 1.38 11.49
Kulit Nanas 31.43 1.96 16.21 14.97 1.31 11.54
Bera Kulit Pisang 16.21 1.02 15.70 15.13 1.31 11.52
Kulit Nanas 15.20 0.98 15.91 14.34 1.40 10.29
4.3.4 Tingkat kemasaman kompos dan tanah
Faktor waktu pengomposan berpengaruh nyata terhadap pH tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pH tanah awal pengomposan, tanah dan kompos berumur 30 hari, dan setelah 60 hari masing-masing sebesar 6.5, 6.8, dan 6.9 atau berada pada kisaran netral. Pengukuran dilakukan pada kompos dan tanah sekitar
mulut LRB, keduanya memiliki pH yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa
penambahan kompos dapat meningkatkan pH tanah. Menurut Yuwono (2007) Pemberian kompos ternyata membantu meningkatkan pH tanah. Peningkatan pH tanah ini diduga disebabkan adanya efek asam-asam organik dalam mengikat ion Al dan meningkatkan KTK tanah. Asam-asam organik tersebut dapat mengkhelat ion Al sehingga menghambat hidrolisis Al yang akan menghasilkan ion H+, akibatnya pH tanah meningkat.
24
Tabel 10. Tingkat kemasaman (pH) tanah dan kompos
Bahan kompos pH Rataan
0 HSB 30 HSB 60 HSB
Kulit pisang 6.6 6.9 6.9 6.80
Kulit nanas 6.5 6.8 6.9 6.73
Tanah di sekitar LRB (0-10cm) 6.4 6.7 6.9 6.67
Rataan 6.5 6.8 6.9
Keterangan: HSB = Hari setelah benam
Tabel 10 merupakan nilai pH rata-rata dari tiga penggunaan lahan yang berbeda, dimana kompos 60 hari memiliki pH yang paling mendekati netral dimana peluang unsur hara lebih tersedia. Hal ini didukung oleh penelitian Isroi (2008) yang mengatakan bahwa kompos yang sudah matang biasanya mendekati netral. pH dapat menunjukkan mudah tidaknya unsur hara diserap oleh tanaman, pada umumnya unsur hara mudah diserap pada pH netral, karena pada pH netral unsur hara mudah larut dalam air. pH tidak mempengaruhi pertumbuhan tanaman secara langsung, tetapi mempengaruhi kelarutan unsur-unsur hara sehingga menentukan ketersediaan hara bagi tanaman.
Oleh karena itu, kandungan hara kompos dari hasil pengomposan di LRB sebaiknya dianalisis agar dapat diketahui kualitas komposnya. Untuk itu perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang penetapan kandungan hara kompos hasil pengomposan di LRB.