B. Kandungan Ajaran Tauhid Teks Miftāhu’-l-Aqā’id
1. Sifat-Sifat Wajib Allah dan Penggolongan Sifat-Sifat Wajib Allah
Dalam teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id, pengarang menggolongkan dua puluh sifat wajib Allah menjadi empat sifat yang diuraikan sebagai berikut.
a. Sifat Nafsiyah
Kata Nafsiyah berasal dari kata “nafs” yang artinya diri. Sifat ini adalah sifat khusus untuk menunjukkan adanya Allah dan hanya pada diri Allah. Sifat wajib Allah yang tergolong dalam sifat Nafsiyah hanya satu saja yaitu Wujūd. Wujūd merupakan sifat wajib Allah yang pertama artinya ada.. Hal ini sesuai dengan kutipan teks berikut. “Maka sifat nafsiyah // itu yaitu suatu sifat jua yaitu wujud artinya ada, yakni adanya dengan zat-Nya dan ada seru tempat sekalian alam itu dengan diadakanya.” (Miftāhu‟-l-Aqā‟id: 7–8).
Sifat wajib Wujūd artinya ada (Abbas, 1997:37). Hal ini sesuai dengan kutipan di atas. Dari kutipan di atas dikemukakan bahwa Allah bersifat Wujūd yang berarti ada.
Sifat Nafsiyah adalah hal (keadaan) yang ada pada Zat selama Zat itu dalam keadaan tiada dikarenakan oleh sesuatu. Wujūd merupakan sifat wajib Allah yang tergolong sifat Nafsiyah (Abidin, 1994:251). Pendapat ini sesuai
dengan kutipan di atas. Dari kutipan di atas dikemukakan pula bahwa Wujūd termasuk sifat Nafsiyah artinya adanya Allah itu adalah karena zat-Nya sendiri, bukan karena diadakan oleh sebab-sebab lain di luar zat-Nya. Keberadaan Allah Taala dibuktikan dengan melihat adanya alam ini. Semua yang ada di alam ini tidak terjadi dengan sendirinya atau secara kebetulan, tetapi ada yang menciptakannya. Jika Allah yang menjadikan semua itu tidak ada, maka segala yang ada di dalam alam ini pun juga tidak akan ada.
b. Sifat Salbiyah
Sifat ini adalah sifat-sifat yang tidak layak atau tidak sesuai bagi Allah. Sifat Salbiyah ada lima macam, yaitu Qidam, Baqā‟, Mukhālafatuhu li `l-Hawādits, Qiyāmuhu Binafsih, dan Wahdāniyat.
1. Qidam
Sifat wajib Allah yang tergolong sifat Salbiyah yang pertama adalah Qidam artinya tidak bermula. Hal ini sesuai dengan kutipan teks berikut. “Dan sifat salbiyah itu lima sifat jua, yaitu qadim artinya // sedia. Yakni qadim itu ibarat daripada menafikan alam yang mendahulu bagi zat-Nya.” (Miftāhu‟-l-Aqā‟id:8–9).
Sifat wajib Qidam artinya tidak berawal (Abbas, 1997:38). Pendapat ini sesuai dengan kutipan di atas. Dari kutipan di atas dapat dikemukakan bahwa Allah bersifat Qidam yang artinya sedia (sudah ada dari sananya) atau tidak berawal.
Sifat Salbiyah adalah sifat yang menunjukkan atas penolakan segala yang tidak layak bagi Allah Azza wajalla (Abidin, 1994:253). Dari kutipan di atas dapat pula dikemukakan bahwa Qidam termasuk sifat Salbiyah.
2. Baqā‟
Sifat wajib Allah yang tergolong sifat Salbiyah yang kedua adalah Baqā‟ yang berarti kekal. Hal ini sesuai dengan kutipan teks berikut. “Dan baqa` artinya kekal. Yakni baqa` itu ibarat daripada menafikan alam yang mendatang bagi wujud-Nya.” (Miftāhu‟-l-Aqā‟id:8).
Sifat wajib Baqā‟ artinya tidak berkesudahan wujud-Nya (Abbas, 1997:38–39). Pendapat ini sesuai dengan kutipan di atas. Dari kutipan di atas dapat dikemukakan bahwa Allah bersifat Baqā‟ yang berarti kekal atau tidak berkesudahan wujud-Nya.
Sifat Salbiyah adalah sifat yang menunjukkan atas penolakan segala yang tidak layak bagi Allah Azza wajalla (Abidin, 1994:253). Baqā‟ merupakan sifat wajib Allah yang tergolong sifat Salbiyah.
3. Mukhālafatuhu li `l-Hawādis
Sifat wajib Allah yang tergolong dalam sifat Salbiyah yang ketiga adalah Mukhālafatuhu li `l-Hawādits yang berarti Tuhan berbeda dengan yang baru atau yang diciptakan (makhluk). Hal ini sesuai dengan kutipan berikut. “Dan mukhalafatuhu lilhawadisi artinya bersalahan hak Taala dan segala yang bahar. Yakni tiada bersamaan hak Taala dengan suatu jua pun daripada segala yang bahar daripada zatNya; dan pada segala sifatNya; dan pada segala afalNya”. (Miftāhu‟-l-Aqā‟id: 9).
Sifat wajib Mukhālafatuhu li `l-Hawādis artinya Allah berbeda dengan segala yang baru (Abbas, 1997:39). Pendapat ini sesuai dengan kutipan di atas. Dari kutipan di atas dapat dikemukakan bahwa Allah bersifat Mukhālafatuhu li `l-Hawādis yang berarti Allah Taala tidak sama dengan segala yang baru.
Sifat Salbiyah adalah sifat yang menunjukkan atas penolakan segala yang tidak layak bagi Allah Azza wajalla (Abidin, 1994:253). Mukhālafatuhu li `l-Hawādits merupakan sifat wajib Allah yang tergolong sifat Salbiyah.
Pada pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa Mukhālafatuhu li `l-Hawādits termasuk sifat Salbiyah. Oleh karena itu, dapat dikatakan arti Mukhālafatuhu li `l-Hawādits adalah sifat Allah yang menolak adanya kemiripan dengan segala yang baru, baik pada zat Allah, sifat Allah, maupun perbuatan Allah.
4. Qiyāmuhu Binafsihi
Sifat wajib yang tergolong sifat Salbiyah yang keempat adalah Qiyāmuhu Binafsih yang berarti Tuhan berdiri sendiri. Sifat mustahil tersebut seperti berdiri pada zat yang lain (Makhal) atau berkehendak kepada pencipta yang menciptakan zatnya (Muhashish). Hal ini sesuai dengan kutipan berikut. “Dan Qiyam Binafsihi artinya qaim sendirinya. Yakni tiada siapa menjadikan Dia; dan tiada berkehendak // Ia kepada tempat; dan kepada fa‟il yang menentukan Dia; Dan hanyasanya qaim jua Ia sendirinya”;. (Miftāhu‟-l-Aqā‟id:9–10).
Sifat wajib Qiyāmuhu Binafsih artinya ada dengan sendirinya (Abbas, 1997:39–40). Dari kutipan tersebut dapat dikemukakan bahwa Allah bersifat Qiyāmuhu Binafsih yang artinya Allah Taala berdiri dengan sendirinya.
Bahwa sifat Salbiyah adalah sifat yang menunjukkan atas penolakan segala yang tidak layak bagi Allah Azza wajalla (Abidin, 1994:253). Pada pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa Qiyāmuhu Binafsih termasuk sifat Salbiyah. Oleh karena itu, dapat dikatakan arti Qiyāmuhu Binafsih adalah sifat
Allah yang menolak adanya zat yang menjadi tempatnya (Makhal) dan yang menciptakannya (Muhashish).
5. Wahdāniyah
Sifat wajib yang tergolong sifat Salbiyah yang kelima adalah Wahdāniyat yang berarti Esa, baik pada zat Allah, sifat Allah, maupun perbuatan Allah. Hal ini sesuai dengan kutipan berikut:
Dan wahdaniyah artinya esa Ia. Yakni tIada dua bagi zatNya; dan tIada dua bagiNya pada segala afalNya artinya nafilah tarkib mau daripada zatNya. (Miftāhu‟-l-Aqā‟id:10).
Sifat wajib Wahdāniyah artinya Esa zat, Esa sifat, dan Esa perbuatan-Nya (Abbas, 1997:40). Dari kutipan tersebut dapat dikemukakan bahwa Allah bersifat Wahdāniyah yang berarti Esa.
Sifat Salbiyah adalah sifat yang menunjukkan atas penolakan segala yang tidak layak bagi Allah Azza wajalla (Abidin, 1994:253). Wahdāniyah merupakan sifat wajib Allah yang tergolong sifat Salbiyah. Pendapat ini sesuai dengan kutipan di atas. Dari kutipan di atas dapat pula dikemukakan bahwa Wahdāniyah termasuk sifat Salbiyah.
c. Sifat Ma‟ānī
Sifat Ma‟ānī adalah sifat yang ada pada zat Allah yang menjadi sifat wajib bagi Allah. Sifat Ma‟ānī ada tujuh macam, yaitu Qudrat, Irādat, „Ilmu, Hayāt, Sama‟, Bashar, dan Kalām.
1. Qudrat
Sifat wajib yang tergolong sifat Ma‟ānī yang pertama adalah Qudrat yang berarti kuasa. Hal ini sesuai dengan kutipan berikut.”Dan qudrat artinya kuasa”. (Miftāhu‟-l-Aqā‟id:12).
Sifat wajib Qudrat artinya berkuasa (Abbas, 1997:40). Dari kutipan di atas dapat dikemukakan bahwa Allah bersifat Qudrat. Maksudnya, Allah berkuasa atas segala sesuatu sehingga tidak satu makhlukpun yang kuasa menahan dan menghalangi kehendak-Nya.
Bahwa sifat Ma‟ānī adalah setiap sifat yang maujudah yang ada pada yang maujud yang mengakibatkan lahirnya hukum (Abidin, 1994:253–254). Qudrat merupakan sifat wajib Allah yang tergolong sifat Ma‟ānī. Pendapat ini sesuai dengan kutipan di atas. Dari kutipan di atas dapat pula dikemukakan bahwa Qudrat termasuk sifat Ma‟ānī. Artinya, sifat Qudrat ada pada zat Allah dan menjadi sifat wajib bagi Allah yang melahirkan sifat Qādirān.
Pada pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa Qudrat termasuk sifat Ma‟ānī. Oleh karena itu, sifat ini termasuk sifat khusus yang hanya dimiliki oleh Allah Swt. Qudrat menjadi sifat wajib bagi Allah sehingga melazimkan timbulnya sifat Qādirān.
2. Irādat
Sifat wajib yang tergolong sifat Ma‟ānī yang kedua adalah Irādat yang berarti berkehendak. Hal ini sesuai dengan kutipan berikut.”Dan iradah artinya berkehendak”. (Miftāhu‟-l-Aqā‟id:12).
Sifat wajib Irādat artinya berkehendak (Abbas, 1997:41). Pendapat ini sesuai dengan kutipan di atas. Dari kutipan di atas dapat dikemukakan bahwa
Allah bersifat Irādat yang berarti berkehendak. Maksudnya, setiap yang akan ada dan akan tiada diketahui Allah sehingga tak satupun di dalam alam ini ada sesuatu yang tidak dikehendaki-Nya.
Sifat Ma‟ānī adalah setiap sifat yang maujudah yang ada pada yang maujud yang mengakibatkan lahirnya hokum (Abidin, 1994:253–254). Irādat merupakan sifat wajib Allah yang tergolong sifat Ma‟ānī. Pendapat ini sesuai dengan kutipan di atas. Dari kutipan di atas dapat pula dikemukakan bahwa Irādat termasuk sifat Ma‟ānī. Artinya, sifat Irādat ada pada zat Allah dan menjadi sifat wajib bagi Allah yang melahirkan sifat Murīdān.
3. „Ilmu
Sifat wajib yang tergolong sifat Ma‟ānī yang ketiga adalah „Ilmu yang artinya mengetahui. Hal ini sesuai dengan kutipan berikut. “Ilmu artinya tahu.” (Miftāhu‟-l-Aqā‟id:11).
Sifat wajib „Ilmu artinya mengetahui (Abbas, 1997:41). Pendapat ini sesuai dengan kutipan di atas bahwa dapat dikemukakan bahwa Allah bersifat „Ilmu yang berarti mengetahui. Maksudnya, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Sifat Ma‟ānī adalah setiap sifat yang maujudah yang ada pada yang maujud yang mengakibatkan lahirnya hukum (Abidin, 1994:253–254). Irādat merupakan sifat wajib Allah yang tergolong sifat Ma‟ānī. Pendapat ini sesuai dengan kutipan di atas. Dari kutipan di atas dapat pula dikemukakan bahwa „Ilmu termasuk sifat Ma‟ānī. Artinya, sifat „Ilmu ada pada zat Allah dan menjadi sifat wajib bagi Allah yang melahirkan sifat Ālimān.
4. Hayāt
Sifat wajib yang tergolong sifat Ma‟ānī yang keempat adalah Hayāt yang artinya hidup. Hal ini sesuai dengan kutipan berikut. “Hayat artinya hidup”. (Miftāhu‟-l-Aqā‟id:12).
Sifat wajib Hayāt artinya hidup (Abbas, 1997:41–42). Dari kutipan di atas dapat dikemukakan bahwa Allah bersifat Hayāt yang berarti hidup. Maksudnya, Allah hidup tidak dibatasi oleh waktu dan tidak membutuhkan tempat serta materi.
Sifat Ma‟ānī adalah setiap sifat yang maujudah yang ada pada yang maujud yang mengakibatkan lahirnya hokum (Abidin, 1994:253–254). Hayāt merupakan sifat wajib Allah yang tergolong sifat Ma‟ānī. Pendapat ini sesuai dengan kutipan di atas. Dari kutipan di atas dapat pula dikemukakan bahwa Hayāt termasuk sifat Ma‟ānī. Artinya, sifat Hayāt ada pada zat Allah dan menjadi sifat wajib bagi Allah yang melahirkan sifat Hayyān.
5. Sama‟
Sifat wajib yang tergolong sifat Ma‟ānī yang kelima adalah Sama‟ yang berarti mendengar. Hal ini sesuai dengan kutipan teks berikut. “Dan sama‟ artinya mendengar.” (Miftāhu‟-l-Aqā‟id:14).
Sifat wajib Sama‟ artinya mendengar (Abbas, 1997:42). Dari kutipan di atas dapat dikemukakan bahwa Allah bersifat Sama‟ yang berarti mendengar. Maksudnya, pendengaran Allah meliputi segala sesuatu, tidak dibatasi oleh jarak dan ukuran. Maka tidak mungkin pendengaran Allah seperti mendengar melalui telinga yang hanya mendengar yang dekat dan tidak mendengar yang jauh.
Sifat Ma‟ānī adalah setiap sifat yang maujudah yang ada pada yang maujud yang mengakibatkan lahirnya hokum (Abidin, 1994:253–254). Sama‟ merupakan sifat wajib Allah yang tergolong sifat Ma‟ānī. Pendapat ini sesuai dengan kutipan di atas. Dari kutipan di atas dapat pula dikemukakan bahwa Sama‟ termasuk sifat Ma‟ānī. Artinya, sifat Sama‟ ada pada zat Allah yang menjadi sifat wajib bagi Allah yang melahirkan sifat Samī‟ān..
6. Bashar
Sifat wajib yang tergolong sifat Ma‟ānī yang keenam adalah Bashar yang artinya melihat. Hal ini sesuai dengan kutipan berikut. “Bashar artinya melihat.” (Miftāhu‟-l-Aqā‟id:12).
Sifat wajib Bashar artinya melihat (Abbas, 1997:42–43). Dari kutipan di atas dapat dikemukakan bahwa Allah bersifat Bashar yang berarti melihat. Maksudnya, penglihatan Allah meliputi segala sesuatu, tidak dibatasi oleh waktu dan jarak. maka tidak mungkin penglihatan Allah seperti melihat melalui mata yang hanya melihat yang dekat dan tidak melihat yang jauh atau tidak melihat dalam kegelapan.
Sifat Ma‟ānī adalah setiap sifat yang maujudah yang ada pada yang maujud yang mengakibatkan lahirnya hokum (Abidin, 1994:253–254). Bashar merupakan sifat wajib Allah yang tergolong sifat Ma‟ānī. Pendapat ini sesuai dengan kutipan di atas.
7. Kalām
Sifat wajib yang tergolong sifat Ma‟ānī yang ketujuh adalah Kalām yang artinya berkata. Hal ini sesuai dengan kutipan berikut. “Kalam artinya berkata.” (Miftāhu‟-l-Aqā‟id:12).
Sifat wajib Kalām artinya berkata (Abbas, 1997:43). Hal ini sesuai dengan kutipan di atas. Dari kutipan di atas dapat dikemukakan bahwa Allah bersifat Kalām yang berarti berkata. Maksudnya, perkataan Allah meliputi segala sesuatu, tidak dibatasi oleh jenis dan ukuran maka tidak mungkin Allah berkata melalui huruf dan suara seperti berkata melalui mulut dan lidah.
d. Sifat Ma‟nawiyah
Sifat Ma‟nawiyah adalah sifat yang berhubungan dengan sifat Ma‟ānī atau sifat yang merupakan kelanjutan dari sifat Ma‟ānī. Sifat Ma‟nawiyah ada tujuh macam, meliputi: Qādirān, Murīdān, Ālimān, Hayyān, Samī‟ān, Bashīrān, dan Mutakallimān.
1. Qādirān
Sifat wajib yang tergolong sifat Ma‟nawiyah yang pertama adalah Qādirān yang artinya yang kuasa. Hal ini sesuai dengan kutipan berikut. “Qadiran, dan yang kuasa.” (Miftāhu‟-l-Aqā‟id:17).
Sifat wajib Qādirān artinya selalu berkuasa (Abbas, 1997:43–44). Pendapat ini sesuai dengan kutipan di atas. Dari kutipan di atas dapat dikemukakan bahwa Allah bersifat Qādirān. Maksudnya, Allah selalu tetap dalam keadaan berkuasa, tidak dibatasi oleh suatu apapun.
Pada pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa Qādirān termasuk sifat Ma‟nawiyah karena sifat tersebut adalah ada pada zat Allah yang disebabkan oleh sifat Ma‟ānī yaitu Qudrat. Qādirān merupakan sifat wajib Allah yang keempat belas.
2. Murīdān
Sifat wajib yang tergolong sifat Ma‟nawiyah yang kedua adalah Murīdān yang artinya yang berkehendak. Hal ini sesuai dengan kutipan berikut. “Muridan, dan yang berkehendak,.” (Miftāhu‟-l-Aqā‟id:17).
Sifat wajib Murīdān artinya selalu berkehendak (Abbas, 1997:44). Pendapat ini sesuai dengan kutipan di atas. Dari kutipan di atas dapat dikemukakan bahwa Allah bersifat Murīdān yang berarti yang berkehendak. Maksudnya, Allah tetap selalu dalam keadaan menghendaki, tidak dibatasi oleh suatu apapun.
3. „Alimān
Sifat wajib yang tergolong sifat Ma‟nawiyah yang ketiga adalah Ālimān yang artinya yang tahu. Hal ini sesuai dengan kutipan berikut. “„Aliman, dan yang tahu.” (Miftāhu‟-l-Aqā‟id:17).
Sifat wajib Ālimān artinya selalu mengetahui (Abbas, 1997:44). Pendapat ini sesuai dengan kutipan di atas. Pada kutipan di atas dapat dikemukakan bahwa Allah bersifat Ālimān yang berarti yang tahu. Maksudnya, Allah tetap selalu dalam keadaan tahu, tidak dibatasi oleh suatu apapun.
4. Hayyān
Sifat wajib yang tergolong sifat Ma‟nawiyah yang keempat adalah Hayyān yang artinya yang hidup. Lawan dari sifat wajib Allah yang merupakan sifat mustahil Allah adalah Mayyitān yang artinya yang mati. Hal ini sesuai dengan kutipan berikut. “Hayyān, Artinya, yang hidup.” (Miftāhu‟-l-Aqā‟id:17).
Sifat wajib Hayyān artinya selalu hidup (Abbas, 1997:44). Dari kutipan di atas dapat dikemukakan Allah bersifat Hayyān yang berarti yang hidup.
Maksudnya, Allah tetap selalu dalam keadaan hidup, tidak dibatasi oleh suatu apapun.
5. Samī‟ān
Sifat wajib yang tergolong sifat Ma‟nawiyah yang kelima adalah Samī‟ān yang artinya yang mendengar. Hal ini sesuai dengan kutipan berikut. “Sami‟an, dan yang menengar.” (Miftāhu‟-l-Aqā‟id:17).
Sifat wajib Samī‟ān artinya selalu mendengar (Abbas, 1997:44). Pendapat ini sesuai dengan kutipan di atas. Dari kutipan di atas dapat dikemukakan bahwa Allah bersifat Samī‟ān yang berarti yang mendengar. Maksudnya, Allah tetap selalu dalam keadaan mendengar, tidak dibatasi oleh suatu apapun.
6. Bashīrān
Sifat wajib yang tergolong sifat Ma‟nawiyah yang keenam adalah Bashīrān yang artinya yang melihat. Hal ini sesuai dengan kutipan berikut. “Bashiran, dan yang melihat.” (Miftāhu‟-l-Aqā‟id:17).
Sifat wajib Bashīrān artinya selalu melihat (Abbas, 1997:44). Pendapat ini sesuai dengan kutipan di atas. Dari kutipan di atas dapat dikemukakan bahwa Allah bersifat Bashīrān yang artinya yang melihat. Maksudnya, Allah tetap selalu dalam keadaan melihat, tidak dibatasi oleh suatu apapun.
7. Mutakallimān
Sifat wajib yang tergolong sifat Ma‟nawiyah yang ketujuh adalah Mutakallimān yang artinya yang berkata. Hal ini sesuai dengan kutipan berikut. “Mutakaliman, dan yang berkata.” (Miftāhu‟-l-Aqā‟id:17).
Sifat wajib Mutakallimān artinya selalu berkata-kata (Abbas, 1997:45). Pendapat ini sesuai dengan kutipan di atas. Dari kutipan di atas dapat
dikemukakan bahwa Allah bersifat Mutakallimān yang artinya yang berkata. Maksudnya, Allah tetap selalu dalam keadaan yang berkata, tidak dibatasi oleh suatu apapun.