TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Sikap Kerja
2.2.1 Sikap Tubuh dalam Bekerja
Sikap tubuh dalam bekerja sangat dipengaruhi oleh bentuk, susunan, ukuran dan tata letak peralatan, penempatan alat-alat petunjuk, cara-cara memperlakukan peralatan seperti macam gerak, arah dan kekuatan (Anies, 2005). Sikap dan posisi kerja yang tidak benar atau tidak ergonomis (seperti jongkok, membungkuk) akan menimbulkan nyeri otot dan punggung serta gangguan fungsi dan bentuk otot (Depkes RI, 2002). Ada beberapa hal yang harus diperhatikan berkaitan dengan sikap tubuh saat melakukan pekerjaan, yaitu: (1) Semua pekerjaan hendaknya dalam sikap duduk atau sikap berdiri secara bergantian, (2) Semua sikap tubuh yang tidak alami harus dihindarkan. Seandainya hal ini tidak memungkinkan, hendaknya diusahakan agar beban statik diperkecil, (3) Tempat duduk harus dibuat sedemikian rupa, sehingga tidak membebani, melainkan dapat memberikan relaksasi pada otot-otot yang sedang tidak digunakan untuk bekerja dan tidak menimbulkan penekanan pada bagian tubuh (paha). Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya gangguan sirkulasi darah dan sensibilitas pada paha, mencegah keluhan kesemutan yang dapat mengganggu aktivitas saat bekerja (Anies, 2005).
Sanders & McCormick (1993) memberikan pedoman untuk mengatur ketinggian landasan kerja pada posisi duduk sebagai berikut: (1) Jika memungkinkan menyediakan meja yang dapat diukur turun dan naik. (2) Landasan kerja memungkinkan lengan menggantung pada posisi rileks dari bahu, dengan lengan bawah mendekati posisi horizontal atau sedikit menurun (shoping down
11
slightly). (3) Ketinggian landasan kerja tidak memerlukan fleksi tulang belakang yang berlebihan.
2.2.2 Macam-macam Sikap Duduk
Posisi tubuh dalam bekerja sangat ditentukan oleh jenis pekerjaan yang dilakukan. Masing-masing sikap kerja mempunyai pengaruh yang berbeda-beda terhadap tubuh. Sebagai pengemudi angkutan kota, jam kerjanya lebih banyak dihabiskan dengan posisi duduk.
Sikap duduk membutuhkan sedikit energi dibandingkan dengan posisi berdiri, karena dapat mengurangi beban otot statis pada kaki. Tenaga kerja yang bekerja pada posisi duduk memerlukan waktu istirahat lebih pendek dan secara potensial lebih produktif (Nurmianto, 2004).
Sikap duduk yang paling baik dari ilmu ergonomi adalah sedikit membungkuk. Dilihat dari anatomi dan fisiologi tulang lebih baik tegak, agar punggung tidak bungkuk dan otot perut tidak lemas, untuk itu dianjurkan memiliki sikap duduk yang tegak, diselingi istirahat dengan sedikit membungkuk (Anies, 2005). Sesuai dengan bentuk alamiah kurva tulang belakang, maka sikap kerja duduk yang paling baik adalah sedikit lordose pada pinggang dan sedikit kifose
pada punggung. Dengan posisi seperti ini pengaruh buruk pada tulang belakang terutama pada lumbosacral dapat dikurangi. Hal ini dapat dicapai apabila menggunakan kursi dengan sandaran pinggang yang sesuai dengan bentuk anatomis tulang belakang (Kuntodi, 2008).
Sikap kerja duduk dalam waktu lama tanpa adanya penyesuaian dapat menyebabkan melembeknya otot-otot perut, melengkungnya tulang belakang
dan gangguan pada organ pernapasan dan pencernaan (Kuntodi, 2008). Duduk dalam waktu yang lama akan menimbulkan kejenuhan dan kelelahan, karena saat berdiri tegak berat beban yang dipengaruhi oleh gravitasi bekerja pada garis lurus vertikal melalui pusat tubuh yang ditahan oleh tulang belakang dan diproyeksikan ke kedua kaki. Dengan demikiaan pusat titik berat tubuh berada di depan tulang belakang, akibatnya terjadi momen gaya yang menyebabkan tubuh cenderung jatuh ke depan (Wahyu, 2004).
Keadaan yang sama pada posisi duduk tegak, berat badan yang diproyeksikan ke tulang belakang bagian bawah lebih besar dibandingkan pada saat berdiri, sehingga dibutuhkan tempat duduk yang ergonomis. Namun hal ini belum cukup untuk menjaga keseimbangan tubuh. Secara teoritis alas kaki dan punggung harus ditopang atau paling tidak bersentuhan pada permukaan bidang yang sesuai. Oleh karena itu perlu diperhatikan bahwa posisi duduk yang benar adalah posisi duduk yang alami (terutama dalam posisi tegak), karena dapat konsumsi energi rendah, aliran darah lancar dan tekanan antar ruas tulang punggung dapat dikurangi (Wahyu, 2004). Tetapi apabila posisi duduk saat bekerja keliru, maka akan menyebabkan berbagai masalah terutama yang berhubungan dengan tulang belakang. Karena tekanan pada tulang belakang akan meningkat pada saat duduk, bila dibandingkan dengan saat berdiri maupun berbaring. Jika tekanan tersebut diasumsikan sekitar 100%, maka besarnya tekanan pada posisi duduk yang tegak adalah 140% dan posisi duduk membungkuk ke depan tekanannya adalah 190%. Sikap duduk yang tegang lebih banyak memerlukan aktivitas otot atau urat saraf belakang daripada sikap
13
duduk yang condong ke depan (Wahyu, 2004). Arah penglihatan untuk pekerjaan duduk 32º-44º kebawah. Arah penglihatan ini sesuai dengan sikap kepala yang istirahat, sehingga tidak mudah lelah (Anies, 2005).
Keuntungan dari sikap kerja duduk jika dibandingkan dengan sikap kerja berdiri adalah menghilangkan pembebanan pada kaki, memungkinkan tubuh menghindari sikap yang tidak alamiah, penggunaan energi dapat dikurangi sehingga bisa mengurangi atau memperlambat terjadinya kelelahan, kurangnya tingkat keperluan sirkulasi darah, memberikan kestabilan lebih besar pada pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan ketepatan dan ketelitian, memungkinkan pengoperasian alat kendali kaki dengan lebih mudah, tepat dan aman dalam posisi tubuh yang tetap baik (Fariborz dan James, 1997).
Ada beberapa tipe posisi duduk antara lain (Mauldhina, 2014): 1. Posisi Duduk Condong Ke Depan
Posisi badan condong ke depan terjadi karena orang ingin mencapai target penglihatan visualnya atau meja kerja yang terlalu rendah dalam hal ini posisi duduk yang kurang dari 90○dari sandaran duduk yang ada, karena duduk yang terlalu condong ke depan dapat menambah gaya pada discus lumbalis ± 90% lebih besar dibandingkan posisi membungkuk yang menyebabkan beban kerja otot berkurang tetapi beban yang diderita discus meningkat.
2. Duduk Tegak
Posisi duduk tegak adalah posisi duduk pada sudut 90○tetapi tidak pada sandaran kursi. Duduk tegak tanpa sandaran dapat mengakibatkan beban
pada daerah lumbal, hal ini disebabkan karena otot berusaha untuk meluruskan tulang punggung dan daerah lumbal.
3. Posisi Duduk Menyandar
Posisi duduk menyandar yaitu duduk pada sudut 90○ pas pada sandaran kursi, karena bisa mengurangi tekanan pada discus sekitar 25%. Namun permasalahan pada posisi ini target penglihatan atau visual terlalu jauh dan terlalu rendah.
2.3 Anatomi Terapan dan Biomekanik
2.3.1 Columna Vertebralis (Spine)
Columna vertebralis adalah sebuah struktur lentur yang di bentuk oleh sejumlah tulang yang disebut vertebra atau ruas tulang belakang. Pada orang dewasa panjang tulang belakang dapat mencapai 57-67 cm. Tulang belakangmemiliki 33 ruas yang terdiri dari 24 buah ruas merupakan tulang-tulang yang terpisah dan 9 ruas lainnya tergabung membentuk dua tulang. Vertebra di kelompokkan menjadi beberapa bagian dan di beri nama sesuai dengan daerah yang di tempati yaitu:
a. Vertebra Torakalis atau ruas tulang punggung membentuk bagian belakang toraks atau dada yang terdiri dari 12 ruas.
b. Vertebra Servikalis atau ruas tulang bagian leher membentuk daerah tengkuk yang terdiri dari 7 buah.
c. Vertebra Lumbalis atau ruas tulang punggung membentuk daerah lumbal atau pinggang yang terdiri dari 5 buah.
15
d. Vertebra Sakralis atau tulang kelangkang membentuk sacrum atau tulang kelangkang yang terdiri dari 5 buah.
e. Vertebra Kosigeus atau ruas tulang punggung membentuk tulang koksigeus atau tulang tungging yang terdiri dari 4 buah.
Secara anatomi, vertebra adalah daerah tulang belakang C1 sampai seluruh tulang sacrum. Dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar 2.1 Columna vertebralis dari tiga sudut pandang (anterior, lateral, dan posterior)
Sumber: Sanchez, 2014 2.3.2 Ligamen-ligamen pada Columna Vertebralis
Ligamen memperkuat columna vertebralis sehingga membentuk postur tubuh seseorang. Ligamen-ligamen tersebut antara lain:
1) Ligamen longitudinal anterior
Ligamen longitudinal anterior merupakan jaringan fibrous yangterdapat di sepanjang bagian depan columna vertebralis. Ligamenum ini dimulai dari
os occipital dan berakhir pada os sacrum, makin ke bawah ukurannya semakin lebar namun pada daerah thoracal ligamen ini menyempit (Wibowo, 2007).
Fungsi ligamen tersebut menyatukan ruas-ruas vertebra dari arah depan, tetapi tidak cukup kuat memfiksir annulus fibrosus discus intervertebralis
(Kurniasih, 2011).
2) Ligamen longitudinal posterior
Di bagian belakang corpus, di dalam canalis vertebralis terdapat ligamen
longitudinal posterior. Berbeda dengan yang anterior, ligamen longitudinal posterior berawal dari corpus cervicalis kedua dan juga berakhir pada permukaan anterior canalis ossos sacri (Wibowo, 2007).
Ligamen ini melekat pada discus intervertebralis, oleh karena itu ligamen ini dapat mengfiksir atau menutupi discus intervertebralis sehingga berfungsi membatasi gerakan terutama gerakan fleksi dan ekstensi serta berperan sebagai pelindung. Namun karena ligamen ini tidak melekat secara penuh, maka pada bagian posterolateral dari discus intervertebralis tidak terlindungi. Ligamen ini sangat sensitif karena banyak mengandung serabut saraf afferentt nyeri (A δ dan tipe C) dan memiliki sirkulasi darah yang
banyak (Kurniasih, 2011). 3) Ligamen intertransversal
17
Ligamen ini melekat pada tuberculum asesori dari processus transversus dan berkembang baik pada regio lumbal. Ligamen ini mengontrol gerakan lateral fleksi kearah kontralateral (Sudaryanto, 2004). 4) Ligamen flavum
Ligamen ini sangat elastis dan melekat pada arcus vertebra tepatnya pada setiap lamina vertebra. Ke arah anterior dan lateral, ligamen ini menutup capsular dan ligamen anteriomedial sendi facet. Ligamen ini mengontrol gerakan fleksi lumbal (Sudaryanto, 2004).
5) Ligamen interspinosus
Ligamen ini sangat kuat yang melekat pada setiap processus spinosus
dan memanjang kearah posterior dengan ligamen supraspinosus. Ligamen ini berperan sebagai stabilisator pasif saat gerakan fleksi lumbal
(Sudaryanto, 2004). 6) Ligamen supraspinosus
Ligamen ini melekat pada setiap ujung processus spinosus. Pada regio
lumbal, ligamen ini kurang jelas karena menyatu dengan serabut insersio otot lumbodorsal. Ligamen ini berperan sebagai stabilisator pasif saat gerakan fleksi lumbal (Sudaryanto, 2004).
Gambar 2.2 Ligamen-ligamen yang memperkuat columna vertebralis Sumber: http://columnavertebral.net
(Diakses tanggal 26 Desember 2015) 2.3.3 LumbalSpine
Tulang vertebra lumbal memiliki bentuk yang lebar dan besar, vertebra lumbal sesuai untuk menyangga seluruh beban dari kepala, badan dan ekstremitas atas. Tulang lumbal berhubungan dengan lower thorakal, upper sacral, dan hip pelvic complex. Sendi lumbal terdiri atas 5 ruas corpus vertebralis yang merupakan bagian dari columna vertebralis (Wibowo, 2007).
Pada setiap ruas tulang terbentuk atas sebuah corpus yang bentuknya mirip ginjal. Lumbal memiliki corpus yang lebih besar dan tebal jika dibandingkan dengan corpus vertebralis yang lain dan bentuknya kurang lebih bulat dengan bagian atas dan bawah yang datar, satu processus spinosus, yang mengarah pada bidang sagital, dua processus transversus, sepasang processus articularis superior
dan inferior, di mana kedua bagian ini saling bertemu pada kedua belah sisi dalam bentuk sendi facet dan foramen intervertebralis, tempat menjalarnya cauda equina
di mana merupakan lanjutan dari spynal cord. Dengan kurva lordosis yang dimiliki oleh lumbal menyebabkan lumbal menerima beban paling besar dari segmen
19
columna vertebralis lainnya. Selain itu lumbal juga mempunyai mobilitas yang tinggi (Wibowo, 2007).
Gambar 2.3 Persendian pada lumbosacral Sumber: Charisma, 2014
Gerakan pada collumna vertebralis bergantung pada segmen mobile, yaitu 2 sendi facet dan jaringan lunak diantaranya. Segmen tersebut memberikan beberapa derajat gerakan pada setiap regio (Kurniasih, 2011).
Pada regio lumbal, orientasi sendi facet lebih ke dalam bidang sagital
sehingga gerak yang dominan adalah fleksi – ekstensi. Disamping itu, terjadi gerakan lateral fleksi kiri dan kanan serta rotasi (Kurniasih, 2011).
Pada gerakan fleksi, corpus vertebra bagian atas akan bergerak menekuk kearah anterior sehingga terjadi peregangan pada discus intervertebralis bagian
Pada gerakan ekstensi, corpus vertebra bagian atas akan bergerak menekuk kearah posterior, sementara discus menjadi mampat pada bagian posterior dan teregang pada bagian anterior. Ligamen longitudinal anterior juga mengalami penguluran sementara ligamen longitudinal posterior rileks. Dengan demikian, gerakan ekstensi dibatasi oleh struktur tulang dari arkus vertebra dan ketegangan ligamen longitudinal anterior (Kurniasih, 2011).
Pada gerakan lateral fleksi, corpus vertebra bagian atas akan bergerak kearah ipsilateral, sementara discus sisi kontralateral mengalami ketegangan karena bergeser kearah kontralateral (Kurniasih, 2011).
Pada bagian rotasi, vertebra bagian atas berotasi pada vertebra bagian bawah, tetapi gerakan rotasi ini hanya terjadi disekitar pusat rotasi. Discus intervertebralis tidak berperan dalam gerakan rotasi, sehingga gerakan rotasi sangat dibatasi oleh sendi facet vertebra lumbal (Kurniasih, 2011).
2.3.4 Otot-otot di Punggung
1. Erector spine, merupakan group otot yang luas dan terletak dalam pada
facia lumbodorsal, serta muncul dari suatu aponeurosis pada sacrum,
crista illiaca dan procesus spinosus thoraco lumbal. Group otot ini terbagi atas beberapa otot yaitu:
a. M. Longissimus b. M. Iliocostalis c. M. Spinal is
21
Group otot ini merupakan penggerak utama pada gerakan extensi lumbal
dan sebagai stabilisator vertebra lumbal saat tubuh dalam keadaan tegak. Kerja otot tersebut dibantu oleh M. Transverso spinal is dan Paravertebral muscle (deep muscle) seperti m. intraspinal is dan m. Intrasversaris
(Sudaryanto, 2004)
2. Abdominal, merupakan group otot ekstrinsik yang membentuk dan memperkuat dinding abdominal. Pada group otot ini ada 4 otot
abdominal yang penting dalam fungsi spine, yaitu m. rectus abdominis, m. obliqus external, m. obliqus internal dan m. transversalis abdominis. Group otot ini merupakan fleksor trunk yang sangat kuat dan berperan dalam mendatarkan kurva lumbal. Di samping itu m.obliqus internal dan
external berperan pada rotasi trunk (Sudaryanto, 2004).
3. Deep lateral muscle, merupakan group otot intrinstik pada bagian
lateral lumbal yang terdiri dari :
a) M. Quadratus Lumborum b) M. Psoas
Group otot ini berperan pada gerakan lateral fleksi dan rotasi lumbal
Gambar 2.4 Otot-otot pada punggung Sumber: Jakarta Fisioterapi, 2013 2.3.5 Pelvic dan Tight
a. Pelvic
Pada pelvic terdapat tulang coxae kiri dan kanan yang saling berubungan pada bagian depan, dan dengan tulang sacrum pada bagian belakang. Sebagai kesatuan, tulang-tulang ini berperan dalam melindungi organ tubuh di dalam pelvic (Wibowo, 2007).
Otot-otot pada pelvic mulai dari otot superficial dan otot-otot bagian dalam adalah m. Gluteus maxximus, m. Gluteus medius,m. Gluteus minimus, m. Piriformis, m. Gamellus superior dan inferior, m. Quadratus femoris dan
23
sebagian m. Obturatorius externus. Selain struktur otot dan tulang pada regio pelvic juga terdapat pembuluh darah dan saraf. Pembuluh darah yang mengurus regio glutea adalah cabang dari arteri iliaca interna (arteri glutea superior dan inferior, arteri pudenda interna). Untuk persarafannya berasal dari rami ventralis nervi spinal is yang keluar dari segmenta lumbalis satu sampai empat. Nervi spinal is ini membentuk plexus lumbalis dan serabut
spinal yang keempat bergabung dengan serabut yang berasal dari segmen
sakral membentuk plexus lumbosacralis. (Wibowo, 2007)
Sacara arsutektur, pelvic terletak strategis karena merupakan penghubung trunk dengan extemitas inferior sehinggga harus saling bekerjasama pada setiap gerakan lumbal dan hip. (Sudaryanto, 2011).
Karena gerak pelvic bergantung pada sendi-sendi di lumbal spine dan hip
maka gerak pelvic dapat bersifat sekunder atau primer. Berikut analisis gerak primer dan sekunder dari pelvic:
Tabel 2.1 Analisis gerak primer pelvic dalam posisi berdiri
Pelvic Lumbal Spine Hip Joint
Anterior pelvic tilt Hiperekstensi Sedikit fleksi Posterior pelvic tilt Sedikit fleksi Ekstensi penuh
Lateral pelvic tilt Sedikit lateral fleksi ke kanan
Kanan : sedikit adduksi
Kiri : sedikit abduksi Rotasi ke kiri (tanpa
kepala dan kaki bergerak)
Rotasi ke kanan Kanan : sedikit
exorotasi
Kiri : sedikit endorotasi
Tabel 2.2 Analisis gerak sekunder pelvic terhadap lumbal spine
Lumbal spine Pelvic
Fleksi Posterior pelvic tilt
Ekstensi/hiperekstensi Anterior pelvic tilt Lateral fleksi kiri Lateral pelvic tilt ke kanan
Rotasi kiri Rotasi ke kiri
(Sudaryanto, 2011)
Tabel 2.3 Analisi gerak sekunder pelvic terhadap hip joint
Hip joint Pelvic
Fleksi Anterior pelvic tilt
Ekstensi/hiperekstensi Posterior pelvic tilt Abduksi ke kiri Lateral pelvic tilt ke kanan
Adduksi ke kiri Lateral pelvic tilt ke kiri (Sudaryanto, 2011)
b. Tight
Daerah tungkai atas (Tight) memiliki beberapa grup otot besar, salah satu grup otot memberikan kontribusi terhadap terjadinya NPB yaitu grup otot ekstensor hip dan fleksor knee (Hamstring). Hamstring merupakan otot paha bagian belakang yang berfungsi sebagai fleksor knee dan ekstensorhip. Secara umum hamstring bertipe otot serabut otot tipe II (Watson, 2002).
25
1. Otot Biceps Femoris
Mempunyai dua buah caput. Caput longum dan breve, caput longumberorigo pada pars medialis tuber Ichiadicum dan M. semitendinosus sedangkan caput breve berorigo pada labium lateral linea aspera femoris, insersio otot ini pada capitulum fibula
(Watson, 2002). 2. Otot Semitendinosus
Otot ini berorigo pada pars medialis tuber ichiadicum dan berinsersio pada facies medialis ujung proximaltibia (Watson, 2002)
3. Otot Semimembranosus
Melekat di sebelah pars lateralis tuber ichiadicum turun ke arah sisi medial regio posterior femoris dan berinsersio pada facies posterior condylus medialis tibia (Watson, 2002)
Gambar 2.5 Grup Otot Hamstring Sumber: Watson, 2002
Otot hamstring berfungsi dalam gerakan ekstensi dan hiperekstensi hip. Ekstensi adalah gerakan kembali dari fleksi dan hiperekstensi
adalah gerakan femur ke belakang dalam bidang sagital. Gerak
hiperekstensi sangat terbatas dengan ROM sebesar 00-200 (gerak aktif) dan sebesar 00-300 (gerak pasif). Keuntungan dari ketebatasan gerak ini adalah sendi menjadi sangat stabil untuk wight bearing
(menumpu berat badan) tanpa membutuhkan kontraksi otot yang kuat (Sudaryanto, 2011).
Selain itu otot hamstring juga berperan dalam membatasi luas gerakan fleksi hip. Gerakan fleksi hip yang luas dilakukan dengan lutut dalam posisi fleksi di mana pelvic akan backward tilt untuk melangkapi gerakan fleksi hip. ROM fleksi hip dengan posisi
ekstensi lutut adalah sebesar 00-900, sedangkan ROM fleksi hip
dengan posisi fleksi lutut adalah sebesar 00-1200 (gerak aktif) dan 00 -1400 (gerak pasif) (Sudaryanto, 2011).