• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRUKTUR ORGANISASI BANK LAMPUNG BINA SEJAHTERA PT BANK PERKREDITAN RAKYAT

A. Deskripsi Hasil Penelitian

VI. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang berkenaan dengan peran BPR dalam pemberdayaan usaha mikro, dapat disimpulkan bahwa Bank Lampung Bina Sejahtera sebagai salah satu Bank Perkreditan Rakyat di Bandar Lampung memiliki peran dalam pemberdayaan usaha mikro, yaitu melalui penyediaan modal bagi usaha mikro, kemudian adanya proses pendampingan (pembinaan), dan penyediaan sarana konsultasi bagi usaha mikro untuk membantu mengatasi permasalahan yang dihadapi.

Proses pendampingan yang dilakukan oleh BPR Lampung Bina Sejahtera adalah melalui pelatihan membuat pembukuan usaha serta membantu dalam mengembangkan usaha yang dijalankan oleh nasabah. Kemudian melalui sarana konsultasi yang disediakan oleh pihak Bank, pelaku usaha mikro dapat mengkonsultasikan permasalahan yang mereka hadapi dalam menjalankan usahanya, guna mendapatkan saran dan masukan dari pihak Bank untuk mengatasi permasalahan tersebut agar tidak mengganggu perkembangan usaha nasabah.

Dengan adanya pemberdayaan yang BPR Lampung Bina Sejahtera lakukan, secara langsung juga berimbas pada peningkatan kemampuan dan perkembangan usaha yang dijalankan oleh pengusaha mikro. Peningkatan kemampuan yang dimaksud adalah kemampuan yang dimiliki oleh pengusaha mikro dalam melakukan pembukuan dan pengelolaan usaha, sehingga dapat meningkatkan omset atau pendapatan usaha yang diperoleh. Meningkatnya omset usaha tersebut juga berdampak pada perkembangan usaha yang dilakukan, karena dengan omset yang meningkat maka pengusaha mikro memiliki kemampuan lebih besar untuk mengembangkan usaha yang mereka jalankan.

Bank Lampung Bina Sejahtera dalam proses pemberian kredit dilakukan melalui beberapa tahap, mulai dari tahap penyeleksian terhadap permohonan, tahap keputusan, pelaksanaan, dan sampai kepada tahap pembinaan. Namun, di dalam pelaksanaannya, pihak Bank Lampung Bina Sejahtera masih menghadapi hambatan baik yang bersifat internal maupun yang bersifat eksternal, antaralain:

Pertama, hambatan internal terbesar yang pihak Bank hadapi adalah berupa kurangnya tenaga ahli yang mereka miliki sehingga mengakibatkan kurang optimalnya pelayanan yang mereka berikan kepada nasabah. Hal ini, dapat berimbas pada meningkatnya kredit macet atau Noun Performing Loan (NPL) sehingga dapat mengganggu kestabilan keuangan dari Bank Lampung Bina Sejahtera itu sendiri.

143

Kedua, hambatan eksternal yang pihak bank hadapi adalah krisis ekonomi global yang melanda dunia, kemudian munculnya permasalahan pada Bank Tripanca yang ada di Bandar lampung. Kedua persoalan tersebut secara tidak langsung juga berdampak pada kinerja dari Bank Lampung Bina Sejahtera karena mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat akan eksistensi BPR yang ada di Bandar Lampung, kemudian hal itu juga memberikan rasa takut pada dunia usaha mikro dalam menjalankan usahanya.

Ketiga, masih tertutupnya usaha mikro dalam menjalankan usahanya membuat pihak Bank Lampung Bina Sejahtera kesulitan dalam melakukan pengawasan dan pembinaan pada usaha mikro yang bersangkutan. Di samping itu, masih kurangnya sosialisasi yang dilakukan, juga mengakibatkan masih kecilnya ruang lingkup pelaku usaha untuk mengetahui adanya layanan kredit yang pihak bank sediakan.

Menghadapi permasalahan tersebut, pihak Bank Lampung Bina Sejahtera melakukan beberapa tindakan atau strategi untuk mengatasinya, antara lain berupa kerjasama dengan pihak Bank Indonesia untuk menutupi kekurangan tenaga ahli yang mereka miliki, kemudian melakukan pendekatan yang lebih intens lagi kepada nasabah yang masih bersifat tertutup dalam pelaporan usahanya, maupun masalah yang sedang mereka hadapi. Disamping itu, juga melakukan peraturan yang lebih ketat lagi dalam hal pemberian kredit kepada usaha mikro, yaitu dengan melakukan seleksi terhadap permohonan pinjaman yang diajukan, agar nantinya pihak bank tidak mengalami kesulitan dalam proses selanjutnya.

B. Saran

Berdasarkan hasil temuan ini maka, perlua adanya suatu rekomendasi diantaranya: 1. Pihak Bank Lampung Bina Sejahtera hendaknya lebih meningkatkan lagi

sosialisasi yang mereka berikan kepada masyarakat, hal itu agar cakupan masyarakat yang mengetahui akan adanya pelayanan kredit yang disediakan oleh Bank menjadi lebih luas lagi. Kemudian Bank Lampung Bina Sejahtera juga harus mempertahankan pemberian sosialisasi kepada usaha mikro yang menjadi nasabahnya tentang perkembangan kondisi ekonomi nasional yang sedang berkembang.

2. Untuk membuat waktu pembinaan menjadi efektif dan efesien serta menyiasati kurangnya tenaga ahli yang dimiliki hendaknya, BPR Lampung Bina Sejahtera membuat suatu kelompok pembinaan, sehingga proses pembinaan dapat dilakukan dalam satu waktu dengan mencakup semua usaha mikro yang menjadi nasabah.

3. Hasil penelitian ini dapat dipakai dalam penelitian selanjutnya yang sejenis, diantaranya tentang efektivitas pelaksanaan program dari Bank Perkreditan Rakyat dalam pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Hasil Penelitian

Pada bab ini akan dipaparkan hasil wawancara terhadap para informan yang telah dilaksanakan dan datanya diolah secara sistematis sebagaimana yang ditetapkan dalam metode penelitian. Setelah diadakan penelitian terhadap informan baik dari pihak Bank (Staff Account oficer) maupun dari nasabahnya yang bergerak dalam usaha mikro, berikut ini akan digambarkan bagaimana peran dari Bank Perkreditan Rakyat dalam pemberdayaan usaha mikro.

1. Informan dari Pihak Bank melalui Staff Account Officer a. Informan I

Informan ini bernama Eep. Informan berjenis kelamin laki-laki dan berusia 35 tahun. Ia telah cukup lama menjadi salah satu staf pada BPR Lampung Bina Sejahtera yang mengurusi permasalahan pemberian kredit pada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), yakni hampir 5 tahun. Latar belakang pendidikan informan adalah Sarjana Ekonomi Universitas Lampung lulusan tahun 1998. Sebelum bergabung dengan Bank Lampung Bina Sejahtera pada tahun 2003, informan pernah bekerja pada salah satu Bank swasta di Bandar Lampung pada

tahun 1999 sampai dengan tahun 2002. Berdasarkan dengan jam kerja yang diterapkan dalam PT. BPR Lampung Bina Sejahtera, maka informan memulai kegiatannya yaitu mulai pukul 08.00-15.00 Wib untuk melayani nasabah, kemudian dilanjutkan dengan merekap semua transaksi yang terjadi sampai dengan selesai sebagai bahan laporan kepada Direksi Bank.

Sesuai dengan jabatan informan, yaitu sebagai salah satu staf yang mengurusi pemberian kredit kepada UMKM (Account Officer), maka informan tersebut memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:

a. Menerima berkas permohonan kredit dari nasabah langsung. b. Wawancara langsung dengan debitur.

c. Survey atas jaminan yang diserahkan.

d. Menghitung kebutuhan kredit atas data yang wajar dalam form aplikasi kredit.

Berikut adalah penuturan Eep:

“Tugas saya dalam bank ini adalah sebagai orang yang harus berhadapan langsung dengan UMKM yang ingin mengajukan pinjaman modal usaha kepada pihak bank. Yaitu antara lain menerima berkas, wawancara langsung kepada calon nasabah kemudian survey atas jaminan dan menghitung kebutuhan kredit bagi UMKM tersebut” (wawancara, 19 Oktober 2009).

Kemudian informan juga menuturkan bahwa saat ini perkembangan UMKM di Bandar Lampung khususnya, mengalami peningkatan yang cukup menggembirakan. Hal tersebut dapat dilihat dari tahun 2006, jumlah nasabah Bank hanya berjumlah 175 sampai dengan tahun 2008 jumlah UMKM yang telah menjadi nasabah adalah berjumlah 255 dari 8 jenis usaha yang dilakukan. Jenis usaha yang dilakukan oleh nasabah dari Bank itu sendiri antara lain, usaha

82

gerabatan, warung nasi, sembako, peternak ikan, ayam potong, bengkel motor, conter serta laundry. Berikut adalah penuturan beliau pada wawancara yang dilaksanakan pada tanggal 19 Oktober 2009:

“Minat orang untuk berwirauasaha saat ini cukup tinggi dek, buktinya nasabah kita terus meningkat sampai tahun ini saja sudah ada 255 UKM yang menjadi nasabah dari tahun 2006 hanya 175 UKM. UKM nya itu seperti gerabatan, warung nasi, sembako, peternak ikan, ayam potong, bengkel motor, conter Hand Phone terus laundry pakaian…”.

Selanjutnya, ditannyakan kepada informan mengenai apa saja produk yang dimiliki oleh Bank untuk ditawarkan kepada nasabah. Beliaupun dengan senang hati menjelaskan bahwa Produk-produk Bank lampung Bina Sejahtera terdiri dari dua jenis produk yaitu, produk pendanaan (funding) dan pembiayaan (lending). PT.Bank Lampung Bina Sejahtera mempunyai beberapa produk pendanaan, diantaranya deposito berjangka dari 1 bulan sampai dengan 12 bulan, kemudian ada tabungan yang diberi nama tabungan Tamuara dengan bunga harian yang cukup bersaing dan dapat diambil setiap saat. Berikut adalah penuturan informan: ”Pada Bank Bina Lampung Sejahtera ini terdapat dua produk, yaitu pendanaan

dan pembiayaan Dek, kalo yang pendanaan itu ada deposito berjangka 1 bulan sampai 12 bulan kemudian ada juga tabungan Tamuara dengan bunga yang bersaing dan dapat diambil setiap saat dek”(wawancara, 19 Oktober 2009).

Kemudian selain produk pendanaan Bank Lampung Bina sejahtera juga memiliki produk pembiayaan (lending) juga dengan dua produk pembiayaan yaitu untuk kredit karyawan dan untuk kredit umum (komersil). Kredit karyawan maksudnya adalah orang yang mengajukan kredit merupakan seseorang yang telah memiliki pekerjaan tetap baik sebagai karyawan pemerintah maupun karyawan swasta, sedangkan kredit bagi umum adalah kredit yang diberikan kepada masyarakat biasa diluar pegawai pemerintah atau tidak memiliki slip gaji pada suatu instansi

atau perusahaan atau dengan kata lain kredit umum ini biasanya yang dimanfaatkan oleh para UMKM. Berikut penuturan informan:

”Nah kalo yang produk pembiayaan ini baru pemberian kredit dek baik yang untuk karyawan atau untuk umum. Maksudnya karyawan itu seperti PNS dan pekerja swasta yang memiliki slip gaji atau memiliki pendapatan perbulan, sedangkan yang umum ini biasanya ya untuk pengusaha–pengusaha UMKM itu” (wawancara, 19 Oktober 2009).

Lebih lanjut ditannyakan kembali kepada informan, tentang bagaimana pelaksanaan atau mekanisme dari produk pembiayaan yang dilakukan oleh Bank kepada usaha mikro tersebut. Beliaupun menjelaskan bahwa di dalam pelaksanaannya memerlukan tahapan-tahapan yang cukup panjang, hal tersebut diperlukan agar dana yang dikeluarkan benar-benar dimanfaatkan untuk kegiatan produktif dan dapat dipertanggungjawabkan baik secara pembukuan maupun secara nyata. Berikut penuturannya dalam wawancara yang dilakukan pada tanggal 19 Oktober 2009:

”Dalam pelaksanaan pemberian kredit tersebut dari pihak bank memang sudah ada peraturan-peraturan yang harus kita jalani dek karena sudah menjadi aturan tetap dari Bank Indonesia. Di bank kita ini ada tahapan-tahapan yang cukup panjang dek hal tersebut dengan tujuan agar dana yang kita berikan memang digunakan sebagaimana mestinya..”

Informan menuturkan bahwa tahapan yang dilalui dalam penyaluran kredit di awali dari tahap permohonan, sampai kepada tahap pencairan, serta tahap pembinaan. Pada tahap permohonan ini merupakan proses dimana nasabah menyerahkan permohonan kepada pihak Bank yang diwakilkan kepada Account Officer (AO) kredit, setelah permohonan diserahkan kepada AO kemudian dilakukan pemeriksaan kelengkapan administrasi dilanjutkan dengan pencatatan pada buku register permohonan kredit. Waktu yang diperlukan pada tahap ini

84

adalah satu jam karena pada tahap ini seorang nasabah hanya melakukan permohonan kredit. Berikut penuturan informan.

”Tahap awal dari proses penyaluran kredit ini adalah tahap dimana nasabah mengajukan permohonan kepada pihak bank yang diwakilkan oleh Account Officer atau saya sendiri untuk kemudian diperiksa kelengkapan surat-surat administrasinya dek yang selanjutnya dicatat pada semacam buku register permohonan kredit dan biasanya hanya memakan waktu sekitar satu jam lah dek untuk kita memprosesnya sebagai tahap awal”. (wawancara, 20 Oktober 2009)

Tahap selanjutnya sebagaimana yang disampaikan oleh informan adalah tahap analisis, pada tahapan ini salah satu proses terpenting karena Account Officer melakukan beberapa hal yaitu antaralain melakukan analisis pendahuluan atas aplikasi permohonan kredit baik administrasi jenis usaha yang bisa dibiayai serta kelengkapan dokumen jaminan, melakukan survey on the spot ke tempat tinggal pemohon, tempat usaha dan lokasi jaminan, melakukan penilaian atas jaminan, cross check terhadap kebenaran informasi yang diberikan debitur kepada pihak- pihak terkait, dan yang terakhir adalah Account Officer harus dapat menganalisis keseluruhan dari data yang diperoleh dilapangan untuk selanjutnya dapat menentukan apakah permohonan kredit yang diajukan layak atau tidak layak mendapatkan kredit. Berikut adalah penuturan informan pada wawancara tanggal 20 Oktober 2009 :

“Tahap yang kedua ini dek adalah tahap analisis disini juga salah satu tanggung jawab saya selaku Account Officer kredit karena saya harus dapat menganalisis apakah permohonan kredit yang diajukan kepada pihak bank layak atau tidak layak untuk dapat diberikan bantuan kredit, namun sebelum saya dapat menentukannya terlebih dahulu saya harus menganalisis tentang kelengkapan administrasi jenis usaha yang bias dibiayai serta kelengkapan dokumen jaminannya, kemudian saya harus survey langsung kelapangan (on the spot) terhadap lokasi rumah dan tempat usaha dari calon debitur sekaligus mengcrosschek kebenaran dari informasi yang disampaikan oleh calon nasabah kepada pihak bank”

Informan kemudian menuturkan setelah melalui tahap analisis oleh Account Officer, maka proposal kredit didistribusikan kepada Direksi atau Komite kredit untuk mendapatkan keputusan final atau akhir. Proses ini merupakan tahap keputusan, dimana tahap ini Direksi atau Komite kredit mempunyai kewenangan untuk kembali memeriksa data-data yang telah dikumpulkan serta perhitungan kredit yang telah dibuat oleh Account Officer serta kemudian kembali menentukan apakah permohonan kredit tersebut dapat diberikan kredit atau tidak. Hal tersebut dilakukan, untuk menghindari adanya kesalahan yang mungkin bisa terjadi dikemudian hari. Proses ini bisa memakan waktu antara dua hari sampai dengan dua minggu, sebagaimana disampaikan oleh informan pada wawancara tanggal 20 Oktober 2009.

“Untuk tahap berikutnya itu tahap keputusan dek, dimana tahap keputusan itu bukan lagi tanggung jawab dari account officer lagi tapi sudah jadi tanggung jawab dari direksi atau komite kredit. Dimana prosesnya yaitu data-data yang sudah saya kumpulkan beserta perhitungan kredit yang dibuat diperiksa kembali oleh direksi untuk kemudian diambil keputusan final untuk menerima atau menolak permohonan kredit tersebut dan proses tersebut umumnya memakan waktu dua hari atau sampai dua minggu..”

Setelah keputusan telah diambil oleh Direksi atau Komite kredit maka sebelum dana tersebut dicairkan dan diterima oleh nasabah harus melalui tiga tahapan lagi yaitu tahap pengikat, tahap realisasi dan tahap pengadministrasian. Selanjutnya informan menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan tahap pengikat adalah penyelesaian surat-surat perjanjian pinjaman antara nasabah dan pihak Bank, tahapan ini memerlukan waktu satu hari saja apabila tidak ada hal lain yang menghambat. Setelah surat perjanjian dapat diselesaikan barulah dapat melaksanakan tahap selanjutnya berupa tahap realisasi dimana nasabah dapat

86

mencairkan dana melalui Teller berdasarkan surat rekomendasi dari Direksi dan kemudian pihak Bank akan membuat administrasi lagi terkait pencairan dana tersebut atau disebut dengan tahap pengadministrasian. Berikut adalah penuturan dari informan dalam wawancara tanggal 20 Oktober 2009.

”Setelah keputusan ditetapkan maka tindakan selanjutnya adalah tahap pengikat, yang dimaksud dengan tahap ini dek adalah tahap penyelesaian surat perjanjian antara pihak bank dan nasabah terkait proses pinjaman tersebut. Kemudian barulah masuk kepada tahap realisasi dimana nasabah yang telah mendapatkan surat rekomendasi dari bank dapat mencairkan dana kepada teller bank dan selanjutnya petugas bank akan membuat surat-surat administrasi lagi terkait pencairan dana tersebut”

Sebagai tahapan terakhir terkait dengan pemberian kredit tersebut adalah tahap pembinaan. Menurut informan di dalam tahap pembinaan ini memerlukan peran aktif dari petugas Bank dengan tujuan untuk menjaga hubungan baik dengan Debitur/nasabah guna kelancaran kolektibilitas pinjaman. Adapun bentuk dari pembinaan tersebut berupa memantau atau memonitoring dan mengikuti jalannya usaha (secara langsung/tidak), serta memberikan saran atau nasihat dan konsultasi agar usaha Debitur berjalan dengan baik sesuai dengan rencana sehingga pengembalian kredit akan berjalan dengan baik pula. Pada tahap pembinaan ini tidak ada jangka waktu yang ditetapkan dan perlu dilakukan terus menerus serta berkesinambungan, guna menjaga kolektibilitas pinjaman. Berikut adalah penuturan informan dalam wawancara tanggal 20 Oktober 2009.

”Tahap yang terakhir dalam penyaluran kredit tersebut dek adalah tahap pembinaan, dalah tahap ini petugas bank diwajibkan untuk berperan aktif dalam memantau, memonitoring baik secara langsung atau tidak langsung, kemudian memberikan waktu bagi debitur agar dapat berkonsultasi mengenai permasalahan yang mereka hadapi dalam pelaksanaan usahanya dan dalam tahap ini tidak ada batas waktunya”.

Setelah membicarakan mengenai pelaksanaan dalam proses penyaluran kredit, kemudian kembali ditannyakan kepada informan mengenai apa hambatan yang pihak Bank hadapi dalam pelaksanaan proses penyaluran kredit tersebut. Informan menjelaskan hambatan yang mereka hadapi berupa hambatan yang bersifat internal dan bersifat eksternal. Untuk hambatan yang bersifat internal ini, informan memaparkan bahwa mereka mengalami kendala berupa kurangnya tenaga ahli dari pihak Bank yang ikut terlibat dalam pelaksanaan kredit ini. Akibatnya sosialisasi program kemitraan ini sangat kurang sehingga jumlah UMKM yang mengetahui hanya terbatas. Kemudian dampak yang lebih besar lagi adalah meningkatnya NPL (Noun Performing Loan) atau lebih dikenal dengan kredit macet, kredit macet ini bisa terjadi karena kurang optimalnya pengawasan dari pihak Bank sehingga banyak UMKM yang mengalami masalah tidak dapat ditangani secepat mungkin, akibatnya banyak UMKM yang gulung tikar (Pailit). Berikut adalah penuturan informan dalam wawancara tanggal 21 Oktober 2009. ”Kalo hambatan yang dihadapi dek itu dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu

hambatan internal dan hambatan eksternal. Untuk hambatan internal saat ini yang pihak bank hadapi adalah kurangnya tenaga ahli yang dimiliki bank dalam proses pemberian kredit ini sehingga menyebabkan kurangnya sosialisasi yang bisa kami sampaikan kepada masyarakat tentang adanya pelayanan kredit bagi UMKM, kemudian masalah tersebut juga dapat berdampak pada meningkatnya NPL karena itu dia tadi kurang adanya pengawasan yang optimal dari pihak bank sehingga ketika masalah yang dihadapi UMKM sudah parah baru pihak bank mengetahuinya sehingga terlambat untuk dapat mengatasi masalah tersebut”.

Kemudian informan kembali menjelaskan faktor eksternal yang menghambat kinerja mereka dalam pelayanan kredit bagi UMKM. Dimana faktor eksternal ini merupakan dampak akibat kondisi perekonomian nasional sekarang yang tidak menentu, sehingga mengganggu baik secara langsung maupun tidak langsung dikarenakan adanya krisis ekonomi global yang melanda dunia. Hal tersebut

88

memberikan efek kepada dunia perbankan di Indonesia dan di Bandar Lampung khususnya, kemudian khusus untuk di wilayah lampung adanya kasus BPR Tripanca juga memberikan dampak berkurangnya kepercayaan masyarakat akan eksistensi lembaga keuangan BPR. Akibatnya proses perkreditan yang dilakukan akan menjadi terganggu, sebagaimana yang disampaikan oleh informan dalam wawancara tanggal 21 Oktober 2009.

”Untuk hambatan yang bersifat eksternal ini dek yaitu adanya krisis ekonomi global walaupun peristiwa ini baru terjadi tapi dampaknya sudah dapat dirasakan oleh dunia perbankan di Indonesia dan di Lampung khususnya dimana sekarang peraturan yang ditetapkan BI semakin ketat sehingga mungkin itu dirasakan langsung oleh pihak UMKM dalam melakukan permohonan kredit. Kemudian adanya kasus Bank Tripanca itu loh dek, dimana itu memberikan dampak berkurangnya tingkat kepercayaan masyarakat dalam hal ini adalah nasabah kepada kemampuan BPR ini”.

Lebih lanjut informan menyampaikan selain dua masalah tersebut pihak Bank juga menghadapi masalah berupa masih enggannya para pengusaha UMKM untuk dapat mengkonsultasikan permasalahan yang mereka hadapi dalam menjalankan usahanya, sehingga menyebabkan terjadinya mise komunikasi antar pihak Bank dan UMKM. Kemudian pengelolaan usaha yang dilakukan UMKM masih dirasakan kurang profesional sehingga apa yang telah disepakati dalam perjanjian usaha, diabaikan dan UMKM terkadang tidak melakukan pembukuan dalam pelaksanaan usahanya sehingga pada saat pertanggung jawaban dengan pihak Bank mengalami kesulitan. Yang terakhir adalah bahwa pelaksanaan undang- undang dan peraturan yang berkaitan dengan UMKM, termasuk masalah perpajakan yang belum memadai, sehingga masih terjadinya ketidaksesuaian antara fasilitas yang disediakan pemerintah dan kebutuhan dari UMKM. Berikut adalah penuturan beliau.

”Selain dua masalah yang telah disebutkan tadi ada lagi dek masalah bersifat eksternal yang harus dihadapi oleh pihak bank, yaitu masih tertutupnya dari pihak UMKM tersebut untuk mengkonsultasikan semua masalah yang mereka hadapi dalam menjalankan usahanya, sehingga sebenernya pihak bank tidak tau apa-apa dan menganggap semuanya berjalan lancar baru ketika masalah tersebut semakin besar dan sudah sulit untuk diselesaikan pihak UMKM baru menceritakannya kepada kami. Kemudian terkadang mereka lupa untuk membuat pembukuan dalam perjalanan usahanya sehingga pada saat pelaporan kepada kami mereka mengalami kesulitan dan yang terakhir yaitu masi belum berjalan dengan baiknya peraturan pemerintah yang berkaitan dengan UMKM sehingga tidak hanya kami tapi UMKM juga masi mengalami kesulitan” (wawancara tanggal 21 Oktober 2009).

Setelah membicarakan mengenai hambatan yang dihadapi dalam proses pemberian kredit, selanjutnya kembali ditannyakan kepada informan dalam kaitannya dengan hambatan yang dihadapi tersebut, yaitu bagaimana tindakan yang ditempuh oleh pihak Bank dalam mengatasi permasalahan-permasalahn itu. Informan menjelaskan bahwa untuk masalah yang bersifat internal, pihak Bank telah mengambil langkah berupa meminta bantuan tenaga ahli dari pihak Bank Indonesia untuk membantu mereka dalam melakukan kegiatan pelayanan bagi para pengusaha UMKM sehingga semua UMKM yang menjadi nasabah dapat dimonitor dan dilayani secara optimal dengan tujuan untuk mengurangi potensi NPL (Noun Performing Loan) yang mungkin dapat terjadi. Berikut adalah penuturan informan kepada penulis pada wawancara tanggal 21 Oktober 2009. ”Langkah yang diambil oleh pihak bank untuk menangani permasalahan yang