• Tidak ada hasil yang ditemukan

Simpulan

ImageJ merupakan salah satu peranti lunak yang dapat digunakan untuk mengubah respon KLT menjadi lebih terkuantifikasi dengan memanfaatkan gambar hasil dokumentasi pelat KLT hasil pemisahan komponen dari suatu sampel menjadi bentuk densitogram sehingga dapat diketahui luasan area puncak masing-masing pita komponen yang terpisah.

Peranti lunak imageJ yang dikombinasikan dengan teknik pengenalan pola telah berhasil mendiferensiasikan ketiga tanaman obat, yaitu temulawak, kunyit, dan bangle berdasarkan intensitas warna pita komponen yang terdeteksi pada setiap tanaman tersebut terutama pada tiga komponen penciri, yaitu kurkumin, demetoksikurkumin, dan bisdemetoksikurkumin. Selain itu, dapat disimpulkan pula bahwa proses diferensiasi ketiga tanaman obat menggunakan imageJ ini harus memperhatikan tiga parameter penting, yaitu adanya smoothing pada gambar mentah pelat KLT dengan visualisasi sinar tampak, sinar UV (λ 254 nm), dan sinar UV (λ 366 nm) berturut-turut, yaitu 8x, 9x, dan 8x, penarikan garis baseline pada titik terendah puncak densitogram sebelum mengalami kenaikan kembali pada perbesaran 200%, dan proses penandaan pita komponen dengan ukuran dan letak yang harus konsisten pada setiap pengukuran.

Saran

Perlu dilakukan validasi metode antara pengukuran nilai AUC menggunakan aplikasi peranti lunak imageJ dengan alat densitometer yang sudah umum digunakan untuk analisis kuantitatif KLT berdasarkan pengukuran luas atau teknik densitometri.

DAFTAR PUSTAKA

Adnan M. 1997. Teknik Kromatografi untuk Analisis Bahan Makanan Edisi ke-1. Yogyakarta: Andi.

Afifah E. 2003. Khasiat dan Manfaat Temulawak. Jakarta: Agromedia Pustaka.

Araujo CAC, Leon LL. 2001. Biological activities of Curcuma longa L. Mem Inst Oswaldo Cruz 96 (5): 723-728.

Baranska M et al. 2005. Quality control of Harpagophytum procumbens and its related phytopharmaceutical products by means of NIR-FT-Raman spectroscophy. Biopolymer 77:1-8.

Braithwaite A, Smith FJ. 1999. Chromatographic Method. Netherlands: Kluwer Academic Publisher.

Brereton RG. 2003. Chemometrics: Data Analysis for The Laboratory and Chemical Plant. England: John Willey & Sons.

Chew OS, Hamdan MR, Ismail Z, Ahmad MN. 2004. Assessment herbal medicines by chemometrics-assisted FTIR spectra. J. Anal. Chem. Acta, in press.

Ferreira TA, Rasband W. 2010. The ImageJ User Guide Version 1.43. Canada: McGill University.

Fried B, Sherma J. 1982. Chromatographic Science Series 17, Thin Layer Chromatography. Cazes, Editor. New York: Marcel Dekker.

Giri L et al. 2010. Chromatographic and spectral fingerprinting standardization of traditional medicines: an overview as modern tools. Research J. Phytochemistry 4 (4): 234-241.

Hahn-Deinstrop. 2007. Applied Thin-Layer Chromatography. R.G. Leach, editor. Jerman: Wiley-VCH Verlag GmbH & Co. KgaA. hlm: 59-131.

Hess AVI. 2007. Digitally-enhanced thin- layer chromatography: an inexpensive, new technique for qualitative and quantitative analysis. J. Chem. Educ. 84: 842.

Istiqomah IF. 2010. Pengoptimuman fase gerak KLT dengan rancangan campuran untuk analisis sidik jari temulawak. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan, Institut Pertanian Bogor.

Jayaprakasha GK, Jaganmohan RL, Sakariah KK. 2005. Chemistry and biological activities of Curcuma longa L. Trends in Food Science & Technology 16: 533-548.

Liang YZ, Xie P, Chen K. 2004. Quality control of herbal medicines. J. Chromatography B 812: 53–70.

Lohninger H. 2004. Multivariate calibration.[terhubung berkala]. http://www.vias.org/tmdatanaleng/cc_mult ivaritae.html [27 Jul 2011].

Miftahuddin A. 2010. Diferensiasi temulawak, kunyit, dan bangle berdasarkan pola pemisahan senyawa menggunakan kromatografi lapis tipis. [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Miller JC, Miller JN. 2000. Statistic and Chemometrics for Analytical Chemistry. Ed ke-4. Harlow: Pearson Education. Naes T, Isaksson T, Fearn T, Davies T. 2002.

A User-Friendly Guide to Multivariate Calibration and Classification. Chichester: NIR Publications.

Phattanawasin P, Sotanaphun U, Sriphong L. 2009. Validated TLC-image analysis method for simultaneous quantification of curcuminoids in Curcuma longa. Chromatographia 69: 397–400.

Purseglove J, Brown WEG, Green CL, Robbins SRJ. 1981. Spices Volume I. London: Longman.

Reich E, Schibli A, 2008. Validation of high- performance thin layer chromatographic methods for the identification of botanicals in a cGMP environment. J. AOAC International 91: 13-19.

Gandjar GI, Rohman A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

16

Santosa CM, Hertiani T. 2005. Kandungan senyawa kimia dan efek ekstrak daun bangun-bangun (Coleus ambonicus, L.) pada aktivitas fagositosis netrofil tikus putih (Rattus nervogicus). Majalah Farmasi Indonesia 16: 141-148.

Sidik, Mulyono MW, Mutadi A. 1995. Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb). Jakarta: Phyto Medika.

Sherma, J. 1991. Basic techniques, materials, and apparatus, In Handbook of thin-layer chromatography. New York: Marcel Dekker Inc.

Sutarno H, Atmowidjojo S. 2001. Tantangan Pengembangan dan Fakta Jenis Tanaman Rempah. Bogor: Prosea Foundation.

Wall PE. 2005. Thin Layer Chromatography: A Modern Practical Approach. Dorset: VWR International Ltd.

18

Lampiran 1 Bagan alir penelitian.

Proses smoothing

Analisis KLT

standar

Dokumentasi hasil pemisahan

KLT

Pengolahan gambar dengan

imageJ

Diferensiasi ketiga

tanaman sampel

PCA

dan PLSDA

Pengolahan data

menggunakan The

Unscrambler

Pengumpulan data AUC

Aplikasi metode terhadap gambar hasil

pemisahan sampel dengan imageJ

Penentuan metode terbaik dalam

mengolah gambar pita KLT

Karakterisasi kotak

penandaan

Normalisasi puncak

densitogram

Korelasi terbaik antara konsentrasi standar

dengan nilai AUC (R

2

~1)

19

Lampiran 2 Lokasi pengambilan tanaman temulawak, kunyit, dan bangle.

No. Jenis

tanaman Nama daerah Simbol

1 Temulawak Ngadirejo, Wonogiri NGD 2 Temulawak Tembalang, Semarang TMB 3 Temulawak Tawangmangu, Karanganyar TWM

4 Temulawak Semen, Kediri SMN

5 Temulawak Ngrayun, Ponorogo NGR 6 Temulawak Rancakalong, Sumedang RCK 7 Temulawak Cikembar, Sukabumi CKR

8 Temulawak Dramaga, Bogor DMG

9 Kunyit Ngadirejo, Wonogiri NGD

10 Kunyit Tembalang, Semarang TMB

11 Kunyit Tawangmangu, Karanganyar TWM

12 Kunyit Semen, Kediri SMN

13 Kunyit Slahung, Ponorogo SLH

14 Kunyit Tanjungkerta, Sumedang TJK

15 Kunyit Cikembar, Sukabumi CKR

16 Kunyit Dramaga, Bogor DMG

17 Bangle Ngadirejo, Wonogiri NGD

18 Bangle Tembalang, Semarang TMB

19 Bangle Tawangmangu, Karanganyar TWM

20 Bangle Semen, Kediri SMN

21 Bangle Slahung, Ponorogo SLH

22 Bangle Tanjungkerta, Sumedang TJK

23 Bangle Cikembar, Sukabumi CKR

Lampiran 3 Kromatogram KLT temulawak, kunyit, dan bangle dari berbagai daerah dengan berbagai perlakuan deteksi.

a)

Temulawak

Perlakuan

Sinar tampak

Sinar UV (λ 254 nm)

Sinar UV (λ 366 nm)

Tanpa pendeteksi warna pita

komponen

Pendeteksi warna anisaldehida

Pendeteksi warna vanilina

Keterangan: eluen yang digunakan adalah diklorometana:kloroform (0.52:0.48)

21

b)

Kunyit

Perlakuan

Sinar tampak

Sinar UV (λ 254 nm)

Sinar UV (λ 366 nm)

Tanpa pendeteksi warna pita

komponen

Pendeteksi warna anisaldehida

Pendeteksi warna vanilina

Keterangan: eluen yang digunakan adalah diklorometana:kloroform (0.52:0.48)

22

c)

Bangle

Keterangan: eluen yang digunakan adalah diklorometana:kloroform (0.52:0.48)

Perlakuan

Sinar tampak

Sinar UV (λ 254 nm)

Sinar UV (λ 366 nm)

Tanpa pendeteksi warna pita

komponen

Pendeteksi warna anisaldehida

Pendeteksi warna vanilina

Lampiran 4 Nilai korelasi (R

2

) setelah proses smoothing.

Smoothing UV

366 nm) Smoothing UV

254 nm) Smoothing Sinar tampak

(kali) Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 (kali) Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 (kali) Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3

0 0,7870 0,9810 0,3480 0 0,9250 0,9980 0,6680 0 0,7230 0,0600 0,4850 1 0,7610 0,9620 0,0180 1 0,8960 0,7040 0,8410 1 0,1820 0,6880 0,9770 2 0,8250 0,2080 0,5790 2 0,3700 0,7470 0,7830 2 0,6300 0,6350 0,7390 3 0,8670 0,4580 0,2360 3 0,9500 0,9930 0,7800 3 0,9600 0,5820 0,4400 4 0,9820 0,1970 0,8270 4 0,9900 0,9960 0,8250 4 0,8860 0,9460 0,8740 5 0,8860 0,0820 0,9080 5 0,9820 0,9980 0,8240 5 0,8840 0,7670 0,8600 6 0,8750 0,2610 0,9870 6 0,8090 0,8360 0,9130 6 0,7070 0,6730 0,4470 7 0,8920 0,9590 0,9670 7 0,9390 0,8450 0,7800 7 0,6580 0,5560 0,8580 8* 0,8980 0,9990 0,9770 8 0,6460 0,9950 0,7760 8* 0,9310 0,8830 0,9820 9 0,8930 0,9970 0,9780 9* 0,6730 0,9970 0,8910 9 0,9580 0,9630 0,8230 10 0,9690 0,9870 0,9950 10 0,7580 0,8950 0,5420 10 0,3690 0,9700 0,7040 11 0,9550 0,9990 0,9750 11 0,7250 0,9660 0,6320 11 0,2110 0,9320 0,2830 12 0,9410 0,9990 0,9140 12 0,7130 0,9840 0,6050 12 0,9600 0,3930 0,5470 13 0,8840 0,9960 0,9140 13 0,7350 0,9990 0,5870 13 0,9650 0,4570 0,2820 14 0,9160 0,9750 0,9660 14 0,7740 0,9920 0,7800 14 0,9200 0,7650 0,2880 15 0,9230 0,9750 0,9640 15 0,7520 0,9990 0,7460 15 0,8370 0,2950 0,3610

Keterangan: *banyaknya smoothing yang digunakan dalam penelitian.

24

Lampiran 5 Karakterisasi kursor saat penentuan baseline.

Penentuan titik terendah puncak densitogram

25

Lampiran 6 Data hasil pengukuran AUC menggunakan ImageJ pada tanaman

temulawak dengan visualisasi sinar tampak, sinar UV (λ 254 nm),

dan sinar UV (λ 366 nm).

a)

Sinar tampak

Keterangan: Satuan AUC = piksel

TP = Tanpa pendeteksi warna pita komponen

A = Pendeteksi warna anisaldehida

26

b)

Sinar UV (λ 254 nm)

Keterangan: Satuan AUC = piksel

TP = Tanpa pendeteksi warna pita komponen

A = Pendeteksi warna anisaldehida

27

c)

Sinar UV (λ 366 nm)

Keterangan: Satuan AUC = piksel

TP = Tanpa pendeteksi warna pita komponen

A = Pendeteksi warna anisaldehida

28

Lampiran 7 Data hasil pengukuran AUC menggunakan ImageJ pada tanaman

kunyit dengan visualisasi sinar tampak, sinar UV (λ 254 nm), dan

sinar UV (λ 366 nm).

a)

Sinar tampak

Keterangan: Satuan AUC = piksel

TP = Tanpa pendeteksi warna pita komponen

A = Pendeteksi warna anisaldehida

29

b)

Sinar UV (λ 254 nm)

Keterangan: Satuan AUC = piksel

TP = Tanpa pendeteksi warna pita komponen

A = Pendeteksi warna anisaldehida

30

c)

Sinar UV (λ 366 nm)

Keterangan: Satuan AUC = piksel

TP = Tanpa pendeteksi warna pita komponen

A = Pendeteksi warna anisaldehida

31

Lampiran 8 Data hasil pengukuran AUC menggunakan ImageJ pada tanaman

bangle dengan visualisasi sinar tampak, sinar UV (λ 254 nm), dan

sinar UV (λ 366 nm).

a)

Sinar tampak

Keterangan: Satuan AUC = piksel

TP = Tanpa pendeteksi warna pita komponen

A = Pendeteksi warna anisaldehida

32

b)

Sinar UV (λ 254 nm)

Keterangan: Satuan AUC = piksel

TP = Tanpa pendeteksi warna pita komponen

A = Pendeteksi warna anisaldehida

33

c)

Sinar UV (λ 366 nm)

Keterangan: Satuan AUC = piksel

TP = Tanpa pendeteksi warna pita komponen

A = Pendeteksi warna anisaldehida

Lampiran 9 Scatter plot nilai AUC ketiga tanaman tanpa pendeteksi pita komponen dengan visualisasi: (a) sinar UV 366 nm, (b) sinar UV

254 nm, dan (c) sinar tampak.

(a)

(b)

(c)

Keterangan: Prediksi

Kalibrasi/Referensi

Lampiran 10 Scatter plot nilai AUC ketiga tanaman dengan pendeteksi warna anisaldehida dan visualisasi: (a) sinar UV 366 nm, (b) sinar

UV 254 nm, dan (c) sinar tampak

.

(a)

(b)

(c)

Keterangan: Prediksi

Kalibrasi/Referensi

Lampiran 11

Scatter plot

nilai AUC ketiga tanaman dengan pendeteksi warna vanilina dan visualisasi: (a) sinar UV 366 nm, (b) sinar UV

254 nm, dan (c) sinar tampak.

(a)

(b)

(c)

Keterangan: Prediksi

Kalibrasi/Referensi

Lampiran 12 Grafik prediksi ketiga tanaman sampel terhadap model prediksi temulawak, kunyit, dan bangle dengan visualisasi sinar UV

(λ 366 nm) dan penggunaan larutan pendeteksi pita vanilina.

(a)

(b)

(c)

Keterangan:

a = prediksi ketiga tanaman terhadap model prediksi temulawak

b = prediksi ketiga tanaman terhadap model prediksi kunyit

c = prediksi ketiga tanaman terhadap model prediksi bangle

T1 dan T2 = temulawak ulangan 1 dan 2

K1 dan K2 = kunyit ulangan 1 dan 2

B1 dan B2 = bangle ulangan 1 dan 2

Dokumen terkait