• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Simpulan

Berdasarkan data penelitian dan pembahasan dan pembahasan Bab IV, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.

1. Setelah dilakukan analisis intrinsik dari novel De Winst maka penulis

menemukan keterjalinan dalam salah satu unsur maupun antarunsur dalam novel De Winst, keterjalinan unsur tersebut ditandai dengan adanya hubungan antarunsur intrinsik yang satu dengan yang lainnya. Keterjalinan dalam salah satu unsur intrinsik misalkan terdapat hubungan antartokoh yang satu dengan yang lain yang menimbulkan ketegangan tersendiri, tokoh, yaitu Rangga yang mempunyai konflik dengan tokoh antagonis, Jan Thijjse. Pemusuhan berkaitan dengan percintaan dengan Everdine Kareen Spinoza, permusuhan di pabrik gula De Winst dan sebagainya. Kemudian penulis menemukan keterjalinan antarunsur ditunjukkan unsur alur dengan unsur latar atau pada tahap alur Denouement (Tahap Penyelesaian), yaitu keterjalinan dengan latar tempat. Latar tempat di situ merupakan salah satu unsur pembangun dari plot tersebut. Alur dalam De Winst juga memiliki keterjalinan dengan unsur intrinsik lainnya, yaitu sudut pandang. Seperti yang telah dijelaskan dalam analisis sudut pandang, pengarang novel De Winst memakai nama-nama orang dan dia (orang ketiga). Pada tahap alur terdapat beberapa nama tokoh, misalkan penyebutan nama tokoh Jan dan Rangga. Kemudian juga pada alur jelas memiliki keterjalinan dengan unsur berupa tema. Seperti pemaparan tema, telah disebutkan bahwa novel De Winst memiliki tema yang minor dan mayor. Tema mayor adalah perjuangan untuk melawan penindasan oleh para penjajah, sedangkan tema minor adalah percintaan, persamaan jender, perjuangan pada kebudayaan yang feodal. Pada alur dalam novel De Winst pada bab

commit to user

pembahasan salah satunya digambarkan perjuangan seorang tokoh yang bernama Pratiwi untuk melawan ketidakadilan yang diterapkan oleh Belanda (para pengambil kebijakan pabrik De Winst, di mana Pratiwi secara lantang berani membela kaum pribumi dengan mengadakan protes dan ancaman terhadap pengelola pabrik De Winst untuk menaikkan uang sewa tanah milik pribumi dengan harga sepuluh kali lipat dari harga sewa selama ini), jadi dapat dikatakan terdapat hubungan antara alur dengan tokoh. Dari analisis unsur intrinsik dan keterjalinan antarunsur intrinsik di atas, terdapat keterjalinan baik keterjalinan antartokoh dalam novel, keterjalinan penokohan dengan latar waktu ataupun latar sosial, keterjalinan alur dengan latar, penokohan, sudut pandang, ataupun juga dengan tema. Jadi dapat disimpulkan bahwa novel De Winst memiliki keterjalinan antarunsur yang runtut.

2. Berikutnya setelah penulis melakukan analisis intrisik dan ektrinsik

(pandangan dunia pengarang) maka penulis menemukan homologi antara pandangan dunia pengarang dengan misi yang dibawakan oleh tokoh hero ataupun para tokoh protagonis. Afifah Afra dalam novel De Winst memiliki pandangan humanisme sosial yang membawahi pandangan religi, pandangan politik, pandangan jender, pandangan ekonomi, dan pandangan sosial. Humanisme sosial, yaitu humanisme yang mengandung nilai sosilidaritas kepada orang lain diikuti kesediaan untuk membawa dan membantu orang lain guna menjalin hubungan sosial yang baik. Pandangan itu muncul dalam diri Afifah Afra sebagai subjek kolektif. Novel De Winst dikarang oleh Afifah Afra sehingga secara tidak langsung karya tersebut memuat pandangan-pandangan dunia yang dimilikinya melalui tokoh. Pandangan dunia Afifah Afra lahir dari pengalaman, pengetahuan, hubungan sosial, hubungan antarkelompok, dan realitas sosial yang dimilikinya. Pandangan dunia tersebut merupakan bentuk representasi Afifah Afra dalam novel De Winst.

3. Kemudiaan setelah peneliti menganalisis struktur sosial atau fakta sosial yang ada di novel De Winst. Ternyata terdapat kesamaan dengan struktur atau fakta sosial yang ada di masyarakat nyata. Kesamaan tersebut ditunjukkan dalam budaya Keraton Surakarta yang digambarkan dalam novel De Winst dengan budaya Keraton Surakarta yang nyata. Kesamaan budaya yang digambarkan itu berupa budaya membatik di keraton, perjodohan di dalam kalangan keraton, kebiasaan bangsawan keraton, dan menjaga subasita di keraton.

4. Terakhir, setelah peneliti menganalisis isi novel, peneliti dapat

menyimpulkan bahwa De Winst dapat dijadikan materi ajar alternatif pelajaran Bahasa Indonesia di SMA. Hal tersebut didasarkan pada aspek kelayakan novel De Winst sebagai materi ajar, kelayakan tersebut didasarkan pada syarat bahan atau materi pelajaran, yaitu bahan atau materi pelajaran merupakan isi pengajaran yang mengandung nilai-nilai, informasi, fakta, dan pengetahuan. Pada novel De Winst mengandung kriteria tersebut. Kemudian kelayakan novel De Winst sebagai materi yang layak diperkuat dengan beberapa pendapat guru mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMA dan siswa SMA. Pendapat mereka juga mengarah pada kriteria kecocokan materi ini digunakan sebagai materi ajar alternatif Bahasa Indonesia.

B. Implikasi

Hasil penelitian ini bermanfaat bagi pembaca sebagai penikmat sastra untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang sastra lebih lanjut, khususnya pendekatan strukturalisme genetik dalam sastra. Kemudian hasil penelitian ini berimplikasi terhadap dunia pendidikan, khususnya dalam pembelajaran sastra di sekolah tingkat SMA.

Penelitian dengan judul Analisis Struktural Genetik Novel De Winst Karya Afifah Afra dan Relevansinya sebagai Materi Ajar Alternatif Bahasa Indonesia di SMA ini dapat dijadikan acuan oleh guru Bahasa Indonesia SMA dalam rekomendasi

commit to user

pemilihan materi alternatif ataupun materi tambahan ketika pembelajaran sastra Indonesia, tepatnya adalah materi yang berkaitan dengan novel.

C. Saran

Berdasarkan simpulan di atas, maka penulis menyarankan sebagai berikut.

1. Saran kepada guru

Dalam pemilihan materi ajar Bahasa Indonesia, khususnya ketika materi tentang sastra, yaitu novel, novel De Winst dapat dijadikan sebagai materi alternatif di samping pada buku paket Bahasa Indonesia sudah terdapat materi novel. Dari situ diharapkan akan menimbulkan pembelajaran sastra (novel) yang lebih menarik dan lebih segar.

2. Saran kepada siswa

Penulis berharap kepada siswa, ketika menggunakan novel De Winst sebagai bahan ajar, siswa dapat memahami isi juga nilai-nilai yang ada dalam novel. Selain itu penulis mengharapkan siswa dapat mengamalkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupannya.

3. Saran kepada pembaca

Pembaca diharapkan mempunyai pemahaman tambahan terhadap sastra khususnya pada pendekatan sastra. Kalau selama ini banyak yang beranggapan bahwa pendekatan struktural merupakan pendekatan yang sudah mewakili isi dari pada sebuah karya sastra (novel), diharapkan dengan tulisan ini pembaca memahami pendektan sastra yang lebih intens yaitu strukturalisme genetik. Penulis mengharapkan pembaca dalam memahami sebuah karya sasta (novel) tidak hanya dilihat dari unsur intrinsiknya atau struktural otonomnya saja, akan tetapi juga dengan genetiknya (proses pembentukannya).