4 BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Pengertian
‘Suatu keadaan patofisiologi dimana jantung gagal mempertahankan sirkulasi adekuat untuk kebutuhan tubuh meskipun tekanan pengisian cukup.”( Paul Wood.2002)
‘Suatu sndrom dimana disfungsi jantung berhubungan dengan penurunan toleransi latihan, insidensi aritmia yang tinggi, dan penurunan harapan hidup.”( Jay Cohn. 2005 )
Adanya gejala gagal jantung, yang tervasibel dengan terapi, dan bukti objektif danya disfngsi jantung.” ( European society of cardiology.2005 )
Gagal jantung sering juga disebut gagal jantung kongestif, adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi. Istilah gagal jantung kongestif paling sering dugunakan kalau terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan (Suzanne C. Smeltzer 2002).
2.2 Anatomi dan Fisiologi
2.2.1 Anatomi Jantung
Jantung merupakan organ utama dalam system kardiovaskuler. Jantung dibentuk oleh organ-organ muscular, apex dan basis cordis, atrium kanan dan kiri serta ventrikel kanan dan kiri. Ukuran jantung kira-kira panjang 12 cm, lebar 8-9 cm serta tebal kira-kira 6 cm. Berat jantung sekitar 7-15 ons atau 200 sampai 425 gram dan sedikit lebih besar dari kepalan tangan. Setiap harinya jantung berdetak 100.000 kali dan dalam masa periode itu jantung memompa 2000 galon darah atau setara dengan 7.571 liter darah.
Posisi jantung terletak diantara kedua paru dan berada ditengah tengah dada, bertumpu pada diaphragma thoracis dan berada kira-kira 5 cm diatas processus xiphoideus. Pada tepi kanan cranial berada pada tepi cranialis pars cartilaginis costa III dextra, 1 cm dari tepi lateral sternum. Pada tepi kanan caudal berada pada tepi cranialis pars cartilaginis costa VI dextra, 1 cm dari tepi lateral sternum. Tepi kiri cranial jantung berada pada tepi caudal pars cartilaginis costa II sinistra di tepi lateral sternum, tepi kiri caudal berada pada ruang intercostalis 5, kira-kira 9 cm di kiri linea medioclavicularis.
Selaput yang membungkus jantung disebut pericardium dimana teridiri antara lapisan fibrosa dan serosa, dalam cavum pericardi berisi 50 cc yang berfungsi sebagai pelumas agar tidak ada gesekan antara pericardium dan epicardium. Epicardium adalah lapisan paling luar dari jantung, lapisan berikutnya adalah lapisan miokardium dimana lapisan ini adalah lapisan yang paling tebal. Lapisan terakhir adalah lapisan endocardium. Ada 4 ruangan dalam jantung dimana dua dari ruang itu disebut atrium dan sisanya adalah ventrikel. Pada orang awan atrium dikenal dengan serambi dan ventrikel dikenal dengan bilik. Diantara atrium kanan dan
ventrikel kanan nada katup yang memisahkan keduanya yaitu katup tricuspid, sedangkan pada atrium kiri dan ventrikel kiri juga mempunyai katup yang disebut dengan katup mitral. Kedua katup ini berfungsi sebagai pembatas yang dapat terbuka dan tertutup pada saat darah masuk dari atrium ke ventrikel.
2.2.2 Fisiologi Jantung
Fungsi utama jantung adalah memompa darah ke seluruh tubuh dimana pada saat memompa jantung otot-otot jantung (miokardium) yang bergerak. Selain itu otot jantung juga mempunyai kemampuan untuk menimbulkan rangsangan listrik.
Kedua atrium merupakan ruang dengan dinding otot yang tipis karena rendahnya tekanan yang ditimbulkan oleh atrium. Sebaliknya ventrikel mempunyai dinding otot yang tebal terutama ventrikel kiri yang mempunyai lapisan tiga kali lebih tebal dari ventrikel kanan. Aktifitas kontraksi jantung untuk memompa darah keseluruh tubuh selalu didahului oleh aktifitas listrik. Aktifitas listrik ini dimulai pada nodus sinoatrial (nodus SA) yang terletak pada celah antara vena cava suiperior dan atrium kanan. Pada nodus SA mengawali gelombang depolarisasi secara spontan sehingga menyebabkan timbulnya potensial aksi yang disebarkan melalui sel-sel otot atrium, nodus atrioventrikuler (nodus AV), berkas His, serabut Purkinje dan akhirnya ke seluruh otot ventrikel. Oleh karena itu jantung tidak pernah istirahat untuk berkontraksi demi memenuhi kebutuhan tubuh, maka jantung membutuhkan lebih banyak darah dibandingkan dengan organ lain. Aliran darah untuk jantung diperoleh dari arteri koroner kanan dan kiri. Kedua arteri koroner ini keluar dari aorta kira-kira ½ inchi diatas katup aorta dan berjalan dipermukaan pericardium. Lalu bercabang menjadi arteriol dan kapiler ke dalam dinding ventrikel. Sesudah terjadi pertukaran O2 dan CO2 di kapiler, aliran vena dari ventrikel dibawa melalui vena koroner dan langsung masuk ke atrium kanan dimana aliran darah vena dari seluruh tubuh akan bermuara.
Sirkulasi darah ditubuh ada 2 yaitu sirkulasi paru dan sirkulasi sistemis. Sirkulasi paru mulai dari ventrikel kanan ke arteri pulmonalis, arteri besar dan kecil, kapiler lalu masuk ke paru, setelah dari paru keluar melalui vena kecil, vena pulmonalis dan akhirnya kembali ke atrium kiri. Sirkulasi ini mempunyai tekanan yang rendah kira-kira 15-20 mmHg pada arteri pulmonalis.
Sirkulasi sistemis dimulai dari ventrikel kiri ke aorta lalu arteri besar, arteri kecil, arteriole lalu ke seluruh tubuh lalu ke venule, vena kecil, vena besar, vena cava inferior, vena cava superior akhirnya kembali ke atrium kanan.
Sirkulasi sistemik mempunyai fungsi khusus sebagai sumber tekanan yang tinggi dan membawa oksigen ke jaringan yang membutuhkan. Pada kapiler terjadinya pertukaran O2 dan CO2 dimana pada sirkulasi sistemis O2 keluar dan CO2 masuk dalam kapiler sedangkan pada sirkulasi paru O2 masuk dan CO2 keluar dari kapiler. Volume darah pada setiap komponen sirkulasi berbeda-beda. 84% dari volume darah dalam tubuh terdapat pada sirkulasi sistemik, dimana 64% pada vena, 13% pada arteri dan 7 % pada arteriol dan kapiler.
2.3 Etiologi
Kelainan otot jantung. Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, menyebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup aterosklerosis, hipertensi arterial, dan penyakit otot degenaratif atau inflamasi.
Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.
Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload) meningkatkan beban kerja jantung dan pada giliranya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek tersebut (hipertrofi miokard) dapat dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan meningkatkan kontraktilitas jantung. Tetapi untuk alasan yang tidak jelas, hipertroi otot jantung tadi tidak dapat berfungsi secara normal, dan akhirnya akan terjadi gagal jantung.
Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
2.4 Patofisiologi
Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi baik pada jantung dan secara sistemik. Jika stroke volume kedua ventrikel berkurang oleh karena penekanan kontraktilitas atau afterload yang sangat meningkat, maka volume dan tekanan pada akhir diastolik dalam kedua ruang jantung akan meningkat. Ini akan meningkatkan panjang serabut miokardium akhir diastolik, menimbulkan waktu sistolik menjadi singkat. Jika kondisi ini berlangsung lama, terjadi dilatasi ventrikel. Cardiac output pada saat istirahat masih bisa baik tapi, tapi peningkatan tekanan diastolik yang berlangsung lama atau kronik akan dijalarkan ke kedua atrium dan sirkulasi pulmoner dan sirkulasi sitemik. Akhirnya tekanan kapiler akan meningkat yang akan menyebabkan transudasi cairan dan timbul edema paru atau edema sistemik.penurunan cardiac output, terutama jika berkaitan dengan penurunan tekanan arterial atau penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi beberapa sistem saraf dan humoral. Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis akan memacu kontraksi miokardium, frekuensi denyut jantung dan vena; perubahan yang terkhir ini akan meningkatkan volume darah sentral yang selanjutnya meningkatkan preload. Meskipun adaptasi-adaptasi ini dirancang untuk meningkatkan cardiac output, adaptasi itu sendiri dapat mengganggu tubuh. Oleh karena itu, takikardi dan peningkatan kontraktilitas miokardium dapat memacu terjadinya iskemia pada pasien-pasien dengan penyakit arteri koroner sebelumnya dan peningkatan preload dapat memperburuk kongesti pulmoner.
Aktivasi sitem saraf simpatis juga akan meningkatkan resistensi perifer; adaptasi ini dirancang untuk mempertahankan perfusi ke organ-organ vital, tetapi jika aktivasi ini sangat meningkat malah akan menurunkan aliran ke
ginjal dan jaringan. Resitensi vaskuler perifer dapat juga merupakan determinan utama afterload ventrikel, sehingga aktivitas simpatis berlebihan dapat meningkatkan fungsi jantung itu sendiri. Salah satu efek penting penurunan cardiac output adalah penurunan aliran darah ginjal dan penurunan kecepatan filtrasi glomerolus, yang akan menimbulkan retensi sodium dan cairan. Sitem rennin-angiotensin- aldosteron juga akan teraktivasi, menimbulkan peningkatan resitensi vaskuler perifer selanjutnya dan penigkatan afterload ventrikel kiri sebagaimana retensi sodium dan cairan. Gagal jantung berhubungan dengan peningkatan kadar arginin vasopresin dalam sirkulasi yang meningkat, yang juga bersifat vasokontriktor dan penghambat ekskresi cairan. Pada gagal jantung terjadi peningkatan peptida natriuretik atrial akibat peningkatan tekanan atrium, yang menunjukan bahwa disini terjadi resistensi terhadap efek natriuretik dan vasodilator. Gagal jantung pada masalah utama kerusakan dan kekakuan serabut otot jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat dipertahankan.
Volume sekuncup, jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi tergantung pada tiga faktor :
1. Preload: jumlah darah yang mengisi pada jantung berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung.
2. Kontraktilitas: mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel dan perubahan panjang regangan serabut jantung
3. Afterload: mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan arteriole.
2.5 Pathway Terlampir
2.6 Manifestasi Klinis
Tanda dominan gagal jantung adalah meningkatnya volume intravaskuler. Kongesti jaringan terjadi akibat tekanan arteri dan vena yang meningkat akibat turunnya curah jantung pada kegagalan jantung. Peningkatan tekanan vena pulmonalis dapat menyebabkan cairan mengalir dari kapiler paru ke alveoli, akibatnya terjadi edema paru, yag dimanifestasikan dengan batuk dan nafas pendek. Meningkatnya tekanan vena sistemik dapat mengakibatkan edema perifer umum dan penambahan berat badan.
Turunnya curah jantung pada gagal jantung dimanifestasikan secara luas karena darah tidak dapat mencapai jaringan dan organ (perfusi rendah) untuk menyampaikan oksigen yang dibutuhkan. Beberapa efek yang biasanya timbul akibat perfusi rendah adalah pusing, konfusi, kelelahan, tidak toleran terhadap latihan dan panas, ekstremitas dingin, dan haluaran urin berkurang (oliguri). Tekanan perfusi ginjal menurun, mengakibatkan pelepasan renin dari ginjal, yang pada gilirannya akan menyebabkan ekresi aldosteron, retensi natrium dan cairan, serta peningkatan volume intravaskuler.
2.7 Jenis Gagal Jantung
2.7.1 Gagal jantung sisi kiri dan kanan
Ventrikel kanan dan kiri dapat mengalami kegagalan secara terpisah. Gagal ventrikel kiri paling sering mendahului gagal ventrikel kanan. Gagal ventrikel kiri murni sinonim dengan edema paru akut. Karena curah ventrikel berpasangan atau sinkron, maka kegagalan salah satu ventrikel dapat mengakibatkan penurunan perfusi jaringan. Tetapi menifestasi kongesti dapat berbeda tergantung pada kegagalan ventrikel mana yang terjadi.
2.7.2 Gagal jantung kiri
Kongesti paru meninjol pada gagal ventrikel kiri, karena ventrikel kiri tidk mampu memompa darah yang datang dari paru. Penigkatan tekanan dalam sirkulasi paru memnyebabkan cairan
terdorong ke jaringan paru. Manifestasi klinis yang terjadi meliputi dispnu, batuk, mudah lelah, denyut jantung cepat (takikardia) dengan bunyi jantung S3, kecemasan dan kegelisahan.
Dispnu terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli yang mengganggu pertukaran gas. Dispnu bahkan dapat terjadi saat istirahat atau dicetuskan oleh gerakan yang minimal atau sedang. Dapat terjadi ortopnu, kesulitan bernapas saat berbaring. Pasien yang mengalami ortopnu tidak akan mau berbaring, tetapi akan menggunakan bantal agar bisa tegak di tempat tidur atau duduk dikursi, bahkan saat tidur.
Beberapa pasien hanya mengalami ortopnu pada malam hari, suatu kondisi yang dinamakan paroxismal nokturnal dispnea (PND). Hal ini terjadi bila pasien, yang sebebelumnya duduk lama dengan posisi kaki dan tangan dibawah, pergi berbaring ketempat tidur. Setelah beberapa jam cairan yang tertimbun di ekstremitas yang sebelumnya berada dibawah mulai diabsorsi, dan ventrikel kiri yang yang sudah terganggu, tidak mampu mengosongkan peningkatan volume dan adekuat. Akibatnya, tekanan dalam sirkulasi paru meningkat dan lebih lanjut, cairan berpindah ke alveoli.
Batuk yang berhubungan dengan gagal ventrikel kiri bisa kering dan tidak produktif, tetapi yang tersering adalah batuk basah, yaitu batuk yang menghasilkan sputum berbusa dalam jumlah banyak, yang kadang disertai bercak darah.
Mudah lelah terjadi akibat curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga terjadi akibat meningkatnya energi yang digunakan untuk bernapas dan insomnia yag terjadi akibat distres pernapasan dan batuk
Kegelisahan dan kecemasan terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stres akibat kesakitan bernapas dan pengetahuan bahwa jantung dan tidak berfungsi dengan baik.
2.7.3 Gagal jantung kanan
Bila ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah kongesti visera dan jaringan perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasi semua darah yang secara normal kembali dari sirkulasi vena.
Manifestasi klinis yang tampak meliputi edema ekstremitas bawah (edema dependen), yang biasanya merupakan pitting edema, pertambahan berat badan, hepatomegali (pembesaran hepar), distensi vena leher, asites (penimbunan cairan didalam rongga peritoneum), anoreksia dan mual , nokturia dan lemah.
Edema dimulai pada kaki dan tumit (edema dependen) dan secara bertahap brtambah ke atas tungkai dan paha dan akhirnya ke gintalia eksterna dan tubuh bagian bawah. Edema sakral sering jarang terjadi pada pasien yang berbaring lama, karena daerah sakral menjadi daerah yang dependen. Pitting edema adalah edema yang tetap ckung bahkan etelah penekanan ringan dengan ujung jari , jelas terlihat setelah terjadi retensi cairan paling tidak sebanyak 4,5 kg (10 lb).
Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat pembesaran vena di hepar. Bila proses ini berkembang, maka tekanan dalam pembuluh portal meningkat sehingga cairan terdorong keluar rongga abdomen, suatu kondisi yang dinamakan asites. Pengumpulan cairan dalam rongga abdomen ini dapat menyebabkan tekanan pada diafragma dan distres pernapasan.
Anoreksia (hilangnya selera makan) dan mual terjadi akibat pembesaran vena dan stasis vena dalam rongga abdomen.
Nokturia, atau rasa ingin kencing pada malam hari, terjadi karena perfusi renaal didukung oleh posisi penderita pada saat berbaring. Diuresis terjadi paling sering pada malam hari karena curah jantung akan membaik dengan istirahat.
Lemah yang menyertai gagal jantung sisi kanan disebabkan karena menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi, dan pembuangan produk sampah katabolisme yang tidak adekuat dari jaringan.
2.8 Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada klien dengan CHF (Conginetal Heart Failure) yaitu:
1. EKG (Elektrokardiogram)
Hipetropi atrial atau ventikular, penyimpangan aksis, iskemia dan kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia, takikardia, fibrilasi atrial, mungkin sering terdapat KVP. Kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah infark miokard menunjukkan adanya aneurisma ventrikular (dapat menyebabkan gagal/disfungsi jantung).
2. Sonogram (Ekokardiogram, Ekokardiogram dopple)
Dapat menunjukkan dimensi percesaran bilik, perubahan dalam fungsi/struktur katup, atau area penurunan kontraktilitas ventrikular. 3. Skan jantung
Tindakan penyuntikan fraksi dan memeperkiran gerakan dinding. 4. Katerisasi jantung
Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membantu membedakan gagal jantung sisi kanan versus gagal jantung sisi kiri, dan stenosis katup atau insufisiensi. Juga mengkaji potensi arteri koroner. Zat
kontras disuntikan ke dalam ventrikel menunjukkan ukuran abnormal dan ejeksi fraksi/perubahan kontraktilas.
5. Rontgen dada
Dapat menunjukkan perbesaran jantung, bayangan mencerminkan dilatasi/hipertrofi bilik, atau perubahan dalam pembuluh darah mencerminkan peningkatan tekanan pulmonal. Kontus abnormal seperti bulging pada pembatasan jantung kiri, dapat menyebabkan aneurisme ventrikel.
6. Enzim hepar
Meningkat dalam gagal/konginesti hepar. 7. Elektrolit
Mungkin berubah karena perpindahan cairan/penurunan fungsi ginjal, terapi diuretik.
8. Oksimetri nadi
Saturasi oksigen mungkin rendah, terutama jika GJK akut memperburuk PPOM atau GJK kronis
9. AGD (Analisa Gas Darah)
Gagal venrikel kiri ditandai denngan alkolisis respiratorik ringan atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir).
10. BUN (nitrogen urea darah), Kreatinin
Peningkatan BUN menandakan penurunan perfusi ginjal. Kenaikan baik BUN dan kreatinin merupakan indikasi gagal ginjal.
11. Albumin/transferin serum
Mungkin menurun sebagai akibat penurunan masukan protein atau penurunan sintesis protein dalam hepar yang mengalami kongesti.
12. HSD
Mungkin menunjukkan anemia, polisitemia, atau perubahan kepekaan menandakan retensi air. SPD mungkin meningkat, mencerminkan MI baru/akut, perikarditis, atau status inflamasi atau infeksius lain.
13. Kecepatan sedimentasi (ESR)
14. Pemeriksaan tiroid
Peningkatan aktivitas tiroid menunjukkan hiperaktivitas tiroid sebagai pre-pencetus GJK.
2.9 Penatalaksanaan
Tujuan dasar penatalaksanaan pasien dengan gagal ginjal jantung adalah sebagai berikut:
1. Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung
2. Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung dengan bahan-bahan farmakologis
3. Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan dengan terapi diuretik diet dan istirahat.
2.9.1 Terapi farmakologi
Glikosida jantung, diuretik dan vasodilator mrupakan dasar farmakologis gagal jantung. Meringkaskan glikosida jantung utama, berikut cara kerja dan pengawasan perawat yang diperlukan saat pemberian orang tersebut.
Digitalis. Meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan memperlambat frekuensi jantung. Ada beberafa efek yang dihasilkanya: peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena dan volume darah; dan peningkatan diuresis yang mengeluarkan cairan dan mengurangi edema. Efek dosis digitalis yang diberikan tergantung pada keadaan jantung, keseimbangan elektrolit dan cairan serta fungsi ginjal dan hepar.
Digitalis dosis lengkap diberikan untuk menginduksi efek terapi penuh obat ini. Biasanya diberikan pada gagal jantung yang berat, bila tidak, digitalis diberikan sebagian. Dosis pemeliharaan diberikan setiap hari.
Pada semua kasus, pasien harus diawasi dengan ketat dan pemberian dosis harian harus tepat, sesuai dengan batas jumlah obat yang dapat dimetabolisme atau di ekskresi, untuk menjaga efek digitalis tanpa menyebabkan keracunan. Dosis optimal adalah jumlah yang dapat mengurangi tnda dan gejala gagal jantung pasien atau memperlambat respons ventrikel secara terapis tanpa menyebabkan keracunan.
Pasien dipantau dengan ketat terhadap hilangnya tanda dan gejala seperti: berkurangnya dispnu dan ortopnu, berkurangnya krekel, dan hilangnya edema perifer.
Keracunan digitalis. Anoreksia, mual dan muntah, adalah efek awal keracunan digitalis. Dapat terjadi perubahan irama jantung, bradikardia, kontraksi ventrikel prematur, bigemini ventrikel (denyu normal dan prematur saling berganti), dan takikardi atrial paroksimal.
a. Frekuensi jantung apikal dikaji sebelum pemberian digitalis. Bila terdapat frekuensi jantung yang terlalu lambat atau gangguan irama, pengobatan harus ditunda dan dokter harus diberi tahu. Dokter sering menghentikan preparat digitalis bila frekuensinya 60 atau kurang.
b. Bila diperlukan, kadar digitalis serum diukur seblum obat ini diberikan.
Gejala lain keracunan digitalis meliputi pandangan kabur, kuning atau hijau; kelemahan; pusing; dan depresi mental.
Terapi diuretik diberikan untuk memau ekskresi natrium dan air melalui ginjal. Obat ini tidak diperlukan bila pasien bersedia merespons pembatasan aktivitas, digitalis dan diit rendah natrium.
a. Bila diuretik diresepkan, maka harus diberikan pada pagi hari sehingga diuresis yang terjadi tidak menggangu istirahat pasien dimalam hari.
b. Asupan dan haluaran cairan harus dicatat, karena pasien mungkin kehilangan banyak cairan setelah pemberian satu dosis diuretik
c. Sebagai dasar untuk mengevaluasi terapi efektifitas terapi, maka pasien yang mendapat diuretik harus ditimbang setiap harinya pada waktu yang sama . selain itu, turgor kulit dan selaput lendir harus dikaji akan adanya tanda-tanda dehidrasi atau edema. Denyut nadi juga harus dipantau.
Terapi diuretik jangka panjang apat menyebabkan hiponatremia (kekurangan natrium dalam darah) yang mengakibatkan lemah, letih, malese, kram otot, dan denyut nadi yang kecil dan cepat.
Terapi diuretik dalam dosis besar akan mengakibatkan hipokalemia (kehilangan kalium dalam darah), ditandai dengan denyut nadi lemah, suara jantung menjauh, hipertensi, otot kendor, penurunan refleks tendon dan kelemahan umum. Hipokalemia adalah kelemahan kontraksi jantung yang mencetuskan keracunan digitalis pada individu yang mendapat digitalis, keduanya meningkatkan kemungkinan terjadinya disritima yang berbahaya.
a. Pengkajian elektrolit berkala akan mengingatkan anggota tim kesehatan terhadap adanya hipokalemia dan hiponatremia. b. Untuk mengurangi resiko hipokalemia dan komplikasi yang
menyertainya, maka pasien yang mendapat pengobatan diuretik harus diberi tambahan kalium (kalium klorida).
Masalah lain yang berhubungan dengan pemberian diuretik adalah hiperruriarisme (kadar asam urat yang berlebihan), kehilangan cairan akibat urinasi yang berebihan, dan hiperglikemia.
Terapi vasodilator, obat-obat vasoaktif merupakan pengobatan utama pada penatalaksanaan gagal jantung.
Obat-obat vasodilator lebih lama digunakan untuk mengurangi impedansi (tekanan) terhadap penyemburan darah oleh ventrikel. Obat-obat ini memperbaiki pengosongan ventrikel dan peningkatan kapasitas vena, sehingga tekanan pengisian ventrikel kiri dapat diturunkan dan dapat dicapai penurunan dramatis kongesti paru dengan cepat.
Natrium nitroprusida dapat diberikan secara intra vena melalui infus yang dipantau ketat. Dosisnya harus dititrasi agar tekanan sistole arterial tetap dalam batas yang diinginkan dan pasien dipantau dengan mengukur tekanan arteri pulmonalis dan curah jantung. Vasodilator lain yang sering digunakan adalah nitrogliserin.
2.9.2 Dukungan diet
Rasional dukungan diet adalah untuk mengatur diet sehingga kerja dan ketegangan otot jantung minimal. Dan status nutrisi terpelihara, sesuai dengan selera dan pola makan pasien.
Pembatasan natrium. Tujuannya untuk mencegah, mengurangi edema, mengatur, seperti pada hipertensi atau gagal jantung.