• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Lokasi dengan tingkat gangguan sedang memiliki strata tajuk yang paling lengkap (5 strata), kerapatan pohon tertinggi tercatat di lokasi dengan gangguan rendah.

2. Semakin rendah tingkat gangguan, komunitas burung semakin baik, ditandai dengan H’ dan DMg yang semakin tinggi (Hipotesis 2 diterima). Kesamaan komunitas tertinggi adalah antara lokasi dengan tingkat gangguan sedang dan tinggi (69.20%). Lokasi dengan tingkat gangguan rendah memiliki kesamaan jenis yang rendah dengan dua lokasi yang lainnya. Sebanyak 22% jenis burung di lokasi gangguan rendah, tidak ditemukan di lokasi dengan gangguan sedang dan tinggi.

3. Lokasi dengan tingkat gangguan sedang memiliki guild yang paling lengkap dibanding kedua lokasi lainnya (Hipotesis 3 tidak terbukti)

4. Khusus untuk Cekakak Jawa dan Cucak Kutilang bobot tubuh burung makin rendah dengan adanya gangguan habitat (Hipotesis 4 diterima), namun untuk Cinenen Jawa bobot tubuh justru semakin berat seiring bertambahnya tingkat gangguan (Hipotesis 4 tidak diterima). Untuk jenis-jenis lain tidak dapat dianalisis karena sampel masih kurang.

4.2 Saran

Keanekaragaman hayati yang tinggi di Kampus IPB Darmaga telah menjadi perhatian civitas akademika IPB sehingga Rektor IPB mencanangkan Kampus IPB Darmaga sebagai “Kampus Biodiversitas” pada bulan Mei 2011 yang lalu. Konsekuensi dari pencanangan tersebut adalah diperlukannya tindak lanjut pengelolaan kampus untuk pelestarian keanekaragaman hayati termasuk keanekaragaman burung. Diperlukan monitoring berkala setiap bulan mengenai jumlah individu atau kelimpahan setiap jenis, sebaran, struktur umur, kondisi kesehatan satwa, dan status perkembangbiakan dari jenis-jenis tersebut. Pengelolaan habitat juga menjadi penting untuk menjamin komunitas burung agar tidak terganggu seperti perlindungan pohon-pohon yang dijadikan tempat bersarang bagi burung; tidak melakukan pembangunan atau kegiatan dengan intensitas tinggi di habitat-habitat yang menjadi tempat hidup burung.

Daftar Pustaka

Adhikerana AS, Prawiradilaga DM. 1991. Laju metabolisme basal dan ekologi beberapa burung Passerine di Indonesia. Media Konservasi 3(3): 11-19. [BMKG] Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (ID). 2012. Data curah

hujan tahun 2012 dan data curah hujan harian pada bulan Maret dan Oktober 2012. (tidak dipublikasikan).

Barlow JC, Leckie SN. 2000. Eurasian tree sparrow (Passer montanus) in the Birds of North Amerika. The Birds of North America no 566: Philadephia. Bautista LM, Alonso JC. 2013. Factors influencing daily food-intake patterns in

birds: A case study with wintering common cranes. The Condor

115(2):330–339.

Bibby C, Martin J, Stuart M. 2000. Teknik-Teknik Ekspedisi Lapangan Survei

Burung. Bogor (ID): Birdlife Indonesia Programme.

Bierregaard RO, Lovejoy TE. 1989. Effect of forest fragmentation on Amazonian Understory Bird Communities. Acta Amazonica 19 (Unico): 215-241. [BTO] British Trust of Ornithologist (UK). 2009. Tree sparrow Passer montanus.

http://www.bto.org/about-birds/nnbw/nesting-birds/tree-sparrow (Diunduh pada 27 Januari 2014).

Bokma F. 2004. Why most birds are small-a macro-ecological approach to the evolution of avian body size. [Disertasi]. Oulu: Departement of Biology, University of Oulu.

Coates BJ, Bishop KD, Gardner D. 1997. A Field Guide to The Birds of Wallacea. Dove Publications, Alderley, Australia.

Deslauries JV, Francis JM. 1991. The effect of time of day on mist-net captures of Passerine on spring migration. Journal of Field Ornithology 62: 107-116. Domenech J, Senar JC. 1997. Trapping methods can bias age ratio in samples of

passerine populations. Bird Study 44:348–354.

Fogden MPL. 1972. The Seasonality and population dynamics of equatorial forest birds in Sarawak. Ibis 114:307-343.

Fowler J, Cohen L. 1986. Statistics for ornithologist. Hertfordshire (GB): Birish Trust for Ornithologist.

Haugaasen T, Barlow J, Peres CA. 2003. Effects of surface fires on understorey insectivorous bird and terrestrial arthropods in Central Brazilian Amazone.

Animal Conservation 6: 299-306.

Hernowo JB, Prasetyo LB. 1989. Konsep ruang terbuka hijau di kota sebagai pendukung pelestarian burung. Media Konservasi 2(4): 61-71.

Hernowo JB, Soekmadi R, Ekarelawan. 1991. Kajian pelestarian satwaliar di Kampus IPB Darmaga [catatan penelitian]. Media Konservasi 3:43-65.

HIMAKOVA. 2012. Buku Panduan Lapang Burung Kampus IPB Darmaga. Bogor (ID): IPB Pr.

Imanuddin. 2009. Komunitas burung di bawah tajuk pada hutan primer dan hutan sekunder di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan [tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

[IPB] Institut Pertanian Bogor (ID). 2013. http://ipb.ac.id/about/campus-location (diunduh 27 Juli 2013).

Jenni L, Leuenberger M, Rampazzi F. 1996. Capture efficiency of mist nets with comments on their role in the assessment of Passerine habitat use. Journal

of Field Ornithology 67:263-274.

Johnson DM. 2007. Measuring habitat quality: A Review. The Condor 109:489-504.

Karr JR, Schemske DW, Brokaw NJ. 1982. Temporal variation in the understory bird community of a tropical forest. Di dalam: Leight Jr. EG, Rand AS, Windsor DM, editor. The ecologi of a tropical forest seasonal rhytms and

long-term changes. Washington DC (US): Smithsonians Institution:

441-453.

Koepff C, Romagnano A. 2001. The Finch Handbook. Barron’s Educational

Series, New York (US).

Kosmaryandi N. 1991. Studi tata letak pohon di ruang terbuka danau Kampus IPB Darmaga ditinjau dari segi konservasi. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Kurnianto AS, Kurniawan N. 2013. The predicted distribution of javan munia

(Lonchura leucogastroides) in Indonesia based of behavior analysis in

Kalibaru, Banyuwangi, East Java. Biotropika 1(1): 1-5.

Kurnia I. 2003. Studi Keanekaragaman jenis burung untuk pengembangan wisata birdwatching di Kampus IPB Darmaga [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Lambert FR, Collar NJ. 2002. The future for Sundaic lowland forest birds: long-term effects of commercial logging and fragmentation. Forktail 18: 127-146.

Lind J, Gustin M, Sorace A. 2004. Compensatory bodily changes during moult in Tree sparros Passer montanus in Italy. Ornis Fenica 81: 1-9.

MacKinnon J, Phillips K. 1993. Field Guide to the Birds of Sumatera, Borneo,

Java and Bali. The Greater Sunda Islands. Oxford (GB): Oxford

University Press.

MacKinnon J, Phillips K, van Balen B. 1998. Burung-Burung di Sumatera, Jawa,

Bali dan Kalimantan. Puslitbang Biologi LIPI dan Birdlife International.

MacKinnon J, Phillipps K, van Balen B. 2010. Burung-burung di Sumatra, Jawa,

Bali dan Kalimantan. Bogor (ID): Burung Indonesia.

Mardiastuti A, Mranata B. 1996. Biology and distribution of Indonesia Swiftlet with a special reference to Collocalia fuciphaga and Collocalia maxima. Technical workshop on conservation priorities and action for the sustainability of harvesting and trade in nest of swiftlet of the genus Collolalia that feature prominently in the bird nest trade, Surabaya, Indonesia. November 4-7 1996.

Mulyani YA. 1985. Studi keanekaragaman burung di lingkungan Kampus Darmaga. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Mulyani YA, Pakpahan AM. 1995. Studi pendahuluan tentang keanekaragaman burung di Kota Baru Bandar Kemayoran Jakarta. Media Konservasi 4(2): 59-63.

Mulyani YA, Ulfah M, Sutopo. 2013. Bird use of several habitat types in an academic campus of Institut Pertanian Bogor in Darmaga, Bogor, West Java. Media Konservasi 18(1) :18-27.

Novarino W. 2008. Dinamika Jangka Panjang Komunitas Burung Strata Bawah di Sipisang, Sumatera Barat. [Disertasi] Sekolah Pascasarjana IPB.

Odum EP. 1993. Dasar-Dasar Ekologi Edisi Ketiga. Yogyakarta (ID) Gajah Mada University Press.

Ontario J, Hernowo JB, Putro HR, Ekarelawan. 1990. Pola Pembinaan Habitat Burung di Kawasan Pemukiman terutama Perkotaan. Kerjasama DIKTI – Pembinaan Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat. Media

Konservasi 3(1): 15-28.

Pardieck K, Waide RB. 1992. Mesh Size as a factor in avian community studies using mist nets. Journal of Field Ornithology 63: 250-255.

Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. http://bksdadiy.dephut.go.id/images/data/PP_7_1999.pdf. (diunduh tanggal 5 September 2012).

Remsen Jr. JV, Good DA. 1996. Misuse of data from mist-net capture to assess relative abundance in bird populations. Auk 113: 381-398.

Robson C. 2000. A Field Guide to the Birds of South-East Asia. London (GB): New Holland Publishers.

Root RB. 2001. Guilds. Encyclopedia of biodiversity. Vol 3. Academic Press. 295-302.

Sheshnarayan MS. 2009. Breeding ecology of the Edible-nest Swiftlet

Aerodramus fuciphaga and the Glossy Swiftlet Collocalia esculenta in the

Andaman Islands, India. [Disertation]. Coimbatore (IN): Bharathiar University.

Soehartono T, Mardiastuti A. 2003. Pelaksanaan konvensi CITES di Indonesia. Jakarta (ID): Japan International Coorporation Agaency (JICA).

Sukmantoro W, Irham M, Novarino W, Hasudungan, F, Kemp N, Muchtar M. 2007. Burung Indonesia No.2. Bogor (ID): Indonesian Ornithologists’ Union

Tobolka M. 2011. Roosting of Tree sparrow (Passer montanus) and House sparrow (Passer domesticus) in White stork (Ciconia ciconia) nests during winter. Tubitak. 35(6): 879-882

van Balen S, Hernowo JB, Mulyani YA, Putro HR. 1986 The birds of Darmaga.

Media Konservasi 1(2):1-5.

van Balen S. 1987. Measure to increase wil bird population in urban area in Java 1. Nest site management. Media Konservasi 1: 17-20.

van Helvoort B. 1981. Bird Population in The Rural Ecosystem of West Java. Wageningen (NL): University Wageningen- The Nederland.

Wiens. 1989. The Ecology of Bird Communities II. Cambridge: Cambridge University Press.

Willson MF, Comet TA. 1996. Bird communities of northern forest: ecological correlates of diversity and abundance in the understory. Condor 98: 358-362.

Wong M. 1986. Trophic organization of understory birds in a Malaysian dipterocarp forest. Auk 103: 100-116.

Dokumen terkait