• Tidak ada hasil yang ditemukan

H. Simulasi Agroteknologi Pada Perencanaan Sistem Pertanian Konservasi

Model adalah abstraksi atau penyederhanaan dari sistem yang sebenarnya (Hall & Day 1977; Suratmo 2002), atau gambaran abstrak tentang suatu sistem, dimana hubungan antara peubah-peubah dalam sistem digambarkan sebagai

hubungan sebab akibat (Mize & Cok 1968, diacu dalam Darsiharjo 2004). Model

dapat menyajikan grafik atau konsep dari pemahaman perilaku suatu sistem, disamping juga digunakan untuk peramalan sistem di masa depan.

Simulasi adalah peniruan perilaku suatu gejala atau proses. Simulasi bertujuan untuk memahami gejala/proses tersebut, membuat analisis dan membuat

peramalan perilaku gejala/proses tersebut di masa depan (Muhammadi et al. 2001).

Di dalam penelitian ini batasan sistem atau model usahatani lahan kering berbasis tembakau adalah satu unit usahatani di tingkat petani pengelola yang di dalamnya terdapat kegiatan budidaya dengan komoditi utama tanaman tembakau dan tanaman semusim lainnya (jagung dan sayuran) dalam satu pola tanam, dan kegiatan

konservasi lahan. Demikian pula unsur-unsur lain seperti tingkat produksi, harga jual, upah tenaga kerja, dan sarana produksi diperhitungkan nilainya di tingkat petani. Konseptualisasi simulasi model agroteknologi mencakup pandangan yang lebih dalam lagi terhadap struktur sistem atau model, dan mengetahui dengan jelas pengaruh-pengaruh penting yang beroperasi dalam model. Dalam konseptualisasi model dapat dinyatakan dalam beberapa cara antara lain diagram alir dan diagram

lingkar sebab-akibat (causal loop). Simulasi model agroteknologi ini dilakukan untuk

membangun sebuah model simulasi yang sesuai dengan kondisi nyata di lokasi penelitian.

Pada simulasi agroteknologi ini digunakan dua sub-model, yaitu sub-model erosi dan sub-model pendapatan, yang nantinya akan diintegrasikan menjadi satu model untuk menentukan model atau sistem usahatani berbasis tembakau yang berkelanjutan. Sub-model erosi digunakan untuk pendugaan erosi yang terjadi pada berbagai rekomendasi agroteknologi (teknologi KTA dan pola tanam) menggunakan

persamaan USLE, dengan indikator laju erosi ≤ nilai ETol. Sedangkan sub-model

pendapatan usahatani dibuat berdasarkan biaya usahatani dan penerimaan usahatani, digunakan untuk melakukan pendugaan pendapatan usahatani pada berbagai

rekomendasi agroteknologi dengan indikator pendapatan usahatani ≥ nilai KHL.

Diagram alir sub-model erosi dan sub-model pendapatann yang dibangun

dengan menggunakan program Powersim Constructor Versi 2.5d (4002) disajikan

pada Gambar 7 dan Gambar 8. Variabel yang terdapat di dalam model simulasi agroteknologi memiliki hubungan positif maupun negatif antara satu dengan yang

lain, sebagaimana diperlihatkan dalam diagram sebab akibat (causal loop) pada

Penambahan_Tanah Penipisan_Tanah Ketebalan_Tanah Erosi_per_Tahun BV_Tanah R K P C Laju_Pembentukan_Tanah L S LS A

Gambar 7. Diagram alir sub-model erosi pada UTLKBT di Sub-DAS Progo Hulu Produksi_Tanaman Penerimaan_Usahatani PENDAPATAN_USAHATANI Harga Pupuk_Organik Pupuk_Anorganik Biaya_Usahatani Bibit Pestisida Tenaga_Kerja Pupuk Pasca_Panen lain_lain

Gambar 8. Diagram alir sub-model pendapatan pada UTLKBT di Sub-DAS Progo Hulu

Gambar 9. Diagram sebab akibat (causal loop) perencanaan SPK pada UTLKBT di Sub-DAS Progo Hulu

Model agroteknologi yang telah disusun kemudian dilakukan uji kepekaan

dan analisis postoptimalisasi terhadap hasil-hasil analisis dengan cara

mencocokkannya dengan keadaan dan data nyata (Djojomartono 1993). Setelah dicocokkan dengan data dan keadaan nyata tersebut, dan ternyata model agroteknologi ini cocok karena mendekati kenyataan, maka model agroteknologi yang bersangkutan dianggap sah atau dapat dipercaya untuk dapat dipakai dalam analisis-analisis pengambilan keputusan dalam perencanaan SPK pada UTLKBT di Sub-DAS Progo Hulu.

Tindakan Konservasi Produksi Tanaman Ketebalan Tanah Pendapatan Usahatani Penerimaan Usahatani Biaya Usahatani Nilai ETol - - + - + + + Erosi + + + Nilai KHL Pola Tanam + + +

Lokasi dan Luas

Sub-DAS Progo Hulu, DAS Progo secara administrasi berada di wilayah Kabupaten Temanggung dan Kabupaten Wonosobo, Propinsi Jawa Tengah. Secara geografis terletak pada 7011’42” - 7022’46” LS dan 109059’44” - 110012’31” BT, seperti disajikan pada Gambar 10.

Menurut hasil analisis digital wilayah Sub-DAS Progo Hulu mempunyai luas sekitar 30.046 ha, yaitu berada pada ketinggian tempat dari 475 m dpl sampai 3.145 m dpl yang merupakan puncak Gunung Sindoro, dan 3.250 m dpl yang merupakan puncak Gunung Sumbing.

Iklim

Curah hujan di suatu wilayah merupakan faktor iklim yang utama, disamping faktor iklim yang lain, seperti temperatur dan kelembaban udara. Berdasarkan data hujan dari stasiun pengukur curah hujan di Kledung tahun 1987-2001 (Lampiran 8) dapat diketahui bahwa curah hujan rata-rata tahunan adalah 3.126,2 mm dengan 166 hari hujan. Curah hujan maksimum terjadi pada bulan januari dan curah hujan minimum terjadi pada bulan juli. Curah hujan < 100 mm/bulan terjadi pada bulan juli hingga september, sedangkan curah hujan > 200 mm/bulan terjadi pada bulan nopember hingga april (Gambar 11).

Gambar 11. Variasi curah hujan bulanan dan jumlah hari hujan di Sub- DAS Progo Hulu berdasarkan data curah hujan di stasiun Kledung dari tahun 1987-2001 (Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Temanggung)

Menurut klasifikasi Schmidt-Ferguson (1951), di wilayah penelitian termasuk tipe iklim B (basah) dengan nilai Q sebesar 32,5%, yaitu mempunyai jumlah bulan basah (8), bulan kering (2,6), dan bulan lembab (1,4). Nilai rata-rata

curah hujan tahunan sebesar 3126,2 mm, curah hujan terrendah terjadi pada bulan Juli (37,3 mm) dan tertinggi pada bulan Januari (488,1 mm). Berdasarkan peta zona agroklimat Jawa dan Madura (CRIA 1975, diacu dalam Ropik et al. 2004) wilayah penelitian termasuk zona agroklimat B2, karena mempunyai bulan basah (curah hujan > 100 mm) sebanyak 7-9 bulan dan bulan kering (curah hujan < 60 mm) 2-3 bulan.

Menurut klasifikasi tipe iklim Koppen, disamping ditentukan oleh jumlah curah hujan tahunan dan jumlah curah hujan bulan terkering, juga ditentukan oleh temperatur. Data temperatur udara di Stasiun Kledung dengan posisi 07023’LS 110001’ BT dan elevasi 1.399 m dpl (Tabel 9). Berdasarkan klasifikasi Koppen, di wilayah penelitian termasuk tipe iklim Am (tropika basah atau hujan tropis basah), dicirikan dengan temperatur pada bulan terdingin > 18 0C, curah hujan tahunan sebesar 3.126,2 mm, dengan puncak periode basah yaitu pada bulan Desember sampai Maret dan puncak periode kering pada bulan Juli sampai Agustus.

Tabel 9. Temperatur udara (0C) di Stasiun Kledung, Kabupaten Temanggung

Suhu Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des

Rata-rata Max 36,57 36,82 37,32 39,26 45,28 44,20 36,35 36,30 38,43 43,80 45,40 39,76 39,96 Min 18,72 18,60 18,62 18,93 18,97 18,43 18,23 18,15 18,72 19,44 18,94 18,58 18,69 Rata-rata 24,80 24,80 24,50 24,75 24,65 24,65 24,70 24,65 25,30 25,40 25,10 25,00 24,86 Sumber : Ropik et al. 2004 Hidrologi

Di wilayah Sub-DAS Progo Hulu memiliki 4 (empat) sungai utama yaitu Sungai Progo yang mengalir dari Gunung Sindoro; Sungai Galeh yang mengalir dari Gunung Sumbing dan Gunung Sindoro; Sungai Kuas yang mengalir dari Gunung Sumbing; dan Sungai Grabah yang mengalir dari pegunungan Glompang, pegunungan Pundong, dan pegunungan Atis. Dari ke-empat sungai utama tersebut sepanjang tahun ada airnya (perennial), sedang yang ada airnya hanya pada musim hujan (intermittent) banyak sekali terutama yang merupakan anak-anak sungai yang ada di daerah hulu.

Wilayah DAS Progo Hulu (Gambar 12) terbagi kedalam empat Sub-sub DAS, yaitu Sub-Sub-sub DAS Progo Hulu seluas 8.810 ha (29,3%), Sub-Sub-sub DAS Galeh seluas 11.073 ha (36,9%), Sub-sub DAS Kuas seluas 7.107 ha (23,7%), dan Sub-sub DAS Grabah seluas 3.055 ha (10,2%).

Gambar 12. Peta DAS di wilayah Sub-DAS Progo Hulu

Pola aliran sungai di Sub-DAS Progo Hulu termasuk pola aliran dendritik, yaitu pola aliran dendritik sedang (dendritic medium) dengan bentuk topografi berpuncak pada gunung Sumbing, gunung Sundoro, serta pegunungan Glompang, pegunungan Pundong, dan pegunungan Atis. Sungai-sungai tersebut mempunyai tebing sungai yang cukup dalam. Pada daerah yang berada di atas ketinggian tempat lebih 900 m dpl mempunyai lembah sungai berbentuk ”V”, sedangkan yang berada di bawah ketinggian tempat kurang 700 m dpl lembah sungai berbentuk ”U”.

Mata air banyak yang muncul di sekitar mintakat lereng kaki gunung api Sumbing dan Sindoro yang terletak pada ketinggian tempat 800-1000 m dpl. Mata air yang muncul di beberapa tempat dipergunakan oleh penduduk untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, sedangkan sisanya dipergunakan sebagai air

oncoran tanaman. Memperhatikan kondisi tersebut di atas, dapat dipahami jika kebutuhan air di lahan tegalan hanya diperoleh dari air hujan, air embun, dan air oncoran. Namun demikian berdasarkan tipe iklimnya: Am/tropika basah (menurut tipe iklim Koppen) atau tipe B/basah (menurut Schmidt-Ferguson), adalah cukup wajar jika hampir sepanjang tahun dapat dijumpai tanaman semusim jagung, sayuran, serta tembakau dan kacang koro (koro merah, koro kapsul, dan koro babi) di lahan tegalan.

Geologi

Berdasarkan Peta Geologi Skala 1: 100.000 Lembar Magelang dan Lembar Banjarnegara, wilayah Sub-DAS Progo Hulu mempunyai 4 (empat) jenis batuan, yaitu : Qsm (Batuan Gunung Api Sumbing) seluas 9.166 ha (30,5 %), Qsu (Batuan Gunung Api Sindoro) seluas 16.432 ha (54,7 %), Qos (Batuan Gunung Api Sindoro Lama) seluas 1.186 ha (3,9%), dan Qtp (Formasi Penyatan) seluas 3.261 ha (10,9%); sebagaimana disajikan pada Gambar 13.

Batuan gunung api Sumbing (Qsm) terdiri dari andesit-augit-olivine. Formasi ini sebagai aliran, dan tersebar di sebelah selatan kota Temanggung dan Parakan, tepatnya dari puncak Gunung Sumbing sampai lereng bawah Gunung Sumbing. Menurut Sitorus dan Mulyana (1985), gunung api Sumbing merupakan salah satu contoh gunung api strato yang bersifat andesitik. Gunung api Sumbing bermateri andesit terletak pada daerah transisi mintakat fisiografi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Gunung api Sumbing, Gunung api Sundoro dan dataran tinggi Dieng terletak pada satu garis patahan yang sama yaitu patahan yang berarah “barat laut-tenggara” (Bemmelen 1970, diacu dalam Dulbahri 1992). Syarifudin dan Hadian (1977), menyatakan bahwa kegiatan gunung api Sumbing yang terakhir terjadi pada tahun 1730. Pada saat itu terjadi letusan yang menghasilkan letusan lava bongkah dengan massa dasar andesitik hornblende.

Batuan gunung api Sindoro (Qsu) terdiri dari andesit-augit-olivin, basal-olivit-augin dan andesit-hipersten-augit. Formasi ini ditemukan sebagai lava, dan tersebar dari puncak sampai kaki Gunung Sindoro. Pada lereng gunung api Sindoro bermulanya hulu Sungai Progo. Materi yang dihasilkan oleh gunung api ini adalah basalt dan andesit hipersten. Pada lereng bagian selatan materi gunung api Sundoro tertimbun oleh materi yang berasal dari gunung api Sumbing.

Batuan gunung api Sindoro Lama (Qos) sebagai rombakan batuan vulkanik yang sangat lapuk, diduga sebagai lahar yang berasal dari gunung Sindoro. Penyebarannya di sebelah utara jalan raya yang menghubungkan kota Temanggung dan Parakan, terdapat di bukit-bukit kecil dikelilingi oleh lahar muda.

Formasi Penyatan (Qtp) merupakan batupasir, breksi, tuf, batu lempung dan aliran-aliran lava. Batupasir tufan dan breksi vulkanik (aliran dan lahar) nampak dominan. Secara setempat ditemukan aliran lava, batu lempung marin dan napal. Formasi ini mempunyai ketebalan lebih dari 1000 meter dan menunjukkan umur Miosen Tengah-Plistosen. Formasi ini tersebar memanjang di wilayah pegunungan Glompang, pegunungan Pundong, dan pegunungan Atis.

Kemiringan Lahan

Kemiringan lahan di wilayah Sub-DAS Progo Hulu, dibagi menjadi enam (6) kelas kemiringan lahan yaitu : (a) datar sampai berombak (0-8%) seluas 14.517 ha (48,3%), (b) bergelombang (8-15%) seluas 5.737 ha (19,1%), (c) berbukit (15-30%) seluas 3.480 ha (11,6%), (d) agak curam (30-45%) seluas 4.211 ha (14,0%), (e) curam (45-65%) seluas 1.884 ha (6,3%), dan (f) sangat curam (>65%) seluas 217 ha (0,7%). Peta topografi dan peta kelas kemiringan lahan di wilayah Sub-DAS Progo Hulu disajikan pada Gambar 14a dan 14b.

Gambar 14a. Peta topografi di Sub-DAS Progo Hulu

Sekitar 48,3% luas wilayah Sub-DAS Progo Hulu merupakan daerah datar sampai berombak, secara umum berada pada bagian tengah DAS (mulai bagian tengah sampai hilir DAS) yaitu merupakan bagian lembah disekitar ke-empat sungai utama (sungai Progo, sungai Galeh, sungai Kuas, dan sungai Grabah); sekitar 19,1% luas wilayah merupakan daerah bergelombang yaitu berada tersebar dan terkonsentrasi di bagian kaki gunung Sumbing dan gunung Sindoro; sekitar 11,6% luas wilayah berupa daerah berbukit merupakan bagian lereng bawah gunung Sumbing dan gunung Sindoro; sekitar 20,3% luas wilayah berupa daerah agak curam sampai curam merupakan lereng tengah dan lereng atas gunung Sumbing dan gunung Sindoro, serta merupakan lereng pegunungan Glompang, pegunungan Pundong, dan pegunungan Atis; dan sisanya 0,7% luas wilayah berupa daerah sangat curam merupakan bagian puncak gunung Sumbing dan gunung Sindoro.

Jenis Tanah

Jenis tanah di wilayah Sub-DAS Progo Hulu, yaitu meliputi : (a) Latosol Coklat (Lc) seluas 12.392 ha (41,2%); (b) Latosol Coklat Kekuningan (Lck) seluas 5.036 ha (16,8%); (c) Andosol Coklat (Ac) seluas 3.284 ha (10,9%); (d) Regosol Coklat Kemerahan (Rckm) seluas 3.043 ha (10,1%) (e) Litosol (Li) seluas 2.107 ha (7,0%); (f) Regosol Coklat Kelabu (Rckb) seluas 1.901 ha (6,3%); (g) Latosol Coklat Kemerahan (Lckm) seluas 1.638 ha (5,5%); dan (h) Regosol Coklat Kekuningan (Rckn) seluas 644 ha (2,1%). Lokasi penyebaran jenis tanah di wilayah Sub-DAS Progo Hulu disajikan pada Gambar 15.

Menurut Ropik et al. (2004) berdasarkan klasifikasi Soil Taxonomy (Soil Survey Staff 1998) di wilayah penelitian dibedakan menjadi 3 Ordo yaitu : Alfisol, Andisol, dan Inceptisol. Ordo Alfisol, diklasifikasikan dalam Sub-Ordo Udalf, Grup Hapludalfs, dan Sub-grup Typic Hapludalfs. Ordo Inceptisol, diklasifikasikan dalam Sub-Ordo Udept, Grup Eutrudepts dan Dystrudepts, dan Sub-grup Typic Eutrudepts, Aquic Eutrudepts, Lithic Eutrudepts, Humic Dystrudepts, dan Typic Dystrudepts. Sedangkan Ordo Andisol, diklasifikasikan

dalam Sub-Ordo Udand, Grup Hapludands, dan Sub-grup Typic Hapludands, Eutric Hapludands, Alic Hapludands, dan Aquic Hapludands.

Gambar 15. Peta jenis tanah di wilayah Sub-DAS Progo Hulu

Di wilayah penelitian Alfisol memiliki penyebaran paling luas yaitu 19.066 ha (63,5%), diikuti Inceptisol sekitar 7.695 ha (25,6%), dan sisanya Andisol sekitar 3.284 ha (10,9%). Alfisol berkembang dari bahan andesit-basal, tanah ini telah mengalami perkembangan struktur lanjut dicirikan terbentuknya horison B-argilik, selaput liat/organik yang jelas, dan berstruktur cukup kuat. Sedangkan Inceptisol penyebarannya terutama pada daerah volkanik (dataran volkan tua dan perbukitan volkan) yang berkembang dari bahan andesit, andesit-basalt, dan andesit-abu volkan, serta daerah tektonik (perbukitan struktural) yang berkembang dari napal. Andisol berkembang dari bahan induk abu/tuf volkan muda (kuarter) yang mempunyai sifat-sifat andik setebal > 36 cm pada penampang 0-60 cm dari permukaan tanah.

Penggunaan Lahan

Jenis penggunaan lahan di wilayah Sub-DAS Progo Hulu, secara rinci meliputi : (a) hutan alam seluas 1.197 ha (4,0%), (b) hutan sekunder seluas 1.572 ha (5,2%), (c) kebun campuran seluas 3.024 ha (10,1%), (d) tegalan seluas 7.638 ha (25,4%), (e) sawah tadah hujan (irigasi sederhana) seluas 2.982 ha (9,9%), (f) sawah irigasi teknis (irigasi teknis dan setengah teknis) seluas 10.148 ha (33,8%), serta (g) pemukiman dan lainnya seluas 3.483 ha (11,6%). Peta citra satelit landsat ETM 7 dan peta penggunaan lahan disajikan pada Gambar 16a dan 16b.

Gambar 16a. Peta citra satelit landsat ETM 7, Mei 2003

Jenis penggunaan lahan di wilayah Sub-DAS Progo Hulu saat ini didominasi lahan basah yaitu berupa sawah irigasi teknis dan sawah tadah hujan dengan luas sekitar 13.130 ha (43,7%), berada pada bagian tengah DAS (mulai bagian tengah sampai hilir DAS) yaitu merupakan bagian lembah disekitar sungai Progo, sungai Galeh, sungai Kuas, dan sungai Grabah. Untuk lahan kering berupa tegalan dan kebun campuran mempunyai luas sekitar 10.662 ha (35,5%), tegalan ini terutama berada tersebar terkonsentrasi di lereng gunung Sumbing dan gunung Sindoro, sedangkan kebun campuran berada di bagian utara tersebar di kawasan pegunungan Glompang, pegunungan Pundong, dan pegunungan Atis. Kawasan hutan mempunyai luas sekitar 2.769 ha (9,2%), berupa hutan alam dan hutan sekunder yang tersebar di lereng atas dan puncak gunung Sumbing dan gunung Sindoro.

Kawasan hutan yang hanya 9,2% ini sebenarnya kurang baik di dalam upaya menjamin retensi DAS yang ideal. Retensi DAS diartikan sebagai ketahanan dan kemampuan konservasi air oleh DAS, agar air hujan yang jatuh dapat ditampung, diresapkan dan disimpan dalam tanah dan akuifer, selanjutnya secara perlahan dilepaskan ke sistem jaringan sungai dengan distribusi merata sepanjang tahun, dengan fluktuasi debit antara musim hujan dan musim kemarau relatif kecil. Retensi DAS dipengaruhi oleh keadaan vegetasi, penggunaan lahan, kondisi topografi, tanah, dan geologi. Vegetasi dan penggunaan lahan relatif dapat diubah oleh perilaku dan ulah manusia. Secara ideal untuk menjaga retensi DAS tetap baik diperlukan luasan vegetasi hutan minimal 30% dari luas DAS yang berada diwilayah hulu, berfungsi sebagai kawasan resapan.

Demografi dan Pertanian

Sub-DAS Progo Hulu mempunyai luas sekitar 30.046 ha atau 300,46 km2, secara administrasi berada pada 13 kecamatan di wilayah Kabupaten Temanggung dan 2 kecamatan di wilayah Kabupaten Wonosobo, serta berada pada 129 desa di Kabupaten Temanggung dan 2 desa di Kabupaten Wonosobo.

Berdasarkan hasil analisa dari data BPS Kabupaten Temanggung (2008), di wilayah Sub-DAS Progo Hulu mempunyai jumlah penduduk sebesar 330.369 jiwa yang terdiri dari 164.584 laki-laki dan 165.785 perempuan, jumlah kepala

keluarga 85.261 KK (3,87 jiwa/KK), dan tingkat laju pertumbuhan penduduk rata-rata selama lima tahun terakhir yaitu 3,53%/tahun. Kepadatan penduduk rata-rata-rata-rata di Sub-DAS Progo Hulu sekitar 1.099 jiwa/km2 dan tersebar di 131 desa, dengan jumlah penduduk usia produktif yang berumur 15-59 tahun berjumlah 210.313 jiwa (63,7%), sedangkan penduduk usia belum produktif berumur 0-14 tahun berjumlah 86.722 jiwa (26,2%), dan penduduk usia tidak produktif berumur 60 tahun keatas berjumlah 33.334 jiwa (10,1%).

Ditinjau dari aspek mata pencaharian, penduduk usia 10 tahun keatas sebagian besar mempunyai mata pencaharian di bidang pertanian yaitu 100.404 jiwa (30,4%), diikuti bidang perdagangan sebesar 31.675 jiwa (9,6%), bidang jasa sebesar 24.864 jiwa (7,5%), bidang industri sebesar 15.749 jiwa (4,8%), bidang bangunan 6.952 jiwa (2,1%), bidang pengangkutan sebesar 4.204 jiwa (1,3%), serta bidang lain-lain sebesar 4.348 jiwa (1,3%).

Adapun dari aspek pertanian, di wilayah Sub-DAS Progo Hulu memiliki beberapa komoditas utama, diantaranya : tanaman pangan (padi, jagung, ketela pohon, kacang tanah), tanaman sayuran (cabe, kobis, kentang, bawang merah, bawang putih, bawang daun, sawi, kacang merah, kacang panjang), tanaman perkebunan (tembakau, kopi arabika, kopi robusta, aren, kakao, lada, panili, dan lainnya), tanaman empon-empon (jahe, kapulogo, kunyit, kemukus). Secara rinci luas areal dan produksi beberapa komoditas tersebut disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Luas areal dan produksi beberapa jenis komoditas pertanian di Sub- DAS Progo Hulu tahun 2007

No. Jenis komoditas Luas Areal (ha) Produksi (ton) Produktivitas (ton/ha) 1. Padi 13.130 80.578 6,137 2. Jagung 10.620 40.090 3,775 3. Tembakau 8.545 5.248 0,614 4. Cabe 1.945 5.297 2,723 5. Kobis 398 8.643 21,716 6. Kentang 36 603 16,756 7. Bawang merah 444 2.838 6,392 8. Bawang putih 194 878 4,528 9. Kopi Robusta 1.508 868 0,576 10. Kopi Arabika 621 408 0,657

Karakteristik Lahan Pada Usahatani Lahan Kering Berbasis Tembakau (UTLKBT) Di Sub-DAS Progo Hulu

Satuan Lahan (land unit) Pada UTLKBT Di Sub-DAS Progo Hulu

Usahatani lahan kering berbasis tembakau (UTLKBT) di Sub-DAS Progo Hulu selama ini hanya tersebar dan terkonsentrasi di lereng Gunung Sumbing dan Gunung Sindoro. Secara administrasi terletak di Kecamatan Tlogomulyo, Kecamatan Bulu, Kecamatan Parakan, Kecamatan Kledung, Kecamatan Bansari, dan Kecamatan Ngadirejo, Kabupaten Temanggung Propinsi Jawa Tengah. Kawasan UTLKBT di Sub-DAS Progo ini mempunyai luas 8.240,75 ha, berupa lahan tegalan 7.398,54 ha dan pemukiman 842,21 ha, serta berada pada ketinggian tempat dari 720-1.940 m dpl (Gambar 17).

Gambar 17. Peta usahatani lahan kering berbasis tembakau di Sub-DAS Progo Hulu

Lahan pada UTLKBT di Sub-DAS Progo Hulu terdiri atas 2 jenis batuan yaitu batuan gunung api Sumbing (Qsm) dan batuan gunung api Sindoro (Qsu); terdiri atas 7 jenis tanah yaitu jenis tanah regosol coklat kelabu, regosol coklat kekuningan, regosol coklat kemerahan, litosol, andosol coklat, latosol coklat

kekuningan, dan latosol coklat; serta terdiri atas 5 kelas kemiringan lereng yaitu kemiringan lereng 0-8% (datar sampai berombak), 8-15% (bergelombang), 15-30% (berbukit), 30-45% (agak curam), dan > 45% (curam dan sangat curam). Lahan didominasi oleh kelas kemiringan lereng 15-30% (2.715,26 ha atau 36,7%), diikuti kemiringan lereng < 15% (2.579,63 ha atau 34,9%), dan kemiringan lereng >30% (2.103,66 ha atau 28,4%).

Berdasarkan hasil tumpang susun (overlay) peta geologi, peta tanah, dan peta kemiringan lereng, kawasan usahatani lahan kering berbasis tembakau di Sub-DAS Progo Hulu terbagi kedalam 27 satuan lahan (Tabel 11), dengan letak dan penyebarannya dijelaskan pada peta satuan lahan (Gambar 18), sedangkan karakteristik sifat-sifat tanah (sifat kimia dan sifat fisika tanah) untuk setiap satuan lahan tertera pada Lampiran 9.

Berdasarkan kriteria penilaian sifat-sifat kimia tanah menurut Puslitanak (1994), di wilayah batuan gunung api Sumbing mempunyai pH tanah sangat masam-masam (4,0-5,2), C-Organik rendah-tinggi (1,28-3,67%), N sangat rendah-sedang (0,03-0,29%), P2O5 sedang-sangat tinggi (30-182 mg/100g), K2O sangat tinggi (18-71 mg/100g), dan nilai tukar kation sangat rendah-rendah (1,08-14,92 cmol/kg); sedangkan untuk wilayah batuan gunung api Sindoro tergolong masam (4,7-5,2), C-Organik rendah-sedang (1,56-2,28%), N sangat rendah-sedang (0,09-0,37%), P2O5 tinggi-sangat tinggi (59-169 mg/100g), K2O sangat tinggi (11-78 mg/100g), dan nilai tukar kation sangat rendah-rendah (1,11-7,44 cmol/kg). Di wilayah batuan gunung api Sumbing mempunyai ketebalan tanah berkisar 25-130 cm, bertekstur agak halus-agak kasar (lempung berliat, lempung, dan lempung berpasir), nilai permeabilitas tanah lambat-cepat (0,40-14,89 cm/jam), porositas tanah berkisar 52,49-79,70%, dan nilai indeks stabilitas agregat tidak stabil (25,00-33,00); sedangkan wilayah batuan gunung api Sindoro memiliki ketebalan tanah berkisar 32-160 cm, bertekstur agak halus-agak kasar (lempung berliat-lempung berpasir), nilai permeabilitas tanah sedang-agak cepat (2,34-7,64 cm/jam), porositas tanah berkisar 63,25-75,19%, dan nilai indeks stabilitas agregat tidak stabil (25,00-33,00).

Tabel 11. Satuan lahan pada usahatani lahan kering berbasis tembakau di Sub- DAS Progo Hulu

Satuan Lahan

Jenis Batuan/ Geologi

Jenis Tanah Kemiringan Lereng (%)

Luas (ha) (%)

1 Qsu Andosol Coklat 8-15 415,19 5,61

2 Qsu Andosol Coklat 15-30 552,30 7,46

3 Qsu Andosol Coklat 30-45 26,06 0,35

4 Qsu Regosol Coklat Kemerahan

8-15 50,76 0,69

5 Qsu Regosol Coklat Kemerahan

15-30 503,90 6,81 6 Qsu Regosol Coklat

Kemerahan

30-45 1.024,89 13,85 7 Qsu Regosol Coklat

Kemerahan

>45 3,62 0,05 8 Qsu Regosol Coklat

Kekuningan 8-15 6,67 0,09 9 Qsu Litosol 8-15 5,58 0,08 10 Qsu Litosol 30-45 3,91 0,05 11 Qsm Latosol Coklat 0-8 10,73 0,14 12 Qsm Latosol Coklat 8-15 432,66 5,85 13 Qsm Latosol Coklat 15-30 7,34 0,10 14 Qsm Latosol Coklat Kekuningan 8-15 1.315,75 17,78 15 Qsm Latosol Coklat Kekuningan 15-30 291,26 3,94 16 Qsm Latosol Coklat Kekuningan 30-45 3,25 0,04

17 Qsm Regosol Coklat Kelabu 8-15 45,62 0,62

18 Qsm Regosol Coklat Kelabu 15-30 475,72 6,43

19 Qsm Regosol Coklat Kelabu 30-45 369,35 4,99

20 Qsm Regosol Coklat Kelabu >45 17,10 0,23

21 Qsm Regosol Coklat Kekuningan 8-15 225,36 3,05 22 Qsm Regosol Coklat Kekuningan 15-30 364,21 4,92 23 Qsm Regosol Coklat Kekuningan 30-45 8,67 0,12 24 Qsm Litosol 8-15 70,61 0,95 25 Qsm Litosol 15-30 521,97 7,05 26 Qsm Litosol 30-45 530,72 7,17 27 Qsm Litosol >45 115,34 1,56 Tegalan 7.398,54 100,00 Pemukiman 842,21 Total 8.240,75

Sumber : Data primer dari analisis data digital (2008)

Kelas Kemampuan Lahan Pada UTLKBT Di Sub-DAS Progo Hulu

Klasifikasi kelas kemampuan lahan dilakukan pada setiap satuan lahan, berdasarkan Sistem Klasifikasi USDA. Secara terinci hasil klasifikasi kelas kemampuan lahan pada usahatani lahan kering berbasis tembakau (UTLKBT) di Sub-DAS Progo Hulu tertera pada Lampiran 10, dan hasil rekapitulasinya disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12. Kelas kemampuan lahan pada UTLKBT di Sub-DAS Progo Hulu

Kelas Kemampuan Lahan Satuan Lahan

(ha)

Luas

Kelas Sub-Kelas (ha) (%)

III III-l2 8 6,67 0,09 III-l2.e2 1, 4, 21 691,31 9,35 Total 697,99 9,44 IV IV-e3 14, 17 1.361,37 18,40 IV-e3.b2 9, 24 76,19 1,03 IV-l3.e3 2, 5, 15, 18, 22 2.187,39 29,56

Dokumen terkait