• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil simulasi dispersi konsentrasi karbon monoksida (CO) pada Fluent untuk kedua geometri gardu tol cukup berbeda. Meskipun input data yang digunakan pada kedua Geometri adalah sama. Hal ini telah didasarkan pada asumsi yang telah dibuat sebelumnya yaitu kedua geometri hanya memiliki perbedaan pada volume gardu, yang mana Geometri B memiliki volume lebih besar daripada Geometri A. Sementara semua properti yang berada di dalam gardu serta tata letaknya tidak memiliki perbedaan kecuali pada letak AC atau Outflow.

Pada penelitian ini akan dibandingkan pola pendispersian gas CO terhadap dua geometri yang berbeda dengan masing-masing nilai konsentrasi yang berbeda pula. Analisis lebih lanjut mengenai dispersi gas CO yang terjadi pada kedua Geometri Akan diuraikan pada sub bab selanjutnya.

4.5.1 Simulasi Dispersi Gas CO pada Geometri A

Pada penelitian ini, visualisasi output simulasi dispersi Gas CO difokuskan pada satu titik yaitu pada keberadaan petugas tol ketika sedang bekerja sama halnya profil kecepatan angin. Sehingga, pada penelitian ini dibuat beberapa plane, masing-masing pada bidang x (tampak atas), y (tampak samping) z (tampak depan) dan xyz (tampak isometrik/3D) yang dapat mewakili profil kecepatan angin di sekitar petugas tol serta agar distribusi angin di sekitar area tersebut dapat terlihat jelas. Masing-masing plane tersebut dapat diinterpretasikan sesuai dengan gradasi warna dan skala konsentrasi CO. Selanjutnya nilai konsentrasi CO juga dapat terlihat pada plot di sepanjang garis (line) pada masing-masing sumbu x, y dan z dengan titik pusat reseptor (1,5, 1,2, 0,3m).

Selain itu, nilai konsentrasi CO dari hasil simulasi Fluent ditunjukkan pada bagian kontur sebelah kiri yang dapat dibedakan melalui gradasi warna. Pada gambar akan terlihat bahwa semakin merah warna kontur maka semakin besar nilai konsentrasi CO dan semakin biru warna kontur maka semakin kecil nilai konsentrasi CO.

Simulasi Dispersi Gas CO pada Geometri A pada jam ke-1

Simulasi dispersi gas CO berdasarkan hasil Fluent untuk Geometri A pada jam ke-1 tersaji pada Gambar 13. Skala dispersi

konsentrasi polutan dalam geometri ini berada pada kisaran 2 hingga 7,5 ppm. Pada kasus ini, polutan atau zat pencemar yang diemisikan dari setiap kendaraan bermotor (sumber bergerak) pasti akan tersebar di dalam gardu melalui suatu proses dispersi, difusi, transformasi, dan transport. Di sisi lain, akibat adanya pergerakan dan dinamika atmosfer itu sendiri, polutan yang masuk ke dalam atmosfer dan telah mengalami proses-proses tadi akan dapat berpindah dari sumber menuju ke arah lain. Sehingga dalam permasalahan ini, daerah sumber yang dimaksud adalah daerah luar di sekitar gardu tol, sedangkan daerah yang menerima pancaran setelah polutan yang diemisikan dari sumbernya adalah ruangan di dalam gardu.

Pada gambar 13 (a), terlihat bahwa dalam gardu ini konsentrasi dapat terdispersi hingga 2 ppm dari hasil konsentrasi CO yang terukur sebesar 7,5 ppm. Pada kasus ini, peran turbulensi cukup besar dalam mengurangi konsentrasi pencemar di dalam ruangan. Gradasi warna merah di sekitar bagian inlet menunjukkan bahwa konsentrasi CO masih cukup tinggi sesuai dengan hasil pengukuran CO yang terukur. Namun, secara keseluruhan, konsentrasi CO di dalam gardu tersebar merata yang ditunjukkan oleh gradasi warna merah dan oranye, terutama tampak dengan cukup jelas pada Gambar 13 (d). Kemudian pada Gambar 13 (b) dan (c), terlihat bahwa konsentrasi terendah terdapat pada area di sekitar Outflow yang ditunjukkan oleh gradasi warna biru, hijau dan kuning.

Selanjutnya, ketika polutan masuk ke dalam ruangan, faktor angin sangat berperan terutama dalam proses transport atau pengangkutan zat pencemar ke udara secara horizontal sesuai arah angin, dalam hal ini nilai kecepatan angin yang dimasukkan hanya pada sumbu x dan z (sumbu y merupakan arah vertikal sehingga proses yang terjadi adalah konveksi). Simulasi dispersi gas CO pada gardu tol ini juga dapat disesuaikan dengan Gambar 9. Pada kedua gambar (Gambar 9 dan 13) terdapat korelasi yang menunjukkan bahwa faktor kecepatan angin akan berpengaruh terhadap besar kecilnya turbulensi, dan proses turbulensi akan berperan dalam mengurangi keberadaan zat pencemar di udara.

Selama proses dispersi, atmosfer berperan dalam menentukan arah transport, jarak jangkau, bentuk persebaran dan

Gambar 13 Output visual dispersi gas CO untuk Geometri A pada jam ke-1: (a) tampak isometrik/3D; (b) tampak depan; (c) tampak atas; (d) tampak samping.

kecepatan difusi setelah zat pencemar diemisikan ke dalam udara. Seluruh proses tersebut tidak terlepas dari kondisi fisis dan dinamis atmosfer yang ditunjukkan oleh nilai input (karakteristik udara dan CO) yang digunakan pada Fluent. Di samping itu, polutan yang berada di udara juga akan mengalami transformasi kimia yang dipengaruhi oleh banyaknya uap air, dan proses difusi baik secara molekuler maupun turbulensi. Pada kasus ini, karbon monoksida akan teroksidasi menjadi CO2, proses transformasi tersebut dapat berlangsung secara cepat ataupun lambat.

Sementara itu plot untuk melihat nilai konsentrasi di sepanjang garis (line) pada masing-masing sumbu x, y dan z, dapat ditunjukkan pada Gambar 14. Pada Gambar 14 (a) dapat terlihat bahwa terjadi fluktuasi nilai konsentrasi CO terhadap sumbu y dan z atau dengan kata lain line pada sumbu x. Gambar atau plot tersebut menunjukkan bahwa nilai konsentrasi CO terus berkurang hingga posisi sekitar 1 hingga 1,25 m kemudian mengalami peningkatan kembali hingga pada akhirnya konstan pada posisi sekitar 1,6m dengan nilai sebesar 7,5 ppm.

Sedangkan konsentrasi terendah sepanjang garis pada line x tersebut adalah sebesar 7 ppm

Selanjutnya Gambar 14 (b) menunjukkan bahwa nilai konsentrasi CO terus meningkat sampai pada ketinggian sekitar 1.5m dengan nilai konsentrasi sebesar 7,45 ppm kemudian berkurang hingga konsentrasi terendah sebesar 6,8 ppm pada ketinggian sekitar 2m dan cenderung mengalami peningkatan kembali. Sementara itu pada Gambar 14 (c) dapat terlihat bahwa nilai konsentrasi CO terus seiring dengan garis yang semakin jauh dari inlet. Konsentrasi CO di dekat sumber (inlet) pada line z ini mencapai 7,5 ppm dan berkurang hingga 5 ppm.

Pada kondisi tersebut, maka nilai konsentrasi CO yang berada pada titik pusat reseptor yang ditunjukkan oleh ketiga plot line sama dengan hasil konsentrasi CO yang terukur. Hal ini dikarenakan titik pusat reseptor berada dekat dengan inlet, sehingga secara tidak langsung reseptor cenderung akan menerima udara yang lebih kotor dibandingkan dengan bagian ruangan lainnya.

(a) (b)

(c)

Gambar 14 Plot nilai konsentrasi CO untuk Geometri A pada jam ke-1: (a) line x; (b) line y; (c) line z. Simulasi Dispersi Gas CO pada Geometri

A pada jam ke-4

Hasil simulasi dispersi gas CO pada Fluent untuk Geometri A pada jam ke-4 tersaji pada Gambar 15. Skala dispersi konsentrasi polutan dalam geometri ini berada pada kisaran 68 hingga 33 ppm. Konsentrasi yang terukur jauh lebih besar hingga sembilan kali lipat. Seperti yang telah di jelaskan sebelumnya bahwa hasil

konsentrasi yang terukur pada jam ke-4, selain karena jumlah kendaraan yang jauh lebih padat, tingginya konsentrasi CO bisa terjadi akibat bahan bakar yang digunakan, usia kendaraan, dan tipe kendaraan yang melewati gardu tol pada masing-masing jam pengukuran.

Pada Gambar 15 terlihat bahwa di sekitar area inlet, konsentrasi CO yang ditunjukkan oleh warna merah masih lebih tinggi

Gambar 15 Output visual dispersi gas CO untuk Geometri A pada jam ke-4: (a) tampak isometrik/3D; (b) tampak depan; (c) tampak atas; (d) tampak samping.

dibandingkan dengan area lain di dalam gardu. Hal ini disebabkan, CO membutuhkan suatu proses turbulensi agar udara dapat bercampur dengan polutan (dalam hal ini adalah CO) sehingga konsentrasi CO dapat berkurang karena akan teroksidasi menjadi CO2. Namun, ketika udara yang membawa polutan masuk ke dalam gardu tol melalui inlet, pengaruh faktor angin belum terlalu besar dalam proses terjadinya turbulensi.

Tingkat konsentrasi yang tinggi di dalam gardu dapat menyebabkan keterpaparan bagi para reseptor, terlebih konsentrasi yang terukur pada jam ke-4 jauh diambang batas yang telah ditetapkan oleh KLH (2002). Hal ini berbeda dengan hasil pengukuran konsentrasi CO tiga jam sebelumnya, yang masih berada di bawah ambang batas. Selain itu, proses turbulensi yang terjadi dalam gardu ini juga tidak menyebabkan konsentrasi berkurang hingga mencapai nilai ambang batas. Sehingga tingkat kualitas udara dalam gardu tol pada jam ke-4 dapat dikatakan berbahaya, dan dapat merugikan kesehatan yang serius bagi para petugas gerbang tol.

Selanjutnya plot untuk melihat nilai konsentrasi di sepanjang garis (line) pada masing-masing sumbu x, y dan z, juga dapat

ditunjukkan pada Gambar 16. Pada Gambar 16 (a) dan (b) dapat terlihat bahwa terjadi fluktuasi nilai konsentrasi CO terhadap line pada sumbu x dan y. Gambar atau plot pada line x menunjukkan bahwa nilai konsentrasi CO sedikit berkurang hingga posisi sekitar 1,25m kemudian meningkat hingga mencapai konsentrasi CO tertinggi sebesar 68 ppm pada posisi sekitar 2,25m dan pada akhirnya relatif turun sampai pada konsentrasi CO terendah dengan nilai sebesar 30 ppm.

Sementara line y menunjukkan bahwa nilai konsentrasi CO menurun hingga mencapai konsentrasi terendah pada ketinggian sekitar 0,75m dengan nilai konsentrasi sebesar 1,5 ppm kemudian meningkat secara signifikan hingga mencapai konsentrasi tertinggi sebesar 68 ppm pada ketinggian sekitar 1,25m dan cenderung mengalami penurunan kembali. Sementara itu pada Gambar 14 (c) dapat terlihat bahwa nilai konsentrasi CO terus mengalami penurunan seiring dengan posisi yang semakin jauh dari inlet. Konsentrasi CO di dekat sumber (inlet) pada line z ini mencapai 68 ppm dan berkurang hingga 32,5 ppm.

(a) (b)

(c)

4.5.2Simulasi Dispersi Gas CO pada Geometri B

Seperti halnya simulasi Fluent pada Geometri A, nilai konsentrasi CO dari hasil simulasi Fluent ditunjukkan pada bagian kontur sebelah kiri yang dapat dibedakan melalui gradasi warna. Pada gambar terlihat bahwa semakin merah warna kontur maka semakin besar nilai kecepatan anginnya dan semakin biru warna kontur maka semakin kecil nilai kecepatan anginnya. Selain itu, nilai konsentrasi CO juga dapat terlihat pada plot di sepanjang garis (line) pada masing-masing sumbu x, y dan z dengan titik pusat reseptor (1,5, 1,2, 0,3m). Kemudian parameter input yang digunakan untuk simulasi Fluent pada Geometri B sama dengan parameter input yang digunakan untuk simulasi Fluent pada Geometri A, sehingga pada simulasi ini akan dibahas mengenai seberapa besar pengaruh perbedaan volume geometri dan letak Outflow pada kedua geometri ketika memiliki parameter input yang sama.

Simulasi Dispersi Gas CO pada Geometri B pada jam ke-1

Simulasi Fluent untuk profil sebaran polutan yang terjadi di dalam gardu tol (Geometri B) tersaji pada Gambar 17. Pada gardu ini, konsentrasi CO hanya dapat terdispersi hingga 6 ppm saja, (dari hasil konsentrasi CO yang terukur sebesar 7,5 ppm). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, nilai konsentrasi dan

karakteristik yang digunakan untuk kedua geometri pada jam ke-1 adalah sama. Sehingga, pada gambar 15 (a) dapat terlihat bahwa sebaran polutan di dalam gardu ini hampir sama dengan gardu atau Geometri A, yang mana konsentrasi CO di dalam gardu cukup tersebar merata yang ditunjukkan oleh gradasi warna merah, terutama tampak dengan cukup jelas pada Gambar 17 (d). Namun, pada Gambar 17 (b) dan (c), terlihat bahwa konsentrasi terendah terdapat pada area di sekitar Outflow yang ditunjukkan oleh gradasi warna biru, hijau dan kuning.

Pada prinsipnya, konsep dari proses sebaran CO di dalam gardu ini (Geometri B) sama dengan konsep sebaran yang terjadi pada Geometri A, yang mana polutan atauzat pencemar yang diemisikan dari setiap kendaraan bermotor pasti akan tersebar di dalam gardu melalui suatu proses dispersi, difusi, transformasi, dan transport. Hanya saja jika dibandingkan dengan Geometri A,pengaruh turbulensi pada Geometri B tidak terlalu besar, karena konsentrasi polutan tidak berkurang secara signifikan. Meskipun konsentrasi yang terukur pada gardu ini masih berada di bawah ambang batas, namun potensi keberadaan udara kotor pada gardu ini cenderung dapat bertahan lebih lama dibandingkan dengan Geometri A. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah letak Outflow yang agak jauh dari Inlet serta volume gardu yang lebih besar.

Gambar 17 Output visual dispersi gas CO untuk Geometri B pada jam ke-1: (a) tampak isometrik/3D; (b) tampak depan; (c) tampak atas; (d) tampak samping.

(a) (b)

(c)

Gambar 18 Plot nilai konsentrasi CO untuk Geometri B pada jam ke-1: (a) line x; (b) line y; (c) line z.

Seperti halnya Geometri A, pada Geometri B plot untuk melihat nilai konsentrasi di sepanjang garis (line) pada masing-masing sumbu x, y dan z, dapat ditunjukkan pada Gambar 18. Pada Gambar 18 (a) dapat terlihat bahwa terjadi fluktuasi nilai konsentrasi CO line x. Gambar atau plot tersebut menunjukkan bahwa nilai konsentrasi CO relatif konstan dengan nilai sebesar 7,5 ppm hingga posisi sekitar 1,75m dan kemudian berkurang secara signifikan hingga mencapai konsentrasi terendah sebesar 5,7 ppm. Hal ini berkebalikan dengan plot line x pada Geometri A jam ke-1, nilai konsentrasi CO justru relatif konstan setelah pada posisi sekitar 1,6m.

Sementara Gambar 18 (b) menunjukkan bahwa nilai konsentrasi CO terus meningkat sampai pada ketinggian sekitar 1,25m tepat pada titik reseptor dengan nilai konsentrasi sebesar 7,48 ppm kemudian berkurang hingga konsentrasi terendah sebesar 7,3 ppm pada ketinggian sekitar 2m. Kemudian pada Gambar 18 (c) dapat terlihat bahwa nilai konsentrasi CO terus berkurang dari inlet menuju outflow. Konsentrasi CO di dekat sumber (inlet) pada line z ini mencapai 7,5 ppm dan berkurang hingga 7,34 ppm.

Tidak jauh berbeda dengan Geometri A jam ke-1, pada Geometri B jam ke-1 nilai konsentrasi CO yang berada pada titik pusat reseptor yang terlihat oleh ketiga plot line

juga hampir mendekati hasil konsentrasi CO yang terukur. Akan tetapi, pada kasus ini nilai konsentrasi CO tidak berkurang secara signifikan, sehingga meskipun memiliki pola fluktuasi yang sama tetapi nilai konsentrasi CO terendah pada geometri ini relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan Geometri B.

Simulasi Dispersi Gas CO pada Geometri B pada jam ke-4

Hasil simulasi dispersi gas CO pada Fluent untuk Geometri B pada jam ke-4 tersaji pada Gambar 19. Skala dispersi konsentrasi polutan dalam Geometri B sama dengan skala pada Geometri A yakni berada pada kisaran 68 hingga 33 ppm. Sehingga dengan skala yang sama, dapat dibandingkan secara jelas bentuk pendispersian CO yang terjadi di dalam kedua gardu.

Pada Gambar 19 terlihat bahwa di sekitar area inlet, konsentrasi CO yang ditunjukkan oleh warna merah masih lebih tinggi dibandingkan dengan area lain di dalam gardu. Namun berbeda dengan Geometri A, sebaran CO pada gardu ini di dominasi oleh gradasi warna oranye dan hijau. Hal ini berarti bahwa pengaruh proses turbulensi yang terjadi pada geometri ini tidak terlalu besar seperti halnya pada Gometri A, sehingga dapat dikatakan tingkat kualitas udara dalam Geometri B pada jam ke-4 lebih berbahaya dan dapat merugikan kesehatan

Gambar 19 Output visual dispersi gas CO untuk Geometri B pada jam ke -4: (a) tampak isometrik/3D; (b) tampak depan; (c) tampak atas; (d) tampak samping.

bagi para reseptor (petugas gerbang tol) karena potensi keberadaan udara kotor pada gardu ini cenderung dapat bertahan lebih lama dibandingkan dengan Geometri A.

Plot untuk melihat nilai konsentrasi di sepanjang garis (line) pada masing-masing sumbu x, y dan z, tersaji pada Gambar 20. Pada seluruh gambar tersebut dapat terlihat bahwa terjadi fluktuasi nilai konsentrasi CO

terhadap line x, y dan z. Gambar atau plot pada line x yang tersaji pada Gambar 20 (a) menunjukkan bahwa nilai konsentrasi CO mengalami peningkatan hingga posisi sekitar 1,5m (titik reseptor) kemudian relatif konstan dengan nilai konsentrasi sebesar 68 ppm dan berkurang setelah berada pada posisi 2,5m.

(a) (b)

(c)

Sementara plot line y yang tersaji pada Gambar 20 (b) menunjukkan bahwa nilai konsentrasi CO mengalami peningkatan dan penurunan yang cukup signifikan sehingga dapat dikatakan sangat berfluktuasi. Plot line y untuk titik reseptor berada pada ketinggian 1,2m, dan pada titik tersebut nilai konsentrasi CO adalah sebesar 66 ppm. Sedangkan pada Gambar 20 (c) dapat terlihat bahwa nilai konsentrasi CO terus mengalami penurunan seiring dengan posisi yang semakin jauh dari inlet, meskipun cenderung mengalami peningkatan kembali. Konsentrasi CO di dekat sumber (inlet) pada line z ini mencapai 61 ppm dan berkurang hingga 32,5 ppm.

Sedikit berbeda dengan kondisi pada jam ke-1, nilai konsentrasi CO pada jam ke-4 secara keseluruhan lebih fluktuatif. Hal ini dapat terlihat dari perbedaan pola nilai konsentrasi yang terlihat oleh ketiga plot line x, y dan z. Hal ini disebabkan pada tingginya konsentrasi CO yang terukur pada Geometri ini serta proses pendispersian berbeda karena sangat dipengaruhi oleh besarnya volume gardu dan letak outflow yang lebih jauh dari inlet.

V SIMPULAN

Sebaran polutan CO yang terlihat dari hasil simulasi menunjukkan bahwa terdapat perbedaan distribusi angin dan dispersi polutan pada jam ke-1 dan jam ke-4 baik pada Geometri A maupun pada Geometri B. Berdasarkan hasil pengukuran, nilai kecepatan angin pada jam ke-1 lebih besar daripada nilai kecepatan angin pada jam ke-4. Sebaliknya, hasil konsentrasi CO yang terukur pada jam ke-4 jauh lebih besar hingga sembilan kali lipat daripada hasil konsentrasi yang terukur pada jam ke-1.

Hasil simulasi Fluent pada jam ke-1 menunjukkan bahwa distribusi kecepatan angin dan dispersi gas CO pada Geometri A jauh lebih baik daripada Geometri B. Jika dibandingkan dengan Geometri A, pengaruh turbulensi pada Geometri B tidak terlalu besar, karena konsentrasi polutan tidak berkurang secara signifikan. Meskipun nilai konsentrasi CO yang terukur pada jam ke-1 masih berada di bawah ambang batas, namun potensi keberadaan udara kotor pada Geometri B dapat bertahan lebih lama dibandingkan dengan Geometri A.

Sementara hasil simulasi Fluent pada jam ke-4, menunjukkan bahwa proses distribusi angin dengan nilai kecepatan angin yang

lebih rendah dan proses dispersi gas CO dengan tingkat konsentrasi CO yang jauh lebih tinggi melebihi ambang batas baik pada Geometri A maupun pada Geometri B tidak jauh berbeda, yang mana pengaruh turbulensi di dalam kedua gardu ini juga tidak menyebabkan konsentrasi CO berkurang hingga mencapai nilai ambang batas. Selain itu, tingkat kualitas udara dalam gardu tol pada jam ke-4 untuk kedua Geometri cenderung lebih berbahaya, dan dapat merugikan kesehatan yang serius bagi para petugas gerbang tol terutama dalam jangka panjang.

VI SARAN

Pada penelitian ini disarankan perlu adanya sedikit upaya perbaikan atau penambahan properti yang dapat dilakukan agar dapat meminimalisir dampak yang dapat ditimbulkan seperti penambahan Exhaust fan atau kipas angin dan penambahan ventilasi pada sisi atas gardu tol. Upaya penambahan tersebut bertujuan untuk mempercepat proses distribusi udara beserta proses zat pencemar yang berada di dalam ruangan, sehingga konsentrasi polutan dapat segera terencerkan. Di sisi lain perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk membuat modifikasi lokasi inlet dan outflow agar udara yang membawa polutan dapat terdispersi secara ideal di dalam gardu tol.

DAFTAR PUSTAKA

Arya S P. 1999. Air Pollution Meteorology and Dispersion. New York: Oxford University Press.

Benarie MM. 1980. The Simple Box Model Simplified. [J. of Atm Pollution]. New-York: Elsevier Scientific Publishing Company.

Budiraharjo E. 1991. Pencemaran Udara. Widyapura No.5 Tahun VII Januari 1995.

Brimblecombe P. 1986. Air Compotition and Chemistry. Geat Britain: Cambridge University Press.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2005. Nilai Ambang Batas (NAB) Zat Kimia di Udara Tempat Kerja. Standar Nasional Indonesia: SNI 19-0232-2005.

Colville RN, Hutchinson EJ, Mindell JS and Warren RF. 2001. The Transport Sector as a Source of Air Pollution. [J of Atmospheric Environment 35, 1537-1565].

[Departemen Kesehatan]. 2003. Parameter Pencemar Udara dan Dampaknya terhadap Kesehatan. [terhubung berkala]. http://www. depkes.go.id [13 Juni 2011].

[DLLAJR] Direktorat Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat.1998. Emisi Kendaran Bermotor. Widyapura No.6 Tahun V Oktober 1998.

Faiz A, Weaver CS and Walsh M. 1996. Air Pollution from Motor Vehicle. Washington DC: The World Bank. Fletcher CAJ, Mayer LF and Eghlimi. 2001.

CFD as a Building Services Engineering Tool. [J. of Architectural Science, Volume 2, Number 3, p67-82].

[Fluent]. 2006. User’s Guide. Lebanon: Fluent Inc.

Forsdyke. 1970. Meteorological Factors in Air Pollution. Technical note No. 114. WMO. Geneva. Switzerland. 3-5 pp.

Geiger. 1995. The Climate Near Yhe Ground. Braunschweig: Friedr Vieweg Sohn Verlagsgessllscahft mbH.

Godish T. 1991. Air Quality 2nd Ed. Chelsea: Lewis Publishers.

[Googlemaps] 2011. Peta Kota Bogor [terhubung berkala]. http://www. google.com. [13 Juni 2011]. Handoko. 1993. Klimatologi Dasar. Jakarta:

Balai Pustaka.

Haryanto B. 2005. Risiko Kesehatan PM2,5 dan CO pada Populasi di Jakarta dan Sekitarnya (pemantauan dengan menggunakan personal exposive monitoring). Universitas Indonesia

dan United States Asia Environmental Partnership.

Hill JW. 1984. Chemistry for Changing Time. Ed ke-4. Minnesota: Burgess Publishing Company.

Huber A. 2008. CFD Developments for Simulating Transport and Dispersion in Urban Environments and Other Wind Engineering Applications. 1st American Association of Wind Engineering Workshop, August, pp. 20-22. [Jasa Marga] 2011. Data Rekapan Volume

Lalu Lintas Tol Jagorawi. Jakarta : PT.Jasa Marga Cabang Jagorawi.

[KABAPEDAL] Kepala Badan

Pengendalian Dampak Lingkungan. 1997. Pedoman Teknis Perhitungan dan Pelaporan serta Informasi Indeks Standar Pencemar Udara. KEP-107/KABAPEDAL/11/1997. [KLH] Kementrian Lingkungan Hidup.

2002. Himpunan Peraturan Perundang-undangan di Bidang Lingkungan Hidup dan Pengendalian Dampak Lingkungan Era Otonomi Daerah. Jakarta: Kementrian Lingkungan Hidup. Liu DHF and Liptak BG. 2000. Air

Pollution. Boca Raton: Lewis Publisher.

Oke TR. 1987. Boundary Layer Climates. London: Routhledge.

[Pemerintah RI] Pemerintah Republik Indonesia. 1999. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999. Pengendalian Pencemaran Udara. Pemerintah RI: Jakarta.

Pramantyo A. 2009. Uji Emisi. [terhubung berkala]. http://andipramantyo. wordpress.com. [25 Juli 2011). [QGK] Qipra Galang Kualita. 2007.

Dokumen terkait