• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Prosedur Analisis

4. Simulasi Kebijakan

Jika validasi merupakan pengujian goodness of fit dari model secara keseluruhan, analisis simulasi diperlukan untuk mempelajari sejauh mana dampak perubahan-perubahan peubah eksogen terhadap nilai peubah endogen. Pada dasarnya tujuan simulasi adalah untuk (1) melakukan pengujian dan evaluasi model, (2) analisis kebijakan historis dan (3) peramalan untuk masa yang datang (Pindyck and Rubinfield, 1991). Model yang telah divalidasi dan memenuhi kriteria ekonomi dan statistik, digunakan sebagai model dasar untuk analisis simulasi, khususnya ex ante simulation.

Periode simulasi peramalan dilakukan antara tahun 2007-2012 dengan pertimbangan antara lain (1) ekspor TPT Indonesia mulai tumbuh, (2) berakhirnya sistem kuota TPT dunia pada 1 Januari 2005, (3) rencana pengembangan industri TPT oleh Depatemen Perindustrian pada tahun 2009, dan (4) prospek perkembangan TPT Indonesia dengan pasar TPT dunia yang diperkirakan mengalami penurunan jumlah produsen dari 150 negara menjadi 25 negara pada tahun 2010. Kebijakan-kebijakan yang disimulasikan untuk peramalan tahun 2007-2010 yaitu:

1. Kinerja ekspor TPT dapat didorong dengan penurunan suku bunga Bank.

Indonesia (BI) menurunkan suku bunga acuan BI pada Juni 2007 sebesar 25 basis poin dari 8.75 persen menjadi 8.5 persen. Penurunan itu diharapkan dapat mendorong turunnya suku bunga kredit perbankan. Jika suku bunga kredit turun, tentunya iklim investasi dan dunia usaha akan membaik. Dalam penelitian ini digunakan tren penurunan suku bunga bank pada 2 tahun terakhir pengamatan. Suku bunga bank komersil untuk investasi cenderung mengalami penurunan sebesar 5 persen.

2. Kalangan usaha berharap Rupiah stabil di kisaran Rp. 9 000 per USD.

BI juga menyatakan bila kurs pada kisaran 9000 per USD dapat meningkatkan daya saing ekspor Indonesia. Selama lima tahun terakhir, nilai tukar Rupiah terhadap USD berada di rentang Rp. 9 000-an sampai Rp. 10 247 per USD, oleh sebab itu depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap USD sebesar 15 persen.

3. Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) sebesar 8.5 persen. Pengurangan subdisi BBM yang mulai terjadi tahun 2000, akan meningkatkan biaya produksi pada industri TPT. Pergerakan harga BBM dipengaruhi harga mintak mentah dunia, yang diprediksikan akan mencapai 100/barel USD pada tahun 2010.

4. Kenaikkan upah tenaga kerja industri tekstil dan garmen, masing-masing

sebesar 14.5 persen dan 15 persen. Hal ini didasarkan pada tern besarnya tingkat upah tenaga kerja pada 2 tahun terkahir pengamatan.

5. Melalui negosiasi dalam Non Agricultural Market Acces yang dilakukan pada pertemuan WTO tingkat menteri di Hong Kong tahun 2005, disepakati untuk melakukan pengurangan tarif produk-produk industri. Perhitungan pengurangan tarif akan dirumuskan dalam ‘Formula Swiss’ dengan besaran koefisien yang tidak spesifik. Menurut General Secretary of International

Textile, Garment, and Leather Worker’s Federation (ITGLWF), bahwa

pengurangan tarif hingga nol persen akan mengancam masa depan industri TPT, terutama di negara-negara miskin dan berkembang.

6. Penurunan harga kapas dunia sebesar 5 persen per tahun yang diproksi

dari harga kapas di Amerika Serikat. International Cotton Advisory

Committe memproyeksikan harga kapas dunia secara umum masih

berkisar 55 sampai 60 cent/lb pada tahun 2020. Atau dengan kata lain terjadi penurunan harga kapas dunia sebesar 5 persen pada periode tahun

1973/1974 sampai 1997/1998 dibanding periode tahun 1998/1999 sampai 2005/2006.

7. Peningkatan GDP riil Indonesia dapat mendorong daya beli masyarakat terhadap TPT. Sedangkan peningkatan populasi penduduk Indonesia akan menjajdi peluang bagi perkembangan industri TPT Indonesia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2009 sebesar 7.6 persen per tahun (pembulatan menjadi 8 persen per tahun) diprediksikan oleh Departemen Perindustrian. Sedangkan proyeksi pertumbuhan penduduk Indonesia dilakukan oleh Bappenas (Badan Perencanan Pembangunan Nasional), BPS (Badan Pusat Statistik), dan UNFPA (United Nations Population Fund) mencapai rata-rata 1.2 persen per tahun. Simulasi kebijakan ini berguna untuk mengetahui potensi pasar TPT dalam negeri dengan adanya kenaikan GDP dan jumlah penduduk, serta bila upah riil tenaga kerja di kedua industri cenderung meningkat.

8. Kenaikan GDP riil Amerika Serikat 3.1 persen dan GDP riil China 8.5 persen dimaksudkan untuk mengetahui dampak adanya kenaikan pendapatan GDP negara-negara produsen TPT, terutama Amerika Serikat dan China, terhadap industri TPT Indonesia. Meyermans and brusselen (2004), memprediksikan bila pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat pada tahun 2010 mencapai 3.1 persen per tahun. Sedangkan Badan Statistik China memprediksikan angka GDP sebesar 8.5 persen berdasarkan statistik yang diterbitkan tahun sebelumnya.

9. Menurunkan suku bunga riil bank dapat menstimulasi peningkatan kinerja

di sektor riil, khususnya investasi. Di sisi lain, upah riil tenaga kerja cenderung naik dari waktu ke waktu dan bersifat kaku. Kebijakan tersebut merupakan kombinasi kebijakan moneter dan biaya input industri tekstil dan garmen.

10. Depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap USD diharapkan dapat mendorong ekspor TPT Indonesia. Indonesia menganut floating exchange rate, namun Bank Indonesia masih dapat melakukan intervensi secara tidak langsung terhadap nilai tukar Rupiah. Sedangkan harga riil BBM adalah salah satu biaya input energi yang volatilitasnya dipengaruhi oleh harga minyak mentah dunia. Subsidi BBM telah dicabut oleh pemerintah, sehingga kombinasi kebijakan ini menjadi menarik untuk diketahui dampaknya terhadap perkembangan industri TPT Indonesia.

11. Harga riil BBM mempunyai kecenderungan naik semenjak subsidi BBM untuk industri dicabut oleh pemerintah. Sedangkan kapas, Indonesia belum memproduksinya secara maksimal di dalam negeri, dimana perubahan harga riil kapas dunia akan berpengaruh langsung terhadap perkembangan industri TPT Indonesia.

12. Kombinasi kebijakan tersebut bertujuan untuk meningkatkan ekspor TPT Indonesia dalam konteks liberalisasi perdagangan. Dimana depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap USD akan membuat TPT lebih kompetitif di pasar dunia. Selain itu penurunan harga riil kapas dunia akan menjadi insentif bagi produsen untuk meningkatkan produksi di dalam negeri. Namun demikian di sisi lain tarif impor yang dihapuskan dapat meningkatkan persaingan TPT Indonesia dengan negara lain.

13. Kombinasi kebijakan fiskal berupa kenaikan GDP riil Indonesia sebesar 8 persen dan penurunan tarif impor hingga nol persen, kebijakan moneter berupa depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap USD sebesar 15 persen, dan non kebijakan ekonomi berupa peningkatan populasi Indonesia sebesar 1.2 persen akan menjadi alternatif kombinasi kebijakan yang dapat mendorong perkembangan industri TPT Indonesia.

4.3. Sumber dan Jenis Data

Jenis data yang pertama adalah data deret waktu periode 1995-2005 (overall) yang digunakan dalam metode CMS. Periode dibagi menjadi 4 sub periode, yaitu tahun 1995-1997, tahun 1998-2000, tahun 2001-2004, dan tahun 1995-2005. Pembagian sub periode ini didasarkan pada fase pengintegrasian perdagangan TPT dunia ke dalam ketentuan GATT, termasuk di dalamnya periode pra krisis ekonomi dan pasca krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia (Tabel 4).

Tabel 4. Jenis, Sumber Data, dan Metode Analisis yang Digunakan Dalam Penelitian

No. Tujuan Jenis Data Periode

Analisis Sumber Data

Metode Analisis 1. Daya saing ekspor TPT Indonesia a. Ekspor SITC 261-269, 651-659, dan 841-849 dari Indonesia, China, India dan Italia b. Iimpor SITC 261-269,

651-659, dan 841-849 dari Jerman, USA dan RoW Tahunan, 1995-2005 UN COMTRADE CMS dekomposisi dua tahap 2. Faktor-faktor perkembangan industri TPT Indonesia a. Produksi b. Penawaran c. Permintaan

d. Ekspor negara produsen

Ekonometrika 2SLS (syslin) 3. Prospek perkembangan industri TPT Indonesia

e. Impor negara produsen f. Harga domestik dan

dunia

g. Harga input lainnya h. Nilai tukar

i. Produk Domestik Bruto j. Populasi penduduk k. Indek Harga Konsumen l. Indek Harga Pedagang

Besar m. Inflasi n. Informasi lain Tahunan, 1980-2006 BPS, API, IMF, UN, WTO, UNIDO, UNCTAD Ekonometrika 2SLS (simlin)

Sedangkan jenis data pada metode yang kedua adalah data sekunder deret waktu (time series) dengan periode pengamatan mulai tahun 1980-2006. Selain alasan ekonometrika untuk memperbanyak jumlah sampel, periode

tersebut diharapkan dapat menjawab permasalahan yang berkaitan dengan pengaruh berbagai perubahan penting dalam industri tekstil dan garmen Indonesia. Data bersumber dari berbagai laporan dan publikasi resmi serta instansi terkait, yaitu Asosiasi Pertekstilan Indonesia, Badan Pusat Statistik,

United Nation, United Nation on Commerse and Trade and Development, World

Trade Organization, Comtrade-United Nation serial online, Departemen

Perdagangan Luar Negeri, Departemen Perindustrian, berbagai harian terbitan Jakarta dan sumber dari internet.

Dokumen terkait