BAB II LANDASAN TEORI
2.5 ONE Simulator
ONE Simulator[9] adalah sebuah aplikasi yang dibuat untuk mengevaluasi routing di jaringan oportunistik dan bentuk pengaplikasian protokol yang lain.
17
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Parameter Simulasi
Pada simulasi ini, parameter yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3.1.1
Tabel 3.1.1 Parameter simulasi dan nilainya
Parameter Nilai
Ukuran Peta 19.45 km x 10.95 km
Luas area sekitar 212 km2
Waktu simulasi 18 jam
Banyak pesan yang dibuat oleh sensor 4010 Time-To-Live (TTL) pesan 1 jam Sensor
Banyak sensor yang disebar 38
Movement model Stationary
Ukuran pesan 100 kB β 500 kB
Interval pembuatan pesan 10 menit
Ukuran buffer 3 MB
Interfaces type 802.11b link profile
Transmission range 20 m
18
Transmission speed 375 kB
Bus Transjogja
Banyak jalur Bus Transjogja 17
Banyak bus 117
Movement model
Map-route Movement With Stop
Movement speed 2.7 β 11.1 m/s
Buffer size 40 MB
Interfaces#1 type 802.11p link profile
Transmission range 100 m
Transmission speed 750 kB
Interfaces#2 type 802.11b link profile
Transmission range 20 m
Transmission speed 375 kB
Terminal
Banyak Terminal 3
Movement model Stationary
Buffer size 1 GB
Interfaces type 802.11p link profile
Transmission range 100 m
19
Transmission speed 750 kB
Destination
Banyak Destination 1
Movement model Stationary
Buffer size 1 GB
Interfaces type 802.11p link profile
Transmission range 100 m
Transmission speed 750 kB
3.2 Skenario Simulasi
Pada penelitian ini, penulis menggunakan skenario simulasi pergerakan Bus Transjogja dengan kasus penyebaran pesan pelanggaran lalu lintas di D.I. Yogyakarta. Skenario pergerakan Bus Transjogja[10]
bergerak secara circular dan sesuai pada jalur yang sudah ditentukan dan menggunakan metode Knapsack Problem 0-1 dengan pendekatan Dynamic Programming untuk strategi manajemen bandwidth pada forwarding dan manajemen buffer pada droping pesan. Knapsack untuk forwarding dikerjakan ketika connection up dan Knapsack untuk dropping dikerjakan ketika buffer dalam kondisi overflow. Pada metode Knapsack memerlukan sebuah nilai utlity pada tiap pesan yang dimiliki node pada jaringan. Untuk memperoleh nilai utility tiap pesan menggunakan metrik meminimalkan rata-rata delay yang dapat dilihat pada Rumus 2.3.1, dan untuk mekanisme perhitungan Knapsack problem 0-1 dengan pendekatan Dynamic programming serta untuk memperkirakan nilai kapasitas bandwidth dapat dilihat pada sub Bab 2.4.
20
Pada simulasi ini, node pada jaringan dianalogikan sebagai sensor, bus dan terminal dengan spesifikasi yang dijelaskan pada Tabel 3.1.1 dan terdapat beberapa ketentuan skenario simulasi yaitu sebagai berikut:
a. Sensor bertugas membuat pesan dan tidak menjadi relay, b. Sensor bersifat single copy,
c. Bus Transjogja dan terminal bertugas menjadi relay dan tidak membuat pesan,
d. Bus Transjogja dan terminal bersifat multiple copy, e. Ukuran pesan bervariasi,
f. Contact times duration antara node singkat.
Pada skenario simulasi Knapsack untuk forwarding, ketika connection up terjadi antara node Bus dengan node Sensor maka node Bus tidak akan mengirimkan pesan jika bertemu node Sensor.
Gambar 3.2.1 Skenario pertemuan Bus dengan Sensor
Sedangkan untuk node Sensor akan mereplikasi pesan ke node Bus, karena node Sensor bersifat single copy maka setelah pesan yang direplikasi dan sampai pada node Bus maka node Sensor langsung menghapus pesan tersebut, mekanisme tersebut terus berlanjut hingga kontak berakhir seperti pada Gambar 3.2.1.
Tetapi ketika connection up terjadi antar node Bus ataupun node Bus dengan node Terminal mempunyai mekanisme yang sama yaitu misalkan Bus A sebagai sender dan Bus B sebagai receiver maka setiap node Bus A
21
akan menjalankan knapsack untuk forwarding dengan tahapan menghitung nilai utility tiap pesan yang dimiliki pada buffer node Bus A, mencatat setiap lama waktu durasi kontak bertemu bedasarkan node yang ditemui, menghitung nilai rata-rata dari waktu durasi kontak dengan node yang ditemui berdasarkan kontak histori yang dimiliki guna memperoleh nilai perkiraan kapasitas banwidth yang akan digunakan sebagai batasan kapasitas pada Knapsack untuk forwarding.
Gambar 3.2.2 Skenario pertemuan antar Bus
Knapsack untuk forwarding digunakan untuk memilih pesan dengan nilai total utility sebesar mungkin serta panjang total pesan yang kurang dari atau sama dengan batas kapasitas bandwidth sehingga diperoleh pengiriman pesan yang optimal. Seperti pada Gambar 3.2.2 menunjukkan bahwa pada node Bus A dari tiga pesan yang ada pada buffer hanya terpilih dua pesan yang akan direplikasi setelah melakukan perhitungan Knapsack untuk forwarding. Untuk pesan yang terpilih akan direplikasi selama kontak terjadi dan pesan yang tidak terpilih maka pesan tersebut tidak akan ikut direplikasi.
22
Gambar 3.2.3 Skenario pengiriman pesan pada Bus
Pada Gambar 3.2.3 apabila disaat pengiriman dari node Bus A ke node Bus B dan ternyata buffer pada node Bus B penuh atau overflow maka node Bus B akan menjalankan knapsack untuk dropping guna memilih pesan yang kurang optimal dari pesan yang ada pada buffer node Bus B dan pesan yang datang yang kemudian dilakukan perhitungan Knapsack.
Gambar 3.2.4 Skenario pesan datang ditolak
Setelah melakukan perhitungan Knapsack untuk dropping dan menunjukkan bahwa pesan yang datang tersebut tidak termasuk ke solusi optimal dengan batasan kapasitas buffer pada node Bus B maka pesan yang datang tersebut ditolak oleh node Bus B seperti pada Gambar 3.2.4. Tetapi jika pesan yang datang termasuk ke solusi optimal maka satu atau beberapa
23
pesan pada buffer node Bus B yang akan di drop sekaligus hingga pesan yang datang tersebut mendapatkan ruang pada buffer di node Bus B.
3.3 Alat Penelitian a. Hardware
PC dengan spesifikasi prosesor Intel i7 dengan RAM sebesar 16 GB.
b. Software
Menggunakan Netbeans IDE dan The One Simulator.
3.4 Alat Penelitian
a. Pseudo-code knapsack for forwarding
IF Koneksi Terhubung
Mencatat waktu awal terhubung dengan peer Menghitung rata-rata waktu bertemu dengan peer Menghitung nilai utility dan panjang tiap pesan Menghitung batasan send knapsack for forwarding FOR i = 0 hingga jumlah pesan yang ada di buffer +1
FOR length = 0 hingga batasan send + 1 IF Pesan ke i= 0 atau length = 0
Solusi terbaik dari i dan length =0 Else IF Panjang pesan ke i-1 <= length
Solusi terbaik dari i dan length = nilai maksimal dari solusi terbaik dari i-1 dan length, atau nilai utility pesan i-1 + solusi terbaik dari i-1 dan length-panjang pesan i-1 Else
Solusi terbaik dari i dan length = solusi terbaik dari i-1 dan length
End IF End FOR End FOR
FOR j = Jumlah pesan hingga 1 secara menurun
IF Solusi terbaik dari j dan batasan send > solusi terbaik j-1 dan batasan send
Pesan j-1 terpilih yang akan di replikasi
Batasan send = batasan send β panjang pesan j-1 End IF
End FOR End IF
24 b. Pseudo-code knapsack for dropping
IF Buffer Overflow
Menggabungkan pesan di buffer dan pesan yang baru Menghitung nilai utility dan panjang tiap pesan Batasan drop = kapasitas buffer
FOR i = 0 hingga jumlah pesan yang ada di buffer +1 FOR length = 0 hingga batasan drop + 1
IF Pesan ke i= 0 atau length = 0 Solusi terbaik dari i dan length =0 Else IF Panjang pesan ke i-1 <= length
Solusi terbaik dari i dan length = nilai maksimal dari solusi terbaik dari i-1 dan length, atau nilai utility pesan i-1 + solusi terbaik dari i-1 dan length-panjang pesan i-1 Else
Solusi terbaik dari i dan length = solusi terbaik dari i-1 dan length
End IF End FOR End FOR
FOR j = Jumlah pesan hingga 1 secara menurun
IF Solusi terbaik dari j dan batasan drop > solusi terbaik j-1 dan batasan drop
Batasan drop = batasan drop β panjang pesan j-1 Else
Pesan terpilih yang akan di drop End IF
End FOR End IF
3.5 Matriks Unjuk Kerja
Terdapat empat metrik unjuk kerja yang digunakan untuk menganalisis unjuk kerja strategi manajemen buffer dengan menggunakan metode knapsack problem 0-1 pada jaringan oportunistik, yaitu:
25
a. Average Percentage Delivery Per Total Contact
Average percentage delivery per total contact adalah rata-rata persentase dari pesan yang dibuat dapat sampai ke tujuan berdasarkan total contact.
Rumus 3.5.1 π΄π£πππππ πππππππ‘πππ π·ππππ£πππ¦
= (ππ’ππππ ππ πππππ£ππππ πππ π πππ
ππ’ππππ ππ πππππ‘ππ πππ π πππ ) β 100 b. Average Delay Per Total Contact
Average delay per total contact adalah rata-rata perbandingan total waktu yang berlalu dari pesan dibuat hingga terkirim terhadap jumlah pesan yang berhasil terkirim berdasarkan total contact.
Rumus 3.5.2 π΄π£πππππ π·ππππ¦ = π‘ππ‘ππ πππππ£πππ¦ πππππ¦
ππ’ππππ ππ πππππ£ππππ πππ π πππ c. Average Overhead Per Total Contact
Average overhead per total contact adalah rata-rata perbandingan jumlah pesan yang di relay atau di copy terhadap jumlah pesan yang
d. Average Drop Per Total Contact
Average drop per total contact adalah rata-rata pesan yang di drop pada jaringan berdasarkan total contact.
Rumus 3.5.4 π΄π£πππππ π·πππ = π‘ππ‘ππ πππππππ πππ π πππ
π‘ππ‘ππ ππππ‘πππ‘
26
BAB IV
PENGUJIAN DAN ANALISA
Dalam melakukan evaluasi terhadap routing berbasis Knapsack yang dibandingkan dengan Epidemic routing dan Rapid routing pada pergerakan Bus Transjogja[10], yang akan dilakukan dengan simulasi sesuai dengan skenario yang telah dirancang pada Bab III, hasil dari report saat simulasi berlangsung akan menjadi bahan untuk dianalisa.
4.1 Perbandingan Average Percentage Delivery Per Total Contact
Gambar 4.1.1 Average Percentage Delivery Per Total Contact Pada Gambar 4.1.1, menunjukkan nilai average percentage delivery per total contact dari data pelanggaran lalu lintas dengan menggunakan Epidemic routing[2], Rapid routing[4], dan Knapsack routing. Masing-masing routing memiliki nilai persentase Epidemic routing sebesar 79.195, Rapid routing sebesar 77.803, dan Knapsack routing sebesar 83. Pada Gambar 4.1.1 Epidemic routing dengan nilai persentase maksimum 89.499 dan median 85.603, Rapid routing dengan nilai
27
persentase maksimum 89.108 dan median 84.868, dan Knapsack routing dengan nilai persentase maksimum 89.108 dan median 87.332.
Nilai average percentage delivery per total contact dari Knapsack routing lebih tinggi jika dibandingkan kedua routing lainnya. Hal tersebut dikarenakan pada Knapsack routing ketika terjadi connection up, routing tersebut memperkirakan seberapa besar kapasitas bandwidth dan memilih pesan berdasarkan nilai utility terbesar dan panjang pesan kurang dari atau sama dengan perkiraan kapasitas bandwidth sehingga dihasilkan pengiriman pesan yang optimal. Jika dibandingkan dengan Rapid routing dimana strategi pengiriman pesan hanya berdasarkan nilai marginal utility terbesar yang diurutkan secara menurun dan tidak mengirimkan pesan dengan nilai utility negatif dan Epidemic routing yang menggunakan metode random yang artinya routing tersebut dalam pengiriman pesan mempunyai prioritas yang sama untuk mereplikasi pesan secara flooding ketika dua node terkoneksi pada jaringan oportunistik.
4.2 Perbandingan Average Latency Per Total Contact
Gambar 4.2.1 Average Latency Per Total Contact
28
Pada Gambar 4.2.1, menunjukkan nilai average latency per total contact dari data pelanggaran lalu lintas dengan menggunakan Epidemic routing[2], Rapid routing[4], dan Knapsack routing. Masing-masing routing memiliki nilai Epidemic routing sebesar 1931.818, Rapid routing sebesar 1937.277, dan Knapsack routing sebesar 1059.221. Pada Gambar 4.2.1 Epidemic routing dengan nilai maksimum 2059.49 dan median 2038.57, Rapid routing dengan nilai maksimum 2069.24 dan median 2043.67, dan Knapsack routing dengan nilai maksimum 1111.26 dan median 1095.15.
Nilai average latency per total contact dari Knapsack routing lebih rendah jika dibandingkan kedua routing lainnya. Nilai latency dipengaruhi oleh pergerakan Bus Transjogja[10] yang berhenti pada terminal. Semakin lama Bus Transjogja berhenti maka latency akan semakin meningkat.
Tetapi, pada Knapsack routing diperoleh nilai average latency yang paling rendah jika dibandingkan dengan Epidemic routing dan Rapid routing. Hal tersebut dikarenakan nilai utility pada knapsack routing berasal dari marginal utility menggunakan metrik minimizing average delay yang bertujuan untuk meminimalkan rata-rata delay pada routing dan dengan adanya metode dropping yang digunakan oleh knapsack routing yang akan melakukan drop satu atau beberapa pesan sekaligus jika nilai utility pesan bernilai negatif atau pesan tidak termasuk kedalam solusi optimal dari perhitungan Knapsack problem 0-1 ketika buffer overflow.
Jika dibandingkan dengan Rapid routing dengan nilai utility yang diperoleh dari metrik yang sama yaitu metrik minimizing average delay tetapi dengan strategi droping pesan yang berbeda dimana pada routing ini hanya akan melakukan drop pesan dengan marginal utility terendah hingga terdapat ruang yang cukup untuk pesan yang diterima ketika buffer overflow dan tidak melakukan drop kesemua pesan yang memiliki nilai utility negatif sehingga hal tersebut yang mengakibatkan rata-rata delay pada routing ini cukup tinggi karena pesan dengan nilai utility negatif tersebut akan lebih lama berada di jaringan. Jika dibandingkan dengan Epidemic routing
29
dimana nilai rata-rata delay pada routing tersebut paling tinggi, hal tersebut dikarenakan pesan yang berada dijaringan lebih lama dan tidak adanya metode untuk memanajemen delay pesan pada Epidemic routing.
4.3 Perbandingan Average Overhead Per Total Contact
Gambar 4.3.1 Average Overhead Per Total Contact
Pada Gambar 4.3.1, menunjukkan nilai average overhead per total contact dari data pelanggaran lalu lintas dengan menggunakan Epidemic routing[2], Rapid routing[4], dan Knapsack routing. Masing-masing routing memiliki nilai Epidemic routing sebesar 156.997, Rapid routing sebesar 116.610, dan Knapsack routing sebesar 224.669. Pada Gambar 4.3.1 Epidemic routing dengan nilai maksimum 325.25 dan median 159.416, Rapid routing dengan nilai maksimum 187 dan median 118.944, dan Knapsack routing dengan nilai maksimum 252.365 dan median 243.478.
Nilai average overhead per total contact dari Knapsack routing lebih tinggi jika dibandingkan kedua routing lainnya. Hal tersebut dikarenakan pada Knapsack routing jika buffer overflow maka node akan melakukan dropping dari satu hingga beberapa pesan sekaligus yang tidak
30
termasuk kedalam strategi optimal, hal itu mengakibatkan bila node tersebut bertemu dengan node lain yang mempunyai pesan yang di drop sebelumnya dengan nilai utility yang terbaru maka node tersebut akan mereplikasi pesan tersebut yang akibatnya akan menambah jumlah copy dari pesan tersebut sehingga miningkatkan overhead di jaringan.
Berbeda halnya dengan Rapid routing yang mana pada routing tersebut terdapat pencatatan dan pertukaran informasi ketika connection up mengenai id pesan yang sudah sampai ditujuan, dari pertukaran informasi tersebut membuat pengetahuan global di jaringan sehingga node bisa mengetahui bahwa pesan dengan id tersebut sudah sampai ke tujuan dan dengan begitu node tidak akan mereplikasi pesan tersebut dan akan melakukan dropping berdasarkan id pesan yang tercatat dari penyebaran informasi tersebut. Hal tersebut mengakibatkan overhead pada jaringan menjadi rendah. Epidemic routing rata-rata overhead cukup tinggi hal tersebut dikarenakan pada routing ini menggunakan mekanisme pengiriman pesan secara flooding.
4.4 Perbandingan Average Drop Per Total Contact
Gambar 4.4.1 Average Drop Per Total Contact
31
Pada Gambar 4.4.1, menunjukkan nilai average overhead per total contact dari data pelanggaran lalu lintas dengan menggunakan Epidemic routing[2], Rapid routing[4], dan Knapsack routing. Masing-masing routing memiliki nilai Epidemic routing sebesar 267570.047, Rapid routing sebesar 197926.491, dan knapsack sebesar 421176.329. Pada Gambar 4.4.1 Epidemic routing dengan nilai maksimum 560572 dan median 265704, Rapid routing dengan nilai maksimum 417626 dan median 194664, dan knapsack dengan nilai maksimum 889936 dan median 421527.
Nilai average drop per total contact dari Knapsack routing lebih tinggi jika dibandingkan kedua routing lainnya. Hal tersebut dikarenakan pada Knapsack routing dengan nilai utility yang selalu update ketika connection up dan dengan adanya metode dropping pesan berdasarkan Knapsack problem 0-1 dimana ketika buffer overflow maka routing akan melakukan dropping satu hingga beberapa pesan sekaligus yang tidak termasuk solusi optimal dari perhitungan Knapsack yang berdasarkan nilai utility dan panjang pesan dengan batasan kapasitas buffer yang dimiliki node.
Pada Rapid routing menunjukkan nilai average drop per total contact yang rendah hal tersebut dikarenakan adanya pencatatan dan penyebaran pengetahuan global tentang id pesan-pesan yang sudah sampai pada node tujuan yang dipertukarkan ketika terjadi connection up dan node akan melakukan dropping pesan berdasarkan id pesan yang diperoleh dari pengetahuan global yang kemudian dicek pada buffer, jika terdapat id pesan yang sama maka Rapid routing akan melakukan dropping pesan berdasarkan id pesan tersebut. Epidemic routing menunjukkan nilai yang cukup tinggi dan routing tersebut menggunakan metode dropping pesan menggunakan FIFO[11].
32 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Setelah melakukan pengujian dan analisis pada hasil simulai, kesimpulan yang didapat adalah unjuk kerja strategi manajemen bandwidth dan buffer dengan metode Knapsack problem 0-1 dengan pendekatan Dynamic programming dengan menggunakan model pergerakan Bus Transjogja pada The ONE Simulator menunjukkan hasil bahwa Knapsack routing lebih optimal terutama pada jumlah rata delay dan jumlah rata-rata percentage message delivered dan kurang optimal pada jumlah rata-rata-rata-rata overhead serta jumlah rata-rata pesan yang di drop pada penyebaran data pelanggaran lalu lintas pada jaringan oportunistik.
5.2 Saran
Pada penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengoptimalkan terutama pada jumlah rata-rata overhead dan jumlah rata-rata pesan yang di drop dalam penyebaran data pelanggaran lalu lintas pada jaringan oportunistik dengan menggunakan metode drop Rapid routing.
33
DAFTAR PUSTAKA
[1] N. Kaur and G. Mathur, βOpportunistic Networksβ―: A Review Navneet Kaur , And Gauri Mathur ,β vol. 18, no. 2, pp. 20β26, 2016, doi: 10.9790/0661-1802032026.
[2] R. Schiessel, M. Starlinger, M. Rotter, J. Funovics, and K. Dinstl, β[Whole gut irrigation for large bowel preparation (authorβs transl)].,β Langenbecks Arch. Chir., vol. 344, no. 4, pp. 265β9, 1978, [Online]. Available:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/306010.
[3] K. D. KW, M. Fadhli, and C. Sutanto, βPenyelesaian Knapsack Problem Menggunakan Algoritma Genetika,β Semin. Nas. Inform. 2010 (semnasIF 2010), vol. 1, no. 4, pp. 28β33, 2010.
[4] A. Balasubramanian, B. N. Levine, and A. Venkataramani, βDTN routing as a resource allocation problem,β Comput. Commun. Rev., vol. 37, no. 4, pp.
373β384, 2007, doi: 10.1145/1282427.1282422.
[5] T. K. Problem, βLecture 13: The Knapsack Problem,β pp. 1β17, 2014.
[6] M. Hristakeva and D. Shrestha, βDifferent Approaches to Solve the 0/1 Knapsack Problem,β Retrieved Novemb., pp. 0β14, 2004, [Online].
Available:
http://www.webpages.uidaho.edu/~stevel/565/literature/Different Approaches to Solve the 0 1 Knapsack Problem.pdf.
[7] F. Li and J. Wu, βLocalCom: A community-based epidemic forwarding scheme in disruption-tolerant networks,β 2009 6th Annu. IEEE Commun.
Soc. Conf. Sensor, Mesh Ad Hoc Commun. Networks, SECON 2009, 2009, doi: 10.1109/SAHCN.2009.5168942.
[8] E. Wang, Y. Yang, and J. Wu, βA Knapsack-based buffer management strategy for delay-tolerant networks,β J. Parallel Distrib. Comput., vol. 86, pp. 1β15, 2015, doi: 10.1016/j.jpdc.2015.07.008.
[9] A. KerΓ€nen, J. Ott, and T. KΓ€rkkΓ€inen, βThe ONE simulator for DTN protocol evaluation,β 2009, doi: 10.4108/ICST.SIMUTOOLS2009.5674.
[10] U. Mendapat, G. Sarjana, P. S. Informatika, and W. T. Wicaksana,
34
βPemodelan pergerakan bus transjogja menggunakan modifikasi map route movement (kasus: pengumpulan data pelanggaran lalu lintas dan polusi udara),β 2020.
[11] S. Jain and M. Chawla, βSurvey of buffer management policies for delay tolerant networks,β J. Eng., vol. 2014, no. 3, pp. 117β123, 2014, doi:
10.1049/joe.2014.0067.
35
LAMPIRAN
Class Rapid routingKnapsackBusTjRouter
36
37
38
39
40 Class MessageEventBusTj
Class MessageCreateEventBusTj
41 Class MessageEventGeneratorBusTJ
42
43