• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Landasan Teori

2.2.3 Sinonim dan Relasi Sinonim

Sinonim merupakan salah satu relasi makna yang terdapat dalam semantik. “sinonim adalah hubungan dalam semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satu ujaran dengan satu ujaran lainnya.”(Chaer 2003:297). Misalnya antara kata hamil dengan frase duduk perut, antara kata betul dengan benar, dsb.

Relasi sinonim ini bersifat dua arah maksudnya apabila suatu ujaran A bersinonim dengan ujaran B, maka ujaran B itu bersinonim dengan ujaran A . Secara konkret kalau kata betul bersinonim dengan kata benar, maka kata benar itupun bersinonim dengan kata betul yang sama tapi berbeda dalam nilai rasa. Atau secara singkat, sinonim adalah kata-kata yang mempunyai denotasi sama tapi berbeda konotasi

Sinonim bisa terjadi antara lain, sebagai akibat adanya:

a. Perbedaan dialek sosial, seperti kata istri bersinonim dengan kata bini. Tetap kata istri digunakan dalam kalangan atas sedangkan bini dalam kalangan bawahan.

b. Perbedaan dialek regional, seperti kata handuk, bersinonim dengan kata tuala; tetapi kata tuala hanya dikenal di beberapa daerah di Indonesia timur saja. c. Perbedaan dialek temporal, seperti kata hulubalang bersinonim dengan kata

komandan; tetapi kata hulubalang hanya cocok digunakan dalam suasana klasik saja.

d. Perbedaan ragam bahasa sehubungan dengan bidang kegiatan kehidupan, seperti kata menggubah bersinonim dengan kata menempa tetapi kata mengubah dilakukan dalam arti membuat karya seni sedangkan menempa dalam arti membuat barang logam.

e. Pengaruh bahasa daerah atau bahasa asing lain, seperti kata akbar dan kolosan yang bersinonim dengan kata besar. Kata auditorium dan aula yang bersinonim dengan kata bangsal dan pendopo.

Untuk dapat menggunakan salah satu kata yang bersinonim dengan tepat, pertama-tama kita harus memastikan dulu konteks wacana yang dimaksudkan, memahami dengan baik konsep makna kata yang dipilih dengan memperhatikan perbedaan yang terdapat dalam menggunakan bahasa, seperti adanya dialek sosial, dialek regional, dialek temporal, ragam bidang kegiatan, dan sebagainnya. Kata aku, saya, dan hamba, misalnya, adalah kata-kata yang bersinonim. Tetapi kata aku hanya cocok digunakan dalam ragam akbar, kata saya dalam ragam resmi atau netral, dan kata hamba hanya dalam ragam klasik atau arkais.

Ada lima cara yang dapat digunakan dalam menentukan kemungkinan adanya sinonim. Kelima cara yang dimaksud adalah :

1. Seperangkat sinonim itu mungkin saja merupakan kata-kata yang digunakan dalam dialek yang berbeda. Kata pena dan rika dalam bahasa jawa dialek

Surabaya memiliki terjemahan kedalam bahasa Indonesia yang persis sama dengan koen atau kowe dalam bahasa Jawa dialek Malang. Begitu juga kata cacak dan kakang memiliki terjemahan yang persis sama, yakni “kakak”. Akan tetapi, apabila dalam setiap dialek masing-masing kata tersebut memiliki makna dasar berbeda-beda, kata-kata tersebut tidak dapat ditentukan sebagai sinonim.

2. Sebuah kata yang semula dianggap memiliki kemiripan atau kesamaan makna, setelah berada dalam berbagai pemakaian ada kemungkinan membuahkan makna yang berbeda-beda. Kata bisa dan dapat, misalnya, meskipun secara leksikal merupakan sinonim, dalam konteks pemakaian Saya nanti bisa datang dan Saya nanti dapat datang tetap pula dapat dianggap sinonim. Sewaktu dalam konteks pemakaian Bisa ular itu berbahaya, kedua kata tersebut tidak dapat lagi disebut sinonim.

3. Suatu kata, apabila ditinjau berdasarkan makna kognitif, makna emotif, maupun makna evaluatif, mungkin saja akhirnya menunjukan adanya karakteristik tersendiri meskipun dalam pemakaian sehari-hari semua dianggap memiliki kesinoniman dengan kata lain. Bentuk demikian misalnya dapat ditemukan dalam pasangan kata ilmu dan pengetahuan, mengamati dan meneliti, serta antara mengusap dengan membelai. Apabila hal itu terjadi, maka kata-kata yang semula dianggap sinonim itu harus dianggap sebagai kata yang berdiri sendiri.

4. Suatu kata yang semula memiliki kolokasi sangat ketat, misalnya antara kopi dengan minuman, kuncup dengan kembang, maupun pohon dengan batang, sering kali dipakai secara tumpang tindih karena masing-masing dianggap

memiliki kesinoniman. Hal itu tentu saja tidak benar karena masing-masing kata tersebut jelas masih memiliki ciri makna sendiri-sendiri. Sebab itu, pemakaian yang tumpang tindih dapat mengakibatkan adanya salah pengertian.

5. Akibat kurang mengerti terhadap nilai makna suatu kata maupun kelompok kata, sering kali bentuk kebahasaan yang berbeda-beda begitu saja dianggap sinonim, misalnya antara bentuk kembali kepangkuan ilahi dengan meninggalkan dunia kehidupan, antara merencanakan dengan menginginkan serta antara gambaran dengan bayangan.

Palmer (1976:60-63) mengemukakan 5 kemungkinan perbedaan pada sinonimi. Kelima perbedaan itu yalah :

1. Perbedaan karna dialek atau kebiasaan setempat, misalnya bentuk fall yang digunakan di Amerika Serikat, sedangkan Inggris digunakan kata autum yang bermakna musim gugur. Dalam dialek Jakarta terdapat bentuk gue, kita untuk dialek Manado, dan saya untuk bahasa Indonesia.

2. Perbedaan pada pemakaian, misalnya kata mati dan meninggal.Kata mati digunakan untuk hewan dan tumbuhan seperti yang terdapat pada kalimat, “ Bunga itu mati karena tidak disiram.” Kata meninggal biasanya hanya digunakan untuk manusia, misalnya dalam kalimat “ Bapak Ali itu sudah meninggal dunia.’’

3. Perbedaan pada nilai kata, misalnya kata memohon nilainnya lebih halus daripada kata meminta; kata bersantap lebih baik daripada kata makan.

4. Perbedaan berdasarkan kolokial tidaknya kata, misalnya kata ana dan kata saya.

5. Perbedaan karena hiponim, misalnya kata sapi merupakan hiponim kata binatang.

Sinonim juga dapat berupa sesuatu yang dikabarkan atau diinformasikan, baik melalui jalan orasi, pidato ataupun pengkabaran karena bentuk kalimat mythical (ajaib) yang memudahkan para orator menyampaikan kesan dan pesannya kepada orang banyak.

1. Sinonim dalam kata benda. Contohnya kalimat “ Dia adalah banteng pemberani yang bersedia mati demi bangsanya”. Dalam kalimat ini “banteng” disinonimkan dengan manusia seperti “prajurit” atau “pahlawan”.

2. Sinonim dalam kata kerja yang dicontohkan dalam kalimat berikut. “Mereka telah merobek-robek kedaulatan kita”. Dalam pidato tersebut “merobek-robek kedaulatan” disinonimkan dengan “melukai harga diri suatu kelompok”.

3. Sinonim dalam kata sifat, misalnya dengan kalimat “Dia itu orangnya centang perenang”. Kata “centang perenang” tersebut disinonimkan sebagai “terlalu santai” (Chaer, 2006).

Dokumen terkait