• Tidak ada hasil yang ditemukan

3 METODELOGI PENELITIAN

4.3 Sintas Cronobacter sp YRc3a dalam Susu Skim Selama Pengeringan

4.3.2 Sintas Cronobacter sp YRc3a dalam Susu Skim Saat Rekonstitus

Penurunan logaritma Cronobacter sp.YRc3a dalam susu skim yang belum mengalami proses pengeringan semprot saat direkonstitusi menggunakan suhu 50 °C lebih tinggi (rata-rata 0,64 log CFU/ml) dibandingkan Cronobacter sp. YRc3a dalam susu skim yang telah mengalami proses pengeringan semprot(rata-rata 0,35 log CFU/ml). Sintas Cronobacter sp. saat direkonstitusi, yaitu saat sebelum dan sesudah mengalami pengeringan semprotdapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Sintas Cronobacter sp. YRc3a selama rekonstitusi di dalam susu skim sebelum dan setelah pengeringan semprot

0.64 0.35 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 1 2 3 L o g Reduk si 1 0 ( cf u/m l) Kondisi Isolat

Pada penelitian ini jumlah awal Cronobacter sp. dalam susu skim yang direkonstitusi sebelum dan sesudah pengeringan semprot berbeda. Jumlah awal Cronobacter sp. dalam susu skim yang direkonstitusi sebelum pengeringan semprot berkisar 108 CFU/ml, sedangkan setelah pengeringan berkisar 104 CFU/ml. Perbedaan jumlah sel yang diinokulasikan ini mungkin berpengaruh terhadap kemampuan protein dari susu skim melindungi sel dan jumlah sel yang terpapar suhu rekonstitusi 50 °C. Hasil uji lanjut berganda Duncan (DMRT) menunjukkan bahwa penurunan logaritma Cronobacter sp. sebelum dan sesudah pengeringan semprot saat rekonstitusi berbeda nyata (α<0,05). Perhitungan statistik selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 10. Data lengkap hasil perhitungan log reduksi saat rekonstitusi sebelum dan sesudah pengeringan semprot dapat dilihat pada Lampiran 4.

Susu skim bubuk hasil pengeringan semprot pada penelitian ini memiliki rata-rata kadar air awal 3,26% dengan aktivitas air (aw) 0,32. Secara umum

ketahanan bakteri terhadap panas akan meningkat dengan menurunnya aktivitas air (aw), sel E. sakazakii memiliki ketahanan panas paling tinggi pada kondisi pH

netral dan aw rendah. Log reduksi yang lebih kecil (ketahanan terhadap suhu 50 °C

meningkat) setelah isolat mengalami proses pengeringan semprot dapat terjadi karena sel E. sakazakii yang telah terpapar proses panas dan mengalami kerusakan subletal (sublethal injury) akan menginduksi terjadinya mekanisme perlindungan terhadap panas dalam sel. Salah satu cara untuk menstabilkan kondisi membran phospolipid, sel akan mengakumulasi komponen gula non reduksi trehalosa yang berpengaruh pada peningkatan ketahanan panas sel Cronobacter spp. (Arroyo et al. 2009).

Hasil penelitian Chang et al. (2009) menunjukkan bahwa perlakuan heat shock pada suhu 47 °C selama 15 menit dapat meningkatkan ketahanan panas E. sakazakii selama proses pengeringan semprot. Menurut Shebuskhi et al. (2000) secara umum organisme akan mensintetis berbagai jenis stres protein saat terpapar kondisi stres sehingga dapat melindungi selnya. Salah satu yang dilakukan oleh sel adalah dengan memproduksi heat shock protein (Hsps) untuk mencegah kerusakan sel akibat denaturasi protein, sehingga sel menjadi lebih tahan terhadap perlakuan panas atau peningkatan suhu (Arroyo et al. 2009; Wong et al. 2010).

4.4Sintas Cronobacter sp. YRc3a dalam Susu Skim selama Penyimpanan pada RH Berbeda

Gambar 6 menunjukkan perubahan aktivitas air (aw) dan kadar air susu

bubuk skim terkontaminasi Cronobacter sp. YRc3a selama 12 minggu penyimpanan. Produk hasil pengeringan semprot mempunyai sifat yang sangat higroskopis sehingga mudah menyerap air ataupun uap air dari lingkungan sekitarnya. Susu bubuk skim hasil pengeringan semprot yang disimpan ini memiliki rata-rata kadar air awal 3,26 % dengan aw 0,32.

Gambar 6 Perubahan aktivitas air (aw) dan kadar air susu skim bubuk selama

penyimpanan RH 50% , RH 70% , dan RH 90%

Aktivitas air susu skim bubuk telah mencapai atau mendekati aw

kesetimbangan setelah penyimpanan lebih dari 2 minggu. Berdasarkan hasil uji ANOVA dan uji lanjut berganda Duncan (DMRT), aw susu skim bubuk dengan

variasi RH penyimpanan berbeda nyata (α<0,05), namun lama penyimpanan tidak

mempengaruhi aw susu skim bubuk yang disimpan pada kondisi RH yang sama.

Data perhitungan statistik selengkapnya dapat dilihat di Lampiran 12.

Penggunaan suhu outlet pada proses pengeringan semprot akan mempengaruhi kadar air dari produk pangan kering yang dihasilkan, pengeringan semprot dengan suhu outlet 80 °C, akan menghasilkan produk dengan kadar air berkisar 4% (Ananta 2005). Saat produk kering disimpan ke dalam desikator yang memiliki kelembaban relatif lebih tinggi (RH 50%, 70%, dan 90%), produk pangan tersebut akan berangsur-angsur menyerap air dari lingkungan hingga kondisi kesetimbangan dengan lingkungannya tercapai, yaitu pada saat aw pangan

0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Ak tiv ita s Air (Aw ) Minggu Ke- 0 10 20 30 40 50 60 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 K a d a r Ai r (% ) Minggu Ke-

sama dengan lingkungan (ERH/100) desikator atau tidak lagi terjadi migrasi air dari atau ke pangan (Kusnandar, 2009).

Kadar air pangan terukur yang telah mengalami kesetimbangan dalam desikator merupakan kadar air kesetimbangan. Dari Gambar 6 terlihat bahwa kadar air kesetimbangan susu skim bubuk telah tercapai pada kondisi RH 50% dan 70% setelah penyimpanan lebih dari 2 minggu. Kadar air bahan pangan mencapai kesetimbangan jika produk sudah tidak mengalami perubahan atau pengurangan bobot produk yang ditunjukkan dengan garis linier horizontal pada kurva setelah penyimpanan lebih dari 2 minggu. Sedangkan kadar air susu bubuk skim yang disimpan pada RH 90% tercapai kadar air kesetimbangan setelah periode penyimpanan lebih dari 7 minggu (rata-rata 46.69%). Hasil uji ANOVA dan uji lanjut berganda Duncan (DMRT) menunjukkan bahwa kadar air susu skim bubuk selama penyimpanan dengan variasi RH penyimpanan dan lama penyimpanan berbeda nyata (α<0,05). Data perhitungan statistik selengkapnya dapat dilihat di Lampiran 13.

Kadar air susu skim bubuk yang disimpan pada RH 90% sangat tinggi dan sulit mencapai kesetimbangan, hal ini disebabkan karena kandungan laktosa (C12H22O11) dalam susu skim yang tinggi (52%), kandungan protein (35%) dan

kandungan lemak rendah (1,17%). Selama proses pengeringan untuk menghasilkan susu bubuk, terjadi evaporasi dengan cepat sehingga laktosa tidak mengalami pengkristalan namun akan membentuk fase amorphous (gelas) yang bersifat higroskopis (Schuck and Dolivet 2001). Saat disimpan pada RH 50% akan terjadi penyerapan/peningkatan uap air dengan cepat dari lingkungan (kandungan air mencapai 7-9,5%). Namun saat ditempatkan pada RH >50%, laktosa akan berubah dari fase amorphous menjadi fase kristalin (fase kristalin terbentuk maksimal pada RH 70%), yang kemampuannya menyerap uap air menurun bahkan tidak mampu lagi menyerap air/non higroskopis. Kandungan protein yang tinggi dan kandungan lemak yang rendah pada susu skim dapat berfungsi menghambat kristalisasi (anti-crystallisation) dari laktosa dengan adanya interaksi molekular (ikatan hidrogen antara gugus polar laktosa dengan protein larut air) (Morgan et al. 2005). Saat susu skim berada pada kondisi RH > 70% (tekanan atmosfer lebih rendah) kristalisasi laktosa dapat dihambat dengan adanya protein, dan penyerapan uap air dari lingkungan akan terjadi oleh protein.

Selama 12 minggu penyimpanan pada kondisi penyimpanan RH 70%, populasi Cronobacter sp. YRc3a tidak mengalami perubahan yang signifikan sehingga dapat dikatakan Cronobacter sp. YRc3a stabil dan mampu bertahan pada RH 70%. Penurunan jumlah yang terjadi sangat rendah yaitu logaritma sebesar 0,21 log CFU/g selama 3 bulan penyimpanan. Selama 12 minggu penyimpanan pada RH 50% terjadi penurunan populasi sebesar 3,13 log CFU/g, sedangkan pada penyimpanan RH 90% terjadi penurunan yang paling tinggi yaitu sebesar 3,31 log CFU/g. Gambar 7 menunjukkan menunjukkan kurva viabilitas Cronobacter sp.YR c3a selama penyimpanan dalam berbagai RH.

Gambar 7 Kurva viabilitas Cronobacter sp. YR c3aselama penyimpanan pada RH 50% , RH 70% , dan RH 90%

Data lengkap pengamatan viabilitas Cronobacter sp. YRc3a (log CFU/g) selama penyimpanan pada berbagai RH dapat dilihat di Lampiran 14. Hasil uji ANOVA dan uji lanjut berganda Duncan (DMRT) menunjukkan bahwa viabilitas Cronobacter sp. YR c3a dalam susu skim bubuk dengan variasi RH penyimpanan dan lama penyimpanan berbeda nyata (α<0,05). Hasil perhitungan statistik selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 15.

Kondisi penyimpanan, lama penyimpanan dan perubahan aktivitas air (aw)

produk susu bubuk dimana bakteri disimpan merupakan faktor penting yang mempengaruhi viabilitas bakteri (Lievense and van’t Riet 1994). Salah satu kondisi penyimpanan yang berpengaruh adalah kelembaban relatif (RH) tempat produk susu bubuk disimpan, perubahan RH dapat menyebabkan perubahan aw

yang berpengaruh terhadap viabilitas dari Cronobacter spp. Aktivitas air (aw) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Cro n o b a cter sp . YR c3 a (lo g CFU/g ) Minggu ke-

menunjukkan banyaknya air bebas yang dapat dimanfaatkan oleh mikroba. Apabila sel bakteri terpapar dengan aw yang lebih rendah atau lebih tinggi dari aw

optimum pertumbuhannya maka sel dapat mengalami injured dan kematian sel. Selama satu minggu pertama penyimpanan terjadi penurunan populasi Cronobacter sp. YRc3a, pada penyimpanan RH 50% terjadi penurunan populasi sebesar 1,19 log CFU/g, 1,26 log CFU/g pada penyimpanan RH 70% dan 0,87 log CFU/g pada penyimpanan RH 90% dari jumlah awal populasi 5,39 log CFU/g. Pada penyimpanan satu minggu berikutnya jumlah Cronobacter sp. yang disimpan pada RH 70% mengalami kenaikan sebesar 1,45 log CFU/g, penyimpanan RH 90% terjadi kenaikan jumlah 0,60 log CFU/g, dan pada penyimpanan RH 50% terjadi penurunan jumlah Cronobacter sp. sekitar 0,46 log CFU/g. Penurunan jumlah Cronobacter sp. di semua kondisi penyimpanan dalam minggu pertama kemungkinan terjadi karena peningkatan aw dan kadar air yang cukup tajam

(Gambar 6). Aktivitas air susu skim bubuk yang disimpan pada RH 50% meningkat menjadi 0,49, pada RH 70% menjadi 0,68 dan pada RH 90% menjadi 0,80. Menurut Day et al. (2009) secara umum bakteri menunjukkan penurunan jumlah sel hidup lebih cepat saat terjadi peningkatan aktivitas air. Peningkatan aw

yang drastis menyebabkan sel Cronobacter sp. mengalami rehidrasi dengan cepat, air dari lingkungan mulai masuk kedalam sitoplasma karena sitoplasma lebih pekat/tekanan osmosis lebih tinggi (akibat penumpukan solut saat terpapar kondisi kering) sehingga terjadi peningkatan tekanan turgor dalam sel yang menyebabkan kebocoran sel. Fenomena yang dialami oleh bakteri ini biasa disebut dengan hypoosmotic shock. Menurut Brown (1996) meningkatnya kelembaban sekitar sel kering secara drastis merupakan gangguan fisik terhadap permeabilitas dinding sel. Dalam hal ini dapat menyebabkan perpindahan air pada fase transisi lemak lapis ganda (lipid bilayer) pada membran sel, sehingga terjadi perubahan membran.

Penurunan jumlah sel Cronobacter sp. YRc3a yang terjadi pada minggu pertama, selain karena peningkatan kelembaban sekitar sel kering yang terjadi secara drastis, juga dipengaruhi oleh kondisi sel Cronobacter sp. yang sebagian telah mengalami injured atau stres akibat perlakuan pengeringan semprot. Perubahan permeabilitas membran sel dapat menyebabkan berdifusinya air dan bahan-bahan terlarut secara bebas melalui selaput membran sehingga mikroba

mengalami lisis atau kebocoran yang dapat mengganggu aktivitas mikrostrukstur sehingga sel dapat mengalami kematian. Studi yang dilakukan oleh Mattick et al. (2001) tentang rehidrasi sel S. cereviceae yang dikeringkan (aw=0,12-0,46)

menunjukkan bahwa rehidrasi cepat dapat meningkatkan jumlah sel yang injured dan mati karena lisis atau kebocoran sel. Jika rehidrasi dilakukan secara bertahap, akan membantu meningkatkan viabilitas sel, karena sel akan beradaptasi dan terjadi recovery sel. Metode rehidrasi secara bertahap ini sesuai untuk sel yang sensitif dari pada sel yang tahan, karena dapat menurunkan jumlah sel yang mengalami stres osmosis. Kurva survival laju penurunan/pertumbuhan jumlah mikroba dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Kurva survival penurunan/pertumbuhan Cronobacter sp. YR c3a selama penyimpanan pada RH 50% , RH 70% , dan RH 90%

Untuk mengetahui ketahanan Cronobacter sp. selama penyimpanan pada RH berbeda dapat ditunjukkan dengan nilai K. Nilai K didefinisikan sebagai waktu (dalam minggu) yang dibutuhkan untuk menurunkan/menaikkan jumlah Cronobacter sp. YRc3a sebesar 1 siklus log. Nilai K (1/slope) diperoleh dari slope kurva (y= -kt/2,303), slope tersebut menunjukkan laju peningkatan/penurunan jumlah mikroba selama penyimpanan yang diperoleh dari persamaan dibawah ini :

Laju penurunan/kenaikan jumlah Cronobacter sp. selama penyimpanan pada RH berbeda dipengaruhi oleh aktivitas air (aw) susu skim, karena aw

setimbang dari susu skim tercapai setelah lebih dari 2 minggu penyimpanan, maka

y = -0.031x y = 0.001x y = -0.045x -0.45 -0.35 -0.25 -0.15 -0.05 0.05 L o g ( N t/ N o ) Minggu ke-

jumlah mikroba awal (No) pada kurva survival (Gambar 8) dibuat berdasarkan jumlah mikroba pada minggu ke 2. Hasil perhitungan nilai K Cronobacter sp. YRc3a selama 3 bulan penyimpanan pada RH berbeda dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Nilai K Cronobacter sp. YRc3a selama 3 bulan penyimpanan pada RH berbeda RH (%) Slope (-k/2,303)* Nilai K=1/slope (minggu) 50 -0,031 32,258 70 0,001 1000 90 -0,045 22,222

*) slope positif : menunjukkan kurva peningkatan/pertumbuhan Cronobacter sp. slope negatif : menunjukkan kurva penurunan/kematian Cronobacter sp.

Slope (y= -kt/-2,303) pada penyimpanan RH 70% menunjukkan laju peningkatan/pertumbuhan Cronobcter sp. YRc3a, jumlah Cronobacter sp. YRc3a relatif stabil pada kondisi penyimpanan pada RH 70%. Slope kurva pada penyimpanan RH 50% dan RH 90% menunjukkan penurunan/kematian Cronobacter sp. YR c3a. Nilai K pada penyimpanan RH 90% lebih kecil dibandingkan nilai K pada penyimpanan dengan RH 50%, hal ini menunjukkan bahwa populasi Cronobacter sp. YRc3a selama penyimpanan mengalami penurunan paling besar dan lebih cepat pada penyimpanan RH 90% .

Penyimpanan susu skim bubuk pada RH 50% selama 12 minggu menyebabkan penurunkan jumlah Cronobacter sp. YRc3a sebesar 3,15 log CFU/g. Kondisi aw 0,12-0,46 adalah kondisi yang sesuai untuk pemeliharaan

kelangsungan hidup sel pada kondisi kering karena aktivitas seluler berhenti. Pada aw rendah, kondisi air di dalam sel terikat sangat kuat dan tidak digunakan untuk

aktivitas metabolisme (Mattick et al. 2001). Pada penyimpanan RH 50% ini aw

kesetimbangan susu skim bubuk 0,50 dengan kadar air kesetimbangan 7,06%, aw

susu skim bubuk pada penelitian ini sedikit lebih besar dari 0,46, tipe air pada kondisi ini adalah air adsorbsi atau air permukaan, hanya sedikit air bebas yang dapat dimanfaatkan oleh mikroorganisme. Kandungan air bebas ini akan merangsang bakteri untuk tumbuh dan melakukan aktivitas selulernya, namun kandungan air bebas ini tidak cukup untuk mendukung pertumbuhan Cronobacter spp. Hal ini dikarenakan sebelum Cronobacter sp. melakukan metabolisme untuk

pertumbuhannya, bakteri terlebih dahulu melakukan resusitasi untuk memperbaiki kerusakan sel, proses ini membutuhkan energi dan nutrisi yang cukup besar, karena nutrisi dan air bebas yang diperlukan untuk tumbuh tidak tersedia maka pertumbuhan bakteri menjadi terhambat dan bisa mengalami kematian.

Populasi Cronobacter sp. YRc3a pada susu skim bubuk yang disimpanpada RH 70% selama 12 minggu relatif stabil, dimana jumlah sel tidak mengalami perubahan yang signifikan (rata-rata populasi Cronobacter sp. 5,56 log CFU/g). Hal ini menunjukkan bahwa sel Cronobacter sp. memiliki ketahanan yang tinggi pada kondisi aw kesetimbangan 0,72 dengan kadar air kesetimbangan 15,07%..

Tipe air pada susu skim pada kondisi ini adalah air bebas (Stencl 1999), yang tidak terlalu hipotonik sehingga bisa dimanfaatkan dan tidak berbahaya bagi mikroorganisme. Pada kondisi ini Cronobacter sp. YRc3a mungkin memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan kondisi lingkungannya, yaitu mampu menjaga keseimbangan tekanan osmosis didalam dan diluar sel, sehingga aktivitas seluler tetap berlangsung tanpa sel mengalami lisis atau kebocoran. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Puspawati (2008), dimana kultur Lactobacillus rhamnosus R21 kering hasil freeze dried memiliki ketahanan yang tinggi saat disimpan pada kondisi RH 75% dengan kadar air yang berkisar 15,14%. RH daerah tropis yang lembab pada suhu ± 28 °C berkisar 70% (Prianto 2002), Cronobacter spp. yang mengkontaminasi susu bubuk apabila disimpan pada kondisi ini kemungkinan mampu bertahan dengan baik dan populasi sel cenderung dapat meningkat.

Penyimpanan susu skim bubuk pada RH 90% selama 12 minggu menyebabkan penurunan jumlah Cronobacter sp. yang paling tinggi, yaitu sebesar 3,31 log CFU/g. Namun bentuk kurva penurunan jumlah sel Cronobacter sp. yang disimpan pada RH 90% berbeda dengan yang disimpan pada RH 50%. Pada RH 50% terjadi penurunan jumlah sel Cronobacter sp. pada setiap minggunya, sedangkan penyimpanan RH 90% terjadi peningkatan jumlah sel pada minggu kedua, pada minggu selanjutnya jumlah sel relatif stabil dan mulai terjadi penurunan jumlah sel pada minggu ke 6. Perbedaan ini dipengaruhi oleh tingginya aw susu skim bubuk pada RH 90% rata-rata 0,85 dengan kadar air kesetimbangan

46,69%. Kandungan air bebas yang lebih tinggi menyebabkan sel Cronobacter sp. mampu melakukan resusitasi sel sekaligus aktivitas metabolisme dalam sel,

sehingga jumlah sel yang dorman akan berkurang dan sel yang hidup semakin meningkat. Peningkatan jumlah air bebas pada minggu pertama menyebabkan sel mengalami hypoosmotic shock, untuk dapat bertahan pada kondisi ini sel akan mengeluarkan compatible solute (trehalosa, prolin, betain, dan lain-lain) dari sitoplasma ke luar sel untuk menurunkan dan menyeimbangkan tekanan osmosis didalam dan diluar sel. Mekanisme ini membutuhkan energi yang tinggi, jika terjadi terus menerus sel akan kehabisan ATP dan sel mengalami kematian (Moat et al. 2002). Dari kurva perubahan kadar air (Gambar 7) terlihat terjadi peningkatan kadar air secara terus menerus sampai minggu ke 7, kandungan air ini merupakan air bebas yang dapat dimanfaatkan oleh mikroorganisme, hal inilah yang menyebabkan jumlah Cronobacter sp. YRc3a selama 6 minggu penyimpanan relatif stabil. Pada saat kadar air susu skim bubuk mulai setimbang (minggu ke 7) terlihat mulai terjadi penurunan jumlah sel Cronobacter sp., hal ini terjadi saat nutrisi didalam medium sudah habis dan energi cadangan di dalam sel sudah habis, jumlah sel yang mati semakin lama akan semakin banyak.

Caubilla-Barron dan Forsythe (2007) melaporkan bahwa jumlah E. sakazakii dalam susu formula bubuk (aw 0,50) terdeteksi < dari 1 log CFU/g

setelah 4-9 bulan penyimpanan pada suhu 30°C. Sedangkan jumlah E. sakazakii pada susu formula bubuk (aw 0,72) terdeteksi < dari 1 log CFU/g setelah 24 bulan

penyimpanan, serta pada susu formula bubuk (aw 0,86) setelah 4 bulan

penyimpanan pada suhu 30°C. Penurunan populasi E. sakazakii yang juga dilaporkan oleh Edelson-Mammel et al. (2005) dengan populasi awal 6 log CFU/g dalam susu formula bubuk (aw 0.14-0.27) adalah sebesar 2,4 log CFU/g pada

penyimpanan suhu 20-22 °C selama 150 hari, selanjutnya terjadi kembali penurunan 1 siklus log setelah penyimpanan 534 hari. Penurunan logaritma selama penyimpanan kering dalam susu skim bubuk pada penelitian ini sedikit lebih besar jika dibandingkan dengan penelitian lainnya, perbedaan ini disebabkan karena kondisi aw pada penelitian tersebut lebih rendah yaitu berkisar 0,1-0,3,

pada penelitian ini kisaran aw adalah 0,3-0,9. E. sakazakii memiliki kemampuan

bertahan pada kondisi kekeringan (aw 0,23) dengan mengakumulasi komponen

trehalosa, pada kondisi kekeringan jumlah trehalosa E. sakazakii dalam sel meningkat 5 kali lipat. Trehalosa merupakan komponen polar mudah larut, dapat

menstabilkan protein dan membran selama pengeringan serta saat terjadi perubahan tekanan osmosis (Breeuwer et al. 2003). Menurut Lin and Beuchat (2007) serta Gurtler dan Beuchat (2007) Cronobacter spp. memiliki ketahanan lebih besar pada pada kondisi aw rendah (0.25 – 0.30) dibandingkan pada kondisi

aw tinggi (0.40-0.50). Selain itu Cronobacter spp. juga mampu bertahan pada

sereal bayi yang disimpan pada suhu 4°C selama lebih dari 12 bulan pada aw

rendah (0,30 – 0,69), namun viabilitasnya akan menurun dengan meningkatnya aw

menjadi 0,82-0,83.

4.5 Sintas Cronobacter sp.YRc3a dalam Susu Skim Saat Rekonstitusi Setelah Penyimpanan Pada RH Berbeda

Gambar 9 menunjukkan kurva sintas Cronobacter sp. YRc3a saat direkonstitusi menggunakan air steril bersuhu 27 °C. Ketahanan Cronobacter sp. YRc3a saat direkonstitusi menggunakan air steril bersuhu 27 °C ditunjukkan dengan nilai K (1/slope) yang diperoleh dari slope kurva (y= -kt/2,303). Nilai K merupakan waktu (dalam minggu) yang dibutuhkan untuk meningkatkan/menurunkan jumlah Cronobacter sp. sebesar 1 siklus log.

Gambar 9 Sintas Cronobacter sp. YR c3a saat rekonstitusi suhu 27 °C selama penyimpanan pada RH 50% RH 70% , dan RH 90%

Laju penurunan/kenaikan jumlah Cronobacter sp. selama penyimpanan pada RH berbeda dipengaruhi oleh aktivitas air (aw) susu skim, karena aw

setimbang dari susu skim tercapai setelah lebih dari 2 minggu penyimpanan, maka jumlah mikroba awal (No) pada kurva survival dibuat berdasarkan jumlah

0 1 2 3 4 5 6 7 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Cro n o b a ct er sp . YRc3 a (l o g CF U/ m l) Minggu ke- y = -0.044x y = 0.002x y = -0.068x -0.70 -0.60 -0.50 -0.40 -0.30 -0.20 -0.10 0.00 Lo g Nt/No Minggu ke-

mikroba pada minggu ke 2. Slope pada penyimpanan RH 70% menunjukkan laju kenaikan/pertumbuhan Cronobacter sp., dimana Cronobacter sp. YRc3a yang disimpan pada RH 70% memiliki sintas paling tinggi saat direkonstitusi menggunakan air suhu 27 °C. Slope pada kurva survival penyimpanan RH 50% dan RH 90% menunjukkan laju penurunan/kematian Cronobacter sp. YR c3a. Nilai K pada penyimpanan RH 90% lebih kecil dibandingkan nilai K pada penyimpanan dengan RH 50%, hal ini menunjukkan bahwa populasi Cronobacter sp. YRc3a setelah penyimpanan pada RH 90% saat rekonstitusi suhu 27 °C mengalami penurunan lebih besar dan paling cepat. Hasil perhitungan nilai K Cronobacter sp. YRc3a setelah 3 bulan penyimpanan pada RH berbeda dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Nilai K Cronobacter sp. YRc3a setelah 3 bulan penyimpanan pada RH berbeda saat rekonstitusi menggunakan air steril suhu 27 °C

RH (%) Slope (-k/2,303)* Nilai K=1/slope (minggu) 50% -0,044 22,727 70% 0,002 500 90% -0,068 14,706

*) slope positif : menunjukkan kurva peningkatan/pertumbuhan Cronobacter sp. slope negatif : menunjukkan kurva penurunan/kematian Cronobacter sp.

Nilai K Cronobacter sp. YRc3a yang disimpan pada RH 50%, 70%, dan 90% saat direkonstitusi dengan media buffer pepton water (BPW) 27 °C (Gambar 7) lebih besar dibandingkan nilai k saat direkonstitusi menggunakan air suhu 27 °C. Hal ini menunjukkan bahwa ketahanan Cronobacter sp. YRc3a saat rekonstitusi menggunakan media BPW lebih tinggi dibandingkan dengan air steril. Medium BPW memiliki kandungan nutrisi yang lebih komplek (pepton, sodium klorida, disodium phospat, dan photasium hidrogen phosphat) dibandingkan air. Komposisi medium merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap ketahanan bakteri, semakin komplek komposisi medium (termasuk kadar lemak, total solid, dan total gula) ketahanan E. sakazakii selama rekonstitusi semakin tinggi juga (Nazarowec-White dan Farber 1997).

Hasil uji ANOVA dan uji lanjut berganda Duncan (DMRT) menunjukkan bahwa sintas Cronobacter sp. YRc3a saat direkonstitusi menggunakan variasi

medium rekonstitusi (BPW dan air) berbeda nyata (α<0,05) (Lampiran 23). Sintas Cronobacter sp. YRc3asetelah penyimpanan saat direkonstitusi menggunakan air steril bersuhu 50 °C ditunjukkan pada Gambar 10.

Gambar 10 Sintas Cronobacter sp. YR c3a saat rekonstitusi suhu50 °C selama penyimpanan pada RH 50% , RH 70% , dan RH 90%

Slope (y = -kt/2,303) pada penyimpanan RH 70% menunjukkan laju kenaikan/pertumbuhan Cronobacter sp., dimana Cronobacter sp. YRc3a yang disimpan pada RH 70% memiliki sintas paling tinggi saat direkonstitusi menggunakan air suhu 50 °C. Slope pada penyimpanan RH 50% dan RH 90% menunjukkan slope penurunan/kematian Cronobacter sp. YR c3a. Nilai K pada penyimpanan RH 90% lebih kecil dibandingkan nilai K pada penyimpanan dengan RH 50%, hal ini menunjukkan bahwa populasi Cronobacter sp. YRc3a setelah penyimpanan pada RH 90% saat rekonstitusi suhu 50 °C mengalami penurunan paling besar dan lebih cepat. Hasil perhitungan nilai k Cronobacter sp. YRc3a setelah 3 bulan penyimpanan pada RH berbeda saat direkonstitusi menggunakan air bersuhu 50 °C dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Nilai K Cronobacter sp. YRc3a setelah 3 bulan penyimpanan pada RH berbeda saat rekonstitusi menggunakan air steril suhu 50 °C

RH (%) Slope (-k/2,303)* Nilai K=1/slope (minggu) 50 -0,035 28,571 70 0,003 333,333 90 -0,068 14,706

*) slope positif : menunjukkan kurva peningkatan/pertumbuhan Cronobacter sp.

Dokumen terkait