• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sinusitis Maksilaris

Dalam dokumen infeksi odontogenik (Halaman 55-64)

Sinus maksilaris mempunyai hubungan erat dengan profesi Kedokteran Gigi karena akar gigi premolar dan molar sangat dekat dengan sinus ini dan memiliki persarafan yang sama sehingga sakit dari sinus maksilaris memberikan gambaran yang sama dengan sakit gigi. Disebabkan karena kedekatan ini pula, seringkali infeksi gigi bisa menimbulkan infeksi pada sinus maksilaris dan tindakan pada gigi menimbulkan komplikasi pada sinus maksilaris. Seperti terjadinya komunikasi oroantral atau masuknya benda asing pada sinus ini. Selain itu keadaan patologis pada sinus sering ditemukan secara kebetulan pada radiografi gigi.

Alasan-alasan tersebut diantaranya menjelaskan dari sudut Kedokteran Gigi sinus maksilaris penting untuk dipahami baik dalam keadaan normal maupun dalam keadaan terkena penyakit.

Anatomi dan Fisiologi Sinus Maksilaris

Batas-Batas

Sinus Maksilaris merupakan rongga berbentuk pyramid dan menempati sebagian besar korpus maksilaris dengan puncak pada processus zygomatikus maksilla. Dinding medial dibatasi oleh dinding lateral kavum nasi, atap dibatasi oleh dasar orbita, dan bagian anterior oleh permukaan depan maksilla (fosa kanina). Dasarnya dibatasi oleh prosesus alveolaris maksila yang mendukung gigi P, M, dan sebagai tulang palatum.

Fungsi Sinus Maksilaris

• Sebagai ruang tambahan untuk membantu memanaskan dan melembababkan udara pernapasan

• Alat resonansi yang mempengaruhi suara

• Mengandung organ olfaktoria yang memiliki rasa penciuman

• Pelindung untuk alat-alat yang terdapat dalam orbita dan cranial terhadap perubahan suhu yang terjadi di rongga hidung

4.1 Definisi

Sinusitis maksilaris didefinisikan sebagai peradangan yang terjadi pada lapisan mukosa sinus maksilaris, karena mukosa sinus sangat rentan terhadap infeksi, alergi dan neoplasma.

4.2 Gambaran klinis

Menimbulkan peningkatan jumlah sekresi dan edema pada mukosa sinosial. Bila kondisi ini berlanjut, sekresi akan mengisi sinus karena terganggunya fungsi silia, atau keduanya. Karena letak ostium sinus maksilaris tidak dipengaruhi oleh gaya gravitasi, maka drainase yang normal bukan cara perawatan ideal. Bila drainase terganggu akan terjadi penurunan tekanan oksigen sebagian dan proliferasi bakteri pathogen.

4.2.2 Sinusitius akut

Sinusitis maksilaris akut sering terjadi setelah rhinitis alergik/infeksi virus pada saluran pernapasan atas. Alergi hidung yang kronis, adanya benda asing, dan deviasi septi nasi dianggap sebagai prediposisi yang paling umum. Gejala akut ini dapat bersumber dari hidung yang mengalami alergi (rhinitis akut), infeksi dari daerah faring (faringitis, adenoiditis, tonsillitis) dan dari infeksi gigi rahang atas premolar dan molar. Gejala akut ini dapat juga berasal dari berenang menyelam, trauma yang menyebabkan perdarahan mukosa sinus dan barotraumas yang menyebabkan nekrosis mukosa. Gejala yang ditunjukkan adalah sebagai berikut :

o Gejala sistemik demam dan lesu

o Gejala lokal terdapat sumbatan pada hidung, lender yang kental, kadang berbau dan dapat berwarna kuning atau kuning kehijauan

o Nyeri pada daerah di bawah kelopak mata, nyeri di gigi, daerah dahi dan daerah depan telinga

o Terdapat pembengkakan di daerah muka, yaitu pada pipi dan kelopak mata bawah

Dari pemeriksaan sering terlihat adanya sekresi mukopurulen dalam hidumg dan nasofaring. Terdapat nyeri palpasi dan tekan pada sinus dan gigi yang berkaitan dengannya. Pemeriksaan mulanya memperlihatkan penebalana mukosa sinus yang sering digantikan dengan osifikasi karena meningkatnya pembengkakan mukosa atau adanya timbunan cairan didalam sinus atau keduanya.

4.2.3 Sinusitis kronis

Sinusitis kronis dapat merupakan kelanjutan dari sinusitis akut, Perubahan-perubahan patologis pada sinusitis kronis biasanya bersifat irreversible, yang ditandai dengan penebalan mukosa dan pseudo polip dengan mikroabses, granulasi, dan jaringan parut. Sinusitis kronis dapat bertahan dalam hitungan bulan atau tahun. Perawatan sinusitis akut atau sinusitis kambuhan yang tidak memadai dapat menyebabkan kegagalan regenerasi permukaan epitel bersilia. Pada akhirnya hal ini akan mengakibatkan kerusakan lebih jauh dari pembuangan secret sinus yang mendorong terjadinya infeksi ulang. Penyembuhan oleh berbagai sebab seperti polip hidung , deviasi septum, atau tumor juga berperan dalam etiologi sinusitis kronis.

1. Gejala hidung dan naso faring, berupa secret di hidung dan secret pasca nasal

2. Gejala faring, yaitu rasa tidak nyaman dan gatal di tenggorok

3. Gejala telinga, berupa gangguan pendengaran karena tersumbatnya tuba eustahius

4. Adanya sakit kepala

5. Gejala mata, oleh karena penjalaran infeksi melalui duktus naso lakrimalis

6. Gejala saluran napas kadang terdapat komplikasi di paru berupa bronchitis, bronkoektasis atau asma bronkiale

7. Gejala di saluran cerna oleh karena mukopus yang tertelan, sering terjadi pada anak. Terdapat secret kental dan purulen dari meatus medius atau meatus superior di nasofaring atau turun ke tenggorok.

4.2.4 Trauma

Cedera yang mencapai sinus maksilaris terjadi pada kasus le fort I dan II, fraktur kompleks zygomatikomaksilaris, blow out orbita dan fraktur prosesus maksila bagian posterior. Dengan adanya trauma, dinding antrum mengalami fraktur atau remuk dan pelapisnya robek, sehingga sinus akan terisi darah. Baik trauma langsung maupun cedera tidak langsung yang diakibatkan oleh penangan fraktur muka yang berhubungan ( biasanya pendekatan transnatal) berperan dalam terjadinya sinusitis pascatrauma. Sinusitis juga dapat

mengalami cedera pada pencabutan gigi rahang atas dan pada pelasanaan penanganan patologis gigi yang berdekatan. Region molar pertama rahang atas merupakan darah yang paling sering berhubungan dengan keterlibatan sinus, diikuti oleh regio molar kedua dan premolar kedua.

4.3 Pemeriksaan radiografi

Evaluasi radiografi dari sinus paling bagus diperoleh dengan proyeksi waters dengan muka menghadap ke bawah dan proyeksi waters dengan modifikasi tegak. Gambaran yang sering didapat dari sinus akut adalah opasifikasi dan batas udara atau cairan. Sinusitis kronis sering digambarkan dengan adanya penebalan membrane pelapis. Lesi jinak lainnya misal mucocele dan kista dentigerus, juga dapat terlihat dengan jelas. Dalam mendiagnosisi trauma penggunaan foto panoramic, waters, oklusal dan periapkal maupun tomografi konvensional, serta penelitian dengan CT sangat membantu.

4.4 Pengobatan

Walaupun penatalaksanaan sinusitis maksilaris kronis dan akut bukan termasuk dalam wilayah perawatan dokter gigi, akan tetapi bila keadaan ini menunjukkan

penanganan atau perawatannya. Untuk melakukan perawatan sinusitis maksilaris akut obat-obatan yang sesuai adalah antibiotik spectrum luas ampisilin dan sefaleksin. Jika diketahui terdapat aspergillus sinusitis, maka harus diberikan antimikotik yang tepat, biasanya dengan amphotericin B, dekongestan antihistamin sisitemik misalnya pseudoefinefrin, dan tetes hidung seperti phenyleprine akan sangat berguna pada fase dini dan perawatan. Jika terdapat keadaan alergi yang mendasari kondisi tersebut maka pemberian bahan antialergi kadang sangat membantu. Untuk menghilangkan atau menyembuhkan gejala yang timbul dapat diberikan kompres panas pada muka dan analgesik. Bila penyembuhannya lambat, lebih dari sepuluh hari, kemungkinan dibutuhkan irigasi antrum melalui fossa canina. Selain terapi yang tepat untuk kondisi akut, sinusitis kronis kemungkinan membutuhkan pembedahan untuk mendapatkan ostium (lubang) sinus yang baru. Hal ini dapat diperoleh melalui prosedur nasoantrostomi yang bertujuan untuk membuat jendela nasoantral pada meatus nasalis inferior.

Bila penyebab sinusitis adalah karena infeksi gigi maka penatalaksanaannya meliputi perawatan pada sumber absesnya. Perawatan ini terdiri atas terapi antibiotik yang disertai dengan inisiasi dan drainase bila diindikasikan, dan terapi lanjutan yang meliputi perawatan endodontik atau pencabutan gigi penyebab.

Prosedur CALDWELL-Luc

Prosedur Caldwell-Luc digunakan untuk membuat jalan masuk peroral ke sinus maksilaris melalui fossa canina. Lesi jinak pada antrum yang berasal dari epitel pelapis atau yang berasal dari gigi (odontogen) atau penyebab lainnya, dieksisi atau

dienukleasi melalui jalur ini. Untuk mengambil benda asing ataupun pemeriksaan dan perawatan didnding orbita dan fraktur tertentu pada zygomaticomaksilaris juga digunakan jalur sama. Operasi pada sinus dapat dilakukan dengan anestesi umum ataupun anestesi lojkal (yang ideal adalah dengan blok maksila pada nervus V2 divisi kedua). Prosedur diawali dengan membuat inisiasi bulan 2 sampai 3 mm diatas pertemuan mukosa bergerak dan tak bergerak. Kemudian flap mukoperiosteal diangkat kea rah postero-superior hingga terlihat foramen infraorbitale. Selanjutnya dibuat lubang dengan bor, sebagai pembentukan awal yang terletak sedikitnya 4 hingga 5 mm di atas apeks yang terdekat. Besar lubang masuk ini diperbesar dengan menggunakan reverse biting bone foreceps, kerison. Bila diperlukan dapat digunakan pembukaan yang relative lebar dengan tanpa merusakkan struktur didekatnya 9diameter 1 ½ cm ). Penerangan yang sangatpenting artinya untuk penglihatan dapat diperoleh dengan menggunakan head lamp (lampu kepala) atau probe fiberoptik. Setelah pengambilan lesi, sinus diirigasi dengan larutan saline steril dan kemudian diperiksa.

Trauma

Cedera yang mengenai sinusmaksilaris merupakan keadaan yang sangat sering didapatkan pada fraktur wajah bagian tengah. Tanda-tanda radiograf yang umum didapatakan adalah opasifikasi akibat perdarahan ke dalam sinus dan fraktur ( cacat bertingkat) dinding lateral. Tanda-tanda ini bila berdiri sendiri bukan merupakan tanda-tanda indikasi keterlibatan sinus. Sebaliknya, bila tidak ada tanda-tanda keterlibatan sinus lainnya seperti fraktur dasar orbita atau adanya fragmen tulang

Penatalaksanaan secara konservatif dengan menggunakan dekongestan sistemik, tetes hidung, dan antibiotic, bila diindikasikan akan meningkatkan pembersihan sinus secara normal, yang biasanya berlangsung antara 10 sampai 14 hari.

Dalam dokumen infeksi odontogenik (Halaman 55-64)

Dokumen terkait