• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.4. Sistem Informasi Geografis (SIG)

Sistem informasi geografis pada hakekatnya merupakan sebuah rangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan gambaran situasi muka bumi atau informasi tentang ruang muka bumi yang diperlukan untuk dapat menjawab atau menyelesaikan masalah yang terdapat dalam ruang muka bumi yang bersangkutan. SIG mampu mengintegrasikan deskripsi lokasi dengan karakteristik fenomena yang ditemukan pada suatu lokasi sehingga dapat mendukung dalam pengambilan keputusan spasial. Kegiatan tersebut meliputi pengumpulan, penataan, pengolahan, penganalisaan, dan penyajian data/fakta spasial yang ada atau terdapat dalam ruang muka bumi tertentu (Prahasta, 2001).

Menurut ESRI (1996) dalam Prahasta (2001), SIG merupakan kumpulan yang terorganisir dari perangkat keras komputer, perangkat lunak, data geografi dan data personil yang dirancang secara efisien untuk memperoleh, menyimpan, meng-update, memanipulasi, menganalisis dan menampilkan semua bentuk informasi yang bereferensi geografi.

2.4.2. Subsistem SIG

Subsistem-subsistem yang terdapat dalam SIG adalah:

Data Input; data input merupakan subsistem yang bertugas untuk mengumpulkan dan mempersiapkan data spasial dan data atribut dari berbagai sumber. Subsistem ini bertanggung jawab dalam mengkonversi atau mentransformasikan format data asli menjadi format yang digunakan dalam SIG (Gistut, 1994 dalam Prahasta, 2001). • Data Output; data output merupakan

subsistem yang berfungsi untuk menampilkan atau mengeluarkan keluaran seluruh atau sebagian basisdata, baik dalam bentuk softcopy maupun hardcopy seperti tabel, grafik dan peta (Demers, 1997 dalam Prahasta, 2001).

Data Management; data menagement berfungsi untuk mengorganisasikan data spasial dan data atribut ke dalam sebuah basisdata sehingga mudah untuk dipanggil, di-update maupun di-edit (Aronoff, 1989 dalam Prahasta, 2001).

Data Manipulation dan Analysis; subsistem ini berfungsi untuk menentukan informasi-informasi yang dapat dihasilkan oleh SIG. Subsistem ini juga dapat melakukan manipulasi dan pemodelan data untuk menghasilkan informasi yang diiginkan (Demers, 1997 dalam Prahasta, 2001).

Uraian jenis masukan, proses, dan jenis keluaran dari keempat subsistem tersebut, dapat ditunjukkan seperti Gambar 2.

Gambar 2 Uraian subsistem-subsistem SIG.

(Sumber: Prahasta, 2001) DATA INPUT Tabel Laporan Pengukuran Lapangan Data Digital Peta (Tematik, Topografi, dll) Citra Satelit, Foto

Udara, dll Storage (database) Input Retrieval Processing Output Peta Tabel Laporan Informasi Digital (Softcopy)

DATA MANAGEMENT DAN MANIPULATION

2.4.3. Data SIG

Data basisdata SIG disusun dalam bentuk layer/ theme (Gambar 3). Satu layer dapat memuat informasi tertentu, seperti: penggunaan lahan (LandUsed), jaringan jalan, sungai, batas administrasi, lokasi stasiun kilmatologi. Presentasi masing-masing layer tersebut dilakukan dengan manipulasi obyek dasar atau entity spasial yang memiliki atribut geometri. Bentuk reprenstasi entity spasial tersebut berupa konsep data vektor dan konsep data raster yang disajikan dengan menggunakan model data raster atau model data vektor (Prahasta, 2001).

2.4.3.1. Model Raster

Model data raster menampilkan, menempatkan, dan menyimpan data spasial dengan menggunakan struktur matriks atau piksel-piksel yang membentuk grid. Setiap piksel memiliki atribut tersendiri, termasuk koordinatnya yang unik (di sudut grid (pojok), di pusat grid, atau di tempat lainnya). Akurasi model data raster tergantung pada resolusi atau ukuran pikselnya (sel grid) di permukaan bumi. Entity spasial raster disimpan di dalam layers yang secara fungsionalitas direlasikan dengan unsur-unsur petanya. Contoh sumber- sumber entity spasial raster adalah citra satelit, citra radar, dan model ketinggian dijital (DEM –Digital Elevation Model). Pada model raster, data geografi ditandai oleh nilai-nilai (bilangan) elemen matriks persegi panjang dari suatu obyek (Prahasta, 2001).

2.4.3.2. Model Vektor

Model data vektor menampilkan, menempatkan, dan menyimpan data spasial dengan menggunakan titik-titik (entity titik), garis-garis (entity garis) atau poligon (entity area) beserta atribut-atributnya. Bentuk dasar representasi data spasial ini didefinisikan oleh sistem koordinat kartesian dua dimensi (x,y). Representasi vektor suatu obyek disajikan dalam ruang atau dimensi koordinat yang diasumsikan bersifat kontiniu (Prahasta, 2001). Perbedaan data spasial antara model vektor dan model raster ditunjukkan oleh Gambar 4.

Gambar 3 Data SIG dalam bentul layers/ themes

(Sumber: Wibowo, 2005)

Gambar 4 Ilustrasi model data vektor dan model data raster.

(Sumber: Wibowo, 2005) 2.4.4. Fungsi Analisis

Secara umum terdapat dua jenis fungsi analisis dalam SIG, yaitu fungsi analisis atribut (basisdata atribut) dan fungsi analisis spasial (Prahasta, 2001).

2.4.4.1. Fungsi Analisis Atribut

Fungsi analisis atribut terdiri atas operasi dasar sistem pengolahan basisdata (DBMS) dan perluasannya, yaitu:

Operasi dasar basisdata, seperti membuat dan menghapus basisdata atau tabel basisdata, menyisipkan data baru ke dalam tabel basisdata, mencari data dari tabel basisdata, meng-edit data dan menghapus data dari tabel basisdata serta membuat indeks untuk setiap tabel basisdata.

Perluasan operasi basisdata; seperti mengekspor atau mengimpor basisdata kedalam sistem basisdata lain dan berkomuniksi dengan sistem basisdata yang lainnya (Prahasta, 2001).

2.4.4.2. Fungsi Analisis Spasial

Beberapa fungsi analisis spasial dalam SIG sebagai berikut:

Fungsi pengukuran, query spasial dan fungsi klasifikasi (Reclassify); fungsi pengukuran mencakup pengukuran jarak suatu obyek, luas area dalam 2 dimensi atau 3 dimensi. Query spasial berfungsi mengidentifikasikan obyek secara selektif, definisi pengguna, maupun melalui kondisi logika. Contoh query spasial adalah mencari suatu area yang kurang dari 40000 m2 pada area penutupan lahan (Gambar 5.). Sedangkan fungsi klasifikasi bertugas untuk mengklasifikasikan kembali suatu data (data spasial atau data atribut) menjadi data spasial yang baru dengan menggunakan kriteria tertentu. Misalnya penggunaan data spasial ketinggian muka bumi (topografi) untuk diturunkan menjadi data spasial seperti kemiringan lereng (slope), arah hadap sebuah permukaan (aspect), variasi bentukan dalan dalam degradasi kecerahan (hillshade) dan kontur. Fungsi ini merupakan fungsi yang meng-eksplore data tanpa membuat perubahan yang mendasar. Fungsi eksplore umumnya digunakan sebelum analisis data. Fungsi klasifikasi juga digunakan untuk menyederhanakan kelas data spasial (Gambar 6.).

Gambar 5 Query spasial untuk mencari luas penutupan lahan kurang dari 40000m2.

(Sumber: Prahasta 2001)

Jaringan (network); fungsi jaringan merujuk data spasial titik-titik (points) atau garis-garis (lines) sebagai suatu jaringan yang tidak dapat dipisahkan. Misalnya menghitung jarak titik awal dan titik akhir dan mengakumulasi jarak-jarak dari segmen yang membentuknya.

Gambar 6 Klasifikasi data spasial dari 7 kelas (a) menjadi 5 kelas (b).

(Sumber: Prahasta 2001)

Tumpang Susun (overlay); fungsi ini menghasilkan data spasial baru dari minimal dua data spasial yang menjadi input-nya. Ilustrasi fungsi overlay ditunjukkan seperti Gambar 7. Fungsi overlay ini juga berlaku untuk model data raster. Prinsip overlay juga mengikuti operasi aritmatik (seperti penjumlahan, pengurangan dan perkalian), operasi statistik (seperti minimum dan maksimum), operasi boolean (seperti and dan or), kondisional (if condition) dan operasi lainnya.

Gambar 7 Prinsip dasar overlay poligon. Dua buah poligon layer A dan B akan menghasilkan

data spasial baru (data atribut) yang merupakan hasil interaksi layer A dan B.

(Sumber: Prahasta 2001)

Buffering; fungsi buffering akan

menghasilkan data spasial baru yang berbentuk poligon atau zona dengan jarak tertentu dari data spasial yang menjadi input-nya. Data spasial titik akan menghasilkan data spasial berupa lingkaran-lingkaran yang mengelilingi titik pusatnya. Data spasial garis akan

menghasilkan data spasial baru berupa poligon-poligon yang melingkupi gari- garis tersebut. Sedangkan data spasial poligon akan menghasilkan data spasial baru yang besar dan konsentris.

3D analysis; fungsi ini terdiri dari sub-sub fungsi yang berhubungan dengan presentasi data spasial dalam ruang tiga dimensi. Fungsi ini banyak menggunakan fungsi interpolasi (Prahasta, 2001).

2.4.5. Pemanfaatan SIG dalam Penyebaran Malaria

SIG dapat dapat dimanfaatkan untuk membantu penentuan penyebaran malaria. Secara umum SIG Malaria terdiri atas serangkaian subsistem manajemen data dasar (data dasar dan data geografis), serta subsistem analisis dan pemanggilan (retrival) data. Inventarisasi data populasi dan data malaria yang distandarisasi, peta-peta SIG malaria, dan fungsi analisis spasial dari SIG antara lain klasifikasi, penilaian, tumpang susun, dan fungsi-fungsi lingkungan digunakan dalam SIG Malaria (Wibowo, 2005).

2.4.6. Protokol SIG Malaria

Menurut Luo, 2001 , kerangka umum SIG malaria sebagai berikut:

2.4.6.1. Subsistem Manajemen Data Dasar Populasi Malaria

Data kasus malaria (Plasmodium sp. dan jumlah penderita) dan data populasi merupakan data dasar dalam SIG. Data tersebut membutuhkan identifer (kode umum) yang digunakan untuk menghubungkan data populasi dan kasus malaria dengan

karakterisrik geografis, seperti desa, puskesmas, puskesmas pembantu, rumah sakit, stasiun klimatologi, dan lain-lain. Kode desa digunakan sebagai identifer unik yang distandarisasi secara nasional untuk menghubungkan data atribut (kasus malaria dan populasi) dengan karakteristik geografis (peta).

Sistem surveilens di Jawa-Bali melibatkan dua mekanisme pengumpulan data, yaitu Active Case Detection (ACD) dan Passive Case Detection (PCD). ACD merupakan mekanisme pengumpulan data secara langsung di lapangan. Petugas lapangan secara teratur mengunjungi lokasi yang berada di wilayah kerja masing-masing puskesmas. Sedangkan PCD merupakan mekanisme pengumpulan data secara tidak langsung. Data diperoleh dari puskesmas dan puskesmas pembantu.

Indikator sistem surveilens ditentukan oleh API rate, AMI rate, ABER dan SPR. Annual Parasite Incidence Rate (API rate) dan Annual Malaria Incidence Rate (AMI rate) merupakan indikator utama dalam sistem surveilens. API dan AMI merupakan indikator yang digunakan untuk mengetahui tingkat epidemis malaria suatu wilayah. Penggunakan API dan AMI tersebut secara nasional ditetapkan masing-masing untuk pulau Jawa- Bali dan pulau-pulau di luar Jawa-Bali. Sedangkan Annual Blood Examination Rate (ABER) dan Slide Positive Rate (SPR) merupakan indikator sekunder yang digunakan dalam penilaian kegiatan surveilens. Rincian data dan indikator SIG Malaria dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Daftar Data dan Peta Populasi dan Malaria dalam SIG Malaria

Daftar Data Atribut Daftar Peta 1. Jumlah populasi tiap desa 1. Peta titik desa 2. Jumlah kasus malaria klinis 2. Peta titik rumah sakit 3. Jumlah sediaan darah yang diperiksa 3. Peta titik puskesmas

4. Jumlah kasus positif 4. Peta titik puskesmas pembantu 5. Jumlah kasus positif bagi Plasmodium falciparum 5. Peta batas desa

6. Jumlah kasus positif bagi Plasmodium vivax 6. Peta batas kecamatan 7. Jumlah kasus indigenous 7. Peta penggunaan lahan 8. Jumlah kasus indigenous Plasmodium falciparum 8. Peta topografi 9. Jumlah kasus indigenous Plasmodium vivax 9. Peta hidrologi

10.Daftar puskesmas pembantu yang memiliki laboratoriun 10. Peta jaringan jalan raya

2.4.6.2. Subsistem Manajemen Data Geografis

Subsistem manajemen data geografis merupakan sistem berupa vektor yang dikenal sebagai model ”topologi”. Objek pada sub

sistem ini dapat berupa titik, garis, dan poligon. Dalam SIG Malaria, lokalitas (seperti kota, puskesmas, puskesmas pembantu, rumah sakit, pusat kota) digambarkan sebagai titik. Jaringan transportasi (jalan dan jalan raya),

Sub sistem manajemen data dasar dan malaria

Sub sistem manajemen data geografis (peta)

SIG

Sub sistem analisis spasial dan pemanggilan daerah

Grafik Peta Tabel

Gambar 8 Kerangka umum SIG jaringan hidrologi (sungai dan anak sungai), jaringan Wilayah Kerja Puskesmas (WKP) dan kontur digambarkan sebagai garis. Sedangkan batas desa, batas kecamatan, dan batas kabupaten digambarkan sebagai poligon. Data lingkungan seperti bentang wilayah, hidrologi, penggunaan lahan, pola perlindungan tanah (land cover) dan jaringan jalan raya juga termasuk dalam data geografis. Data lingkungan tersebut digunakan dalam pengambilan keputusan untuk mempelajari pola penyebaran spasial malaria. Sedangkan peta jaringan jalan raya digunakan untuk menilai pemberian pelayanan kesehatan dalam kegiatan surveilens dan penanggulangan malaria.

2.4.6.3. Subsistem Analisis dan Pemanggilan Data

Sub sistem analisis dan pemanggilan data merupakan subsistem yang berperan penting untuk meningkatkan kemampuan pengguna, terutama dalam kegiatan pengambilan keputusan. Sub sistem ini berperan dalam output SIG Malaria. Hal ini disebabkan oleh cakupan subsistem sebagian besar berupa karakteristik SIG, seperti visualisasi, query (pemanggilan) data atribut dan spasial, klasifikasi, operasi hitung, operasi tumpang susun dan fungsi lingkungan.

Ketiga subsistem SIG Malaria saling berkorelasi menghasilkan tampilan Output berupa grafik, peta, dan tabel. Subsistem manajemen data dasar populasi dan malaria serta subsistem data geografis mempengaruhi hasil yang akan dikeluarkan oleh subsistem analisis dan pemanggilan data. Keterkaitan antar ketiga subsistem tersebut ditunjukan pada Gambar 8.

Dokumen terkait