• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Monitoring Tenaga Listrik

Dalam dokumen Najamuddin tdk andk 1 teknik (1) (Halaman 75-97)

BAB V SEKURITI SISTEM TENAGA LISTRIK

5.2 Sistem Monitoring Tenaga Listrik

Sistem monitoring merupakan satu diantara tiga fungsi utama sistem keamanan yang dilakukan di operasi control center. Sistem pemantauan (monitoring) menyediakan operator sistem tenaga dengan informasi up-to-date terkait pada kondisi sistem tenaga. Sistem monitoring berfungsi untuk memberikan informasi secara real time nilai daya yang disalurkan, beban dan pembangkitan suatu sistem tenaga listrik yang kemudian akan ditransmisikan ke control center. Sistem seperti pengukuran dan transmisi data, yang disebut sistem telemetri (SCADA) , telah berevolusi untuk skema yang dapat memonitor tegangan, arus, arus listrik, dan status pemutus sirkuit, dan switch di setiap Gardu dalam sistem jaringan

lkpp

transmisi tenaga listrik. Selain itu, informasi penting lain seperti frekuensi, output generator unit dan posisi tap transformator juga bisa telemeterikan.

Masalah pemantauan arus listrik dan tegangan pada sistem transmisi sangat penting dalam menjaga keamanan sistem, Dengan hanya memeriksa setiap nilai yang diukur terhadap batas, operator daya sistem dapat mengatakan di mana masalah-masalah yang ada dalam sistem transmisi dan diharapkan mereka dapat mengambil tindakan perbaikan untuk menghilangkan kelebihan beban line atau ambang batas tegangan.

5.2.1 Remote Terminal Unit (RTU)

Remote Terminal Unit adalah salah satu dari suatu sistem pengendalian tenaga listrik yang merupakan perangkat eletronik yang dapat diklasifikasikan sebagai perangkat cerdas. Biasanya ditempatkan di gardu-gardu induk maupun pusat pembangkit sebagai peralatan yang diperlukan oleh control centre untuk mengakuisisi data-data rangkaian proses untuk melakukan remote control, teleindikasi dan telemetering.

Pada prinsipnya RTU mempunyai fungsi-fungsi dasar sebagai berikut:

1. Mengakuisisi data-data analog maupun sinyal-sinyal indikasi. Melakukan control buka/tutup kontak, naik/turun setting atau fungsi-fungsi set point lainnya.

2. Meneruskan hasil-hasil pengukuran (daya aktif, daya reaktif, frekuensi, arus, tegangan) dan sebagainya ke pusat pengendalian.

3. Melakukan komunikasi dengan pusat pengendalian.

Karena merupakan komponen yang sangat penting dalam system pengendalian maka RTU ini harus memiliki tingkat keandalan dan ketepatan (akurasi) yang tinggi, yang tidak boleh terpengaruh oleh gangguan-gangguan, misalnya noise, guncangan tegangan catu, dan sebagainya.

FUNGSI-FUNGSI RTU

Fungsi-fungsi remote terminal unit antara lain:

a. Sebagai perangkat pemproses sinyal, RTU dirancang untuk melakukan proses-proses sebagai perangkat pemproses pengiriman data ke pusat pengendalian system seperti:

 Perubahan status peraltan gardu

 Perubahan besaran-besaran analog

 Perubahan besaran signal

lkpp

 Pembacaan harga-harga pulsa akumulator

 Pembacaan besaran-besaran analog

b. Memproses data-data perintah yang datang dari satu, dua atau tiga control centre, mengirim data-data jawaban/hasil pengukuran/pemantauan ke pusat pengendali yang sesuai dengan yang telah ditetapkan.

Berdasarkan konfigurasinya maka suatu RTU pada dasarnya dapat menangani atau memproses fungsi-fungsi sebagai berikut:

a. Akuisisi data logic (pensinyalan jarak jauh) b. Akuisisi data analog (pengukuran jarak jauh) c. Restitusi data logic (pengendalian jarak jauh) d. Akuisis sinyal jarak jauh

e. Pengaturan set point, tap charger (untuk setting transformator), pengaturan perputaran generator dan sebagainya.

RANGKAIAN PROSES

Rangkaian proses terdiri dari instalasi/wiring, terminal, relay bantu dan transducer yang berfungsi untuk mengirim indikasi, kontrol, alarm-alarm dan pengukuran dari suatu Gardu induk/Pembangkit. Secanggih apapun sistem SCADA yang dipasang tidak akan ada artinya jika terjadi salah penyambungan/merangkai proses ke sistem Gardu Induk/Pembangkit. Untuk itu diperlukan pemahaman dalam memasang rangkaian proses ini. Secara umum rangkaian proses terdiri dari :

Control Panel

Pada lemari control panel inilah instalasi dan terminasi sistem SCADA paling banyak dipasang, karena pada dasarnya sistem SCADA itu memindahkan fungsi control panel ke control center (pusat pengaturan) secara real time. Indikasi, remote control dan telemetering dipasang pada lemari ini.

Relay Panel

Pada lemari relay ini dipasang peralatan-peralatan proteksi, kita memasang instalasi dan terminasi untuk signal-signal alarm.

lkpp

Transducer Board

Transducermerupakan suatu konverter yang berfungsi sebagai pengubah bentuk besaran energi yang satu ke besaran energi lain. Dalamtelemeteringuntuk sistem SCADA,transducer digunakan untuk mengubah besaran listrik dari CT dan PT menjadi besaran miliampere. Fisik transducer ini cukup besar maka untuk memudahkan instalasi dan pemeliharaan maka ditempatkan pada satu lemari yaitutransducer board.

Komponen transducer yang dipakai di APD Makassar berasal dari vendor ENERDIS dengan produknya yang bernama TRIAD. TRIAD yang digunakan, mempunyai 2 tipe, yaitu: T32 (3 input, 2 output pengukuran) dan T33 (3 input, 3 output pengukuran). Masing – masing transducer disupply dengan tegangan 48 Vdc.

Supervisory Interface Cubicle (SIC)

SIC ini merupakan terminal yang berfungsi sebagai pintu( gate ) signal keluar dan masuk antara rangkaian proses denganremote terminal unit (RTU). Pada SIC ini dilakukan pengelompokan sinyal-sinyal, penamaan bay-bay yang terdapat di suatu gardu induk/pembangkit. Ke sisi luar dihubungkan dengan rangkaian terminasi relay bantu dan transducer. Ke sisi dalam dilakukan pengalamatan/addressing ke card-card digital input (DI), analog input (AI), digital output (DO) dan analog output (AO).

SIC ini pada umumnya menggunakan disconnected terminal ( terminal dimana kedua sisinya dapat dipisahkan) sehingga memudahkan dalam pemeliharaan.

Misalnya :

- memeriksa abnormalitas telesignalling, remote control dan telemetering. - melakukan simulasi telesignalling, remote control dan telemetering.

DATA PROSES YANG DI AKUISISI RTU

Telemetering ( Analog Input )

Telemetering adalah pengukuran besaran-besaran daya MW/MX/A/KV/HZ yang dibutuhkan sistem SCADA untuk dikirim ke control center sebagai bahan pengaturan sistem tenaga listrik. Untuk mengubah besaran-besaran daya yang bertegangan tinggi (CT/PT sekunder) menjadi output berarus lemah maka digunakan transducer.

Standar input transducer : 1A/100V/ V3 dan 5A/100/V3. Standar output transducer : +/- 5mA,0–10mA dan 4–20mA

lkpp

Gambar 5.1 Transducer T33

Gambar 5.2 Transducer T32

Telesignalling (Digital Input)

Digital input adalah input/masukan sinyal yang berupa indikasi-indikasi dan alarm-alarm dari suatu peralatan, yang diperlukan sistem SCADA untuk dikirim ke control center sebagai status dan indikator dalam pengaturan sistem. Ada dua jenis telesignalling :

lkpp

Telesignalling Single (TSS)

Terdiri dari alarm-alarm suatu proteksi dengan output ON atau OFF. Misalnya alarm Over current, Distance, Ground fault, Breaker fault dll.

Gambar 5.3 Schematic Telesignaling Single (TSS)

Telesignalling Double (TSD)

Terdiri dari indikasi-indikasi posisi suatu peralatan dengan output masuk atau keluar misalnya indikasi : Circuit Braker ( CB ), Pemisah rel ( PMS ), Pemisah line ( LI ), Pemisah tanah ( ES ) dll.

Gambar 5.4 Schematic Telesignaling Double (TSD)

lkpp

Pada telesignalling double (TSD) terdapat istilah valid dan invalid.. Validadalah posisi (data) yang benar, close/open atau open/close.Invalid adalah posisi (data) yang salah, close/close atau open/open.

Telecontrol ( Remote Control )

Telecontroladalah keluaran sinyal digital/analog dari remote terminal unit (RTU) hasil manipulasi perintah control center. Remote Controlyang digunakan di APD makassar untuk RTU S900 merupakan remote control Digital (Digital Output) menggunakan card DOU. Remote control jenis ini merupakan perintah close dan open pada PMT, PMS dari control center melalui RTU.

Gambar 5.5 Schematic Remote Control Digital

5.2.2 State Estimasi Sistem Tenaga Listrik

Sama seperti perangkat–perangkat pengukuran lainnya,tranducer–tranducerpengukuran pada sistem tenaga listrik adalah perangkat – perangkat yang tidak terlepas dari error. Bila error tersebut sedemikian kecil, bisa jadi tidak terdeteksi sehingga hasil interpretasi pembacaan meter tidak akan memberikan nilai yang tepat. Dalam hal ini tranducer akan menjadi perangkat yang menyumbangkan kesalahan dalam sistem pengukuran.

Kesalahan lain yang mungkin timbul adalah hilangnya data – data pengukuran yang disebabkan karena putusnya hubungan komunikasi antara control Centre dengan remote

lkpp

terminal unit yang menyebabkan hanya sebagian dari jaringan yang dapat dipantau oleh operator.

Untuk mengatasi masalah – masalah di atas maka pada sistem pengendalian tenaga listrik dikenal sistem estimasi. Teknik estimasi dibuat sedemikian rupa sehingga dapat menyaring dan mendeteksi kesalahan – kesalahan yang secara acak dapat terjadi pada sistem pengukuran. Bahkan dalam keadaan kritis, estimasi harus dapat memperkirakan besaran – besaran pengukuran pada bagian – bagian jaringan yang tidak dapat terpantau karena gangguan pada jaringan sub jaringan telekomunikasi.

State estimasi sistem tenaga adalah sebuah algoritma untuk menentukan keadaan sistem dari model satusistem jaringan listrik dan sistem pengukuran redundan. Model pengukuran state estimasi nonlinier didefinisikan oleh

z = m-dimensi pengukuran vektor;

x = n-dimensi (n <m) menyatakan vektor (besarnya tegangandan sudut fase);

h(x) = fungsi vektor nonlinear yang berkaitan dengan pengukuran untukmenyatakan (m-vektor);

m-dimensi nol berarti kesalahan pengukuran fungsi vektor ; m = jumlah pengukuran, n = jumlah state variable

Masalahnya adalah untuk menentukan x estimasi yang paling cocok dengan model pengukuran. Statis state dari jaringan bus tenaga listrik N dinotasikan oleh x, vector berdimensi n =2N - 1, terdiri dari tegangan bus N dan N - 1 sudut tegangan bus.

Masalah state estimasi dapat dirumuskan sebagai sebuah minimalisasi persoalan fungsi weighted least square (WLS)

atau dalam hal vektor residual

di mana r = z - h (x) adalah vektor sisa; fungsi nonlinier pengukuran didefinisikan sebagai

lkpp

dan R adalah matriks bobot yang diagonal elemen yang sering dipilih sebagai varians kesalahan pengukuran, yaitu:

algoritma untuk masalah minimisasi tidak dibatasi adalah sebuah prosedur iteratif numerik di mana fungsi objektif J (x) didekati biasanya dengan model kuadrat.

Solusi yang efisien masalah minimisasi unconstrained sangat bergantung metode. Metode Newton memiliki peran sentral dalam pengembangan solusi numerik untuk yang tanpa masalah minimisasi. Jenis metode Newton yang paling menarik di sini adalah Metode Gauss-Newton. Ada dua cara untuk mendefinisikan hal itu. Dalam pendekatan pertama, kita linearize vektor fungsi nonlinier h (x) dengan menggunakan ekspansi deret Taylor

di mana matriks Jacobian dari dimensi m × n didefinisikan sebagai:

dan kemudian mendapatkan fungsi least square tujuan linierisasi

lkpp

yang menghasilkan persamaan biasa dikenal,

Adapun cara kerja suatu estimator dapat diilustrasikan dalam perhitungan load flow sederhana dengan memperhatikan komponen daya aktif yang mengalir pada jaringan. Seperti pada sistem sederhana dengan konfigurasi pada gambar 5.6 dengan informasi pengukuran daya aktif (MW) yang mengalir pada bus seperti pada gambar 5.7.

Gambar 5.6 Sistem tenaga Listrik sederhana

Untuk menentukan sudut phasa tegangan – tegangan dari persamaan – persamaan aliran daya, kita hanya memerlukan pembacaan dua meter yaitu M12 dan M32. Misalnya dengan menganggap pembacaan kedua meter tersebut sempurna, maka daya yang mengalir pada jaringan yang bersangkutan adalah :

M13 = 5 MW = 0.05 pu M32 = 40 MW = 0.4 pu

Dari persamaan aliran daya pada jaringan 1, 3 dan jaringan 3, 2 yang dapat ditulis sebagai berikut:

lkpp

Gambar 5.7 Penempatan meter pengukuran

Dengan menganggapθ3 = 0, maka dari persamaan f13 untuk θ1 dan persamaan f32 untuk θ2, diperoleh :

θ1 = 0.02 rad θ2 = - 0.10 rad

Jika masing – masing meter memiliki kesalahan misalnya sebagai berikut: M12 = 62 MW = 0.62 pu

M32 = 6 MW = 0.06 pu M13 = 37 MW = 0.37 pu

Dengan mengulangi perhitungan dari hasil pembacaan meter M13 dan M32 dengan tetap menganggap θ3= 0, maka:

θ1 = M13 x X13 = 6 x 0.04 = 0.024 rad θ2 = M32 x X32 = - 37 x 0.25 = -0.0925 rad

hasil perhitungan load flow memberikan hasil – hasil seperti pada gambar 5.8.

lkpp

Pada gambar terlihat bahwa aliran daya antara 1 – 3 dan 3 – 2 sesuai dengan pembacaan meter M13 dan M32, tapi aliran daya pada jaringan 1 – 2 tidak lagi sesuai dengan pembacaan M12.

Jika menggunakan hasil pembacaan meter M12 dan M23 maka aliran daya pada jaringan tersebut diperlihatkan pada gambar 5.8.

Gambar 5.8 Perhitungan aliran daya dengan menggunakan pembacaan M13 dan M32

Gambar 5.9 Perhitungan aliran daya dengan menggunakan hasil pembacaan M12 M32

Contoh – contoh di atas merupakan gambaran sederhana untuk menjelaskan static state estimation yaitu cara untuk menentukan keadaan yang pasti dari sistem pengukuran yang meragukan pada suatu sistem tenaga listrik.

lkpp

1. Least – Square Estimation

Perkiraan– perkiraan statistik adalah suatu prosedur statistik untuk menentukan harga– harga atau parameter–parameter yang belum diketahui dengan menggunakan sejumlah besaran pengukuran. Mengingat sample yang ada merupakan besaran – besaran yang tidak pasti, maka nilai perkiraan yang diperoleh juga tidak pasti. Olehnya itu, dibutuhkan suatu cara yang dapat digunakan untuk menentukan harga–harga pasti dari sejumlah parameter–parameter yang belum diketahui dengan menggunakan sejumlah data–data pengukuran.

Asumsi–asumsi yang dikembangkan pada state estimation dapat dilakukan mengikuti beberapa cara, tergantung dari kriteria–kriteria statistik yang diinginkan. Ada tiga kemungkinan yang akan ditemukan dalam state estimation adalah:

1. Kriteria peluang maksimum adalah kriteria yang digunakan untuk memperkirakan harga state variable x^ dari harga benar vector state variable x dengan memaksimumkan fungsi probabilitas P(x^ ) = x.

2. Kriteria weighted least – square. Kriteria ini digunakan dengan cara meminimumkan pangkat dua selisih dari perkiraan pengukuran – pengukuran z dari hasil perkiraan real z. 3. Kriteria minimum variance, adalah cara yang digunakan untuk mendapatkan kepastian

dengan cara meminimalkan jumlah pangkat dua dari komponen–komponen perkiraan suatuvectorstate variabledengan harga benar daristate variable tersebut.

Dalam prosedur peluang maksimum, peluang yang akan diperoleh dari hasil pengukuran tergantung dari besarnya kesalahan acak yang terdapat pada perangkat pengukuran sebagaimana untuk menentukan parameter–parameter yang belum diketahui. Akan terlihat bahwa estimator peluang maksimum ternyata memerlukan probability density function (PDF) error acak pengukuran. Metode estimasi lain juga dapat digunakan dengan estimator least square yang tidak memerlukan PDF error pengukuran. Namun bila dianggap bahwa probability density function error pengukuran mengikuti distribusi normal, maka sebenarnya kedua cara tersebut akan memberikan formula estimasi yang sama. Hasilnya akan merupakan least square atau lebih dikenal dengan metode estimasi dengan weighted least square meskipun dikembangkan dengan menggunakan kriteria peluang paling besar.

lkpp

Misalnya zukur adalah nilai besaran pengukuran yang diterima dari perangkat pengukuran dan Zbenar adalah harga sebenarnya dari besaran yang diukur. Dengan menganggap η adalah kesalahan pengukuran, maka:

Besar kesalahan acak ηmerupakan model ketidak pastian untuk pengukuran di atas. Bila kesalahan pengukuran tidak menyimpang, maka probability density function dapat dinyatakan dengan:

δ adalah standar deviasi dan δ2 disebut variance dari jumlah acak. PDF (η) menggambarkan perilaku ηseperti pada gambar 5.10.

Standar deviasi δ dapat digunakan sebagai dasar untuk membuat model kesalahan acak pengukuran–pengukuran. Bila besar δbesar, pengukuran relative kurang teliti, sebaliknya bila harga δ kecil, terlihat adanya pancaran kesalahan kecil dari perangkat pengukuran, dengan demikian dapat kita lihat tidak ada suatu sistem pengukuran yang sempurna. Distrbusi normal umumnya digunakan sebagai model kesalahan pengukuran karena distribusi ini member hasil terhadap banyak factor yang terkontribusi terhadap semua kesalahan.

Gambar 5.10 Kurva distribusi normal a. Konsep Peluang maksimum

Konsep estimasi dengan metode peluang maksimum digambarkan dengan menggunakan

rangkaian sederhana seperti gambar 6.Besar sumber tegangan xbenar

ingin dicari dengan menggunakan amperemeter yang mempunyai kesalahan standar deviasi yang diketahui. Pembacaan meter adalah z1ukuryang besarnya sama dengan

lkpp

z1 yaitu besar arus sebenarnya yang mengalir pada rangkaian tersebut, dan 1 error yang at pada meter tersebut.

benar Karena harga rata – rata η1sama dengan nol, maka z1ukur akan sama dengan z1 . Dengan demikianprobability density function untuk z1ukuradalah:

Dimana θ1 adalah standar deviasi untuk kesalahan acak η1.

Dengan menganggap tahanan dalam meter r1 diketahui maka persamaan (5.12) di atas dapat ditulis:

Gambar 5.11 Rangkaian DC sederhana

Prosedur peluang maksimum membutuhkan agar harga Prob(Z1ukur) dimaksimumkan sebagai fungsix.

Transformasi yang sesuai dan dapat digunakan pada titik ini untuk memaksimumkan peluang dapat dilakukan dengan logaritmanatural PDF (z1ukur) yang sebenarnya berarti juga memaksimumkan PDF(z1ukur)

lkpp

Harga x yang memberikan harga minimum diperoleh dengan membuat turunan pertama persamaan tersebut sama dengan nol,

Jadi diperoleh besar tegangan sumber sama dengan besar arus yang dikali dengan

tahanan. Namun dengan menambahkan sirkuit pengukuran yang kedua yang

mempunyai kualitas berbeda dengan meter pertama maka kondisi perhitungan akan menjadi lain. Seperti Gambar 5.11.

Gambar 5.12 Rangkaian DC dengan dua pengukuran yang sangat berbeda

lkpp

2 Pada rangkaian tersebut berlaku:

Dimana kesalahan – kesalahan akan direpresentasikan oleh independent zero mean, variable – variable acak terdistribusi dengan probability density function sebagai berikut:

Atau dengan cara terdahulu kita dapat menyatakan sebagai berikut:

Fungsi peluang seharusnya merupakan probabilitas dari perhitungan data– data pengukuran z1ukur dan z2ukur .Karena dianggap kesalahan–kesalahan acak η1 dan η2 adalah variable–variable acak yang bebas, maka perhitungan probabilitas z1ukur dan z2ukuradalah perkalian probabilitas z1ukurdikalikan z ukur.

Untuk memaksimumkannya maka dilakukan dengan mengambil harga logaritma natural fungsi tersebut, seperti terlihat pada persamaan berikut;

lkpp

Dengan menurunkan ruas kanan persamaan (5.23) pada harga ekstrim sama dengan nol, maka diperoleh:

Akan menghasilkan:

Bila salah satu dari meter tersebut merupakan meter dengan kualitas super maka variance meter tersebut akan jauh lebih kecil dari meter lainnya.

Dari persamaan (5.17) dan (5.23) dapat kita lihat bahwa perkiraan probabilitas maksimum dari parameter-parameter yang tidak diketahui selalu dinyatakan sebagai harga yang memberikan harga paling kecil dari jumlah pangkat dua dari beda hasil pembacaan pengukuran dengan harga benar (dinyatakan sebagai parameter yang belum diketahui) dibagi dengan variance dari kesalahan meter.

Dengan demikian bila kita memperkirakan satu harga x dengan menggunakan sejumlah data – data pengukuran Nm, kita dapat menuliskan:

Dimana:

lkpp

Persamaan (16) tersebut dapat dinyatakan dalam satuan per unit atau dalam satuan biasa seperti MW, MVAR atau kV.

Untuk melakukan estimasi sejumlah besaran-besaran yang tidak diketahui Ns dengan menggunakan parameter-parameter pengukuran Nm dapat dilakukan sebagai berikut:

Perhitungan perkiraan estimasi ini disebut weighted least square estimator,sama seperti estimator probabilitas maksimum dimana kesalahan pengukuran dimodelkan sebagai parameter acak yang mengikuti hukum distribusi normal.

b. Formula Matriks

Bila fungsi merupakan fungsi linier maka persamaan (5.17) di atas akan mempunyai solusi yang dapat didekati dengan cara sebagai berikut, misalnya

( ditulis dalam bentuk sebagai berikut:

Dalam bentuk vector dapa dituliskan :

Dimana :

[H] = Matriks NmxNsyang mengandung koefisien fungsi – fungsi linier fi (x) Nm= Jumlah titik pengukuran

Ns = Jumlah parameter yang akan ditentukan

Dengan menempatkan pengukuran dalam persamaan vector sebagai berikut:

lkpp

Maka persamaan (26) dapat ditulis:

Disebut sebagai matriks co variance kesalahan-kesalahan pengukuran. Untuk menentukan penampakan minimum persamaan (5.29) subtitusikan [H]x untuk f(x) dengan menggunakan persamaan (5.27).

Dengan mengetahui banyaknya pengukuran adalah Nm maka untuk menghitung xest terdapat tiga kondisi yang harus diselesaikan yaitu dalam hal jumlah pengukuran Nm lebih banyak dari state variable Nx, sama dengan state variable Ns, dan keadaan dimana jumlah pengukuran yang tersedia lebih sedikit dari jumlah state variable yang ditentukan.

Kondisi dimana jumlah pengukuran lebih banyak dari jumlah variable state (Ns<Nm).dengan membuat j(x)/dx’ = 0 untuk i=1,…Ns, berarti identik dengan gradient j(x), j(x)sama dengan nol.

Gradient j(x) dapat ditulis

Bila J(x) =0, maka untuk (Ns<Nm) state variable dapat dihitung dengan persamaan:

Dalam hal jumlah pengukuran sama dengan jumlah state variable yaitu dimana Ns = Nmmaka persamaan tersebut dapat dinyatakan dengan:

Jumlah pengukuran lebih sedikit dari jumlah state variable.

lkpp

Sedangkan untuk keadaan dimana jumlah pengukuran lebih sedikit dari jumlah state variable atau (Ns>Nm) maka akan ada beberapa cara penyelesaian untuk mencari xest yang dapat memberikan harga j(x) sama dengan nol. Mengingat (Ns>Nm). maka teknik penyelesaian yang biasa dilakukan tidak dengan memaksimumkan fungsi peluang, tetapi pada prinsipnya adalah untuk mendapatkan harga xest yang memberikan harga minimum jumlah pangkat dua dari harga yang dicari. Untuk semua i=1,2,…,Nm maka,

ukur

Dengan kondisi Z = Hx

Bentuk yang sesuai untuk persamaan ini dapat ditempuh dengan persamaan lagrange yang hasilnya dapat dinyatakan sebagai berikut:

Dalam sistem tenaga di mana jumlah state variable jauh lebih banyak daripada jumlah pengukuran Ns>Nm, estimator tidak lagi mampu melakukan perhitungan dengan benar,

untuk mengatasi hal tersebut biasanya dilakukan dengan teknik “pseudo

measurement”. Teknik tersebut ditempuh dengan menambah sejumlah manual data – data pengukuran pada bagian- bagian tertentu dari jaringan sehingga diperoleh jumlah pengukuran yang cukup untuk menjalankanstate estimator.

c. Identifikasi dari deteksi bad measurement dengan mengggunakan state estimation

Kemampuan untuk mendeteksi dan mengidentifikasikan hasil – hasil pengukuran yang jelek pada suatu sistem pengendalian tenaga listrik merupakan hal yang sangat berguna dalam mengoperasikan sistem tenaga listrik. Sebagaimana telah diketahui bahwa tranducer- tranducer merupakan perangkat yang bisa rusak atau tersambung secara tidak benar sehingga hasil pengukuran yang dihasilkan menjadi kurang teliti atau tidak berarti sama sekali.

Dasar untuk mendeteksi hasil-hasil pengukuran jelek adalah dengan mengamati hasil state estimation terhadap j(x), yang akan konvergen menjadi sangat kecil bila tidak terdapat pengukuran yang jelek pada sistem. Ini berarti bila j(x) kecil, maka vector x yaitu tegangan-tegangan dan sudut fasanya akan menghasilkan aliran daya, beban dan pembangkitan yang dekat dengan nilai – nilai pengukuran.

Pada umumnya keadaan pengukuran yang jelek akan menyebabkan konvergensi

est

perhitungan J(x) lebih besar dari perhitungan dimana diharapkan x= x

lkpp

Sebagaimana telah diketahui bahwa error dalam pengukuran merupakan bilangan-bilangan yang real, jadi nilai-nilai j(x) sebenarnya adalah nila-nilai yang acak. Bila dianggap bahwa semua error terdistribusi normal pad probability density function, maka akan dapat diperlihatkan bahwa J(x) mempunya PDF yang dikenal sebagai chi-squared distribution yang dapat ditulis XL(k).parameter k disebut sebagai tingkat ketidak tergantungan (degree of freedom) dari chi-squared distribution yang dapat didefenisikan sebagai berikut:

k = Nm- N

s

dimana:

Nm= jumlah pengukuran (pengukuran P+jQ dihitung sebagai dua pengukuran. Ns= jumlah state = (2n-1)

n = jumlah bus pada jaringan sistem tenaga

Bila x = xest, maka harga rata – rata J(x) sama dengan k dan standar deviasi J(x) sama dengan √2k.

Bila terdapat satu atau lebih pengukuran yang jelek maka error akan lebih besar dari

Dalam dokumen Najamuddin tdk andk 1 teknik (1) (Halaman 75-97)

Dokumen terkait