• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.4 Sistem Pelayanan Perpustakaan

Ada dua macam sistem pelayanan yang umum diberlakukan di perpustakaan, yaitu sistem pelayanan tertutup (closed access) dan sistem pelayanan terbuka (open access). Sistem pelayanan tertutup adalah apabila pengguna perpustakaan tidak dapat mengambil sendiri koleksi perpustakaan yang dibutuhkannya. Untuk dapat membaca atau mempergunakan dan meminjam koleksi, maka pengguna harus mencari terlebih dahulu melalui sarana bantu penelusuran yang disediakan oleh perpustakaan. Sarana bantu tersebut biasanya dalam bentuk katalog (dalam bentuk tercetak atau dalam bentuk elektronik/katalog komputer) yang memuat informasi bibliografis dari koleksi yang dimiliki perpustakaan.

Menurut Sulistiyo-Basuki (1993), katalog merupakan himpunan rujukan atau berkas yang teratur untuk mencatat bahan pustaka atau koleksi. Setelah mendapatkan judul yang diinginkan, pengguna harus mencatat keterangan dari katalog, seperti nama pengarang, judul buku, nomor penempatan buku di rak (call number), dan lain-lain. Catatan yang dibuat selanjutnya diserahkan kepada petugas untuk diambilkan koleksinya yang sesuai. Jadi pada sistem pelayanan tertutup, sarana bantu penelusuran berupa katalog adalah satu-satunya sarana yang dapat dipakai untuk mencari dan memilih judul buku atau koleksi yang diinginkan. Jika katalog yang disediakan oleh perpustakaan dalam bentuk tercetak, berupa kartu katalog, biasanya terdapat tiga jajaran kartu katalog, yaitu jajaran kartu katalog judul (disusun menurut abjad judul buku, kartu ini disediakan untuk memenuhi kebutuhan pengguna yang telah mengetahui judul buku yang akan dicarinya); jajaran kartu katalog pengarang (disusun menurut abjad nama pengarang/penulis/penyunting/ penerjemah buku, kartu

15

ini disediakan untuk memenuhi kebutuhan pengguna yang telah mengetahui pengarang/penulis/penyunting/penerjemah buku yang akan dicarinya); jajaran kartu katalog subyek (kartu ini disediakan untuk memenuhi kebutuhan pengguna yang mencari buku berdasarkan masalah/subyek tertentu). Ada dua macam kartu katalog subyek, yaitu katalog subyek kelas (kartu ini disusun berdasarkan subyek dalam bentuk angka/notasi klas, dan untuk merujuk ke klas tertentu perpustakaan melengkapinya dengan jajaran kartu yang disebut indeks subyek); dan katalog subyek verbal (kartu ini disusun berdasarkan abjad).

Untuk sistem pelayanan terbuka, pengguna diperbolehkan langsung memilih buku pada jajarannya di rak. Meskipun demikian, keberadaan katalog sebagai sarana bantu untuk menemukan kembali informasi koleksi yang dimiliki perpustakaan masih tetap diperlukan. Oleh karena itu, sebuah perpustakaan walaupun menerapkan sistem pelayanan terbuka, katalog masih tetap disediakan. Hal ini karena jika pengguna hanya mencari langsung ke rak, ada kemungkinan buku yang dicarinya tidak ditemukan (karena mungkin sedang dipinjam atau digunakan oleh pengguna yang lain), padahal buku yang dicarinya dimiliki oleh perpustakaan. Dengan memeriksa katalog, pengguna akan mengetahui keberadaan suatu buku tertentu di perpustakaan, walaupun buku itu sendiri sedang tidak berada di tempatnya. Jika yang disediakan oleh perpustakaan adalah katalog komputer yang telah terintegrasi dengan layanan sirkulasi, pengguna malah akan mengetahui status buku yang dicarinya, seperti apakah sedang ada yang meminjam atau tersedia di rak.

Menurut Daryanto (1985) sistem pelayanan terbuka mempunyai kebaikan atau kelebihan sebagai berikut:

1. Pengguna memperoleh kebebasan dalam memilih sendiri bahan pustaka yang ada di rak, tidak perlu lewat katalog.

2. Dengan melihat dan memeriksa buku-buku secara bebas dapat menimbulkan daya rangsang untuk membaca.

3. Kalau buku yang dikehendaki tidak ada, dapat memilih buku yang

lain.

4. Lebih menyenangkan melihat-lihat buku secara langsung daripada melihat di katalog.

Sedangkan kekurangannya adalah :

1. Pengguna sering salah mengembalikan buku ke dalam rak, karena tidak tahu cara menyusunnya sehingga susunan buku di rak sulit teratur atau sangat mudah rusak.

2. Kebebasan sering disalahgunakan sehingga banyak buku yang hilang. 3. Pengawas atau petugas perpustakaan harus sering mengawasi para

pengguna.

Untuk sistem pelayanan tertutup, kelebihannya adalah:

1. Susunan buku di rak dapat terpelihara karena dilakukan oleh petugas. 2. Tingkat kehilangan buku relatif kecil.

3. Pengontrolan buku lebih mudah dilakukan.

4. Tidak diperlukan petugas khusus yang mengawasi pengguna yang masuk dan keluar dari ruang koleksi.

Sedangkan kekurangan dari sistem pelayanan tertutup adalah:

1. Kebebasan melihat buku tidak ada, harus dicari melalui katalog

2. Memilih buku melalui katalog kurang memberi kesenangan dan kepuasan dibandingkan melihat langsung bukunya.

3. Melihat dari katalog sering mengecewakan/tidak mengenai sasaran dan keinginan.

17 4. Katalog harus lengkap.

5. Banyak buku yang kurang dikenal oleh pengguna sehingga tidak pernah dipinjam.

2.5 Pengertian Persepsi

Menurut Nord (1976), persepsi adalah proses pemberian arti (kognisi) terhadap lingkungan oleh seseorang, dan karena setiap orang memberi arti pada stimulus, maka individu yang berbeda akan melihat hal yang sama dengan cara berbeda. Dengan demikian maka setiap orang akan memilih berbagai macam isyarat yang dapat mempengaruhi persepsinya terhadap stimulus. Menurut Sumarwan (2004), yang dimaksud stimulus adalah sesuatu yang ditangkap oleh panca indera, seperti apa yang didengar oleh telinga, apa yang dilihat oleh mata, apa yang dicium oleh hidung, dan lain sebagainya.

Sedangkan menurut Kartini (1984), persepsi merupakan bentuk pengalaman yang belum disadari benar, sehingga orang yang bersangkutan belum membedakan diri sendiri dengan obyek yang sedang dihadapinya itu. Persepsi dipengaruhi oleh pandangan seseorang pada suatu keadaan, fakta dan tindakan.

Sumarwan (2004), mengemukakan bahwa persepsi merupakan bagian dari tahapan pengolahan informasi, yaitu tahap pemaparan, perhatian dan pemahaman. Menurut Engel, Blackwell dan Miniard (dalam Sumarwan, 2004), yang mengutip pendapat William McGuire yang menyatakan bahwa terdapat lima tahap pengolahan informasi (the information-processing model), yaitu sebagai berikut:

1. Pemaparan (exposure) : pemaparan stimulus, yang menyebabkan orang menyadari stimulus tersebut melalui pancainderanya.

2. Perhatian (attention) : kapasitas pengolahan yang dialokasikan orang terhadap stimulus yang masuk.

3. Pemahaman (comprehension) : interaksi terhadap makna stimulus. 4. Penerimaan (acceptance) : dampak persuasip stimulus kepada orang. 5. Retensi (retention) : pengalihan makna stimulus dan persuasi ke ingatan

jangka panjang (long-term memory).

Berdasarkan beberapa pernyataan mengenai persepsi yang telah dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah pemaparan, perhatian dan pemahaman seseorang yang diterima melalui pancainderanya terhadap suatu kesan atau obyek yang pada gilirannya dapat menentukan tindakan dari orang yang bersangkutan.

2.6 Pengertian Kualitas

Menurut Juran (Nasution, 2004), kualitas produk adalah kecocokan penggunaan produk (fitness for use) untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Kecocokan penggunaan suatu produk adalah apabila produk mempunyai daya tahan penggunaannya lama, produk yang digunakan akan meningkatkan citra atau status konsumen (pengguna) yang memakainya, produk tidak mudah rusak, adanya jaminan kualitas (quality assurance) dan sesuai etika jika digunakan. Khusus untuk jasa diperlukan pelayanan kepada pelanggan yang ramah tamah, sopan santun serta jujur, yang dapat menyenangkan atau memuaskan pelanggan.

Garvin dan Davis (dalam Sumarwan, 2004) menyatakan bahwa kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia/tenaga kerja, proses dan tugas, serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan

19

pelanggan atau konsumen/pengguna. Selera atau harapan konsumen pada suatu produk selalu berubah, sehingga kualitas produk juga harus berubah atau disesuaikan. Dengan perubahan kualitas produk tesebut, diperlukan perubahan atau peningkatan keterampilan tenaga kerja, perubahan proses produksi dan tugas, serta perubahan lingkungan perusahaan/organisasi agar produk dapat memenuhi atau melebihi harapan konsumen.

Gasversz (2003) menyatakan bahwa pada dasarnya kualitas mengacu pada dua pengertian pokok, yaitu : (1) Kualitas terdiri dari sejumlah keistimewaan produk, baik keistimewaan langsung maupun keistimewaan atraktif yang memenuhi keinginan pelanggan dan dengan demikian memberikan kepuasan atas penggunaan produk itu; (2) Kualitas terdiri dari segala sesuatu yang bebas dari kekurangan atau kerusakan.

Berdasarkan pengertian-pengertian kualitas di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kualitas suatu produk atau jasa merupakan kondisi yang selalu berubah dan selalu berfokus pada kepuasan pelanggan. Dengan demikian suatu produk atau jasa yang dihasilkan oleh suatu perusahaan/organisasi baru dapat dikatakan berkualitas apabila sesuai dengan keinginan dan harapan pelanggan.

Menurut Berry dan Parasuraman (dalam Nasution, 2004), terdapat lima kelompok karakteristik yang digunakan oleh pelanggan dalam mengevaluasi kualitas pelayanan, yaitu sebagai berikut:

1. Bukti langsung (tangibles), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi.

2. Kehandalan (reliability), yakni kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera dan memuaskan.

3. Daya tanggap (responsiveness), yaitu keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan yang tanggap.

4. Jaminan (assurance), mencakup kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf; bebas dari bahaya, resiko atau keragu-raguan.

5. Empati (emphaty), meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, dan memenuhi kebutuhan para pelanggan.

2.7 Pengertian Kepuasan

Menurut Sumarwan (2004), teori yang menjelaskan bagaimana kepuasan atau ketidakpuasan konsumen terbentuk adalah the expectancy disconfirmation model, yang mengemukakan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan konsumen sebelum pembelian dan sesungguhnya diperoleh konsumen dari produk yang dibeli tersebut. Ketika konsumen membeli suatu produk, maka ia memiliki harapan tentang bagaimana produk tersebut berfungsi (product performance). Produk akan berfungsi sebagai berikut:

1. Lebih baik dari yang diharapkan, kondisi ini disebut sebagai diskonfirmasi positif (positive disconfirmation). Jika ini terjadi, maka konsumen akan merasa puas.

2. Seperti yang diharapkan, kondisi ini disebut sebagai konfirmasi sederhana (simple confirmation). Produk tersebut tidak memberikan rasa puas, dan produk tersebut pun tidak mengecewakan konsumen. Konsumen akan memiliki perasaan netral.

3. Lebih buruk dari yang diharapkan, kondisi ini disebut sebagai diskonfirmasi negatif (negative disconfirmation). Kondisi ini menyebabkan konsumen kecewa sehingga konsumen merasa tidak puas. Nasution (2004), mendefinisikan kepuasan pelanggan secara sederhana, yaitu suatu keadaan dimana kebutuhan, keinginan, dan harapan pelanggan dapat terpenuhi melalui produk yang dikonsumsi. Kepuasan pelanggan dapat dinyatakan dalam suatu

21

rasio sebagai berikut : Z=X/Y, dimana Z adalah kepuasan pelanggan; X adalah kualitas yang dirasakan oleh pelanggan; dan Y adalah kebutuhan, keinginan, dan harapan pelanggan. Jika pelanggan merasakan bahwa kualitas dari produk melebihi kebutuhan, keinginan, dan harapan mereka, maka kepuasan pelanggan akan menjadi tinggi atau paling sedikit bernilai lebih besar dari satu (Z>1). Sebaliknya apabila pelanggan merasakan bahwa kualitas dari produk lebih rendah atau lebih kecil dari kebutuhan, keinginan, dan harapan mereka, maka kepuasan pelanggan akan menjadi rendah atau bernilai lebih kecil dari satu (Z<1).

Dari dua pengertian kepuasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan konsumen/pelanggan/pengguna adalah suatu kondisi dimana kebutuhan, keinginan dan harapan konsumen/pelanggan/pengguna dapat terpenuhi melalui produk atau jasa/pelayanan yang dikonsumsi atau digunakannya.

Menurut Begum (2003) dalam organisasi jasa seperti perpustakaan perguruan tinggi, kepuasan pengguna berarti pemenuhan harapan-harapan (fulfilling expectations) penggunanya. Pengguna perpustakaan perguruan tinggi adalah para mahasiswa yang merupankan bagian dari komunitas perguruan tinggi yang bersangkutan. Oleh karennya, pustakawan (staf perpustakaan) harus dapat mengetahui apa yang diinginkan oleh para penggunanya, dan harus selalu berusaha untuk dapat memenuhi keinginan-keinginan tersebut.

2.8 LibQual+TM

Salah satu metode yang digunakan untuk mengukur kualitas layanan perpustakaan adalah LibQual+TM (Library Quality). Menurut Xi dan Levy (2005),

LibQual+TM dikembangkan dari SERVQUAL yang dirancang untuk mengukur kualitas layanan pada industri jasa. LibQual+TM dicetuskan pada tahun 1999 oleh para pakar di bidang ilmu perpustakaan dan informasi yang tergabung dalam ARL

(Association Research Library) di Amerika Serikat bekerjasama dengan Texas A&M University, setelah melalui kajian yang lama. Metode ini dianggap paling mutakhir dan kini digunakan oleh hampir seluruh perpustakaan di Amerika Serikat, Eropa, United Kingdom, dan Australia.

Menurut Cook dan Heath (2001) asumsi yang mendasari LibQual+TM (juga SERVQUAL) adalah "... only customers judge quality, all other judgments are essentially irrelevant" (hanya pengguna jasa yang (berhak) menilai kualitas

(layanan), seluruh penilaian lain pada dasarnya tidaklah relevan). Definisi kualitas menurut LibQual+TM adalah selisih (gaps) antara harapan (desired) dan persepsi

(perceived). Kualitas layanan dianggap baik, bila skor persepsi lebih tinggi dari harapan, dan sebaliknya, kualitas layanan dianggap belum baik, bila skor persepsi lebih rendah dari harapan.

Terdapat empat dimensi dalam LibQual+TM, yang dapat dijadikan indikator penilaian, yaitu:

1 Access to information, menyangkut

ƒ kelengkapan koleksi (buku, majalah, jurnal, surat kabar),

ƒ kemutakhiran koleksi (currency),

ƒ relevansi koleksi dengan kebutuhan pengguna,

23

2 Affect of service, menyangkut sikap petugas dalam melayani pengguna, meliputi :

ƒ suka membantu pengguna yang kesulitan,

ƒ selalu ramah dan sopan,

ƒ dapat diandalkan menangani kesulitan yang dihadapi pengguna,

ƒ memberikan perhatian (care) kepada setiap pengguna,

ƒ mempunyai wawasan yang cukup untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan pengguna,

ƒ selalu siap siaga merespons permintaan pengguna,

ƒ dapat meyakinkan pengguna,

ƒ mengerti kebutuhan pengguna; dan lain-lain.

3 Personal Control, yaitu suatu kondisi yang diciptakan perpustakaan agar pengguna secara individu (personal) dapat melakukan sendiri apa yang diinginkannya ketika mencari informasi di perpustakaan (tanpa bantuan petugas perpustakaan). Hal ini meliputi:

ƒ adanya katalog (kartu/online) yang mudah digunakan oleh pengguna,

ƒ adanya petunjuk-petunjuk yang jelas di perpustakaan,

ƒ adanya peralatan modern yang memudahkan pengguna untuk mengakses informasi,

ƒ adanya tatanan/urutan/klasifikasi yang memudahkan pengguna dalam menemukan buku-buku di rak, dan sebagainya.

4 Library as place (perpustakaan sebagai sebuah tempat), yaitu

ƒ tempat yang nyaman untuk belajar,

ƒ tempat untuk merefleksikan diri dan merangsang tumbuhnya kreatifitas,

ƒ tempat yang nyaman dan mengundang (inviting location) kepada siapa saja untuk masuk, dan

ƒ tempat yang kondusif untuk berkontemplasi/merenung (contemplative environment).

Penelitian evaluasi dengan LibQual+TM ini dilakukan setiap tahun sekali sebagai salah satu bentuk quality control untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas layanan kepada para pengguna. Chapman dan Ragsdale (2002) mengemukakan tip-tip dalam rangka perbaikan dan peningkatan kualitas layanan, yaitu selalu melibatkan pustakwan dari setiap level; selalu membuat perencanaan jangka panjang; selalu menggunakan hasil survey dalam proses perencanaan; dan selalu mengkomunikasikan dengan seluruh staf perpustakaan tentang apa yang dikerjakan serta menjelaskan mengapa hal tersebut dikerjakan.

Dokumen terkait