• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN TEORITIS

E. Sistem Pemasyarakatan

1. Konsep Sistem Pemasyarakatan

Dalam pasal 1 Poin 2 Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, ditentukan bahwa:

“ Sistem Pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta

cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang di bina, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat di terima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan

34

Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Pasal 2

dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggungjawab”.35

Kemudian dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan ditegaskan bahwa:

“Sistem pemasayarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk Warga

Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari keslahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat di terima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan,

dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggungjawab”.36

Berdasarkan ketentuan di atas, dapat dilihat bahwa pemerintah telah memberikan sebuah upaya yang signifikan untuk melakukan perubahan terhadap kondisi terpidana melalui proses pembinaan dan pendidikan dan memperlakukan narapidana dengan amat manusiawi, melalui hak-hak terpidana.

Pelaksanaan pidana penjara dalam Sistem Pemasyarakatan di Indonesia saat ini mengacu pada Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Dwidja Piyanto menyatakan Penjelasan umum Undang-undang Pemasyarakatan yang merupakan dasar yuridis filosofis tentang pelaksanaan sistem pemasyarakatan di Indonesia dinyatakan bahwa :

a. Bagi Negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran baru mengenai fungsi pemidanaan yang tidak lagi sekedar penjeraan tetapi juga merupakan suatu usaha rehabilitasi dan registrasi sosial warga binaan

35

Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan,

Pasal 1 poin 2. 36

Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Pasal 2

pemasyarakatan telah melahirkan suatu sistem pembinaan yang lebih dari 30 tahun yang dikenal dan di namakan sistem pemasyarakatan.

b. Walaupun telah diadakan berbagai perbaikan mengenai tatanan (stelsel) pemidanaan seperti pranata pidana bersyarat (Pasal 14a KUHAP), pelepasan bersyarat (pasal 15 KUHAP), dan pranata khusus penentuan serta penghukuman terhadap anak (pasal 45,46,dan 47 KUHAP), namun pada dasarnya sifat pemidanaan masih bertolak dari asas dan sistem pemenjaraan. Sistem pemenjaraan sangat menekankan pada unsure balas dendam dan penjerahan., sehingga instutusi yang di pergunakan sebagai tempat pembinaan adalah rumah penjara bagi narapida dan rumah pendidikan Negara bagi anak yang bersalah.

c. Sistem pemenjaraan yang sangat menekankan pada unsure balas dendam

dan penjeraan yang disertai dengan lembaga “ rumah penjara” secara

berangsur-angsur dipandang sebagai suatu sistem dan sarana yang tidak sejalan dengan konsep rehabilitasi dan registrasi sosial, agar narapidana menyadari kesalahannya, tidak lagi berkehendak untuk melakukan tindak pidana dan kembali menjadi warga masyarakat yang bertanggungjawab bagi diri, keluarga dan lingkungannya.

Bardasarkan pemikiran tersebut, maka sejak Tahun 1964 sistem pembinaan narapida dan anak pidana telah berubah secara mendasar, yaitu dari sistem kepenjaraan menjadi sistem pemasyarakatan. Begutu pula institusinya yang mula

disebut rumah penjara dan rumah pendididkan Negara berubah menjadi Lembaga Pemasyarakatan berdasarkan surat instruksi Kepala Direktorat Pemasyarakatan Nomor J/H/8/506 Tanggal 17 Juni 1964.

Sebagaimana dijelaskan dalam pasal 5 Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan menyatakan bahwa sistem pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan dilaksanakan berdasarkan asas-asas berikut :

a. Asas Pengayoman

Perlakuan terhadap warga binaan pemasyarakatan adalah dalam rangka melindungi masyarakat dari kemungkinan diulanginya tindak pidana oleh wrga binaan pemasyarakataan, juga memberi bekal kepada kehidupan warga binaan pemasyarakatan menjadi warga yang berguna di dalam masyarakat.

b. Asas Persamaan dan Pelayanan

Warga binaan pemasyarakatan mendapat perlakuan dan pelayanan yang sama dalam Lembaga Pemasyarakatan, tanpa membedakan orangnya. c. Asas Pendidikan

Di dalam lembaga pemasyarakatan warga binaan pemasyarakatan mendapat pendidikan yang dilaksanakan berdasarkan pancasila. Antara lain dengan menanamkan jiwa kekeluargaan, keterampilan, pendidikan

kerohanian dan kesempatan menunaikan ibadah sesuai dengan agamanya masing-masing.

d. Asas Pembimbingan

Warga binaan pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan juga mendapat pembinaan yang diselenggarakan berdasarkan pancasila dengan menanamkan jiwa kekelurgaan, keterampilan, pemdidikan kerohanian, dan kesempatan untuk menunaikan ibadah agama.

e. Asas Penghormatan Harkat dan Martabat Manusia

Warga binaan pemasyarakatan tetp di perlakukan sebagai manusia dengan menghormati harkat dan martabatnya.

f. Asas Kehilangan Kemerdekaan Satu-satunya Penderiataan

Warga binaan pemasyarakatan harus berada didalam Lembaga Pemasyarakatan untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan keputusan/penetapan hakim. Maksud penempatan itu adalah untuk memberi kesempatan kepada Negara untuk memperbaikinya, melalui pendidikan dan pembinaan. Selama dalam Lemabaga Pemasyarakatan warga binaan pemasyarakatan tetap memperoleh hak-haknya yang lain sebagaimana layaknya manusia. Atau dengan kata lain hak-hak perdatanya tetap dilindungi, seperti hak memperoleh perawatan kesehatan, makanan,minuman,pakaian, tempat tidur, lathan keterampilan, olahraga atau rekreasi. Warga binaan pemasyarakatan tidak boleh diperlakuakn diluar ketentuan undang-undang, seperti dianiaya, disiksa, dan sebagainya.

Akan tetapi penderitaan satu-satunya yang dikenakan kepadanya hanyalah kehilangan kemerdekaan.

g. Asas Berhubungan dengan Keluarga atau Orang Tertentu

Warga binaan pemasyarakatan harus tetap didekatkan dan dikenalkan dengan masyarakat serta tidak boleh diasingkan dari masyarakat. Untuk itu, iya tetap harus dapat berhubungan dengan masyarakat dalam bentuk kunjungan, hiburan kedalam Lembaga Pemasyarakatan dari anggota masyarakat yang bebas dan kesempatan berkumpul bersama sahabat dan keluarga seperti program cuti mengunjungi keluarga. 37

2. Pembinaan Dalam Sistem Pemasyarakatan

Widjono ( 1980:45) mengemukakan bahwa pembinaan adalah suatu usaha untuk menjadikan yang dibina hidup sehat jasmania dan rohania sehingga dapat menyesuaikan dan meningatkan kembali keterampilannya, pengetahuannya serta kepandaiannya dalam lingkungan hidup. Lembaga Pemasyaraktan sebagai institusi yang menangani masalah narapidana, mengarahkan pasien (warga binaan) agar mencapai hidup sehat jasmani dan rohani melalui pembinan kepribadian dan kemandirian. secara professional dan formal, sistem pemidanaan dipelajari dalam ilmu pekerjaan sosial. Hal ini erat kaitannya dengan masalah fungsi sosial, yaitu kemampuan seseorang untuk menjalankan peranannya sesuai dengan tuntutan lingkungannya, dan diarahkan untuk membantu individu ataupun masyarakat dalam

37

Dwidja Priyatno,Sistem Pelaksanaan Pidana di Indonesia, (Bandung: PT.Refika Aditama.2006), hlm.102

menjalankan fungsi sosialnya. Pada kasus pembinaan narapidana, yang berperan sebagai pekerja sosial adalah Pembina, sedangkan klien yang dihadapi adalah narapidana (warga binaan).

Pembina dalam upaya melaksanakan pembinaannya tidak berarti mengubah struktur masyarakat yang sudah mapan tetapi mengubah perilaku narapidana dari suatu kondisi kepada kondisi yang lebih baik. Upaya ini di lakukan dengan melalui suatu proses pembinaan secara terus menerus berdasarkan proses pemasyarakatan yang sudah relative mapan.38

Departemen Hukum dan HAM sebagai payung sistem pemasyarakatan Indonesia, menyelenggarakan sistem pemasyarakatan agar narapidana dapat memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana, sehingga narapidana dapat diterima kembali dalam lingkungan masyarakatnya, kembali aktif berperan dalam pembangunan serta hidup secara wajar sebagai seorang warga negara. Saat seorang narapidana menjalani vonis yang dijatuhkan oleh pengadilan, maka hak-haknya sebagai warga negara akan dibatasi. Sesuai UU No.12 Tahun 1995, narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan. Walaupun terpidana kehilangan kemerdekaannya, tapi ada hak-hak narapidana yang tetap dilindungi dalam sistem pemasyarakatan Indonesia. Setelah proses pembinaan telah berjalan selama 2/3 masa pidana yang sebenarnya atau sekurang-kurangnya 9

38

Yuyun Nurulaen, Lembaga Pemasyarakatan, Masalah dan Solusi: Perspektif Sosiologi Islam,(Bandung:PT.Marja,2012), hlm. 44

bulan, maka pembinaan dalam tahap ini memasuki pembinaan tahap akhir. Pembinaan tahap akhir yaitu berupa kegiatan perencanaan dan pelaksanaan program integrasi yang dimulai sejak berakhirnya tahap lanjutan sampai dengan selesainya masa pidana. Pada tahap ini, bagi narapidana yang memenuhi syarat diberikan cuti menjelang bebas atau pembebasan bersyarat. Pembinaan dilakukan diluar Lapas oleh Balai Pemasyarakatan (BAPAS) yang kemudian disebut pembimbingan Klien Pemasyarakatan.39

39http://hmibecak.blogspot.co.id/2007/05/esensi-lembaga-pemasyarakatan-sebagai.html diakses pada 28 April 2017

46

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif-empiris yaitu secara yuridis dengan mengkaji peraturan tentang hak hak narapidana anak yang dimuat dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Kemudian secara empiris mengkaji kenyataan yang terjadi pada Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Takalar tentang pemenuhan hak-hak pembinaan narapidana anak.

2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini yaitu di Kabupaten Takalar provinsi Sulawesi Selatan dengan di fokuskan pada Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Takalar. Adapun alasan memilih lokasi ini di karenakan banyak hak-hak narapidana anak yang tidak terpenuhi dengan baik.

Dokumen terkait