• Tidak ada hasil yang ditemukan

SISTEM PEMILIHAN PEMILU NASIONAL SERENTAK Ruang Lingkup

Ruang lingkup Sistem pemilihan ini mengatur tata cara pemilu serentak nasional yang terdiri atas mekanisme dan tata cara pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung dan tata cara pemilihan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR); serta tata cara pemilihan Anggota Dewan Perwakilan Daerah. Sementara itu, tata cara pemilu serentak lokal tidak menjadi bagian pada ruang lingkup sistem pemilihan pemilu serentak nasional ini.

Sistem Pemilihan

Sistem pemilihan ini mengatur tata cara bagaimana calon presiden/wakil presiden, calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dipilih oleh rakyat secara langsung.

Dari segi sistem pemilihannya, untuk memilih calon presiden/wakil presiden tidak mengalami perubahan sistem. Sistem pemilihan yang digunakan dalam memilih presiden dan wakil presiden adalah sistem plurality bukan majority atau 50% + 1, sebagaimana diatur pada UUD 1945. Sementara itu, sistem pemilihan yang digunakan untuk memilih anggota DPD adalah sistem distrik berwakil banyak. Sistem distrik berwakil banyak adalah sebuah sistem pemilihan yang digunakan untuk memilih anggota DPD, di mana para pemenangnya didasarkan atas urutan suara terbanyak di suatu daerah pemilihan yang telah ditentukan.

Sedangkan untuk sistem pemilihan calon anggota DPR, secara teori dikenal dua rumpun besar sistem pemilihan yaitu sistem proporsional dan sistem mayoritarian. Dari dua rumpun besar itu di beberapa negara dikembangkan sistem campuran (mixed system) yang menggunakan mekanisme kedua sistem (proporsional dan mayoritarian) bekerja secara bersamaan. Dalam konteks pemilu serentak pada hakikatnya pilihan tersebut menghendaki agar ada efek penyelenggaraan pemilu yang diserentakkan waktu pelaksanaannya yang disebut sebagai

presidential coattail dan kecerdasan berpolitik (political efficacy) bahwa pilihan terhadap calon presiden/wakil presiden akan berdampak pada pilihan terhadap partai politiknya atau calon-calon anggota DPR yang dicalonkan oleh partai politik.

Pilihan untuk mendorong agar ada pengaruh presidential coattail dan political efficacy, antara lain dapat dipengaruhi oleh apakah pilihan calon presiden/wakil presiden dengan anggota DPR/partai—dalam satu kertas suara atau pada kertas suara yang berbeda. Meski ada alasan- alasan mandat yang berbeda dari keduanya sehingga tidak mungkin bisa disatukan, namun beberapa negara tetap saja menyatukan proses pemilihan dalam satu kertas suara. Alasannya selain karena faktor efisiensi, juga dalam kontek pemilu serentak diyakini dapat memperbesar efek pilihan terhadap calon presiden/wakil presiden terhadap partai/calon anggota DPR manakala satu kertas suara ketimbang beda kertas suara.

Walau demikian, perlu penghitungan secara teknis penyelenggaraan, sistem pemilu manakah yang paling mudah untuk proses tersebut. Selain alasan teknis penyelenggaraan, pilihan terhadap sistem pemilu yang digunakan juga perlu disesuaikan dengan tujuan penggunaannya, khususnya upaya untuk mendorong multipartai sederhana (moderat) dapat diwujudkan.

Terhadap kebutuhan tersebut, ada beberapa pilihan kombinasi pilihan sistem dengan teknis penyelenggaraanya sebagai cara memperoleh efek yang diharapkan.. Pertama, tetap mempertahankan sistem proporsional terbuka (PR terbuka) untuk memilih anggota DPR. Keuntungan menggunakan PR terbuka, antara lain dapat mengurangi oligarkhi partai dalam proses rekrutmen dan pencalonan anggota DPR dan pemilih dapat langsung memberikan suaranya kepada wakil yang dituju. Akan tetapi kekurangannya, partai politik memang kehilangan kontrol terhadap calon-calon wakil rakyatnya, maraknya penggunaan politik uang dalam mencari dukungan, terjadinya kompetisi intra partai dan antar partai yang tidak sehat dan terjadinya pencurian suara antarkandidat. Secara teknis pemilihan, pemilih diberi dua peluang memilih partai dan/atau memilih calon daftar terbuka. Dalam praktik pelaksanaan pemilu pemilih seringkali mengalami kebingungan untuk menentukan calon mana yang ingin dipilih karena begitu banyak calon yang harus mereka pilih. Acapkali banyak pemilih yang tidak memiliki preferensi sehingga akhirnya memilih partai politik ketimbang memilih calon daftar terbuka.

Dalam pemilu serentak, apabila sistem pemilihan anggota DPR-nya menggunakan sistem proporsional terbuka, secara teknis sangat sulit untuk menyatukan dalam satu kerta suara antara calon presiden/wakil presiden dengan calon daftar terbuka dan partai politik. Kertas suaranya akan sangat lebar. Konsekuensinya kalau sistem PR terbuka yang digunakan maka tetap akan ada 3 kotak dalam penyelenggaraan pemilu serentak, kotak 1 untuk memilih calon presiden/wakil

presiden; kotak 2 untuk memilih anggota DPR/partai politik; dan kotak 3 untuk memilih anggota DPD.

Pilihan kedua adalah dengan menggunakan proporsional tertutup. Memang bisa dianggap sebagai ―kemunduran,‖ atau perubahan yang tidak ideal. Akan tetapi tidak pernah ada satu evaluasi dengan penerapan sistem PR terbuka, seberapa banyak perbandingan pemilih memilih partai atau daftar orang. Secara sekilas hasil pilihan pemilih di setiap TPS cenderung menunjukkan masih besarnya pilihan pemilih kepada partai ketimbang kepada daftar calon terbuka. Efektifitas pengunaan PR terbuka selain karena kekurangan-kekurangan yang disebut di atas, juga antara lain belum sepenuhnya menjadi pilihan bagi pemilih. Hal itu juga terbuka kandidat yang lolos Bilangan Pembagi Pemilih (BPP) karena memperoleh suara yang melampui atau tertinggi, persentasenya juga kecil atau rendah. Kalau PR tertutup yang digunakan dalam pemilu serentak, secara teknis penyelenggaraan dapat lebih efisien dan mendorong pengaruh presidential coattail atau political efficacy yang jauh lebih tinggi karena pemilih secara langsung akan dapat membandingkan pilihan calon presiden/wakil presidennya dengan partai politik penggusungnya dalam satu lembar kertas suara. Tidak ada split atau jeda karena letak kotak untuk memilih calon presiden/wakil presiden dengan gambar/lambang partai berdekatan, tingkat kemungkinan presidential coattail-nya jauh akan lebih tinggi dibandingkan dengan kertas suara yang terpisah antara kertas suara calon presiden/wakil presiden dengan calon anggota DPR/partai politik.

Pilihan ketiga ialah penyelenggaraan pemilu serentak sekaligus dengan mengubah sistem pemilihan anggota DPR/Partai dari sistem yang berbasis proporsional ke sistem pemilu campuran, khususnya pemilu paralel. Mengapa ke pemilu paralel, karena Pusat Penelitian Politik LIPI telah melakukan beberapa adaptasi dan ujicoba mengenai efektivitas sistem pemilu paralel dalam rangka menghasilkan multipartai moderat. Hasil simulasi atau ujicoba yang telah dilakukan oleh Pusat Penelitian Politik (P2P-LIPI) berbasis pada data Pemilu 2009 dan 2014 memperlihatkan adanya percepatan dalam menghasilkan komposisi partai politik yang sederhana (moderat) di parlemen tanpa parliamentary threshold. Sistem pemilu paralel adalah sebuah sistem di mana anggota DPR sebagian dipilih melalui sistem proporsional (tertutup) dan sebagian lainnya dipilih melalui sistem mayoritarian.82

82

Desain yang disusun oleh LIPI menggunakan komposisi PR dan Mayoritarian dengan perbandingan 70:30. Hasil simulasi menunjukkan ada partai pemenang mayoritas minimal di mana simulasi dengan data Pemilu

Dalam konteks teknis penyelenggaraan pemilu serentak presiden dan wakil presiden dengan sistem pemilu paralel, secara teknis lebih memungkinkan dilakukan dengan satu kertas suara ketimbang dengan sistem PR terbuka. Tingkat kemungkinan teknis penyelenggaraanya hampir sama dengan kombinasi pemilu serentak antara sistem plurality dengan sistem PR tertutup dan/atau sistem plurality dengan sistem pemilu paralel, karena setiap partai hanya mengajukan lambang partai dan 1 nama untuk dipilih pada sistem mayoritarian. Jadi secara teknis lebih mudah menerapkannya ketimbang dengan sistem PR terbuka yang konsekuensinya harus 3 kertas suara, sementara kalau PR tertutup dan Paralel hanya akan ada 2 kertas suara, yaitu 1 kertas suara untuk memilih presiden/wakil presiden dan Partai/Calon Mayoritarian; dan 1 kertas suara untuk memilih calon anggota DPD.

Sedangkan dari segi sistem, keuntungan-keuntungan sistem pemilu paralel di antaranya akan memperbaiki kelemahan yang paling utama dari sistem proporsional yakni menyebarnya hasil pemilu karena multipartai yang dihasilkan adalah multipartai yang terfragmentasi. Dari tiga varian sistem pemilihan tersebut, position paper ini merekomendasikan penggunaan sistem pemilihan untuk anggota DPRnya dilakukan perubahan sistem agar tujuan penyederhanaan partai dari multipartai ekstrem ke yang sederhana dapat diwujudkan.

DAERAH PEMILIHAN