• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI SISTEM UPAH DALAM HUKUM

C. Sistem Penetapan Upah / Jasa dalam Islam

Profesionalisme kerja dalam Islam sangatlah dihargai sehingga upah seorang pekerja benar-benar didasari pada keahlian dan manfaat yang di berikan oleh si pekerja itu.Penjelasan terhadap jenis pekerjaan sangat penting dan diperlukan ketika menyewa orang untuk bekerja sehingga tidak terjadi kesalahan atau pertentangan.Tentang batasan waktu kerja sangat bergantung pada pekerjaan dan kesepakatan dalam akad.51

Islam mengakui adanya perbedaan di antara berbagai tingkatan pekerja,karena adanya perbedaan kemampuan serta bakat yang mengakibatkanperbedaan penghasilan dan hasil material, dalam al-Qur‟an surat An-Nisa ayat 32:

َّعَف اَي إًَََُْٔرَذ َلأَ

ُ ّلّآ َم

ِِّت

ْىُكَعْعَت

ٍطْعَت َٗهَع

Artinya: Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah

kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Q.S An-Nisa

ayat 32).52 Dalam al-Qur‟an maupun sunnah syarat-syarat pokok mengenai hal ini

50Ibid., h.56-57.

51Rachmat Syafe‟i, Fiqih Muamalah (Bandung, CV Pustaka Setia, 2001), h.127.

52

adalah paramajikan harus memberi gaji kepada para pekerjanya sepenuhnya atas jasa yangmereka berikan, sedangkan para pekerja harus melakukan pekerjaan merekadengan sebaik-baiknya, setiap kegagalan dalam memenuhi syarat-syarat ini akandianggap sebagai kegagalan moral baik dipihak majikan ataupun pekerja dan iniharus dipertanggungjawabkan kepada Tuhan.

Islam sangat melarang manusia memakan harta dengan cara yang batil. Mengupah karyawan semaunya, padahal sebenarnya perusahaan mampu membayar lebih, ini merupakan kebatilan yang harus ditinggalkan. Seperrti yang dijelaskan dalam al-qur‟an surah an-nisa‟ ayat 29, yang berbunyi:

“hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu, dan janganlah kamu membunuh dirimu.

Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”

Untuk itu, Didin Hafidhuddin dan Hendri Tanjung dalam bukunya, Sistem Penggajian Islam, menyebutkan prinsip perhitungan besaran gaji sesuai syariah; 1. Prinsip adil dan layak dalam penentuan besaran gaji.

2. Manajemen perusahaan secara terbuka dan jujur serta memahami kondisi internal dan situasi eksternal kebutuhan karyawan terhadap pemenuhan kebutuhan pangan, sandang, dan papan.

3. Manajemen perusahaan perlu melakukan perhitungan maksimisasi

4. Manajemen perusahaan perlu melakukan revisi perhitungan besaran gaji, baik disaat perusahaan laba maupunrugi, dan mengkomunikasikannya kepada karyawan.53

Untuk itu, pemilik perusahaan hendaknya menetapkan kebijakan kepada manajemen perusahaan untuk mempertimbangkan hal-hal tersebut di atas sebagai sebuah tanggung jawabnya terhadap karyawan.

Fatwa DSN MUI No: 09/DSN-MUI/IV/2000 menetapkan mengenai ketentuan

ijarah sebagai berikut:

1. Objek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan atau jasa.

2. Manfaat barang atau jasa harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak.

3. Manfaat barang atau jasa harus yang bersifat dibolehkan (tidak diharamkan). 4. Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syariah. 5. Manfaat barang atau jasa harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk

menghilangkan jahalah (ketidakjelasan) yang akan mengakibatkan sengketa. 6. Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka

wakunya. Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik.

7. Sewa atau upah harus disepakati dalam akad dan wajib dibayar oleh penyewa/pengguna jasa kepada pemberi sewa/pemberi jasa (LKS) sebagai pembayaran manfaat atau jasa.

53

Imam Nur Suharno, “Sistem Upah yang sesuai Islam” (On-Line), Tersedia Di: http://m.republika.co.id/Berita/EnsikopediaIslam/Hikmah/10/07/21/125780SistemUpahYang -Sesuai-Islam. html, diakses tanggal 9 Februari 2018.

8. Pembayaran sewa atau upah boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang sama dari objek kontrak.

9. Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa atau upah dapat diwujudkan dalam ukuran waktu, tempat dan jarak.54

Komplikasi hukum ekonomi syariah (KHES) menyebutkan tentang syarat-syarat dan ketetapan pelaksaan ijarah,diantaranya:

Pasal 257:

“untuk menyelesaikan suatu proses akad ijarah, pihak-pihak yang melakukan

akad harus mempunyai kecakapan melakukan perbuatan hukum.”

Pasal 262:

1) Uang ijarah tidak harus dibayarkan jika akad ijarahnya batal.

2) Harga ijarah yang wajar/ ujrah-al-mitsli adalah harga ijarah yang ditentukan oleh ahli yang berpengalaman dan jujur.

Pasal 274:

1) Benda yang menjadi objek ijarah harus benda yang halal atau mubah.

2) Benda yang diijarahkan harus digunakan untuk hal-hal yang dibenarkan

menurut syari‟at.

Pasal 257 ayat 3:

“apabila hak-hak tambahan penyewa sebagaimana dalam ayat tidak ditetapkan dalam akad, maka hak-hak tambahan teersebut ditentukan berdasarkan kebiasaan.”55

54

Dalam Islam penentuan perkiraan upah disaat pertama kali melakukan transaksi atau kontrak kerja merupakan sesuatu yang harus dilakukan diantaranya, apabila terjadi suatu perselisihan di antara keduanya tentang upah yang ditentukan maka penentuan perkiraan upah tersebut ditentukan oleh perkiraan para ahli yang berarti bahwa yang menentukan upah tersebut adalah mereka yang mempunyai keahlian untuk menentukan atau menangani upah kerja ataupun pekerja yang hendak diperkirakan upahnya dan orang yang ahli menentukan besarnya upah ini disebut dengan khubara’u.56

Hal ini dilakukan kalau memang di antara kedua belah pihak belum ada kesepakatan tentang ketentuan upahnya.

Upah mempunyai tingkatan berdasarkan pada tingkat manfaat yang diberikan olehpekerja, adapun upah yang disepakati itu bisa dipergunakan untuk masa ataukurun waktu tertentu misalnya setahun, sebulan, seminggu atau sehari bahkanperjam, disebabkan tidak dimungkinkannya membatasi atau mengukur tenagaseseorang dengan takaran yang baku, maka dengan batasan waktu atau jam kerjaitu merupakan takaran yang lebih mendekati pembatasan tersebut, dan adanyapembatasan waktu ini adalah untuk memungkinkan mengamati perubahanmanfaat yang diterima setelah periode kontrak perubahan manfaat yang diterimasetelah periode kontrak berakhir, sehingga jika upah sudah tidak sesuai lagi makaupah yang baru dapat disepakati lagi.57

55

Ibid., h.111-112.

56

Muhammad Ismail Yusanto dan Muhammad Karebet Widjajakusuma, Menggagas Bisnis Islami, h.194.

57

Dokumen terkait