• Tidak ada hasil yang ditemukan

5. HASIL DAN PEMBAHASAN 1 Sejarah Perkembangan HR di Desa Kesenet 1 Sejarah Perkembangan HR di Desa Kesenet

5.3 Sistem Pengelolaan HR Desa Kesenet .1 Pengadaan Bibit

Sebagain besar bibit yang diperoleh petani diperoleh dengan membeli bibit di penjual bibit. Petani yang memperoleh bibit melalui kegiatan pembibitan

22

sendiri hanya 10%. Untuk mendorong petani HR lebih mandiri dalam pengadaan tanaman perlu pelatihan untuk pembibitan yang sederhana dan murah.

5.3.2 Penanaman

Kegiatan penanaman sengon di HR desa Kesenet cukup bervariasi ada yang melaksanakan dengan cara sekaligus di lahan yang mereka miliki (23,3%), dengan cara sesuai kebutuhan (23,3%), dengan cara tambal sulam (15%) dan dengan cara lainnya (18,3%). Jarak tanam yang diterapkan cukup bervariasi, sebagian besar menerapkan jarak tanam (3x4) m (30,0%), selebihnya tidak tentu yaitu dengan jarak tanam (5x5) m, (4x5) m, (4x4) m dan (3x3) m.

5.3.3 Pemeliharaan

Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan petani HR sengon meliputi pemupukan, pendangiran serta pengendalian terhadap hama penyakit sengon. Sebagian besar pupuk yang digunakan petani adalah pupuk kandang dari kotoran sapi dan kambing yang mereka peroleh dari kandang hasil peternakan sendiri serta pupuk anorganik seperti urea dan NPK yang mereka beli di toko pupuk tanaman. Pemupukan ini rutin dilakukan tiap bulan pada tahun pertama penanaman sengon. Pemupukan pada tanaman pertanian atau perkebunan yang di sela-sela tanaman sengon dilakukan setelah 1 tahun pemupukan sengon.

Pendangiran pada saat tanaman sengon berumur 0 - 2 tahun dilakukan tiap satu bulan sekali. Saat tanaman berumur dua tahun ke atas pendangiran dilakukan tiap enam bulan sekali. Penjarangan ranting atau dahan dilakukan tiap enam bulan sekali.

Pengendalian hama sengon terhadap ulat kantong yang menyerang daun sengon dilakukan dengan cara tradisional seperti mengasapi tanaman sengon dari pengapian semak-semak yang sengaja dibakar di sekitar tanaman sengon dan penyemprotkan atau menyuntikan cairan insektisida.

Pengendalian penyakit sengon berupa karat puru yang hampir menyerang semua tanaman sengon di Desa Kesenet dilakukan dengan cara memotong bonggolan karat puru yang biasanya berbentuk tumor atau memangkas bagian cabang, ranting atau dahan yang terkena karat puru. Serangan yang paling vital terjadi saat karat puru menyerang bagian batang utama pohon sengon karena menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan sengon sangat lambat. Biasanya

23

petani terpaksa harus memotong batang utama agar bisa mengoptimalkan waktu untuk ditambal sulam lagi dengan bibit yang baru.

5.3.4 Pemanenan

Kegiatan pemanenan dilaksanakan berdasarkan daur butuh dan banyaknya pohon yang dipanen disesuaikan dengan kebutuhan petani saat tertentu, tetapi ada juga memanenan berdasarkan daur tebang 6-7 tahun. Pemanenan tersebut dilakukan saat diameter batang sudah mencapai 23,33 cm sampai dengan 31,50 cm atau sudah mencapai ukuran permintaan pasar.

Alat dalam kegiatan pemanenan menggunakan kapak, gergaji kayu atau gergaji mesin dan tambang. Pengadaan alat menjadi tanggung jawab pembeli dan hasil yang diperoleh umumnya dalam bentuk batang kayu gelondongan (log).

Petani menganggap kayu sengon lebih menguntungkan daripada kayu jati, mereka beralasan jenis sengon, lebih cepat tumbuh, lebih cepat panen dan lebih mudah pemasarannya. Dengan kata lain petani ingin lebih cepat memperoleh pendapatan dari lahan pertaniannya dan dirangsang oleh banyaknya tengkulak dan keberadaan industri pengolahan kayu sengon yang tersebar di setiap desa yang ada di wilayah kabupaten Banjarnegara.

5.3.5 Pemasaran

Dalam hal pemasaran, petani HR langsung menjual ke tengkulak, baik dalam bentuk log maupun pohon yang masih berdiri di lahan milik mereka. Biasanya dalam pelaksanaannya sebagian besar para tengkulak mendatangi para petani HR sengon untuk bernegosiasi dahulu. Sebagian petani HR menawarkan sendiri dengan cara mendatangi tengkulak dalam kondisi mendesak menjual kayunya.

Harga jual kayu sengon sangat beragam. Biasanya penetapan harga berasal dari penawaran tengkulak. Harga kayu sengon berkisar Rp. 30.000 - 700.000 per batang dengan ukuran keliling batang pohonnya 40 cm - 100 cm. Harga jual per-m3 yang ditetapkan tengkulak sekitar Rp. 100.000 per m3 - Rp. 630.000 per m3. Beberapa tengkulak juga ada yang menetapkan harga borongan untuk semua tanaman sengon pada lahan petani. Penetapkan harganya oleh tengkulak biasa dilakukan dengan mensurvei terlebih dahulu untuk memperkirakan potensi tiap tegakan kayu sengon di lahan tersebut.

24

Harga jual yang cukup bervariasi tersebut dikarenakan petani HR tidak memiliki posisi tawar akibat sistem tebang butuh dan juga disebabkan petani kurang mengetahui harga pasaran yang berlaku. Sehingga dalam kondisi tersebut pihak petani HR belum sebagai pihak yang diuntungkan akan peran tengkulak dalam menentukan harga kayu sengon masih sepihak.

Tingkat kepuasan para petani dalam usaha HR sengon memiliki berbagai alasan. Sebagian petani ada yang sudah merasakan puas bila kebutuhan mereka baik yang mendesak maupun yang tidak mendesak sudah terpenuhi dari hasil penjualan kayu sengon (25%), sedangkan sebagian lagi ada yang beralasan bahwa harga yang biasa mereka terima adalah sudah cukup menguntungkan (20%) dan (12%) cukup puas hanya karena kayu sengon mampu memberikan pendapatan tambahan sebagai usaha sampingan mereka.

Ratio kontribusi pendapatan petani HR antara hasil dari penjualan kayu sengon terhadap pendapatan hasil dari tanaman pertanian 3:17. Hal ini dikarenakan faktor periode waktu panen tanaman pertanian lebih pendek dibandingkan untuk jangka waktu panen kayu sengon.

5.3.6 Penyuluhan

Kegiatan penyulahan yang pernah dilaksanakan terkait dengna kegiatan HR adalah oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Dinas Pertanian (PPL). Hasil dari wawancara menyatakan (71,7%) petani tidak tahu adanya kegiatan penyuluhan sehingga menyatakan tidak pernah ikut penyuluhan. Ini menunjukkan sistem informasi dan komunikasi penyelenggaraan kegiatan penyuluhan HR belum serta penyelenggaraannya juga tidak dilakukan secara rutin adapun materi penyuluhannya yang pernah diterima masyarakat tani HR adalah tentang pembibitan, cara tanam serta masalah penanggulangan hama penyakit sengon.

Pada tahun 2008 tercatat adanya kegiatan penyuluhan bertema “perempuan menanam” melalui pengenalan bibit jenis sengon, mahoni, petai dan durian yang difasilitasi penyuluh kehutanan tingkat kecamatan. Pada tahun 2009 juga terdapat kegiatan penanaman satu pohon satu orang (One Man One Tree) di Desa Kesenet seluas lima hektar dengan pohon sengon sebanyak 2.000 bibit dan petai sebanyak 50 bibit yang juga di fasilitasi penyuluh kehutanan kecamatan. Bibit ini difungsikan untuk peningkatan ekonomi (pendapatan petani) dan fungsi

25

lingkungan seperti pelestarian tanah serta air yang pengelolaannya nanti diserahkan ke masyarakat petani pemilik lahan HR.

5.3.7 Harapan Petani HR

Masyarakat tani HR mengharapkan kegiatan penyuluhan yang berkaitan dengan pembangunan HR dapat dilakukan secara periodik dan materi yang disampaikan tidak hanya mengenai bagaimana cara menangani serangga, hama dan penyakit sengon, tetapi kebutuhan yang lebih urgen yaitu bagaimana usaha untuk menjaga tanaman sengon untuk dapat bertahan hidup melalui cara pengobatan yang lebih mudah, cepat serta murah dan aspek kegiatan pengelolaan secara umum.

Akibatnya saat ini sebagian petani menjadi mulai cenderung kembali kepada usaha awal untuk mengkonversi lahannya dengan tanaman salak pondoh atau tanaman lainnya yang menurut pertimbangan mereka lebih prospek. Oleh karena itu dukungan berbagai pihak (stakeholder) dalam usaha meningkatkan pengembangan HR pun sangat diharapkan masyarakat petani HR supaya usaha sistem agroforestri yang ada dapat lebih produktif dengan jaminan sistem pemasaran yang lebih kondusif.

Dari segi ekonomi, petani HR berharap dapat sejahtera melalui sistem ini untuk pemenuhan kebutuhan alternatif keluarga mereka dalam hal pangan, sandang, papan dapat meningkat penghasilan tambahan dari kayu sengon.

Ditinjau dari aspek ekologi, petani berharap suatu saat program gerakan menanam sengon seluas 30% dari luas wilayah desa dan program “tebang satu pohon tanam lima pohon” dapat dilaksanakan lebih lanjut, melalui terciptanya manfaat ekologi kayu sengon dengan tujuan pencegah longsoran pada tepian sungai, pencegah banjir dan sumber air tanah dapat dipertahankan.

5.4 Potensi HR Desa Kesenet

Dokumen terkait