• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Pustaka

4. Sistem Sapaan

Kata sapaan adalah kata yang digunakan untuk menyapa orang diajak berbicara. Menurut Sugono (2003: 77) mengatakan bahwa kata sapaan adalah kata yang digunakan untuk menegur sapa orang yang diajak berbicara.

Penutur dalam bertutur harus memperhatikan pola atau strategi bertutur dalam hal ini sapaan. Sapaan dapat berlangsung dan digunakan antara dua orang yaitu penutur dan mitra tutur dalam suatu komunikasi. Penutur dalam hal ini bertindak menyapa disebut sebagai penyapa, sedangkan mitra tutur disebut pesapa (Nasution, Sulistiati, dan Atika, 1994: 6).

Nilai-nilai sosial budaya suatu masyarakat tutur sebagai pertimbangan untuk memilih kata sapa yang digunakan dalam proses sapa-menyapa. Sama halnya dengan masyarakat Mandar, memiliki adat sebab sapa menyapa termasuk pemilihan sapaan yang dapat menunjukan kesopansantunan sebagai bentuk penghormatan kepada mitra tutur. Adapun para pelaku yang dimaksud merujuk pada pembicara, lawan bicara, dan orang yang sedang dibicarakan. Sapaan dapat

memiliki berbagai macam pengklasifikasian bergantung pada bahasa dan kebudayaan masyarakat yang mempengaruhinya.

Brown dan Ford (1972: 234-235) mengatakan bahwa sapaan dapat terjadi dalam tiga pola, meliputi: pertama, pemakaian nama depan (first name) yang bersifat resiprokal; kedua, pemakaian gelar (title) dan nama belakang (last name) yang bersifat resiprokal; ketiga, pemakaian nama pertama (first name) dan gelar

(title) yang diikuti nama terakhir (last name) atau (title + last name) yang bersifat

non resiprokal. Hubungan yang tidak simetris terjadi karena adanya perbedaan usia dan pangkat.

Kridalaksana (1982: 14) berpendapat dalam bahasa Indonesia, ada 9 jenis kata untuk menyapa seseorang yaitu, 1) Kata ganti orang, yakni engkau dan kamu; 2) nama adik, yakni Mail dan Mila; 3) istilah perkerabatan, yakni bapak, ibu, kakak, dan adik; 4) gelar dan pangkat, seperti dokter, professor, letnan, dan colonel; 5) nomina pelaku (pe = verba), yakni penonton, pendengar, dan peminat; 6) nomina + ku, yakni Tuhanku, bangsaku, dan anakku; 7) kata-kata deiktis, yakni sini, situ, atau di situ; 8) bentuk nomina lain, yakni awak, bung, dan tuan, dan 9) bentuk zero, tanpa kata-kata.

Sementara itu, Wijana (1991: 4-5) mengklasifikasikan sapaan menjadi tujuh kategori yaitu, 1) sapaan berupa kata ganti orang pertama tunggal, kata ganti orang kedua tunggal dan jamak, dan sapaan kata ganti orang ketiga tunggal dan jamak; 2) sapaan kekerabatan: 3) sapaan pekerjaan; 4) sapaan nama diri; 5) sapaan yang berhubungan dengan kata sifat; 6) sapaaan agama; dan 7) sapaan persahabatan.

Pengklasifikasian dan penggunaan sapaan bergantung pada beberapa faktor, sebagaimana yang disebutkan oleh Suhardi (2009: 27) berpendapat bahwa kontak, jarak sosial, in- groupness, dan identitas tersapa. Keempat faktor interaksi membedakan jenis sapaan yang digunakan. Komunikasi atau interaksi yang berlangsung antara penyapa dan tersapa, dalam kontak yang bersifat santai dengan menggunakan sapaan berbentuk zero; di antara pesapa dan tersapa terkadang memiliki jarak sosial, meskipun sudah akrab atau belum akrab dan bentuk sapaan yang digunakan antara lain: bapak, ibu, saudara, dan sebagainya; faktor

ingroupness berkaitan antara pesapa dan tersapa yang memiliki kebudayaan yang

sama, seperti seusia, teman sekelas atau teman sekolah, satu profesi, asal daerah yang sama, hubungan keluarga, dan sebagainya; faktor identitas pelaku berkaitan dengan jenis kelamin, status, usia, dan pangkat atau kedudukan daerah.

Terdapat beberapa aspek sosial budaya yang harus dipertimbangkan dalam menggunakan kata sapaan tersebut dengan memperhatikan lawan tutur lebih tua, sederajat, lebih muda, atau kanak-kanak; status sosialnya lebih tinggi, sama atau lebih rendah; situasi formal dan tidak formal, akrab atau tidak akrab; wanita atau pria; sudah dikenal atau belum kenal; dan sebagainya (Chaer, 2010: 173). Pateda (1990: 16) berpendapat bahwa faktor sosial turut juga menentukan bahasa yang digunakan anak-anak akan berlainan dengan bahasa yang digunakan kepada ibu dan bapak, guru, bupati, dan sebagainya.

Bagian utama dari penelitian ini yaitu bentuk sapaan yang berkaitan dengan morfem, kata, dan frasa. Ketiga hal tersebut dijelaskan lebih lanjut oleh Kridalaksana (2008: 46-110) berpendapat bahwa: (a) morfem adalah satuan

bahasa terkecil yang makna secara relatif stabil dan tidak dapat dibagi atas bagian bermakna yang lebih kecil lagi, misalnya /ter/, /di/, pensil/, dan sebagainya; (b) kata diartikan dalam (1) morfem atau kombinasi morfem yang oleh bahasawan dianggap sebagai satua kecil yang dapat diujarkan sebagai bentuk yang bebas, (2) satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri, terjadi dari morfem tunggal (misal batu, rumah, dan sebagainya) atau gabungan morfem (misal pejuang, mengikuti pancasila, mahakuasa, dan sebagainya; dan (c) frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang sifatnya tidak predikatif, gabungan itu dapat rapat, dan dapat renggang.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli, maka dapat disimpulkan bahwa sapaan adalah seperangkat kata-kata atau ungkapan yang dipakai untuk menyebut dan memanggil para pelaku dalam peristiwa bahasa, sistem sapaan yang dipakai ditentukan oleh umur, jenis kelamin, kedudukan hubungan keluarga, situasi, keakraban, dan topik pembicaraan antara penyapa dan yang disapa.

Hubungan antara pesapa dan penyapa. Hubungan kekerabatan, misalnya anak dan orang tuanya atau hubungan atasan dan bawahan, dan hubungan teman biasa. Hubungan itu pula dapat ditentukan dari segi usia, pesapa yang muda kepada pesapa yang tua atau sebaliknya.

Kridalaksana (dalam Nasution, 1988: 7) mengatakan bahwa semua bahasa mempunyai sistem tutur sapa, yaitu sistem yang mempertautkan seperangkat kata-kata atau ungkapan-ungkapan yang dipakai untuk menyebut dan memanggil para pelaku dalam sistem tutur sapa yang disebut kata sapaan. Terdapat beberapa kata sapaan, yaitu kata ganti (engkau, kamu, kita, dan sebagainya), nama diri (nama

yang terlihat dalam suatu percakapan), gelar dan pangkat (dokter, suster, jendral, dan lai-lain)., bentuk verbal (pembaca, pendengar, penonton, dan sebagainya), bentuk nominal lain + ku (tuhanku, kekasihku, dan lain-lain), kata deiksis (situ dan sini), nominal lain (tuan, nyonya, nona, dan sebagainya), dan tanpa klata sapaan disebut zero.

Sudtono (dalam Nasution, 1988:7) berpendapat bahwa bentuk pronominal yang dipakai dalam suatu pembicaraan dari penyapa kepada pesapa dalam hubungan kondisi dan situasi tertentu. Dalam uraian ini, memberikan beberapa contoh dari beberapa bahasa daerah. Berdasarkan contoh yang diberikan terlihat bahwa perbedaan kelas kata dalam suatu masyarakat akan terdapat sistem pronominal yang sistematik antara pembicara yang satu dengan yang lain.

Selain itu, jika dilihat dari sudut hubungan teman dan situasi tertentu kata sapaan yang lain muncul pada kondisi tertentu. Kata sapaan dapat diukur dari hubungan penyapa dan pesapa serta ada hubungan vertikal dan hubungan horizontal. Hubungan vertikal menunjukan berapa jauh hubungan penyapa dan pesapa sebagai lawan bicara sedangkan hubungan horizontal menunjukkan tingkat kekerabatan penyapa dan pesapa. Kedua dimensi tersebut mengakibatkan banyaknya variasi sapaan yang dijumpai dalam pemakaiannya pada suatu masyarakat dalam hubungan kondisi atau situasi tertentu.

a. Masyarakat

Kata sapaan dalam masyarakat adalah kata-kata yang digunakan untuk menyapa orang atau anak yang tidak mempunyai hubungan keluarga. Kata sapaan yang digunakan sebagai penyapa dalam masyarakat umumnya sama

dengan sapaan dalam persaudaraan langsung. Kata sapaan dalam masyarakat tersebut berdasarkan sapaan tingkat usia, sapaan gelar agama, sapaan jabatan/gelar, dan sapaan penggolongan kata.

1. Sapaan berdasarkan tingkat usia a) Sapaan untuk orang yang lebih tua

Untuk orang yang lebih tua digunakan kata sapaan kakek, nenek, paman, dan bibi.

b) Sapaan untuk orang yang lebih muda

Dalam masyarakat untuk menyapa orang atau yang lebih muda dengan menyebut nama saja. Kalau orang yang lebih muda tersebut sudah menikah, orang tersebut biasanya akan disapa dengan nama saja. Untuk yang masih anak-anak baik laki-laki maupun perempuan akan disapa dengan adik atau dipanggil nama.

c) Sapaan untuk orang yang sebaya

Sapaan untuk orang yang sebaya ada tiga maacam, yaitu penyapa untuk sama-sama tua, penyapa untuk sama-sama muda, dan penyapa untuk sama-sama anak-anak.

d) Sapaan untuk orang yang belum dikenal

Apabila seseorang terpaksa harus berbicara dengan orang yang belum dikenal, orang tersebut harus menyesuaikan dengan perbandingan umur antara pembicara dan lawan bicara.

2. Sapaan berdasarkan gelar agama a) Ustadz

Orang yang biasa bekerja sebagai penceramah dan berjenis kelamin laki-laki.

b) Ustadzah

Orang yang biasa bekerja sebagai penceramah dan berjenis kelamin perempuan.

3. Sapaan berdasarkan jabatan

4. Sapaan berdasarkan penggolongan kata a) Kata ganti orang pertama

b) kata ganti orang kedua b. Keluarga

Kata sapaan adalah kata-kata yang menunjukan hubungan atau kekerabatan dengan pihak pertama. Kata sapaan dalam keluarga atau hubungan kekeluargaan langsung di dalam masyarakat yaitu kata sapaan yang digunakan untuk menyapa seseorang yang masih memiliki garis keturunan.

Sapaan dalam keluarga adalah kata sapaan yang digunakan untuk menyapa orang-orang atau anak-anak yang masih mempunyai hubungan pesaudaraan langsung maupun tidak langsung. Persaudaraan langsung adalah persaudaraan yang disebabkan oleh sisilah keturunan, misalnya kakek, nenek, bapak, ibu, cucu, cicik, paman, mertua, ipar, saudara kandung, dan sepupu. Cara menyapa orang-orang tersebut disesuaikan dengan fungsi dan peran antara pembicara dan lawan bicara.

1. Kakek

Kata kakek berfungsi sebagai kata sapaan yang digunakan terhadap orang tua kandung laki-laki.

2. Nenek

Kata nenek berfungi sebagai kata sapaan yang digunakan terhadap orang tua kandung perempuan.

3. Bapak

Kata bapak yang berfungsi sebagai kata sapaan digunakan terhadap oreang tua laki- laki.

4. Ibu

Kata ibu yang berfungsi sebagai kata sapaan digunakan terhadap orang tua perempuan, atau yang dianggap sebagai orang tua perempuan kandung.

5. Cucu

Kata cucu yang berfungsi sebagai kata sapaan yang digunakan nenek dan kakek.

6. Cicik

Kata cicik yang berfungsi sebagai kata sapaan yang digunakan buyut.

7. Paman

Kata paman yang berfungsi sebagai kata sapaan yang digunakan oleh anak dari saudaranya.

8. Mertua

Kata mertua yang berfungsi sebagai kata sapaan yang digunakan oleh menantu.

9. Ipar

Kata ipar yang berfungsi sebagai kata sapaan yang digunakan oleh saudara dari istri atau suami.

10. Saudara kandung

Kata saudara kandung berfungsi sebagai kata sapaan yang digunakan oleh kakak atau adik.

11. Sepupu

Kata sepupu berfungsi sebagai kata sapaan yang digunakan oleh anak dari saudara ibu atau bapak.

Dokumen terkait