• Tidak ada hasil yang ditemukan

1.7 Sistematika Pembahasan

Untuk memudahkan para pembaca dalam menelaah karya ilmiah, maka terlebih dahulu penulis kemukakan sistematika pembahasannya, yaitu dibagi kedalam 4 (empat) bab yang terurai dalam berbagai sub bab. Masing-masing bab mempunyai hubungan yang saling berkaitan antara satu dengan yang lain. Adapun uraian sebagai berikut:

Bab satu merupakan pendahuluan yang didalaminya meliputi tentang latar belakang masalah, rumusan massalah, tujuan penelitian, metodologi penelitian, yang terdiri dari: pendekatan penelitian, metode pengumpulan data, metode analisis data dan sistematika pembahasan.

Bab kedua merupakan pembahasan mengenai landasan teoritis tentang jual beli dan khiyar, yang terdiri dari pengertian dan dasar hukum jual beli, syarat dan rukun jual beli, jual beli yang dilarang dan dibolehkan, pengertian dan dasar hukum khiyar, macam-macam khiyar, dan hikmah khiyar.

Bab ketiga merupakan bab inti yang membahas tentang implementasi hak

khiyar dalam jual beli barang secara online, yang terdiri atas penerapan hak khiyar dalam jual beli barang secara online, dan tinjauan fiqh muamalah terhadap

praktik khiyar dalam jual beli barang secara online.

Bab keempat merupakan bab penutup yang berisikan kesimpulan dan saran sebagai tahap akhir penelitian.

18 BAB DUA

LANDASAN TEORITIS TENTANG JUAL BELI DAN KHIYAR

2.1 Pengertian dan Dasar Hukum Jual Beli

Jual beli menurut bahasa artinya menukar kepemilikan barang tersebut atau saling tukar menukar. Kata al-bai’ (jual) dan al-syira’ (beli) dipergunakan dalam pengertian yang sama. Sedangkan menurut istilah (terminologi), yang dimaksud dengan jual beli adalah menukar barang dengan barang atau barang dengan uang yang dilakukan dengan jalan melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling merelakan.1

Terdapat berbagai macam pengertian jual beli menurut istilah fiqih, di antaranya adalah sebagai berikut:

a. Sayyid Sabiq mendefinisikan jual beli sebagai suatu pertukaran harta dengan harta atas dasar saling rela, atau memindahkan milik dengan ganti yang dapat dibenarkan oleh syara’.2

b. Muhammad bin Ismail al-Kahlani mendefiniskan jual beli sebagai sesuatu pemilikan harta dengan harta, sesuai dengan syar’i dan saling rela.3

c. Syaikh Abi Yahya Zakaria al-Anshari mendefiniskan jual beli sebagai tukar menukar harta dengan harta yang lain dengan cara tertentu.4

1 Moh. Thalib, Tuntunan Berjual Beli Menurut Hadist Nabi (Surabaya: PT bina ilmu, 1977), hlm 7

2Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Jilid 12 (Terj. H. Kamaluddin, A. Marzuki), (Bandung, AlMa’arif, t.th), hlm. 47.

3Muhammad bin Ismail al-Kahlani, Subul al-Salam, Juz III, (Semarang, Toha Putra t.th), hlm. 3.

4Syaikh Abi Yahya Zakaria al-Anshori, Fath al-Wahab, Juz I, (Semarang, Toha Putra, t.th), hlm. 157.

19

d. Iman Nawawi mendefiniskan jual beli sebagai pertukaran harta dengan harta untuk kepemilikan.5

e. Ibnu Qudamah mendefinisikan jual beli sebagai pertukaran harta dengan harta, yang bertujuan untuk saling menjadikan milik atas harta tersebut.6 Para imam mazhab pun terdapat perbedaan pendapat dalam memberikan pengertian jual beli. Seperti pengertian jual beli yang dikemukakan oleh Ulama Malikiyah sebagaimana yang dikutip oleh Sohari Suhrani dan Ru’fah Abdullah dalam bukunya Fikih Muamalah. Bahwasanya kalangan ulama Malikiyah mendefinisikan jual beli dalam dua macam, yaitu:7

a. Jual beli yang bersifat umum, yaitu suatu perikatan tukar-menukat sesuatu yang bukan kemanfaatan dan kenikmatan. Perikatan, adalah akad yang mengikat kedua belah pihak, tukar-menukar yaitu salah satu pihak lain, dan sesuatu yang bukan manfaat ialah bahwa benda yang ditukarkan adalah zat (berbentuk), ia berfungsi sebagai objek penjualan, jadi bukan manfaatnya atau bukan hasilnya.

b. Jual beli yang bersifat khusus, yaitu ikatan tukar-menukar sesuatu yang bukan manfaatan dan bukan pula kelezatan yang mempunyai daya tarik, penukarannya bukan emas bukan pula perak, bendanya dapat direalisir da nada disekitar (tidak ditangguhkan), bukan merupakan utang (baik barang itu ada di hadapan si pembeli maupun tidak), barang yang sudah diketahui sifat-sifatnya atau sudah diketahui terlebih dahulu.

5Andi Intan Cahyani, Fiqh Muamalah, Cet. I, (Makassar: Alauddin University Press, 2013), hlm. 49.

6Ibid., hlm. 50.

7Sohari Suhrani dan Ru’fah Abdullah, Fikih Muamalah, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), hlm 66-67.

20

Dari berbagai definisi yang telah disebutkan di atas dapat dipahami bahwa inti dari jual beli adalah suatu perjanjian tukar menukar barang atau benda yang memiliki nilai, secara sukarela di antara kedua belah pihak, yang satu menerima benda dan pihak lainnya menerima uang sebagai kompensasi barang sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan syara’ dan disepakati oleh para pihak yang terlibat dalam perjanjian jual beli itu sendiri, yakni penjual dan pembeli.

Dalam Pasal 20 angka (2) Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah istilah jual beli dikenal dengan istilah ba’i yang merupakan jual beli antara benda dengan benda, atau pertukaran benda dengan uang.

Pada dasarnya praktik jual beli dilakukan secara langsung dalam satu tempat antara penjual selaku pihak yang menjualkan barang dengan pembeli selaku pihak yang akan membelikan barang tersebut dengan membayarkan sejumlah uang sesuai dengan harga yang telah disepakati bersama. Dewasa ini, praktik jual beli mulai berkembang ke arah yang lebih praktis, yakni dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi dan media internet.

salah satu keuntungan menggunakan media internet adalah dapat digunakan sebagai media perdagangan. Keuntungan ini sangat mendapat respon positif dari masyarakat dan pelaku bisnis online khususnya untuk bertransaksi jual beli via internet atau lebih dikenal dengan istilah jual beli online. Bertransaksi melalui online ini dianggap praktis, cepat dan mudah. Selain itu juga dapat menimalisir pengeluaran dan memaksimalkan dalam meraih keuntungan tanpa harus membeli atau menyewa toko untuk berjualan.

21

Transaksi jual beli online adalah aktifitas jual beli berupa transaksi penawaran barang oleh penjual dan permintaan barang oleh pembeli secara online dengan memanfaatkan media internet. Transaksi jual beli melalui media internet atau jual beli secara online dalam ranah hukum ekonomi dikenal dengan istilah

e-commerce. Sistem jual beli secara online ini dapat dilakukan dengan jarak

berjauhan menggunakan media elektronik sebagai perantara. Sistem jual beli online seperti ini tentunya sangat memudahkan para konsumen dalam melakukan tranksaksi antara penjual dan pembeli.

Ditinjau dari sifat jual beli pada umunya terbagi kepada dua yakni jual beli shahih (sah) dan jual beli yang tidak sah. Meskipun transaksi jual beli secara online dangan mamanfaatkan media internet sebagai penghubung antara penjual dan pembeli menjadi praktik yang baru dalam hal jual beli. Namun praktik tersebut tidak dilarang dalam bermualamah selama rukun dan syarat jual beli dalam Islam sudah terpenuhi, maka praktik jual beli online tersebut sah untuk dilaksanakan dan termasuk pada jual beli yag sifatnya shahih (sah).

Pada dasarnya proses tranksaksi jual beli secara online tidak jauh berbeda dengan transaksi jual beli secara langsung, hanya saja para pihak dalam transaksi jual beli secara online tidak bertemu secara fisik dalam satu tempat seperti dalam transaksi jual beli secara langsung. Namun yang mejadi wadah pertemuan para pihak dalam transaksi jual beli online adalah media sosial tempat penjual mempromosikan dan memperdagangkan barang yang akan dijual dengan mempostingkan foto dilengkapi dengan spesifikasi dari barang tersebut. Dari

22

postingan tersebut, pembeli dapat melihat barang dan mengetahui spesifikasi barang secara detail.

Adapun sistem pembayaran dalam transaksi jual beli secara onlie juga berbeda dengan transaksi jual beli secara langsung. Dalam jual beli secara online pembayaran dilakukan dengan sistem transfer via Bank dari pembeli kepada penjual, baru kemudian barang yang telah dipesan oleh pembeli aka dikirimkan oleh penjual ke alamat pembeli.

Landasan atau dasar hukum mengenai jual beli ini disyariatkan berdasarkan Al-Qur’an, Hadist Nabi, dan ijma’ yakni :

a. Al-Qur’an                                                    Artinya:

“Orang-orang yang makan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Barang siapa mendapatkan peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya terdahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barang siapa mengulanginya, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal didalamnya.” (al-Baqarah: 275).

b. Hadis

دحأ لكأ ام " :لوقي ملسو هيلع الله ىّلص الله لوسر عسم هنأ ،برك يدعم نب مادقلما نع

لىإ بحأ اماعط مكنم

ىراخبلا هاور( "هيدي لمع نم ّلجو ّزع الله

23

Artinya :

“Dari miqdam bin ma’diy karib. “sesungguhnya ia mendengar rasulullah saw bersabda Seseorang tidak memakan suatu makanan yang lebih baik dari pada dia memakan hasil usaha tangannya sendiri. Dan sesungguhnya, Nabi Allah Daud selalu memakan hasil usaha tangannya sendiri.” (H.R. Bukhari) 8

c. Ijma’

Ulama telah sepakat bahwa jual beli diperbolehkan dengan alasan bahwa manusia tidak akan mampu mencukupi kebutuhan dirinya, tanpa bantuan orang lain. Namun demikian, bantuan atau barang milik orang lain yang dibutuhkannya itu, harus diganti dengan barang lainnya yang sesuai. Mengacu kepada ayat-ayat Al-Qur’an dan hadist, hukum jual beli adalah mubah (boleh). Namun pada situasi tertentu, hukum jual beli itu bisa berubah menjadi sunnah, wajib, haram dan makruh.

Jual beli hukumnya sunnah, misalnya dalam jual beli barang yang hukum menggunakan barangnya diperjual belikan itu sunnah seperti minyak wangi. Jual beli hukumnya wajib, misalnya jika ada suatu ketika para pedagang menimbun beras, sehingga stok beras sedikit dan mengakibatkan harganyapun melambung tinggi. Maka pemerintah boleh memaksa para pedagang beras untuk menjual beras yang ditimbunnya dengan harga yang sebelum terjadi pelonjakan harga. Menurut Islam, para pedagang beras tersebut wajib menjual beras yang ditimbun sesuai dengan

24

ketentuan pemerintah. Jual beli hukumnya haram, misalnya jual beli yang tidak memenuhi rukun dan syarat yang diperbolehkan dalam Islam, juga mengandung unsur penipuan. Jual beli hukumnya makruh, apabila barang yang diperjual belikan itu hukumnya makruh seperti rokok.9

Dalam buku karangan M. Ali Hasan, dengan judul Berbagai Macam

Transaksi dalam Islam, dijelaskan bahwa menurut Imam Asy-Syatibi (ahli fiqh

mazhab Imam Maliki), hukumnya bisa berubah menjadi wajib dalam situasi tertentu. Sebagai contoh dikemukakan, bila suatu waktu terjadi penimbunan barang, sehingga persediaan hilang dari pasaran dan harga melonjak naik. Apabila terjadi praktik semacam itu, maka pemerintah boleh memaksa para pedagang menjual barang-barang sesuai dengan harga pasar sebelum terjadi pelonjakan harga barang itu. Para pedagang wajib memenuhi ketentuan pemerintah di dalam menentukan harga di pasar. 10

Beberapa pesan normatif di atas semua menunjukkan bahwa jual beli adalah pekerjaan yang diakui dalam Islam. bahkan ia dipandang sebagai salah satu pekerjaan yang mulia. Meskipun demikian, ada pesan moral yang harus diperhatikan, yaitu kemuliaan jual beli tersebut terletak pada kejujuran yang dilakukan oleh para pihak. Jual beli tidak saja dilakukan untuk memenuhi keinginan para pelakunya untuk memperoleh keuntungan, akan tetapi harus dilakukan sebagai bagian untuk mendapatkan ridha Allah SWT.11

9 Zainuddin, Fik ih Sunnah, (Semarang : Karya Toha Putra, 1999), hlm. 49.

10M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transak si di Dalam Islam, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 116-117 .

11M. Yazid Efendi, Fiqh Muamalah dan Implementasinya dalam Lembaga Keuangan

Dokumen terkait