• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I : PENDAHULUAN

G. Sistematika Pembahasan

membantu serta membimbing konseli untuk mencari solusi dalam permasalahan yang dihadapi.

G. Sistematika pembahasan

Dalam pembahasan skripsi ini, peneliti akan membahas 5 BAB dengan susunan berikut :

1. Bagian Awal

Bagian awal terdiri dari judul penelitian(sampul), Persetujuan Pembimbingan, Pengesahan Tim Penguji, Motto, Persembahan, Pernyataan Otentisitas Skripsi, Abstrak, Kata Pengantar, Daftar Isi dan Daftar Tabel. 2. Bagian Inti

Bab I. dalam bab ini pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi konsep, metode penelitian yang meliputi pendekatan dan jenis penelitian, sasaran, jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, serta sistematika pembahasan.

Bab II. Tinjauan pustaka. Dalam bab ini meliputi terapi client centered, ciri-ciri client centered, pandangan manusia menurut client centered dan perilaku bermasalah dalam client centered. Selain itu, bab ini juga membahas tentang negative thinking, negative thinking dalam Islam, negative thinking yang diperbolehkan dalam Islam dan penelitian terdahulu yang relevan.

Bab III. Penyajian data. Dalam penyajian data meliputi tentang deskripsi umum objek penelitian yang dipaparkan agar pembaca mengetahui gambaran

tentang objek yang dikaji dan deskripsi lokasi penelitian. Bagian ini dipaparkan mengenai data dan fakta objek penelitian, terutama yang berkait dengan rumusan masalah yang diajukan.

Bab IV. Dalam bab ini membahas tentang analisis data yang terdiri dari analisis proses dan analisis hasil proses.

Bab V. Dalam bab ini membahas tentang penutup yang terbagi kepada dua poin yaitu kesimpulan dan saran.

3. Bagian Akhir

Dalam bagian ini berisi daftar pustaka dan lampiran-lampiran yang digunakan sepanjang penelitian ini dijalankan.

BAB II

TERAPI CLIENT CENTERED DAN NEGATIVE THINKING A. KAJIAN TEORITIK

1. Pengertian Client- Centered

Carl R. Rogers mengembangkan terapi client centered sebagai reaksi terhadap apa yang disebutnya keterbatasan- keterbatasan mendasar dari psikoanalisis. Pada hakikatnya, pendekatan client centererd adalah cabang dari terapi humanistik yang menggaris bawahi tindakan mengalami klien berikut dunia subjektif dan fenomenalnya. Pendekatan client centered ini menaruh kepercayaan yang besar pada kesanggupan klien untuk mengikuti jalan terapi dan menemukan arahnya sendiri. Menurut Rogers yang dikutip oleh Gerald Corey menyebutkan bahwa:’ terapi client centered merupakan tekhnik konseling dimana yang paling berperan adalah klien sendiri, klien dibiarkan untuk menemukan solusi mereka sendiri terhadap masalah yang tengah mereka hadapi. Hal ini memberikan pengertian bahwa klien dipandang sebagai partner dan konselor hanya sebagai pendorong dan pencipta situasi yang memungkinkan klien untuk bisa berkembang sendiri.19

Sedangkan menurut Prayitno dan Erman Amti terapi client centered adalah klien diberi kesempatan mengemukakan persoalan, perasaan dan pikiran- pikirannya secara bebas. Pendekatan ini juga mengatakan bahwa seseorang yang

mempunyai masalah pada dasarnya tetap memiliki potensi dan mampu mengatasinya maslah sendiri.20 Jadi terapi client centered adalah terapi yang berpusat pada diri klien, yang mana seorang konselor hanya memberikan terapi serta mengawasi klien pada saat mendapatkan pemberian terapi tersebut agar klien dapat berkembang atau keluar dari masalah yang dihadapinya.

2. Pandangan tentang sifat manusia.

Teori Rogers tentang pandangan manusia yang di kutip oleh Prayitno dan Erman Amti disebutkan bahwa terapi ini sering juga disebut dengan pendekatan yang beraliran humanistik. Yang mana menekaakan pentingnya pengembangan potensi dan kemampuan secara hakiki ada pada setiap individu. Potensi dan kemampuan yang telah berkembang itu menjadi penggerak bagi upaya individu untuk mencapai tujuan- tujuan hidupnya.19 Manusia merupakan makhluk sosial dimana keberadaan setiap manusia ingin dihargai, dan diakui keberadaannya serta mendapatkan penghargaan yang positif dari orang lain dan rasa kasih sayang adalah kebutuhan jiwa yang paling mendasar dan pokok dalamhidup manusia. Pandangan client centered tentang sifat manusia menolak konsep tentang kecenderungan – kecenderungan negative dasar.21

20 Prayitno dan Erman Amti, Dasar- Dasar Bimbingan Konseling ( Jakarta: PT Asdi Mahasatya, 2004) Hal.300

Hakikat manusia menurut Rogers adalah sebagai berikut:

a. Setiap manusia berhak mempunyai setumpuk pandangan sendiri dan menentukan haluan hidupnya sendiri, serta bebas untuk mengejar kepentingannya sendiri selama tidak melanggar hak- hak orang lain. b. Manusia pada dasarnya berakhlak baik, dapat diandalkan, dapat

dipercayakan, cenderung bertindak secara konstruktif. Naluri manusia berkeinginan baik, bagi dirinya sendiri dan orang lain. Rogers berpendapat optimis terhadap daya kemampuan yang terkandung dalam batin manusia.

c. Manusia, seperti makhluk hidup yang lain, membawa dalam dirinya sendiri kemampuan, dorongan, dan kecenderungan untuk mengembangkan diri sendiri semaksimal mungkin.

d. Cara berfikir seseorang dan cara menyesuaikan dirinya terhadap keadaan hidup yang dihadapinya, selalu sesuai dengan pandangannya sendiri terhadap diri sendiri dan keadaan yang dihadapinya.

e. Seseorang akan menghadapi persoalan jika unsur-unsur dalam gambaran terhadap diri sendiri yang menimbulkan konflik dan pertentangan, lebihlebih antara siapa saya ini sebenarnya (real self) dan saya seharusnya menjadi orang yang bagaimana. (ideal self).

3. Konsep Teori Kepribadian dalam Terapi Client- Centered

Rogers sebenarnya tidak terlalu memberi perhatian kepada teori kepribadian. Baginya cara mengubah dan perihatian terhadap proses perubahan kepribadian jauh lebih penting dari pada karakteristik kepribadian itu sendiri. Namun demikian, karena dalam proses konseling selalu memperhatikan perubahan- perubahan kepribadian, maka atas dasar pengalaman klinisnya Rogers memiliki pandangan- pandangan khusus mengenai kepribadian, yang sekaligus menjadi dasar dalam menerapkan asumsi- asumsinya terhadap proses konseling.

Kepribadian menurut Rogers merupakan hasil dari interaksi yang terus- menerus antara organism, self, dan medan fenomenal. Untuk memahami perkembangan kepribadian perlu dibahas tentang dinamika kepribadian sebagai berikut:

a. Kecenderungan Mengaktualisasi Rogers beranggapan bahwa organism manusia adalah unik dan memiliki kemampuan untuk mengarahkan, mengatur, mengontrol dirinya dan mengembangkan potensinya.

b. Penghargaan Positif Dari Orang Lain Self berkembang dari interaksi yang dilakukan organism dengan realitas lingkungannya, dan hasil interaksi ini menjadi pengalaman bagi individu. Lingkungan social yang sangat berpengaruh adalah orang- orang yang bermakna baginya, seperti orang tua atau terdekat lainnya. Seseorang akan berkembang secara positif jika

dalam berinteraksi itu mendapatkan penghargaan, penerimaan, dan cinta dari orang lain.

c. Person yang Berfungsi Utuh Individu yang terpenuhi kekbutuhannya, yaitu memperoleh penghargaan positif tanpa syarat dan mengalami penghargaan diri, akan dapat mencapai kondisi yang kongruensi antara self dan pengalamannya, pada akhirnya dia akan dapat mencapai penyesuaian psikologis secara baik.22

4. Ciri-ciri pendekatan client centred

Ciri- ciri konseling berpusat pada person atau konseli dan fokus utama adalah kemampuan individu memecahkan masalah bukan terpecahnya masalah :

a. Lebih mengutamakan sasaran perasaan dari pada intelek. b. Masa kini lebih banyak diperhatikan dari pada masa lalu. c. Pertumbuhan emosional terjadi dalam hubungan konseling.

d. Proses terapi merupakan penyerasian antara gambaran diri konseli dengan keadaan dan pengalaman diri yang sesungguhnya.

e. Hubungan konselor dan konseli merupakan situasi pengalaman terapeutik yang berkembang menuju kepada kepribadian klien yang integral dan mandiri.

5. Perilaku Bermasalah dalam Terapi Client- Centered

Klien memiliki kemampuan untuk menjadi sadar atas maslahmasalahnya serta cara- cara mengatasinya. Kepercayaana di letakkan pada keasanggupan klien untuk mengarahkan dirinya sendiri. Kesehatan mental adalah keselarasan antara diri ideal dengan diri riil.

Pribadi yang penyesuaiannya baik sangat erat hubungannya dengan pengalaman individu, yaitu segenap pengalamannya diasimilasikan dan disadari ke dalam hubungan yang selaras dengan konsepsi self. Sebaiknya, penyesuaian psikologis yang salah terjadi apabila konsepsi self menolak menjadi sadar pengalaman, yang selanjutnya tidak dilambangkan dan tidak diorganisasikan ke dalam struktur self secara utuh.23

Menurut Rogers, pembentukan self berhubungan dengan pengalamannya. Hubungan self dengan pengalaman seseorang pada dasarnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu :

A. Kongruensi, pengalaman yang sesuai dengan self.

B. Tidak kongruensi, pengalaman yang tidak sesuai dengan self C. Self yang tidak memiliki hubungan dengan pengalaman.

Berdasarkan uraian- uraian diatas secara singkat dapat dikemukakan karakteristik perilaku bermasalah adalah adalah: pengasingan yaitu orang yang tidak memperoleh penghargaan secara positif dari orang lain, ketidak

selarasan antara pengalaman dan self, mengalami kecemasan yang ditunjukkan oleh ketidakkonsistenan mengenai konsep dirinya, defensive, dan berperilaku yang salah penyesuaiannya,24

6. Tujuan Terapi Client- Centered

Tujuan dasar terapi client- centered adalah menciptakan iklim yang kondusif bagi usaha membatu klien untuk menjadi seorang pribadi yang berfungsi penuh. Guna mencapai tujuan terapi tersebut perlu mengusahakan agar klien bisa memahami hal- hal yang ada di balik topeng yang dikenakannya.25

Tujuan dasar dari layanan client centered yaitu sebagai berikut:

a. Keterbukaan kepada pengalaman.

Keterbukaan pada pengalaman perlu memandang kenyataan tanpa mengubah empati yang cermat dan dengan usaha untuk memahami kerangka acuan internal klien, terapis memberikan perhatian terutama pada persepsi diri klien dan persepsinya terhadap dunia.

b. Kepercayaan terhadap organisme sendiri.

Salah satu tujuan terapi adalah membantu klien dalam membangun rasa percaya terhadap diri sendiri. Pada tahap permulaan terapi, kepercayaan klien terhadap diri sendiri dan terhadap putusan- putusannya

24 Latipun, Psikologi Konseling, (Malang : UMM Press, 2008), Hal.98.

sendiri sangat kecil. Mereka secara khas mencari saran dan jawabanjawaban dari luar kairena pada dasarnya mereka tidak mempercayai kemampuan dirinya untuk mengarahkan hidupnya sendiri. c. Tempat evaluasi internal.

Tempat evaluasi internal yang berkaitan dengan kepercayaan diri, berrati lebih banyak mencari jawaban- jawaban pada diri sendiri bagi masalah- masalah keberadaannya. Dia menetapkan standar- standar tingkah laku dan melihat ke dalam dirinya sendiri dalam membuat putusan- putusan dan pilihan- pilihan bagi hidupnya.

d. Kesediaan untuk menjadi suatu proses.

Konsep tentang diri dalam proses pemenjadian, yang merupakan lawan dari konsep tentang diri sebagai produk, sangat penting. Meskipun klien boleh jadi menjalani terapi untuk sejenis formula untuk membangun keadaan berhasi dan berbahagia , mereka menjadi sadar bahwa pertumbuhan adalah suatu proses yang berkesinambungan.26

7. Peran konselor dalam terapi Client – Centered

Dalam pandangan Rogers, konselor lebih banyak berperan sebagai partner klien dalam memecahkan masalahnya. Dalam hubungan konseling, konselor ini lebih banyak memberikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan segala permasalahan, perasaan dan persepsinya, dan konselor merefleksikan segala yang diungkapkan oleh klien. Agar peran ini

dapat dipertahankan dan tujuan konseling dapat dicapai, maka konselor perlu menciptakan iklim atau kondisi yang mampu menumbuhkan hubungan konseling.27

Selain peranan di atas, peranan utama konselor adalah menyiapkan suasana agar potensi dan kemampuan yang ada pada dasarnya ada pada diri klien itu berkembang secara optimal, dengan jalan menciptakan hubungan konseling yang hangat. Dalam suasana seperti itu konselor merupakan “agen pembangunan” yang mendorong terjadinya perubahan pada diri klien tanpa konselor sendiri banyak masuk dan terlibat langsung dalam proses perubahan tersebut.28

8. Tehnik Client Centered

Tehnik Terapi Client Centered Menurut Carl Rogers beberap langkah yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan konseling Client Centered Therapy, namun langkah tersebut dapat diubah-ubah karena bukan langkah yang baku, langkah-langkah tersebut yaitu :

a. Klien datang untuk meminta bantuan kepada konselor secara sukarela. Bila klien datang atas petunjuk seseorang, maka konselor harus mampu menciptakan suasana permisif, santai, penuh keakraban dan kehangatan, serta terbuka, sehingga klien dapat menetukan sikap dalam pemecahan masalahnya.

27 Latipun, Psikologi Konseling, (Malang : UMM Press, 2008), Hal.106

28 Prayitno dan Erman Amti, Dasar- Dasar Bimbingan Dan Konseling (Jakarta: Rineka Cipta,2004), Hal.300

b. Merumuskan situasi bantuan. Dalam merumuskan konseling sebagai bantuan untuk klien , klien didorong untuk menerima tanggung jawab untuk melaksanakan pemecahan masalahnya sendiri. Dimana dorongan ini hanya bisa dilakukan apabila konselor yakin pada kemampuan klien untuk mampu membantu dirinya sendiri.

c. Konselor mendorong klien untuk mengungkapkan perasaannya secara bebas, berkaitan dengan masalahnya.dengan menunjukkan sikap permisif, santai, penuh keakraban, kehangatan, terbuka, serta terhindar dari ketegangan-ketegangan, memungkinkan klien untuk mengungkapkan perasaannya, sehingga dirasakan meredanya ketegangan atau tekanan batinnya.

d. Konselor secara tulus menerima dan menjernihkan perasaan klien yang sifatnya negative dengan memberikan respons yang tulus dan menjernihkan kembali perasaan negatif dari klien.

e. Setelah perasaan negatfi dari klien terungkapkan,maka secara psikologis bebannya mulai berkurang. Sehingga ekspresi-ekspresi positif akan muncul, dan memungkinkan klien untuk bertumbuh dan berkembang. f. Konselor menerima perasaan positif yang diungkapkan klien.

g. Saat klien mencurahkan perasaannya secara berangsur muncul perkembangan terhadap wawasan (Insight) klien mengenal dirinya dan pemahaman (Understanding) serta penerimaan diri tersebut.

h. Apabila klien telah memiliki pemahaman terhadap masalahnya dan menerimanya, maka klien mulai membuat keputusan untuk melangkah memikirkan tindakan selanjutnya. Artinya bersamaan dengan timbulnya pemahaman, muncul proses verfikasi untuk mengambil keputusan dan tindakan memungkinkan yang akan diambil.29

9. Negative Thinking

a. Pengertian Negative Thinking

Berpikir negatif memiliki dampak positif dan negatif, meskipun lebih banyak memiliki dampak negatif. Salah satu dampak positifnya adalah adanya sikap antisipatif. Misalnya pada saat individu akan melakukan presentasi, maka automatic thought yang muncul adalah “jangan-jangan aku tidak bisa tampil dengan baik”. Automatic thought ini mengarah pada negative automatic thought atau pikiran negatif.

Pikiran negatif ini berdampak positif karena dapat membuat individu lebih mempersiapkan diri agar kecemasan yang dialami tidak terjadi. Namun dapat berdampak negatif apabila tidak dikelola dengan baik. Misalnya individu menjadi sangat cemas, emosi tidak tenang, badan menjadi dingin, detak jantung lebih cepat, pikiran tiba-tiba menjadi blank atau bahkan sampai gagap dalam mengucapkan kalimat.

29 John McLeod, Pengantar Konseling: Teori dan Study kasus,(Jakarta : Prenada Media Grup, 2003), Hal. 201

Oleh karena itu, individu perlu mengelola automatic thought dengan baik agar tidak menjadi hambatan atau gangguan bagi kehidupannya. Pikiran negatif cenderung mengarah pada pemikiran yang tidak realistik (unrealistic), kesalahan berpikir (logical error), pikiran mengalahkan diri (self-defeating thoughts), dan dysfunctional assumption.

Bentuk pikiran negatif diantaranya berprasangka tanpa adanya bukti yang jelas, berpikir “harus” dalam mencapai keinginan, berpikir kalau dirinya bodoh, tidak berguna, atau tidak punya kelebihan yang bisa dibanggakan, pikiran berandai-andai, berpikir dengan cenderung memprediksikan suatu hal dengan hasil negatif (akan gagal), berpikir bahwa kesalahan disebabkan oleh orang lain dan atau terlalu menyalahkan diri. Pikiran negatif dapat merugikan individu, baik secara intrapersonal maupun interpersonal.

Dr. Bramson dalam Brinkman, R. and Kirschner, R. menjelaskan bahwa , ciri khas orang dengan tipe berpikiran negative adalah:

1) Merasa putus asa untuk melakukan perubahan. 2) Menghancurkan semangat.

3) Bereaksi kuat terhadap pemecahan masalah atau perubahan-perubahan proses.

4) Terdengar lebih pahit dan tak berharapan dibanding dengan pengeluh. Hal yang dapat kita lakukan dalam berkomunikasi dengan orang berprilaku tersebut masih menurut Dr. Bramson adalah:

2) Jangan berargumentasi.

3) Cari permasalahan di hadapan pemecahan. 4) Gambarkan situasi yang paling buruk. 5) Gunakan mereka sebagai sumberdaya. 6) Tunggu mereka, tetapi siap untuk bertindak. b. Negative Thinking Dalam Islam

Dalam agama Islam sudah dijelaskan di dalam Al Qur’an surat Al- Hujarat ayat 12 mengenai perintah untuk tidak berprasangka buruk atau negative thinking bahkan sampai mencari – cari kesalahan orang lain.

اَهُّيَأََٰٓي

ٱ

َنيِلَّذ

ْاوُنَماَء

ٱ

ْاوُبِنَتۡج

َنِ م اٗيرِثَك

ٱ

ِ ن ذظل

َضۡعَب ذنِإ

ٱ

ِ ن ذظل

ْاو ُس ذسَتَ َ لَ َو ٞۖ مۡثِإَ

اٗتۡيَم ِهيِخَأ َمۡلَ َلُكَ ۡأَي نَأ ۡمُكُدَحَأ ُّبِ ُيَُأ ۚا ًضۡعَب مُك ُضۡعذب بَتۡغَي لََوَ

ُتۡهِرَكَف

َو ُۚهوُم

ٱ

ْاوُقذت

ٱ

َۚذلل

ذنِإ

ٱ

َ ذلل

ميِحذر باذوَت

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” ( Q.S Al-Hujurat : 12 )

Kemudian di dalam hadits juga sudah dijelaskan seperti halnya sabda Rasulullah Saw berikut ini mengenai prasangka buruk yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari hadits no. 6064 dan Muslim hadits no. 2563 yang berarti :

“Berhati-hatilah kalian dari tindakan berprasangka buruk, karena prasangka buruk adalah sedusta-dusta ucapan. Janganlah kalian saling mencari berita kejelekan orang lain, saling memata-matai, saling mendengki, saling membelakangi, dan saling membenci. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.”

Prasangka buruk atau berpikir negatif itu sendiri dapat dikategorikan menjadi 3 bagian, yakni :

1. Prasangka buruk terhadap diri sendiri (nafs ammarah)

Prasangka buruk terhadap diri sendiri biasanya ditandai dengan tidak adanya kepercayaan diri terhadap kemampuan untuk melakukan suatu hal dan cenderung selalu takut gagal. Hal ini tidak baik untuk dilakukan sehinggi diri anda tidak bisa berkembang. Diperlukan cara agar hati tenang dalam islam agar terhindar dari berprasangka buruk terhadap diri sendiri. 2. Prasangka buruk terhadap orang lain

Prasangka buruk terhadap orang lain ditandai dengan sikap selalu mencari – cari kesalahan orang lain. Apapun tindakan orang yang tidak kita sukai pasti akan selalu dihubungkan dengan hal – hal yang buruk padahal belum tau kebenaranya seperti apa. Biasanya setelah

berprasangka buruk seperti itu hati pelaku akan merasa. Alangkah baiknya jika anda mengetahui cara menghilangkan dendam dalam islam. 3. Prasangka buruk kepada Allah Swt

Prasangka buruk kepada Allah biasanya timbul karena doa yang dipanjatkan tidak kunjung terkabul. Ada juga karena banyaknya musibah yang datang silih berganti. Hal seperti itulah yang memancing seseorang berprasangka buruk kepada Allah Swt. Untuk itu anda perlu mengetahui sifat orang yang bertakwa.

c. Negative Thinking Yang Diperbolehkan Dalam Islam

Melihat dari penjelasan Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, beliau mengatakan:

“Diharamkan suuzhan kepada sesama Muslim. Adapun kafir, maka tidak haram berprasangka buruk kepada mereka, karena mereka memang ahli keburukan. Adapun orang yang dikenal sering melakukan kefasikan dan maksiat, maka tidak mengapa kita berprasangka buruk kepadanya. Karena mereka memang gandrung dalam hal itu. Walaupun demikian, tidak selayaknya seorang Muslim itu mencari-cari dan menyelidiki keburukan orang lain. Karena sikap demikian kadang termasuk tajassus”.

1. Negative Thinking Yang Dianjurkan Dalam Islam

Melihat penjelasan dari Abu Hatim Al Busti, beliau mengatakan bahwa “Orang yang memiliki permusuhan dan pertarungan dengan seseorang dalam masalah agama atau masalah dunia, yang hal tersebut

mengancam keselamatan jiwanya, karena makar dari musuhnya. Maka ketika itu dianjurkan berprasangka buruk terhadap tipu daya dan makar musuh. Karena jika tidak, ia akan dikejutkan dengan tipu daya musuhnya sehingga bisa binasa.”

2. Negative Thinking Yang Diwajibkan Dalam Islam

Negative thinking atau prasangka buruk yang dianjurkan dalam islam ialah prasangka buruk yang dilakukan untuk memperjuangkan, membantu, membela umat islam dari kedzaliman yang sangat dibutuhkan dalam rangka mendapatkan kemaslahatan syariat.

Dokumen terkait