• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab pertama, berisi beberapa sub-pembahasan yakni latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan, telaah pustaka, kajian teori, metode penelitian dan sistematika pembahasan. Bab ini sebagai bab awal untuk menjelaskan visi dan misi dari penelitian ini.

Bab dua, akan penulis isi penjelasan tentang argumentasi teoritik mengenai kota Ternate, masyarakat Ternate, ruang lingkup tradisi lisan Ternate, ilmu komunikasi dan komunikasi dakwah.

Bab tiga, pada bab ini membahas tentang tradisi lisan sebagai alat komunikasi antar masyarakat, serta menjawab persoalan kedua penelitian ini

yakni mengkonstruk integrasi budaya Islam lokal (tradisi lisan Ternate) sebagai komunikasi dakwah pada konteks sosial-modern.

Bab empat, bab ini membahas tentang tradisi lisan Ternate yang ditinjau dari sisi tindak tutur yang meliputi tiga kata kunci yakni loccutionary, illocutionary act dan perlocutinary act dalam konteks komunikasi dakwah antar masyarakat Ternate.

Bab lima, sebagai bab penutup, penulis isi dengan hasil penelitian secara singkat dan padat mengenai tradisi lisan Ternate dalam konsideran ilmu komunikasi dan tindak tutur sebagai bentuk integrasi budaya lokal pada konteks sosial-modern. Bab ini penulis juga menyematkan saran-saran.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan paparan hasil penelitian di atas yang berdasar pada rumusan masalah penelitan ini. Maka, penulis dapat menarik kesimpulan sebagai upaya untuk menjawab permasalah-permasalah tersebut sebagai berikut;

1. Dari beberapa unsur komunikasi tersebut di atas sangat menentukan berhasil atau tidaknya komunikasi adalah faktor manusia. Oleh karena itu ia memberi saran jika seseorang mempelajari komunikasi maka ia harus mempelajari manusia dengan segala keunikannya. Menurutnya manusia yang sama pada suatu saat di suatu tempat, akan berbeda dalam banyak hal jika berada di suatu saat dan suatu tempat yang lain.

Tradisi lisan dalam kinerjanya membutuhkan komunikasi sebagai sarana untuk menyampaikan suatu pesan lewat bahasa yang dikembangkan tidak hanya berasal dari individu, tetapi komunitas dan mengandung kebenaran yang penting. Dalam konteks ini, komunikasi dapat menjalankan fungsi informatif dan komunikatifnya. Semisal dapat diberikan contoh pada dola bololo sebagai susunan kalimat yang menyatakan perasaan dan pendapat seseorang, hal ini merupakan ciri kebijaksanaan seseorang dalam masyarakat untuk menyampaikan pandangan dan pendapatnya dalam bentuk peribahasa kepada seseorang atau masyarakat di sekitarnya agar ia dapat memahami dan menanggapi maksud yang ingin disampaikan. Dengan cara

penyampaiannya yang santun dan sesuai dengan budaya masyarakat setempat, orang yang mendengarkannya tidak akan merasa tersinggung.

Apalagi diltinjau dari aspek signifikansinya, berkomunikasi dengan menggunakan dola bololo lebih berkesan mudah dihayati, dipahami maksud serta pendapat seseorang.

2. Keberadaan tradisi lisan Ternate di kalangan masyarakat dapat didengarkan dan dihayati secara bersama-sama pada saat melihat satu peristiwa tertentu termasuk dalam konteks sosial-modern. Tradisi lisan Ternate, mengandung gagasan, pikiran, ajaran dan nilai-nilai moral. Gagasan-gagasan ini berpengaruh pada sikap dan perilaku masyarakat tradisional yang memiliki ikatan kolektivitas yang kuat. Keberadaan produk budaya lokal ini dianggap sebagai bukti historis kreativitas masyarakat yang dapat dimanfaatkan untuk menumbuhkan semangat solidaritas dan terlebih lagi sebagai alat komunikasi dakwah pada konteks sosial-modern. Tujuan utamanya adalah menguatnya ikatan batin di antara anggota masyarakat dalam bentuk solidaritas sosial (ukhuwah). Selain itu, Instrumen dalam sastra lisan Ternate yang merupakan ungkapan pesan spiritual yang terkandung pesan moral agama sesungguhnya merupakan keterwakilan dari ayat al-Qur’an dan Hadis sebagai sumber utama agama Islam. Dengan menggunakan bahasa sebagai medium pengucapannya, sepanjang sejarah, sastra tidak saja merekam pergumulan dan pergolakan manusia, tetapi juga dengan caranya sendiri menjadikan dirinya sebagai salah satu sumber pencerahan. Sumber

pencerahan itu menjadi perekat bagi masyarakat di Moloku Kie Raha (Ternate).

3. Tradisi lisan atau sastra lisan Ternate juga memiliki sisi tindak tutur yang terbagi dalam lokusi, ilokusi, perlokusi. Dalam penelitian penulis pada tuturan tradisi lisan dapat menjadi komunikasi dakwah pada masyarakat Ternate. Hal ini dapat dicontohkan pada salah satu tradisi lisan yakni Eli-eli susunyinga demo ma dero afa, mara cobo sala demo kanang (Ingat-ingatlah kata yang tepat, jangan sampai salah memilih kata). Tuturan ini termasuk dalam perspektif pragmatik tindak lokusi pada bentuk tindak tutur lokusi pernyataan (Deklaratif) yakni bentuk yang pernyataan berfungsi hanya untuk memberitahukan sesuatu kepada orang lain sehingga diharapkan pendengar untuk menaruh perhatian. Dari segi makna tradisi lisan tersebut menyatakan bahwa perasaan dan pendapat seseorang dalam bentuk sindiran dan tamsilan sebagai bentuk ciri kebijakan seseorang melalui peribahasa, sehingga tidak menyinggung perasaan. Sindiran dan peribahasa tergolong tuturan tidak langsung yang dianggap memiliki kesantunan yang tinggi dibandingkan tuturan langsung Anjuran menggunakan kata yang tepat pada ungkapan di atas dapat ditafsirkan atau dinterpretasikan sebagai kata-kata yang tepat atau kata-kata halus dan sopan (tidak mengandung makian). Kata-kata halus dan tidak makian akan menimbulkan keharmonisan dan kasih sayang antar pembicara dan pendengar. Nilai kesantunan berbahasa pada dola bololo merupakan gambaran atau cerminan nilai kehidupan masyarakat leluhur Ternate sebagai kualitas totalitas dan fakta antarhubungan nilai- nilai tersebut

dengan prilaku kehidupannya melalui medium bahasa. Makna ini ketika ditinjau dalam ayat-ayat Qur’an, memiliki relevansinya pada beberapa ayat QS. al-Baqarah (2): 83. Sastra lisan Ternate juga memiliki beberapa fungsi tuturan diantaranya terima kasih, simpati, menyatakan sikap, pengharapan dan pertentangan.

B. Saran-saran

Penulis menyadari bahwa apa yang kaji tentang tindak tutur komunikasi dakwah dalam tradisi lisan ternate (integrasi budaya islam lokal pada konteks sosial-modern) masih banyak kekurangan yang nantinya perlu untuk ditambahi lewat kajian lebih lanjut, tetapi dalam kajian ini penulis berusaha semaksimal mungkin untuk mengkaji kajian ini dengan sebaik-baiknya dengan memperhatikan beberapa aspek-aspek penting kajian. Dari penelitian yang penulis lakukan di masyarakat Ternate tentu masih sangat memungkinkan untuk dikaji lebih lanjut, terutama pada sisi bagaimana tradisi lisan sebagai bahan dakwah kaum millenial. Penelitian ini juga dapat menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah dan masyarakat agar lebih sadar untuk menggunakan tradisi lisan (kearifan lokal) yang sudah diwarisi oleh para pendahulu masyarakat Ternate untuk dijadikan bahan dakwah serta nasihat yang dikemas dalam frame yang lebih modern kepada masyarakat terkhusus pada kalangan millenial Ternate.

Dokumen terkait