• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN

1.6 Sistematika Penulisan

Skripsi mengenai optimasi tata letak mesin dengan metode boundary cluster search dan algoritma meta-heuristic ini dibagi menjadi beberapa bab.

Pada bab pertama penulis menjelaskan latar belakang masalah yang mendorong dilakukannya penelitian ini. Diagram keterkaitan masalah, rumusan permasalahan dan tujuan penelitian dijelaskan dalam bab ini untuk memberikan penjelasan yang lebih rinci mengenai sebab dan akibat dari penelitian ini. Ruang lingkup penelitian menjelaskan batasan-batasan asumsi awal yang menjadi parameter penelitian ini. Metodologi penelitian menjelaskan urutan dan sistematika penelitian ini secara menyeluruh.

Pada bab kedua penulis menjelaskan dasar teori yang menjadi dasar penelitian ini. Adapun dasar teori yang akan digunakan adalah teori mengenai Machine Layout Problem (MLP), Metode Cluster Boundary Search (CBS) dan Algoritma meta-heuristic. Dasar teori dipelajari dari buku, jurnal dan penelitian lain yang terkait.

7

Gambar 1.2Diagram Alir Metodologi Penelitian

Bab ketiga merupakan pengumpulan data yang dibutuhkan penulis dalam melakukan penelitian ini. Data tersebut mencakup jumlah mesin, dimensi ukuran mesin, data aliran material, karakteristik data dan sumber pengambilan data tersebut.

Bab keempat menjelaskan tentang pengolahan dan analisa data dari data yang telah dikumpulkan di bab ketiga. Peneliti menjelaskan pola berpikir pengaplikasian metode cluster boundary search dan algoritma meta-heuristic pada optimalisasi tata letak mesin ini. Verifikasi dan validasi program dilakukan setelah algoritma pemrograman selesai dibuat untuk memeriksa apakah program dapat berfungsi sesuai dengan tujuan penelitian ini. Analisa yang dilakukan adalah analisa hasil, analisa waktu dan analisa metode penelitian ini.

Bab yang terakhir merupakan kesimpulan dari keseluruhan penelitian ini.

Semua hal-hal yang mendasar dan yang merupakan tujuan dari penelitian ini dirangkumkan pada kesimpulan ini.

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Machine Layout Problem 2.1.1 Definisi

Machine Layout Problem merupakan permasalahan tata letak mesin yang digambarkan dalam bentuk kotak-kotak persegi dan merupakan bagian dari facility layout problem yang menentukan pengaturan fisik pada sistem produksi sebuah industri. Sistem produksi ini dapat diaplikasikan ke berbagai sektor industri, termasuk sektor jasa, telekomunikasi dan lainnya.

2.1.2 Facility Layout Problem/ Permasalahan Tata Letak Fasilitas

Facility Layout Problem (FLP) didefinisikan sebagai penentuan struktur fisik dari sebuah sistem produksi (Meller, 1996). Penelitian tentang optimasi kombinatorial ini berkembang di berbagai jenis fasilitas produksi, yang mencakup industri jasa dan komunikasi. Dalam hal ini, penelitian ini akan berfokus pada layout fasilitas manufaktur. Proses manufaktur merupakan komponen yang penting dalam sistem produksi, karena itu layout yang baik itu perlu dirancang secara maksimal.

FLP berfokus pada pencarian susunan yang paling efisien dari permasalahan n departemen dengan kebutuhan area yang tidak sama pada sebuah fasilitas. Tujuan dari FLP ini tidak lain adalah untuk meminimalkan biaya material handling di dalam sebuah fasilitas. Beberapa tujuan lain yang ingin dicapai dari FLP adalah (Muther, 1955) :

• Memiliki aliran material yang seimbang untuk mengurangi bottleneck dalam produksi.

• Mengurangi jarak pemindahan material.

• Menggunakan ruang secara efektif.

• Meningkatkan kepuasan dan keamanan pekerja.

• Memperoleh fleksibilitas sehingga dapat dengan mudah diatur ulang untuk perubahan kondisi.

Batasan-batasan dalam FLP yang dijelaskan oleh Meller (1996), yaitu:

1. Kebutuhan area lantai (floor) dan departemen.

2. Batasan lokasi penempatan departemen, dimana departemen tidak boleh overlap, harus diletakan di dalam sebuah fasilitas dan dalam beberapa permasalahan tidak dapat diletakan di area tertentu.

Istilah Dynamic Facility Layout Problem (DFLP) digunakan ketika adanya perubahan aliran material (material flows) selama perencanaan tata letak. Adapun beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perubahan aliran material adalah (Shore and Tompkins, 1980):

• Perubahan desain produk

• Penambahan atau penghapusan produk yang diproduksi

• Penggantian peralatan produksi sebelumnya

• Life cycle produk yang memendek

• Perubahan jumlah produksi dan jadwal produksi.

Ada beberapa jenis FLP, yaitu Quadratic Assignment Problem (QAP), Unequal Area Facility Layout Problems (UA-FLP), dan MLP. Perbandingan ketiganya dapat dilihat pada tabel 2.1

Tabel 2.1Jenis-Jenis FLP

2.1.3 Metode Penyelesaian MLP

Koopmans and Beckman (1957) pertama kali merumuskan permasalahan pengaturan fasilitas ke dalam sebuah jumlah lokasi yang sama sebagai Quadratic Assignment Problem (QAP). Formulasi berikutnya dari FLP berusaha untuk me-linearkan QAP menjadi permasalahan programa integer linear (Lawler, 1963), mixed-integer programming problem (Kaufman dan Broeckx, 1978; Bazaraa dan Sherali, 1980; Burkard dan Bonniger, 1983), atau permasalahan quadratic set covering (Bazaraa, 1975). Love dan Wong (1976a) menyajikan sebuah formulasi

No Permasalahan Ukuran Departemen Kandidat

Lokasi Area Fasilitas

1 QAP Ukuran sama, dimensi tetap

atau diabaikan Lokasi tetap Tetap atau diabaikan 2 UA-FLP Ukuran berbeda, variabel

keputusan

Variabel

keputusan Total area departemen

11

programa linteger linear campuran yang bukan merupakan hasil linearisasi dari QAP. Heragu dan Kusiak (1991) juga menyajikan formulasi programa integer campuran linear yang mereka selesaikan dengan teknik minimalisasi tanpa batasan (constraint). Hall (1970) dan Drezner (1980) merumuskan FLP sebagai programa matematika non-convex.

Heragu dan Kusiak (1988) melakukan penelitian menggunakan triangle assignment algorithm untuk tata letak berbentuk single-row, double-row, dan cluster. Tata letak mesin secara umum biasa menggunakan pola-pola di atas. Di samping itu, pola ini sudah memiliki baris sendiri dalam meletakkan mesin yang berbeda dengan tata letak mesin secara kontinyu, seperti pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Tata Letak Mesin Diskrit

Algoritma Simulated Annealing (SA) digunakan untuk memecahkan permasalahan tata letak mesin cellular oleh Souliah (1995) dengan cara melakukan pengelompokan mesin ke dalam sel-sel yang sesuai dengan iterasi.

Selain itu, genetic algorithm juga digunakan untuk memecahkan tata letak cellular oleh Gupta (1996). Dalam penelitian yang ia lakukan, pengaturan cell

hanya dilakukan pada linear single row dan linear double row dengan tidak memperhitungkan tata letak yang sebenarnya.

Yang dan Peters (1998) melakukan penelitian tentang permasalahan tata letak mesin untuk disesuaikan dengan layout job shop dengan tujuan untuk meminimalisasi biaya material handling. Selain itu, penelitian mereka juga berfokus pada biaya pemasangan mesin dan perancangan ulang mesin.

Fleksibilitas tata letak mesin ini berhubungan erat dengan penggantian peralatan produksi dan kemampuan adaptasi dengan peralatan baru. Mereka memodelkan machine layout problem statis sebagai Reduced Integer Programming (RIP) namun tidak dapat digunakan secara riil. Penelitian ini memberikan solusi lain, yaitu Ant Colony Optimization (ACO) untuk memecahkan permasalahan ini.

Algoritma ACO juga digunakan oleh Corry dan Kozan (2004) untuk meneliti permasalahan tata letak mesin yang bersifat robust. Hasil ini menunjukan perbaikan hasil dari penelitian dengan RIP sebesar 10%-25% pada biaya relokasi dan 5%-7% pada biaya material handling.

Andersen (2006) membandingkan tiga metode untuk permasalahan tata letak mesin, yang mencakup RIP, ACO dan SA. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa hasil dari ACO dan SA lebih baik daripada RIP. Selanjutnya, perbandingan antara ACO dan SA menunjukkan bahwa untuk permasalahan dengan jumlah yang banyak SA lebih baik daripada ACO dan ACO lebih baik pada keadaan sebaliknya.

2.2 Metode Cluster Boundary Search

Metode Cluster Boundary Search (CBS) melakukan optimasi MLP dengan melakukan pencarian peletakan mesin di sekeliling batas luar mesin yang sebelumnya sudah diletakan. Pencarian keliling ini dilakukan dengan sebuah mesin pada setiap periode peletakan mesin. Semua periode peletakan mesin ini dilakukan dengan arah keliling yang sama. Pada awalnya, mesin yang pertama kali dipilih tidak melakukan proses pengelilingan ini. Proses pengelilingan ini dilakukan pada proses peletakan mesin kedua di sekeliling dari mesin pertama seperti pada gambar 2.1

13

Gambar 2.2 Proses Pengelilingan Mesin Pertama oleh Mesin Kedua Proses pengelilingan mesin kedua dimulai pada titik A dan dilakukan dengan arak yang berlawanan dengan jarum jam sampai kembali ke titik awal.

Dalam contoh ini, peletakan mesin diatur untuk bergerak dengan setiap ‘1’ satuan jarak secara berurutan. Dalam proses CBS yang sesungguhhnya, nilai perpindahan dari peletakan mesin ini dihasilkan dari nilai panjang dan lebar yang terkecil dari suatu MLP dan dibagi sepuluh. Nilai ini berbeda-beda karena bergantung pada jenis MLP yang sedang dioptimasi. Jarak antara batas keliling dan batas luar mesin yang sudah diletakan didapatkan dari setengah lebar dan tinggi dari mesin yang melakukan proses keliling. Ketika mesin kedua, dalam gambar 2.1, mengelilingi mesin pertama, nilai fungsi objektif dari setiap peletakan dihitung seperti pada gambar 2.2.

Gambar 2.3 Grafik Nilai Fungsi Objektif Peletakan Mesin Kedua dalam Proses Keliling

Grafik di atas memperlihatkan bahwa biaya material handling berubah-ubah pada peletakan yang berbeda-beda. Dua peletakan yang paling optimal dari mesin kedua terletak pada titik D dan H. Dalam hal ini, peletakan yang dipilih adalah titik D, karena MATLAB akan selalu memilih nilai optimal pertama yang

ditemui dengan nilai yang sama. Jika ada kemungkinan lain peletakan yang lebih optimal, algoritma simulated annealing dan tabu search akan melakukan pencarian layout mesin yang paling optimal.

Setelah peletakan dari mesin kedua pada titik D, batas keliling yang baru akan dihasilkan. Batas keliling baru yang terbentuk akan tergantung pada bentuk mesin pertama dan mesin kedua.

Gambar 2.4 Proses Pengelilingan Mesin Pertama dan Kedua oleh Mesin Ketiga Proses pengelilingan yang sama dilakukan untuk meletakan mesin ketiga, yang dimulai pada titik A. Nilai fungsi objektif pada setiap peletakan juga dihitung dan menghasilkan plot grafik seperti pada gambar 2.4. Nilai ini didapatkan dari fungsi objektif mesin ketiga terhadap mesin pertama dan mesin kedua. Fluktuasi hasil peletakan menjadi lebih kompleks dengan jumlah mesin yang lebih banyak.

15

Gambar 2.5 Grafik Nilai Fungsi Objektif Peletakan Mesin Ketiga dalam Proses Keliling

Gambar 2.4 menunjukkan bahwa posisi yang paling optimal untuk peletakan mesin ketiga berada diantara titik D dan E. Total biaya minimum dari ketiga mesin dengan layout ini adalah 10, dengan pengaturan biaya per unit jarak sebesar ‘1’.

Tabel 2.2 Perhitungan Optimasi dari Gambar 2.4

Dalam proses ini MATLAB juga menghasilkan koordinat posisi dari setiap mesin yang dapat dilihat pada tabel di bawah.

Tabel 2.3 Koordinat Mesin Hasil Optimasi

Metode CBS hanya menghasilkan sebuah solusi. Walaupun proses ini dijalankan berulang kali, hasil yang didapatkan akan sama. Untuk mengantisipasi keadaan ini, solusi random digunakan untuk menemukan probabilitas solusi lain yang akan dilakukan oleh simulated annealing dan tabu search. Hal ini dilakukan dengan mengacak urutan penempatan mesin, yang menentukan prioritas pengelilingan mesin. Setelah pengacakan ini dilakukan, langkah-langkah CBS

From To

yang sama dilakukan dan nilai fungsi objektif akan dibandingkan. Bila ada penurunan nilai, maka solusi baru akan diterima.

Sebuah fungsi objektif untuk menentukan mesin yang pertama kali diletakan atau dikelilingi, yaitu mesin yang memiliki konektivitas terbesar dengan semua mesin yang lain. Hal ini berdasarkan pada berapa banyak material yang sebuah mesin berikan kepada semua mesin lainnya dan dipindahkan ke mesin ini.

Fungsi ini dituliskan sebagai berikut:

Pi = Max ෍ ܨ

௜ୀଵ

ܶ

n = total jumlah mesin.

Ti = jumlah material yang dipindahkan ke mesin i.

Fi = jumlah material yang dipindahkan dari mesin i.

Fungsi ini akan dapat menentukan sebuah mesin yang pertama kali diletakan pada pusat layout untuk dikelilingi oleh mesin-mesin lainnya.

Selanjutnya, prinsip yang sama digunakan untuk menentukan secara berurutan mesin” yang akan mengelilingi mesin yang telah diletakan sebelumnya dengan konektivitas terbesar ‘Sk’.

ܵ݇ = Max ෍ ෍ ܨ௜௞

k = mesin yang belum diletakan.

nk = total jumlah mesin yang belum diletakan.

i = mesin yang sudah diletakan.

ni = total jumlah mesin yang sudah diletakan.

Fik = jumlah material yang dipindahkan dari mesin i ke mesin k.

Tki = jumlah material yang dipindahkan dari mesin k ke mesin i.

Fungsi ini akan dijalankan secara terus-menerus untuk memilih sebuah mesin pada setiap periode pengelilingan dan peletakan mesin. Pada akhirnya, sebuah urutan mesin akan didapatkan, dengan jumlah elemen sesuai dengan permasalahan ‘n’ mesin yang digunakan. Di dalam beberapa periode peletakan, nilai fungsi Sk mungkin akan memiliki nilai maksimal yang sama. Dalam hal ini MATLAB akan selalu memilih nilai maksimal yang pertama kali ditemui. Untuk mengantisipasi kemungkinan urutan mesin yang menghasilkan layout mesin yang

17

lebih optimal, pengacakan urutan mesin akan terus dilakukan dengan simulated annealing dan tabu search dengan parameter khusus.

2.3 Algoritma Simulated Annealing

Simulated Annealing (SA) merupakan algoritma iteratif yang menggunakan threshold positif dan stokastik. Threshold akan semakin turun seiring dengan berjalannya waktu. Karena itu, semakin mendekati akhir proses algoritma, solusi-solusi yang tidak melakukan perbaikan memiliki probabilitas yang semakin kecil untuk diterima. Perubahan solusi saat ini menjadi solusi tetangga disebut dengan langkah (move). Move yang digunakan dalam proses optimalisasi di penelitian ini adalah swap, insert, 2Opt, pergeseran ke kiri bawah dan tengah layout.

2.3.1 Konsep Dasar Simulated Annealing

Proses annealing dapat didefinisikan sebagai penurunan temperatur secara teratur atau konstan pada benda padat yang sebelumnya sudah dipanaskan sampai keadaan dimana benda tersebut mencapai ground state/ freezing point, atau dengan kata lain benda mencapai titik bekunya. Suhu dikurangi secara kontinu dan hati-hati sehingga pada setiap tingkatan suhu tercapai keseimbangan termal.

Jika penurunan suhu tidak dilakukan secara teratur, benda padat tersebut akan memiliki kecacatan struktur karena terbentuknya struktur lokal saja yang optimal.

Proses yang hanya menghasilkan struktur lokal yang optimal disebut dengan rapid quenching. Konsep mekanika statistik diasosiasikan dengan permasalahan optimasi dapat dilihat pada tabel 2.2 (Johnson, et al., 1989).

Tabel 2.4 Analogi Sistem Fisis dengan Proses Optimasi

SA menggunakan konsep neighbourhood search atau local search dan pada setiap iterasi SA melakukan pencarian tersebut. Jika biaya material handling

Sistem Fisis Optimasi

hasil pencarian lebih baik daripada biaya dengan Layout MLP semula, maka move yang diambil memperbaiki (improve) fungsi tujuan. Semua move yang memperbaiki fungsi tujuan akan diambil dan disimpan, sedangkan move yang lebih buruk akan disimpan dengan probabilitas p’.

2.3.2 Langkah-langkah Simulated Annealing Langkah-langkah SA dapat dinyatakan sebagai berikut:

1. Langkah pertama: Initialize

Solusi pertama kali yang dihasilkan merupakan urutan penempatan mesin berdasarkan connectivity based ordering. Keadaan ini dimulai pada suhu awal yang tinggi.

2. Langkah kedua: Move

Pergerakan dilakukan pada urutan penempatan mesin (machine sequence).

Beberapa pergerakan yang dilakukan adalah dengan mengaplikasikan solusi swap, insert, 2Opt dan pergeseran titik koordinat mesin.

3. Langkah ketiga: Calculate score

Perhitungan fungsi objektif dilakukan berdasarkan titik koordinat mesin yang dihasilkan dari pergerakan pada langkah kedua.

4. Langkah keempat: Choose

Perubahan nilai fungsi objektif akan menentukan apakah solusi hasil iterasi akan dipilih sebagai solusi terbaik. Jika hasil solusi iterasi lebih optimal, solusi terbaik akan menggunakan solusi iterasi tersebut dan sebaliknya. Selain itu, solusi iterasi juga disimpan sebagai solusi saat ini yang nilainya dapat berubah naik atau turun. Probabilitas diterimanya solusi iterasi sebagai solusi saat itu, jika nilainya lebih buruk daripada solusi saat itu, bergantung pada selisih nilai fungsi objektif solusi iterasi dan solusi saat itu, bilangan random dan suhu saat itu. Proses ini akan terus di-update seiring dengan adanya kemungkinan solusi baru yang ditemukan dengan nilai fungsi objektif yang lebih optimal.

5. Langkah kelima: Update and repeat

19

Pencatatan solusi baru dan penurunan tingkat suhu dilakukan. Selanjutnya, pencarian solusi baru kembali dilakukan (Langkah kedua). Proses ini berlangsung sampai tikat suhu mencapai freezing point yang ditentukan.

2.4 Algoritma Tabu Search

Tabu search pertama kali diperkenalkan oleh Fred Glover pada tahun 1970.

Metode ini merupakan salah satu metode pemecahan permasalahan optimasi kombinatorial yang termasuk dalam metode local search. Metode ini mencoba untuk meng-improve kekurangan pada metode klasik yang kurang cocok untuk digunakan pada permasalahan yang tergolong ke dalam NP-hard (Glover and Laguna, 1997). Tabu search sendiri telah digunakan pada berbagai bidang, diantaranya resource planning, telekomunikasi, penjadwalan, logistic space planning dan lainnya.

2.4.1 Pengertian Tabu Search

Tabu Search (TS) berdasar pada premis bahwa pemecahan masalah yang cerdas haruslah menggunakan memori yang adaptif (adaptive memory) dan eksplorasi yang responsif (responsive exploration). Fitur adaptive memory dan responsive exploration dalam TS membuat implementasi prosedur yang dapat melakukan pencarian himpunan solusi secara efisien dan efektif. Karena local search diarahkan oleh informasi yang dikumpulkan selama pencarian, TS berbeda dengan desain tanpa memori yang sangat bergantung pada proses semi acak yang menggunakan bentuk sampling. Contoh dari metode tanpa memori adalah heuristic greedy, pendekatan annealing dan genetic.

2.4.2 Langkah-langkah Tabu Search

Tabu search memiliki langkah-langkah yang digunakan dalam pencarian solusi dalam pemecahan permasalahan optimasi kombinatorial, diantaranya:

1. Langkah 1 : Menentukan solusi awal (inisialisasi)

Solusi awal biasanya dipilih dari salah satu Basic Dispatching Rules yang ada. Selanjutnya solusi ini akan menjadi titik awal proses pencarian solusi-solusi lain yang mendekati optimal.

2. Langkah 2 : Pembentukan solusi tetangga (neighborhood)

Proses pembentukan sejumlah solusi tetangga didapat melalui move (gerakan), yang menghasilkan sebuah solusi tetangga. Move yang dilakukan tidak boleh tabu, dalam artian gerakan yang terdapat di dalam tabu list tidak boleh digunakan lagi untuk mencari solusi tetangga.

Himpunan solusi-solusi tetangga ini kemudian disebut juga dengan candidate list.

3. Langkah 3 : Pilih kandidat terbaik dari himpunan solusi tetangga

Untuk setiap neighborhood yang ada dalam candidate list, dipilih satu solusi yang mempunyai nilai fungsi tujuan paling optimum. Setiap solusi dievaluasi dengan cara membandingkan besarnya nilai fungsi objektif.

Solusi yang mempunyai fungsi objektif terkecil dibandingkan dengan solusi-solusi lainnya dalam candidate list dan dipilih mejadi kandidat terbaik. Gerakan (move) yang membentuk solusi yang menjadi kandidat terbaik ini tidak berada pada tabu list. Jika gerakan yang akan dilakukan dilarang oleh tabu list, maka dipilih solusi lain yang gerakannya tidak dilarang oleh tabu list. Selanjutnya, gerakan yang digunakan untuk membentuk kandidat terbaik ini dimasukan ke dalam tabu list. Jika kandidat terbaik ini mempunyai nilai fungsi tujuan yang lebih baik dari solusi terbaik saat itu, maka kandidat terbaik ini aka menggantikan solusi terbaik yang sebelumnya dipakai.

4. Langkah 4 : Bentuk himpunan solusi tetangga baru

Kandidat terbaik yang didapat pada langkah 3 kemudian akan menjadi solusi baru yang akan dipakai untuk mencari solusi-solusi tetangga lainnya.

Kemudian ulangi langkah 2 dan 3 sampai stopping criteria tercapai.

Stopping criteria dapat berupa salah satu dari kondisi-kondisi berikut ini (Hertz and Taillard, 1995):

1. Solusi yang dihasilkan telah mencapai nilai tertentu yang diharapkan 2. Tidak didapatkan neighborhood dari solusi yang dihasilkan

3. Jumlah iterasi telah melampaui batas maksimum iterasi yang diperbolehkan

4. Jumlah iterasi melampaui batas jumlah maksimum iterasi yang ditentukan.

BAB 3

PENGUMPULAN DATA

Data utama yang dibutuhkan untuk untuk melakukan penelitian machine layout problem ini adalah tabel aliran material dan dimensi mesin. Dalam penelitian ini, dilakukan simplifikasi permasalahan tata letak pabrik yaitu dimana semua mesin dianggap sebagai segiempat. Perhitungan alley, area kerja dan kebutuhan area lainnya dapat diasumsikan tercakup maupun tidak dalam perhitungan luas area mesin ini.

Data aliran material yang peneliti gunakan dalam perhitungan ini merupakan aliran material searah (one-side matrix). Karena data aliran material dari satu mesin ke mesin lainnya sama jumlahnya dan sebaliknya, misalnya jumlah material dari mesin dua ke mesin empat dan sebaliknya sama, peneliti menggunakan salah satu dari aliran material tersebut. Data tabel aliran material yang diambil dapat merupakan segitiga atas atau segitiga bawah karena keduanya sama saja.

Ada beberapa permasalahan tata letak mesin yang telah dioptimasi oleh para peneliti terdahulu yang peneliti gunakan dalam penelitian ini untuk melihat perbandingan hasil optimasi yang terbaik. Daftar set data dapat dilihat pada tabel 3.1. dan untuk data keseluruhan secara detail dapat dilihat pada lampiran 1.

Tabel 3.1 Daftar Set Data No Problem Jumlah

Tabel 3.1 Daftar Set Data (sambungan)

VIP - PLANOPT Engineering Optimization Software

18 OPT12 12

VIP - PLANOPT Engineering Optimization Software

19 OPT20 20

VIP - PLANOPT Engineering Optimization Software

20 OPT28 28

VIP - PLANOPT Engineering Optimization Software

21 OPT50 50

VIP - PLANOPT Engineering Optimization Software

22 OPT75 75

VIP - PLANOPT Engineering Optimization Software

23 OPT100 100

VIP - PLANOPT Engineering Optimization Software

24 OPT125 125

VIP - PLANOPT Engineering Optimization Software

25 DUN62 62 Dunker, T. and Radons, G. (2003)

Beberapa peneliti permasalahan tata letak mesin di atas memiliki karakteristik set data yang diuji. Ada peneliti yang berfokus pada permasalahan dengan jumlah yang sedikit, banyak ataupun keduanya. Karakteristik data penelitian dapat dilihat pada tabel 3.2.

Tabel 3.2 Karakteristik Data

VIP - PLANOPT Engineering Optimization

Software 12 3 125

4 Dunker, T. and Radons, G. (2003) 1 62 62

23

Penelitian ini hanya menggunakan set data yang dipublikasikan, oleh karena itu penelitian yang penulis lakukan hanyalah menggunakan data yang terpublikasi. Daftar set data terpublikasi yang digunakan oleh peneliti terdahulu dapat dilihat pada tabel 3.3.

Tabel 3.3 Daftar Publikasi Yang Melakukan Pengolahan Data Terhadap Data Set

No Problem

Tabel 3.3 Daftar Publikasi Yang Melakukan Pengolahan Data Terhadap Data Set terdahulu maupun software PLANOPT dirangkum dalam tabel 3.4.

25

Tabel 3.4 Solusi Terpublikasi Penelitian Sebelumnya

No Problem

BAB 4

PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA

4.1 Pengolahan Data

4.1 Pengolahan Data

Dokumen terkait