• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertanggungjawaban sistematika bertujuan agar penulisan ini dapat terarah dan sistematis, sehingga dalam penulisan skripsi ini, penulis membagi menjadi 4 (empat) bab yaitu sebagai berikut:

BAB I : Adalah pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah dan rumusannya, alasan pemilihan judul, tujuan penulisan skripsi, kajian pusataka, metode penelitian, dan pertanggungjawaban sistematika.

BAB II : Mengenai pembahasan rumusan permasalahan pertama yaitu mekanisme rundang-undangan yang mengatur tentang pemberian izin gangguan dan perpanjangan izin gangguan (restoran) di kota

Surabaya ditinjau dari Perda no.1 Tahun 2004 Tentang Izin Gangguan.

BAB III : Mengenai pembahasan pokok permasalahan kedua yaitu akibat hukum izin gangguan apabila pengusaha tidak mengajukan atau memperpanjangan izin gangguan.

BAB IV : Berisi kesimpulan dan saran, ini merupakan bab yang terakhir dari seluruh uraian dalam penulisan skripsi ini. Dalam bab ini penulis membagai dalam dua bagian, bagian pertama adalah kesimpulan yang penulis ambil dari uraian-uraian bab-bab sebelumnya, dan bagian kedua adalah saran.

SURABAYA

Setiap pengusaha restoran yang dalam hal ini termasuk dalam subyek hukum dari Izin Gangguan harus mempunyai surat Izin Gangguan dalam pendirian restorannya. Dalam ketentuan izin ganagguan dinyatakan setiap orang atau pribadi atau badan yang mendirikan dan memperluas usahanya dapat menimbulkan bahaya untuk itu para pengusaha yang akan memdirikan suatu usaha (restoran) diwajibkan untuk memperhatikan kelestariaan atau dampak lingkungan. Sehingga kehidupan masyarakat sekitar bisa lebih baik dan nyaman.

Perda Kota Surabaya No. 1 Tahun 2004 ini sebenarnya disusun untuk menggantikan Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya Nomor 6 Tahun 1999 tentang Retribusi Izin Gangguan. Pergantian tersebut diperlukan sehubungan dengan berlakunya Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 beserta aturan pelaksanaannya. Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, diharapkan dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat serta meningkatkan pendapatan asli daerah khususnya dari retribusi izin gangguan yang pada akhirnya dapat menunjang penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di Daerah.

Mengenai bagaimana proses pemberian Izin Gangguan ini diatur dalam Perda Kota Surabaya No. 1 Tahun 2004 Jo. SK. Walikota Surabaya No. 31 Tahun 2003.

Adapun bila dilihat sepintas memang terdapat kesamaan materi dalam proses mekanisme perizinan yang terdapat dalam SK. Walikota Surabaya No. 31 Tahun 2003 dengan Perda Kota Surabaya No. 1 Tahun 2004. Akan tetapi dengan menggunakan asas lex specialis derogat lex generalis maka mekanisme€ yang digunakan sebagai acuan utama adalah Perda Kota Surabaya No. 1 Tahun 2004. Akan tetapi SK. Walikota Surabaya No. 31 Tahun 2003 tetap berlaku apabila ada materi-materi mengenai mekanismes perizinan yang tidak diatur dalam Perda Kota Surabaya No. 1 Tahun 2004. Pemberlakuan SK Walikota tersebut berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan yang menyebutkan bahwa : “Segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku selama belum diadakan peraturan yang baru menurut Undang-undang ini.” Jadi intinya adalah semua peraturan yang lama asal substansi yang terkandung didalamnya tidak diatur dalam undang-undang yang baru, maka aturan tersebut masih bisa dipergunakan.

Mekanisme yang harus ditempuh oleh pengusaha restoran agar bisa mendapatkan Izin Gangguan dari Dinas Lingkungan Hidup berdasarkan Perda Kota Surabaya No. 1 tahun 2004 Jo. SK. Walikota Surabaya No. 31 Tahun 2003 adalah sebagai berikut :

1. Permohonan Izin Gangguan diberikan atas nama pemohon Untuk dapat

mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk yakni Dinas Lingkungan Hidup yang untuk hal ini melalui Unit Pelayanan Terpadu.

2. Pengajuan permohonan izin sebagaimana dimaksud di atas harus dan

wajib dilengkapi persyaratan yang terdiri dari :

a. Lima lembar foto copy Sertifikat atau bukti kepemilikan/ penguasaan tanah dan/atau bangunan yang sah sebagai lokasi tempat usaha

b. Lima lembar foto copy Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan

lampiran gambar ;

c. Lima lembar foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) ;

d. Lima lembar akte pendirian badan hukum (apabila restoran tersebut berstatus badan hukum) ;

e. Enam lembar gambar denah dengan ukuran skala paling sedikit 1 : 200

dan Gambar Situasi (site plan) dengan ukuran 1 : 1000 sesuai dengan IMB;

f. Lima lembar Surat Keterangan Domisili Tempat Usaha diketahui oleh

Camat.

3. Setelah berkas yang lengkap diserahkan ke Unit Pelayanan Terpadu, maka

Unit Pelayanan Terpadu segera melakukan penelitian dan pembuatan jadwal peninjauan lokasi, menyusun konsep pengumuman permohonan Izin Gangguan serta menyiapkan Berita Acara Pertimbangan Izin Gangguan.

4. Apabila dalam proses pendirian restoran lokasi tempat yang dimohonkan

Izin Gangguan tidak sesuai dengan peruntukannya, restoran di lokasi tersebut bertingkat dan tidak termasuk jenis gangguan ringan serta luas bangunan restoran yang dimohonkan Izin Gangguan tersebut lebih dari 200 m2; maka dalam proses pemberian Izin Gangguan Kepala Daerah harus dibantu oleh Panitia Pertimbangan Izin Gangguan yang merupakan

instansi terkait yang memberikan pertimbangan dalam

pemberian/penolakan Izin Gangguan.Tugas pokok dari Panitia tersebut tercantum dalam Pasal 5 ayat (1) SK. Walikota Surabaya No. 31 Tahun 2003 yang berbunyi sebagai berikut :

Tugas pokok Panitia Peritimbangan Izin Gangguan adalah memberikan pertimbangan kepada Kepala Daerah atas permohonan Izin Gangguan dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Pertimbangan mengenai konstruksi, kelengkapan sarana dan prasarana bangunan tempat usaha diberikan oleh Dinas Bangunan.

b. Pertimbangan mengenai tata letak dan lokasi tempat usaha diberikan oleh Dinas Tata Kota.

c. Pertimbangan mengenai sistem keamanan serta kelengkapan yang

berkaitan dengan bahaya kebakaran tempat usaha diberikan oleh Dinas Pemadam Kebakaran.

d. Pertimbangan mengenai jenis usaha di bidang perindustrian

perdagangan dan penanaman modal di Kota Surabaya diberikan oleh Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Penanaman Modal.

e. Pertimbangan mengenai pengaruh tempat usaha terhadap dampak

lingkungan termasuk upaya-upaya pengendalian pencemaran

lingkungan dan kewajiban permohonan izin untuk menyusun dokumentasi analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL), atau UKL/UPL diberikan oleh Dinas Lingkungan Hidup.

f. Pertimbangan mengenai hygiene dan sanitasi tempat usaha dan aspek

lain yang berhubungan dengan bidang kesehatan diberikan oleh Dinas Kesehatan.

5. Panitia Pertimbangan Izin Gangguan harus memberikan saran dan

pertimbangan yang untuk kemudian dituangkan dalam Berita Acara Pertimbangan Izin Gangguan. Berita acara tersebut oleh Kepala Dinas Lingkungan Hidup dijadikan acuan untuk menerima atau menolak permohonan Izin Gangguan yang diajukan oleh pengusaha tersebut. Akan tetapi jika dalam waktu dua hari setelah peninjauan lokasi Panitia Pertimbangan Izin Gangguan belum memberikan pertimbangan yang harus dituangkan dalam Berita Acara Pertimbangan Izin Gangguan maka Kepala Dinas Lingkungan Hidup dapat langsung menandatangani Surat Izin atau Surat Penolakan Permohonan Izin Gangguan berdasarkan berbagai faktor.

6. Panitia Pertimbangan Izin Gangguan dalam menjalankan tugasnya

bertanggung jawab kepada kepala daerah, terdiri atas :

a. Dinas Lingkungan hidup

b. Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Penanaman Modal

c. Kepala Dinas Tata Kota

d. Kepala Dinas Bangunan

e. Kepala Dinas Kesehatan

f. Kepala Dinas Pemadam Kebakaran

Menurut wawancara dengan dinas lingkungan hidup ada sedikit perubahan atau penambahan yang ada didalam kepanitiaan atau tim survey dibaginya dua tim yaitu tim APDL (analisa penanganan dampak lingkungan) dan tim HO (izin gangguan)yang membedakan tim APDL dengan tim HO adalah:

a. Tim APDL penanganan dampak lingkungan yang ringan dan lingkupnya berskala kecil yang luas usahanya kurang dari 500 m2.panitia yang menangani dari pihak dinas lingkungan hidup.

Contoh:restoran, salon, bengkel, karaoke dan lain-lain

b. Tim HO penanganan dampak lingkungan yang besar dan

membutuhkan tim ahli dari beberapa dinas terkait yang menangani yaitu dinas lingkungan, dinas pemadam kebakaran, dinas kesehatan, dinas cipta karya dan tata ruang dan usahanya lebih dari 500 m2. Contoh : hotel,apartemen,pabrik dll

Dengan adanya dua tim diharapkan bisa membantu masyarakat untuk mengurus izin yang diharapkan dan bisa selesai sesuai waktu yang ditentukan.1

7. Apabila Berita Acara Panitia Pertimbangan Izin Gangguan dinyatakan

diterima dan kemudian Kepala Sub Dinas Lingkungan Hidup segera menandatangani Berita Acara tersebut dan setelah itu pemohon wajib membayar retribusi Izin Gangguan.

1

Hasil wawancara dengan Pak Andik Suhartono, selaku staff Badan Lingkungan Hidup, tanggal 25 Mei 2012, 08.30 wib

8. Dalam waktu dua hari Dinas Lingkungan Hidup mengeluarkan Surat Izin Gangguan yang salinannya sehari kemudian diserahkan oleh Unit Pelayanan Terpadu kepada Pemohon.

9. Setiap pemegang Izin Gangguan diwajibkan memasang plat nomor izin

dan turunan Surat Izin Gangguan.

Hasil wawancara kepada badan lingkungan hidup adalah:

Adanya perubahan yang tidak sesuai dengan Perda no 1 Tahun 2004 tentang mekanisme yang harus ditempuh oleh pemohon izin gangguan

1. Pemohon harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada kepala daerah atau pejabat yang ditunjuk yaitu dinas pelayanan terpadu bukan ke dinas lingkungan hidup.

2. Setelah berkas dinyatakan lengkap pihak unit pelayanan terpadu menyerahkan ke dinas lingkungan hidup untuk dilakukan survey atau penelitian dan pembuatan jadwal peninjaunan lokasi.untuk mencocokan berkas yang sudah masuk.

Setelah ditetapkan bahwa berkas yang dikumpulkan ternyata sama dengan hasil survey maka tim dari dinas lingkungan hidup akan menghitung

besaran retribusi yang akan dibayarkan oleh pemohon.2

Untuk pembayaran retribusi permohonan Izin Gangguan seperti yang dimaksud diatas, ditentukan dalam Perda Kota Surabaya No. 1 Tahun 2004 sebagai berikut :

Pasa l 18 :

(1) Tarif retribusi digolongkan berdasarkan luas tempat usaha;

2

(2) Besarnya tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai berikut:

a. Luas sampai dengan 100 m2 sebesar Rp. 125.000,- (seratus dua puluh

lima ribu rupiah) ;

b. Luas lebih dari 100 m2 sampai dengan 500 m2 sebesar Rp. 250.000,-

(dua ratus lima puluh ribu rupiah);

c. Luas lebih dari 500 m2 sampai dengan 1000 m2 sebesar Rp. 500.000,-

(lima ratus ribu rupiah) ;

d. Luas lebih dari 1000 m2 sebesar Rp. 500,-/m2 (lima ratus rupiah per meter persegi).

(3) Besarnya tarif retribusi pendaftaran ulang izin gangguan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (2) ditetapkan sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif retribusi yang berlaku ;

(4) Besarnya tarif retribusi pengalihan izin sebagaimana dimaksud dalam

pasal 5 ayat (5) ditetapkan sebesar 100% (seratus persen) dari tarif retribusi yang berlaku;

(5) Besarnya tarif perubahan jenis usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal

5 ayat (5) ditetapkan sebesar 100% (seratus persen) dari tarif retribusi yang berlaku.

Mengenai tata cara pemungutannya diatur lebih lanjut sebagai berikut dibawah ini :

Pasa l 19 :

(1) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang

dipersamakan ;

(2) Retribusi yang terutang dipungut di wilayah Daerah ;

(3) Hasil pungutan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetor ke Kas

Daerah melalui Bendaharawan Khusus Penerima pada Dinas Pendapatan. Adapun permohonan Izin Gangguan tersebut dapat ditolak oleh Dinas terkait apabila :

Pasa l 7 :

(1) Permohonan Izin Gangguan dinyatakan tidak diterima apabila tidak

memenuhi persyaratan yang telah ditentukan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (2) ;

(2) Permohonan izin ditolak apabila tidak sesuai dengan syarat sebagai

berikut

a. Apabila tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam

ketentuan pasal 4 ayat (2);

b. Tempat usaha berada di lokasi yang tidak sesuai dengan

peruntukannya

c. Tempat Usaha tersebut menimbulkan bahaya, kerugian dan gangguan

terhadap masyarakat sekitar dan atau kerusakan lingkungan berdasarkan pertimbangan dari Instansi terkait .

Setiap izin yang diajukan oleh pemohon apapun jenis izin tersebut pasti ada jangka waktu yang membatasinya. Masa berlaku dari Izin Gangguan tersebut berdasarkan Perda Kota Surabaya No. 1 tahun 2004 berakhir jika : Pasa l 8 :

(1) Jangka waktu berlakunya Izin Gangguan adalah selama usahanya masih

berjalan dengan ketentuan harus melakukan pendaftaran ulang setiap 3 (tiga) tahun sekali yang harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sebelum batas waktu daftar ulang ;

(2) Pendaftaran ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan

Retribusi berdasarkan Peraturan Daerah ini ;

(3) Dalam rangka pengawasan dan pengendalian, apabila diperlukan sewaktu-

waktu dapat dilakukan pemeriksaan ke lapangan oleh instansi yang terkait.

Pasa l 9 :

Izin Gangguan dinyatakan tidak berlaku apabila :

a. pemegang izin menghentikan kegiatan usahanya ;

b. pemegang izin mengubah jenis usahanya tanpa memperoleh persetujuan

Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk ;

c. tidak melaksanakan daftar ulang ;

e. setelah dikeluarkan izin, ternyata keterangan atau data yang menjadi persyaratan permohonan tidak benar atau palsu

Pasa l 10:

(1) Apabila Pemegang Izin mengubah jenis usahanya sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 9 huruf b, wajib mengajukan kembali permohonan Izin Gangguan;

(2) Permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat

diajukan dalam waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal perubahan jenis usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b.

Pasa l 11:

Apabila pemegang Izin gangguan menghentikan atau menutup kegiatan usahanya, wajib memberitahukan kepada Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk.

Hal yang membedakan bagaimana tata cara perpanjangan Izin Gangguan untuk restoran dengan obyek gangguan lainnya adalah pada saat perpanjangan Izin Gangguan pemohon atau pemilik restoran wajib melampirkan bukti pelunasan Surat Setoran Pajak Restoran bulan terakhir yang merupakan bukti surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terhutang ke Kas Daerah atau di tempat lain yang ditunjuk oleh Kepala Daerah.

Dalam pemberian izin dan perpanjangan Izin Gangguan tersebut Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Pendapatan bekerja sama dalam penertiban Pajak Restoran yang sering dilanggar oleh pemilik restoran. Bahkan karena sering lalainya para pengusaha restoran sampai-sampai Dinas Pendapatan pernah suatu waktu menyebarkan pengumuman bahwa barang siapa yang mengetahui atau memberi informasi tentang restoran yang tidak membebankan

pajak pada kwitansi pembayaran yang diberikan kepada konsumen maka pelapor tersebut diberi imbalan sejumlah Rp. 100.000,00 (Seratus ribu rupiah).

Disini penulis akan menjabarkan sedikit tentang bagaimana tata cara pembebanan Pajak Restoran yang harus ditempuh oleh pemilik restoran berdasarkan Perda Kota Surabaya No. 2 Tahun 2003 tentang Pajak Restoran yakni

Pasa l 5:

Tarip pajak ditetapkan sebesar 10 % (sepuluh persen) dari dasar pengenaan pajak.

Pasa l 6

Besarnya pokok pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak sebagaimana di maksud dalam pasal 5 dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana di maksud dalam pasal 4.

Pasa l 8

(1) Pengusaha Restoran harus menambahkan Pajak Restoran atas pembayaran

pelayanan di restoran dengan mengenakan tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ;

(2) Dalam hal Pengusaha Restoran tidak menambahkan Pajak Restoran

sebagaimana dimaksud pada ayat 1, jumlah pembayaran telah termasuk Pajak Restoran.

Jadi berdasarkan hal tersebut diatas pemilik restoran dalam pendirian restoran harus dan wajib untuk mengurus Izin Gangguan karena restoran merupakan salah satu obyek dari Izin Gangguan ini. Hal yang membedakan tentang tata cara perpanjangan Izin Gangguan restoran dengan obyek Izin Gangguan lain yakni mengenai kewajiban melampirkan Surat Setoran Pajak Restoran bulan terakhir.

(RESTORAN) DIKOTA SURABAYA

Sanksi bagi yang tidak mengajukan permohonan Izin Gangguan dibagi menjadi dua macam, yaitu sanksi administratif dan sanksi pidana. Perbedaan antara sanksi administratif dan sanksi pidana dapat dilihat dari tujuan pengenaan sanksi itu sendiri, sanksi administratif ditujukan kepada perbuatan pelanggarnya sedangkan sanksi pidana ditujukan kepada si pelanggar dengan memberi hukuman berupa nestapa. Sanksi administrasi ditujukan agar perbuatan pelanggaran itu dihentikan. Sifat sanksi adalah reparatoir yaitu memulihkan keadaan semula. Disamping itu perbedaan antara sanksi pidana dengan sanksi administratif yakni sanksi administratif diterapkan oleh Pejabat Tata Usaha Negara tanpa harus melalui proses peradilan, sedangkan sanksi pidana hanya dapat dijalankan oleh hukum pidana melalui prosedur peradilan.1

1

E. Utrecht, Pengantar Administrasi Indonesia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta,1997 hal. 247.

Bagi pemilik restoran apabila tidak memperpanjang Izin Gangguannya maka sanksi yang ia terima sama dengan apabila ia tidak mengajukan permohonan Izin Gangguan sama sekali.

Sanksi administratif yang dapat dijatuhkan kepada pemilik restoran sebagai wajib pajak apabila tidak mengajukan permohonan atas Izin.

Gangguan berdasarkan Perda Kota Surabaya No. 1 Tahun 2004 yakni : Pasal 27 :

Dalam hal Wajib Retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga 2 % (dua persen) dari besarnya retribusi yang terutang yang tidak dan atau kurang dibayar setiap bulan sejak tanggal ditetapkan dan ditagih dengan menggunakan Surat Tagihan Retribusi Daerah.

Pasal 28

Kepala Daerah berwenang :

a. Melakukan penutupan/penyegelan dan atau penghentian kegiatan pada

tempat usaha yang tidak memiliki Izin Gangguan sebagaimana dimaksud dalam pasal3 ;

b. Melakukan pencabutan izin, penutupan/penyegelan dan atau penghentian

kegiatan pada tempat usaha yang melanggar izin. Pasal 29

Apabila kegiatan usaha telah dihentikan dan atau tempat usaha telah ditutup/disegel tetapi tetap melaksanakan kegiatan usaha, maka Kepala Daerah berwenang memberikan sanksi dengan menetapkan uang paksa sebesar tarif retribusi yang harus ditetapkan atau dibayar, atas keterlambatan perhari untuk mematuhi ketentuan penghentian kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 28.

Sedangkan sanksi pidana yang dapat dijatuhkan apabila pemilik restoran tidak mengajukan atau memperpanjang permohonan Izin Gangguan berdasarkan Perda Kota Surabaya No. 1 Tahun 2004:

Pasal 30

(1) Wajib retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga

merugikan keuangan Daerah diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah retribusi yang terutang ;

(2) Pelanggaran terhadap ketentuan pasal 3 Peraturan Daerah ini,

dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah) ;

(3) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)

adalah pelanggaran.

Menurut wawancara kepada pihak dinas lingkungan hidup

Dari wawancara kepada pihak dinas lingkungan hidup bahwa penjatuhan sanksi pidana terlebih dahulu melakukan sanksi administrasinya terlebih dahulu untuk melakukan peringatan-peringatan yang dilakukan oleh pihak dari dinas lingkungan hidup adapun peringatan yang dilakukan adalah penutupan usaha dan selama ini pemberlakuan tindak pidana tentang izin restoran tidak pernah ada dikarenakan sanksi administrasi atau peringatan yang diberikan oleh pihak dinas lingkungan hidup dapat terpenuhi oleh pemohon dan limbah yang keluar adalah limbah domestic yang tidak

berbahaya bagi masyarakat.2

Sanksi Pidana tersebut diatas harus dijatuhkan kepada siapa saja yang melanggar ketentuan yang ditentukan dalam Perda tersebut, karena sanksi pidana merupakan suatu reaksi atas delik, berwujud suatu nestapa atau penderitaan yang dengan sengaja ditimpakan oleh Negara terhadap Sipelaku atau Pembuat Delik itu. Dari pemahaman demikian inilah maka sanksi pidana adalah sanksi istimewa, karena sanksi pidana tersebut ditetapkan dengan

2

Hasil Wawancara dengan Pak Andi Suhartono, selaku Staff Badan Lingkungan Hidup, tanggal 11 Juni 2012, 08.00 wib

sengaja dan ditimpakan kepada siapa melakukan tindak pidana (Straft recht is

bijzondere sanctie recht).3 Walaupun Pidana berujud nestapa atau penderitaan yang dengan sengaja ditimpakan oleh negara terhadap pelaku delik; dan merupakan “Ultimum Remedium” atau obat terakhir, akan tetapi penderitaan atau nestapa ini tidaklah menjadi alat pemunah kejahatan dan bukan tujuan terakhir sebagaimana dicita-citakan masyarakat, melainkan hanyalah tujuan yang terdekat atau naastedoel.4

Hukum tidak menyelesaikan masalah, melainkan yang dapat menyelesaikan masalah adalah orang yang memegang/ melaksanakan hukum itu. Demikian ungkapan seorang Pakar berkebangsaan Inggris GERMAN MANNHEIM yang dalam teks aslinya mengatakan hal tersebut, yakni “It is

not the formula that decide the issue, but the men who have to apply the formula”. Jadi dengan demikian terletak kepada faktor manusia yang menjadi

titik central bagi berpusatnya hak dan kewajiban, itulah yang menjadi faktor

penentu tegaknya hukum, keadilan dan kebenaran.5

Berdasarkan hal tersebut maka untuk menyelidiki dan menegakkan ada tidaknya pelanggaran yang terjadi berdasarkan ketentuan sebagai mana dalam Perda No. 1 Tahun 2004 tentang Izin Gangguan, maka diatur tentang siapa dan bagaimana tata cara penyidikan terhadap tindakan pelanggaran Izin Gangguan ini. Pasal-pasal tersebut antara lain berbunyi :Pasal 31

3

Moeljatno, Op.Cit., hal 34.

4

Ibid.

5

(1) Penyidikan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 30, dilaksanakan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Daerah.

(2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :

a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau

laporan berkenaan dengan tindak pidana agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas ;

b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang

pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana ;

c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana ;

d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dari orang pribadi atau badan

sehubungan dengan tindak pidana ;

e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti

pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap barang bukti tersebut ;

f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas

penyidikan tindak pidana ;

g. menyuruh berhenti, melarang seseorang meninggalkan ruangan atau

tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e di atas ;

h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana ;

i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa

sebagai saksi atau tersangka ;

j. menghentikan penyidikan ;

k. melakukan tindakan lain yang dianggap perlu untuk melancarkan

penyidikan tindak pidana menurut hukum yang dapat

dipertanggungjawabkan.

(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan

dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan tentang Hukum Acara Pidana yang berlaku.

A. KESIMPULAN

Berdasarkan penulisan skripsi yang tersebut diatas, maka penulis menyimpulkan bahwa :

1. Pemilik restoran dalam pendirian restoran harus dan wajib untuk

mengurus Izin Gangguan karena restoran merupakan salah satu obyek dari Izin Gangguan yang ditengarai dapat menimbulkan dampak negatif semisal menimbulkan gangguan terhadap lingkungan sekitar, kebakaran, atau kerugian-kerugian lainnya. Hal yang membedakan tentang tata cara perpanjangan Izin Gangguan restoran dengan obyek Izin Gangguan lain yakni mengenai kewajiban melampirkan Surat Setoran Pajak Restoran bulan terakhir.

2. Sanksi bagi yang tidak mengajukan permohonan Izin Gangguan ataupun

tidak memperpanjang izin gangguannya dibagi menjadi dua macam, yaitu

Dokumen terkait