• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I : PENDAHULUAN

H. Asumsi

I. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Bab pertama, merupakan bab pendahuluan yang berisikan latar belakang permasalahan yang mengemukakan beberapa hal yang menjadikan penelitian ini perlu dilakukan dan didalam bab ini juga dikemukakan beberapa permasalahan yang menjadi fokus penelitian. Dalam bab ini juga dikemukakan kerangka teori yang digunakan sebagai pisau analisis dan kerangka konsep yang membantu menjelaskan beberapa istilah yang terdapat dalam penelitian. Selanjutnya dikemukakan pula metode penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, asumsi dan diakhiri dengan sistematika penulisan.

Bab kedua, merupakan sub bab pembahasan yang menguraikan tentang hubungan good corporate governance dengan tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan, pelaksanaan good corporate governance melalui tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan dan konsep tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan dalam rangka pembangunan di Indonesia.

Bab ketiga, merupakan sub bab pembahasan yang menguraikan tentang tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan sebagai wujud etika bisnis, tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan terhadap karyawan dan masyarakat, manfaat tanggung jawab sosial dan lingkungan terhadap perusahaan serta praktek corporate social responsibility perusahaan pertambangan.

Bab keempat, merupakan sub bab pembahasan yang menguraikan tentang kemitraan antara pemerintah, perusahaan dan masyarakat sebagai wujud kearifan

lokal dalam konsep penerapan corporate social responsibility, menjelaskan kearifan lokal dalam penerapan tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan untuk kepentingan stakeholders, kearifan lokal sebagai pilar tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan dan penerapan kearifan lokal dalam pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan.

Bab kelima, merupakan bab penutup dari penelitian ini yang didalamnya dikemukakan beberapa kesimpulan dan saran.

BAB II

TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN MEMPERKUAT GOOD CORPORATE GOVERNANCE PERUSAHAAN

A. Hubungan Good Corporate Governance (GCG) dengan Tanggung Jawab

Sosial Dan Lingkungan Perusahaan

CSR merupakan bagian dari GCG, dimana GCG merupakan suatu sistem, dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang berkepentingan dan menggambarkan 5 (lima) prinsip yang disingkat dengan TARIF, yaitu91

1. Transparancy (keterbukaan informasi)

Secara sederhana bisa diartikan sebagai keterbukaan. Dalam mewujudkan prinsip ini, perusahaan dituntut untuk menyediakan informasi yang cukup, akurat, tepat waktu tentang perusahaan kepada segenap stakeholders.

91

Yusuf Wibisono, Yusuf, “Membedah Konsep & Aplikasi CSR Corporate Social Responsibility”, Gresik: Fasco Publishing, 2007 hal. 11-12 dan lihat juga Andi Firman, Ibid. Lihat juga I Nyoman Tjager, Corporate Governance: Tantangan dan Kesempatan Bagi Komunitas Bisnis Indonesia, (Jakarta: PT. Prenhallindo, 2003), hal. 26 yang menyebutkan bahwa Forum for Corporate Governance in Indonesia (FGCI) memberikan defenisi corporate governance sebagai berikut: “....seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta pemegang saham kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengendalikan perusahaan. Tujuan Corporate Governance ialah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders). Istilah “corporate governance” untuk pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury Committee pada tahun 1992 yang menggunakan istilah tersebut dalam laporan mereka yang kemudian dikenal sebagai Cadbury Report. Laporan ini dipandang sebagai titik balik (turning point) yang sangat menentukan bagi praktik corporate governance di seluruh dunia.

2. Accountability (akuntabilitas)

Kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertanggung jawaban elemen perusahaan. Apabila prinsip ini diterapkan secara efektif, maka akan ada kejelasan akan fungsi, hak, kewajiban, dan wewenang serta tanggung jawab antara pemegang saham, dewan komisaris dan dewan direksi.

3. Responsibility (pertanggung jawaban)

Kepatuhan perusahaan terhadap peraturan yang berlaku, di antaranya termasuk masalah pajak, hubungan industrial, kesehatan dan keselamatan kerja, perlindungan lingkungan hidup, memelihara lingkungan bisnis yang kondusif bersama masyarakat dan sebagainya. Dengan menerapkan prinsip ini, diharapkan akan menyadarkan perusahaan bahwa dalam kegiatan operasionalnya, perusahaan juga mempunyai peran untuk bertanggung jawab selain kepada shareholder juga kepada stakeholders.

4. Indepandency (kemandirian)

Intinya prinsip ini mensyaratkan agar perusahaan dikelola secara profesional tanpa adanya benturan kepentingan dan tanpa tekanan atau intervensi dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan-peraturan yang ada.

5. Fairness (kesetaraan dan kewajaran)

Adanya perlakuan yang adil dalam memenuhi hak shareholder dan

stakeholders sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Fairness

jaminan perlakuan yang setara di antara beragam kepentingan dalam perusahaan.

Tata kelola perusahaan yang baik (GCG) diperlukan agar perilaku bisnis mempunyai arahan yang baik. Prinsip responsibility sebagai salah satu dari prinsip GCG merupakan prinsip yang mempunyai hubungan yang dekat dengan CSR. Penerapan CSR merupakan salah satu bentuk implementasi dari konsep GCG sebagai entitas bisnis yang bertanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungannya.92

Prinsip GCG yang dianut OECD menempatkan prinsip pertanggung jawaban sebagai pilar tegaknya GCG. Prinsip pertanggung jawaban diwujudkan dengan kesadaran bahwa tanggung jawab merupakan konsekuensi logis dari adanya wewenang, kesadaran adanya tanggung jawab sosial, menghindari penyalahgunaan kekuasaan, dan menciptakan profesionalisme dengan tetap menjunjung etika dalam menjalankan bisnis, menciptakan dan memelihara lingkungan bisnis yang sehat.93

Artinya perusahaan sebagai organisasi sosial yang didirikan dan dijalankan oleh manusia tidak hanya bertujuan untuk mencari keuntungan bagi shareholders yang termasuk di dalamnya pemegang saham dan karyawan tetapi juga untuk kepentingan stakeholders yang termasuk didalamnya masyarakat dan lingkungannya. Prinsip pertanggung jawaban adalah kesesuaian atau kepatuhan dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip perusahaan yang sehat serta peraturan perundangan yang

92 Ibid. hal. 12 Di akses tanggal 20 Juli 2011

berlaku. Peraturan yang berlaku termasuk yang berkaitan dengan masalah pajak, hubungan industrial, perlindungan lingkungan hidup, kesehatan dan keselamatan kerja, standar penggajian, serta persaingan yang sehat.

Prinsip pertanggung jawaban juga mencakup hal-hal yang terkait dengan pemenuhan kewajiban sosial perusahaan sebagai bagian tak terpisahkan dari masyarakat.94Prinsip pertanggung jawaban ini juga mengkritik ajaran Milton Friedman yang mengajarkan bahwa hanya manusia yang mempunyai tanggung jawab moral. Jika bisnis mempunyai tanggung jawab, menurut Friedman, itu adalah tanggung jawab pribadi, bukan tanggung jawab atas nama seluruh perusahaan. Alasannya, tanggung jawab moral tidak bisa dialihkan kepada pihak lain, dan karena itu tidak relevan mengatakan perusahaan mempunyai tanggung jawab moral. Friedman tetap menekankan bahwa tanggung jawab perusahaan hanya terbatas pada lingkup yang mendatangkan keuntungan. Dengan demikian, tanggung jawab moral perusahaan hanya dinilai dan diukur berdasarkan sejauh mana perusahaan itu berhasil mendatangkan keuntungan sebesar-besarnya.95

Prinsip pertanggung jawaban juga menuntut perusahaan di dalam menjalankan usahanya untuk semakin bertanggung jawab terhadap masalah sosial dan lingkungan. Menurut E. Merrick Dodd perusahaan adalah entitas

94

Albert Widjaja, “Mencari Arah Bisnis yang Bermoral”, 50th Years Fests chrift in honor Stephen Tong, (Jakarta: Reformed Center for Religion and Society STEMI, 2007), hal 650.

95

Sonny Keraf, Etika Bisnis Tuntutan Dan Relevansinya, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius,1998), hal. 118.

publik yang tidak hanya punya kewajiban dan tanggung jawab pada satu kelompok tapi juga kepada banyak pihak.96

Menurut Vernon A. Musseleman dan John H. Jackson bahwa istilah tanggung jawab sosial perusahaan pada awalnya berarti sumbangan keuangan pada seni atau masyarakat setempat, dan mungkin perilaku etis.97

Sejalan dengan perkembangan jaman, perusahaan mempunyai tanggung jawab sosial, meskipun masih tidak mudah untuk memberikan batasan atau ruang lingkup dari tanggung jawab sosial perusahaan tersebut.

Sejalan dengan perkembangan jaman pengertian tanggung jawab mengalami penambahan arti dan sekaligus merupakan ruang lingkup tanggung jawab sosial perusahaan, bahwa tanggung jawab sosial perusahaan meliputi kesehatan, informasi konsumen, tidak menjalankan diskriminasi serta memelihara lingkungan.98

A Sonny Keraf melihat ruang lingkup tanggung jawab sosial, dengan menyebutkan ada dua jalur tanggung jawab sosial sesuai dengan dua jalur kerjasama perusahaan dengan masyarakat, yaitu relasi primer dan relasi sekunder, yang dirumuskan sebagai berikut:

96

Bismar Nasution, “Pengelolaan Stakeholders Perusahaan”, Disampaikan pada Pelatihan Mengelola Stakeholders yang dilaksanakan PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) tanggal 17 s.d. Oktober 2008 di Sei Karang Sumatera Utara, hal 4.

97

Vernona Musselman dan John H. Jackson, Pengantar Ekonomi Perusahaan, Edisi Kesembilan, Jilid 1, (Jakarta: Erlangga, 1988), hal. 34.

98

Basu Swasitha, D. A dan Ibnu Sukotjo W, Pengantar Bisnis Modern, Pengantar Ekonomi Peusahaan Modern, (Yogyakarta: Liberty, 1983), hal. 66.

a. Relasi primer, misalnya memenuhi kontrak yang sudah dilakukan dengan perusahaan lain, memenuhi janji, membayar utang, memberi pelayanan pada konsumen dan pelanggan secara memuaskan, bertanggung jawab dalam menawarkan barang dan jasa kepada masyarakat dengan mutu yang baik, memperhatikan hak karyawan, kesejahteraan karyawan dan keluarganya, meningkatkan keterampilan dan pendidikan karyawan, dan sebagainya. b. Relasi sekunder, adalah bertanggung jawab atas operasi dan dampak bisnis

terhadap masyarakat pada umumnya, atau masalah-masalah sosial seperti: lapangan kerja, pendidikan, prasarana sosial, pajak dan sebagainya.99

Terdapat dua hal yang berkaitan dengan ruang lingkup tanggung jawab sosial perusahaan, yaitu:

1. Internal merupakan tanggung jawab kedalam perusahaan itu sendiri, Perusahaan harus bertanggung jawab terhadap kesejahteraan karyawannya, terhadap mutu bahan yang dipergunakan agar menghasilkan barang yang baik atau hal-hal yang berkaitan dengan proses produksi.

2. Eksternal merupakan tanggung jawab keluar perusahaan. Perusahaan harus bertanggung jawab terhadap lingkungan yang berada di sekitar perusahaan serta akibat-akibat yang ditimbulkannya, bertanggung jawab terhadap barang-barang yang dibuat (dipasarkan) atau pasca produksi.100

99

A. Sonny Keraf, Op. Cit. hal. 97-98. 100

Tanggung jawab perusahaan internal adalah tanggung jawab moral perusahaan terhadap karyawan, yaitu dengan membina hubungan kerja yang baik di berbagai tingkatan kedudukan mulai dari tingkat bawah sampai ke tingkat atasan. Menciptakan keterbukaan, baik dari masalah informasi peraturan perusahaan maupun yang berkaitan dengan kemajuan dan kemunduran perusahaan. Keterbukaan (transparency) dapat memudahkan dilakukan pengontrolan fungsi manajemen dimana karyawan dari semua jenjang kedudukan dapat ikut serta dalam pengawasan jalannya perusahaan.

Hal ini juga berkaitan dengan pengungkapan (disclosure) terhadap semua kebijakan perusahaan. Dalam menjalankan roda perusahaan secara internal, terjadi interaksi dengan pihak-pihak diluar perusahaan (eksternal), seperti pemerintah, pemasok dan masyarakat. Hubungan dengan pihak-pihak di luar perusahaan mempengaruhi aktivitas perusahaan.

Terdapat beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam menjalankan hubungan dengan stakeholder. Pertama, perusahaan haruslah memberikan informasi yang benar dan jujur kepada investor, Informasi yang tidak benar dapat menjerumuskan para investor dalam mengambil keputusan. Kedua, dalam mengadakan kerjasama kedua belah pihak harus mempunyai itikat baik dan kepercayaan, sehingga kerjasama tersebut dapat berjalan dengan baik serta menguntungkan kedua belah pihak.101

101

I. Nyoman Tjager, dkk., Corporate Governance, (Jakarta: PT. Prehalindo, 2003), hal. 146

B. Pelaksanaan Good Corporate Governance Melalui Tanggung Jawab Sosial

Dan Lingkungan Perusahaan

GCG adalah suatu terminologi yang dapat juga mencakup segala aturan hukum yang bertujuan agar suatu perusahaan dapat diminta pertanggung jawabannya di hadapan pemegang saham dan publik. Istilah GCG juga dapat mengacu pada praktik audit dan prinsip-prinsip pembukuan, dan juga dapat mengacu pada keaktifan pemegang saham.

Secara lebih sempit, istilah GCG itu dapat digunakan untuk menggambarkan peran dan praktik dewan direksi. Termasuk pengelolaan perusahaan berkaitan dengan hubungan antara dewan direksi (pengelola) perusahaan dan pemegang saham, yang didasarkan pada pandangan bahwa dewan direksi merupakan perantara para pemegang saham untuk memastikan suatu perusahaan dikelola demi kepentingan pemegang saham.

Hal ini sejalan dengan paradigma bahwa para direksi bertanggung jawab kepada dewan komisaris dan dewan komisaris bertanggung jawab kepada pemegang saham.102

102

Bismar Nasution (I). ”Penerapan Good Corporate Governance Dalam Pencegahan Penyalahgunaan Kredit”, Disampaikan pada “Seminar Hukum Perkreditan,” PT. Bank Rakyat Indonesia, Medan, tanggal 12-13 Maret 2002, hal. 5.

Istilah “pengelolaan perusahaan” memiliki banyak definisi. Istilah tersebut dapat mencakup segala hubungan perusahaan, yaitu hubungan

antara modal, produk, jasa dan penyedia sumber daya manusia, pelanggan dan bahkan masyarakat luas.103

GCG dapat digunakan untuk menggambarkan peran dan praktik dari dewan direksi. GCG berkaitan dengan hubungan antara manajer perusahaan dan pemegang saham, didasarkan pada suatu pandangan bahwa dewan direksi merupakan agen para pemegang saham untuk memastikan suatu perusahaan untuk dikelola guna kepentingan perusahaan tersebut. Secara singkat, GCG mencakup hubungan antara manajer, direktur dan pemegang saham perusahaan. Mencakup juga hubungan antara perusahaan itu sendiri dengan pembeli saham dan masyarakat. GCG juga dapat meliputi kombinasi hukum, peraturan, aturan pendaftaran dan praktik pribadi yang memungkinkan perusahaan menarik modal masuk, bekerja secara efesien, menghasilkan keuntungan dan memenuhi harapan masyarakat secara umum dan sekaligus kewajiban hukum.

Hubungan antara GCG dengan CSR terdapat pada prinsip responsibility Dimana dalam prinsip ini, penekanan yang signifikan diberikan kepada stakeholders perusahaan. Dengan prinsip responsibility perusahaan memahami bahwa dalam kegiatan operasional perusahaan seringkali menghasilkan dampak eksternal yang harus ditanggung oleh stakeholders. Oleh sebab itu, dalam menjalankan kegiatan usahanya, perusahaan harus memperhatikan kepentingan

103

Bismar Nasution (II). “Aspek Hukum Dalam Transparansi Pengelolaan Perusahaan BUMN/BUMD Sebagai Upaya Pemberantasan KKN”, Makalah Disampaikan pada Semiloka Peran Masyarakat (Stakeholders) melalui lembaga pengawasan pengelolaan perusahaan dalam mendukung pelaksanaan Good Corporate Ggovernance di Sumatera Utara pada tanggal 30 April 2003, hal. 3

dan nilai tambah bagi stakeholders. Singkat kata, penerapan CSR merupakan salah satu bentuk implementasi dari konsep GCG. Sebagai entitas bisnis yang bertanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungannya, perusahaan harus bertindak sebagai good citizen yang merupakan tuntutan dari good business ethics.104

CSR juga dapat dipahami melalui konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Konsep ini secara sederhana didefenisikan sebagai pembangunan atau perkembangan yang memenuhi kebutuhan masa sekarang tanpa membahayakan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya. Sejak saat itu, isu yang membahas pembangunan berkelanjutan yang didasarkan atas perlindungan lingkungan hidup, pembangunan ekonomi dan sosial selalu menjadi agenda pertemuan internasional.

Dalam Protokol Kyoto yang dideklarasikan di Jepang misalnya, dibahas isu global yang berkaitan dengan peningkatan suhu bumi akibat efek gas rumah kaca atau Green Houses Gases (GPG).105

104

Yusuf Wibisono., Op. Cit.

Kontribusi emisi gas rumah kaca tersebut ternyata dihasilkan oleh perusahaan-perusahaan multinasional di berbagai negara terutama Amerika Serikat. Hal ini semakin menyadarkan para pelaku bisnis untuk berkomitmen menerapkan CSR demi kepentingan bersama. Pada Tahun 2000, dilaksanakan KTT Millennium (Millennium Summit) sebagai wujud dari kepedulian dunia terhadap kemiskinan dengan lahirnya United Millennium

105

Declaration yang berupa Millennium Development Goals (MDGs). Tujuan dari MDGs antara lain menghapuskan tingkat kemiskinan, pencapaian pendidikan dasar secara universal, serta menjamin berlanjutnya pembangunan lingkungan. Tujuan yang hendak dicapai MDGs tersebut dapat diwujudkan melalui penerapan CSR.106 Selain mengejar Profit, perusahaan juga harus memperhatikan dan terlibat pada pemenuhan kesejahteraan masyarakat (People) dan turut berkontribusi aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan. Tanggung jawab perusahaan tidak hanya berpijak pada aspek ekonomi yang direfleksikan dalam kondisi keuangan, namun juga memperhatikan aspek sosial dan lingkungan. Kondisi keuangan saja tidak cukup menjamin nilai perusahaan dapat tumbuh secara berkelanjutan (sustainable).107

Selanjutnya, World Business Council on Sustainable Development (WBCSD) menjelaskan bahwa CSR mengenal suatu komitmen agar perusahaan berperilaku etis (behavioral ethics) dan berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi yang berkelanjutan (sustainable economic development). Komitmen CSR lainnya adalah meningkatkan kualitas hidup stakeholders.108

Sementara itu, kompleksitas permasalahan sosial (social problem) dalam dekade terakhir dan implementasi ketentuan desentralisasi sebagai konsekwensi otonomi daerah di Indonesia telah menempatkan CSR sebagai suatu konsep

106

Ibid, hal 30-32 107

Ibid, hal.111 108

Charolinda.,“Pengembangan Konsep Community Development Dalam Rangka Pelaksanaan Corporate Social Responsibility”, Jurnal Hukum dan Pembangunan, Tahun ke 36 No. 1, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Januari-Maret 2006, hal. 87

inovasi yang diarahkan memberikan alternatif terobosan dalam memperdayakan ekonomi masyarakat miskin. Oleh sebab itu, diperlukan komitmen perusahaan untuk berkontribusi dalam pengembangan ekonomi yang berkelanjutan dengan tetap memperhatikan tanggung jawab sosial perusahaan dan keseimbangan antara perhatian terhadap aspek ekonomis, dan perhatian terhadap aspek sosial, dan lingkungan”.109

C. Tanggung Jawab Sosial Dan Lingkungan Perusahaan Dalam Rangka Pembangunan Di Indonesia

Konsep dasar CSR adalah pemberdayaan masyarakat agar terbebas dari kemiskinan. Pelaksanaan CSR diarahkan kepada pengembangan pembangunan daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pemberian fasilitas kemasyarakatan dan juga bantuan bagi usaha masyarakat yang memerlukan pengembangan. Masyarakat diberi pelatihan dan penyuluhan terhadap suatu kegiatan lalu mereka difasilitasi untuk melaksanakan kegiatan tersebut sesuai dengan penyuluhan dan pelatihan yang sudah diberikan. Dengan demikian, masyarakat memiliki kegiatan dan usaha yang dapat meningkatkan taraf hidup mereka. Selain pemberdayaan masyarakat, CSR juga bertujuan agar perusahaan dapat beroperasi dengan lancar tanpa gangguan dari masyarakat sekitar perusahaan. Jika hubungan antara perusahaan dan masyarakat tidak mesra, bisa dipastikan perusahaan akan sulit melakukan kegiatan usaha. Minimnya

109

perhatian perusahaan terhadap pelaksanaan CSR menyebabkan pelaksanaan program CSR belum sepenuhnya diterima oleh masyarakat.110

Kontribusi CSR terhadap pembangunan ekonomi berkelanjutan adalah melalui kerjasama dengan karyawan, keluarga karyawan ,komunitas lokal, dan masyarakat luas untuk memperbaiki kualitas hidup dengan cara yang dapat diterima oleh bisnis dan juga oleh pembangunan itu sendiri yang merupakan nilai dasar CSR. Kemiskinan adalah masalah sosial yang dapat ditekan, bahkan dihapuskan melalui implementasi CSR kontemporer yang dilakukan dunia usaha. CSR kontemporer merupakan bentuk CSR masa kini yang mana pelaksanaanya telah diatur dalam undang-undang sehingga perusahaan wajib melaksanakannya dan hal tersebut dinilai menjadi suatu cara yang akan menurunkan angka kemiskinan karena tujuan pemberian dana CSR adalah kepada masyarakat setempat yang memerlukan bantuan. Dengan demikian, Perusahaan telah menyadari posisi mereka sebagai bagian dari masyarakat.111

CSR dipahami sebagai perwujudan komitmen kepada keberlanjutan (sustainability) perusahaan yang dicerminkan ke dalam triple bottom line “3P” yaitu profit, planet dan people. Bahwa keberlangsungan hidup perusahaan hanya akan terjadi apabila perusahaan menaruh kepedulian terhadap pertumbuhan ekonomi, kepedulian terhadap pengembangan lingkungan dan kepedulian terhadap pengembangan sosial. Searah dengan perkembangan, perusahaan bisnis

110

Hendrik Budi Untung, Corporate Social Responsibility (CSR), (Jakarta: Sinar Grafika,2008), hal. 3.

111

harus memberikan konstribusi terhadap tiga hal tersebut. Pada dasarnya keberlanjutan adalah keseimbangan antara kepentingan - kepentingan ekonomi, lingkungan dan masyarakat.112

Konsep triple bottom line (3P) kemudian berkembang dengan adanya ISO 26000 mengenai Guidance on Social Responsibility. ISO 26000 memberikan warna baru dalam definisi dan implementasi bentuk CSR sangat berkait dengan tanggung jawab sebuah perusahaan terhadap dampak-dampak dari keputusan-keputusan dan kegiatan-kegiatannya pada masyarakat dan lingkungan yang diwujudkan dalam bentuk perilaku transparan dan etis yang sejalan dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat; mempertimbangkan harapan pemangku kepentingan, sejalan dengan hukum yang ditetapkan dan norma-norma perilaku internasional serta terintegrasi dengan perusahaan secara menyeluruh.113

Jika melihat rujukan tersebut maka konsep CSR yang telah dicanangkan dan diimplementasikan menjadi semakin kompleks karena mencakup tujuh prinsip CSR yang menjadi komponen utama, yaitu:the environment, social development, human rights, organizational governance, labor practices, fair operating practices, dan consumer issues.114

Dengan melihat konsep Triple Bottom Lines dan mengkaitnya dengan prinsip ISO 26000 maka konsep 3P kemudian dapat ditambahkan dengan 4P

113 Ibid 114 Ibid

dengan menambahkannya dengan satu line tambahan, yakni procedure. Dengan demikian, CSR adalah kepedulian perusahaan yang menyisihkan sebagian keuntungannya (profit) bagi kepentingan pembangunan manusia (people) dan lingkungan (planet) secara berkelanjutan berdasarkan prosedur (procedure) yang tepat dan profesional.115

Implementasi CSR dengan konsep 4P ini bisa dipadukan dengan komponen dalam ISO 26000. Konsep planet secara luas berkaitan dengan aspek the environment. Konsep people di dalamnya merujuk pada konsep social

development dan human rights yang tidak hanya menyangkut kesejahteraan

ekonomi masyarakat (seperti pemberian modal usaha, pelatihan keterampilan kerja). Tetapi lebih jauh banyak bersentuhan dengan kesejahteraan sosial seperti pemberian jaminan sosial, penguatan aksesibilitas masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan pendididikan, penguatan kapasitas lembaga-lembaga sosial dan kearifan lokal. Sedangkan konsep procedur bisa mencakup konsep tata kelola organisasi, praktek ketenagakerjaan, praktek pelaksanaan yang adil dan isu konsumen yaitu komunitas dan masyarakat.116

Hal ini terkait juga dengan bagian development yang jauh lebih penting yaitu perubahan paradigma karena dari banyak analisa manfaat faktual yang terjadi. Dari segi kepentingan terdapat hubungan yang saling menguntungkan bagi dua pihak dalam proses pengembangan. Komunitas lokal mempunyai

115 Ibid 116

harapan kepada perusahaan dalam membantu atau menjadi bagian dari proses mereka menghadapi masalah yang terjadi. Disisi lain, perusahaan juga mempunyai harapan bahwa apa yang dilakukan perusahaan dapat dilihat secara adil dengan cara pandang bahwa masyarakat juga harus bersifat supportif mendukung aktivitas perusahaan.117

Sejumlah besar penelitian telah membuktikan kinerja sosial dan kinerja finansial perusahaan sungguh berkorelasi positif. Oleh karenanya perdebatan mengenai keuntungan menjalankan CSR sesungguhnya dapat dianggap sudah berakhir. Kajian oleh ekonom terkemuka Michael Porter menunjukan adanya korelasi positif antara profit dan CSR, atau tujuan financial dan tujuan sosial perusahaan. Perusahaan yang mencatat laba tertinggi adalah para pionir dalam CSR.118

Hubungan-hubungan antar stakeholders diumpamakan sebagai aliran darah dalam organisasi. Seperti halnya sebuah entitas yang berada dalam hubungan simbolik pada sebuah lingkungan, seperti itulah yang dilakukan oleh perusahaan.

Dokumen terkait