ö êæstãmtêèãåæêï ãlun n lããpornåæñælêtêãnêñê yã êtu tærä êrêäãrêæåãmt òãòéã èñêóy ðë ð✁ úæñäãìí÷ íãñé ãyçn òærêï êèã lnããtr òæã èãl çn ãï ãm ãì él ru m íïãn mãï ããì él tujíãnäãn mãñ ããt åæñælêtêãñé èærãç èãn t æorê ä ãn mæùäù÷t oç ê åæñælêtêãnï æòãç ã ê lãñäãï ãnããwl
✄ ☎✄ ✆ ✆ ✝✞m✟ ✞r✞n ✠ ✟✡☛k ☞ ☛n☛✌lt✌✞✍✎ ✟ ✞✟ ✌✍✌ ✟ ☛r✌s ✌ t☛nt✞✍✏ ☞ ☛r✟✞✍✑✌n✏ ✞n✑☛n✏✞n☞ ☛✍ ☛l✌t✌✞n t☛r✑✞✒✓ ✔✓ ✕ ✄ ☎✄ ✆ ✆✆ ✖☛ny✞j✌✞n✑✞t✞ ✑✞n☞☛m✟✞✒✞✗ ✞✍✎ ✑✞l✞m✟✞✟ ✘ ☛t✌✏✞ ✞k✞n ✑✌☞✞☞ ✞✘ ✞r n m☛n✏ ☛✍✞✌ pr✠✗ ☛s ✞✍✞l✌✗ ✌s ✗ ☛m✌ot✌✘ ✞✑✞l✞m ✌kl✞n t ☛l☛✙ ✌✗ ✌ m☛✍✏ ✏✓✍✞k✞n t☛or✌✗ ☛✌mol✠✏✌ ✚ol✞✍✑ ✄ ✞rt✒☛s ✗ ☛rt✞ ☞ ☛m✟✞✒✞✗ ✞n m☛n✏ ☛✍✞✌✒✞✗ ✌l ✞ ✍ ✞l✌✗ ✌s ✑✞n t☛✓m✞n☞ ☛✍☛l✌t✌ ✞n✕ ✄ ☎✄ ✆✛ ✖☛✓☞✎nut ☛m✓☞✞✘✞r n✟ ✞✟ t☛r✞✘✒✌r ✑✞l✞m l✞✞ropn☞ ☛✍☛l✌t✌✞n y ✞n✏ ✟ ☛r✌✗ ✌ ✘ ☛✗ ✌mpul✞n✑✞✌r ✒✞✗ ✌l ☞☛✍ ☛l✌t✌✞n✗ ☛rt✞ ✗ ✞r✞n u n tu k☞☛✍ ☛l✌t✌✞n✗ ☛l✞njutny ✞✕
✜✢ ✜✣✣
✤✢✥✜✢✦✢✧★✥ ★✥✩✜✪✫✬✭✫ ✧✫✮✣✯✣ ✢✧
✢ ✰ ✭✱✲✱✳✴✵✴✶✲ ✯✱ ✷✸✶ ✹✺✳✺✣ ✸✱✲✵ ✴✵✶ ✻✫✵✲✴ ✻✼✶ ✽✶
Dalam bab yang kedua ini, penelitian akan menunjukan beberapa penelitian terdahulu mengenai etnis Jawa dalam media. Beberapa penelitian tersebut memiliki latar belakang masalah dan obyek penelitian yang berbeda. Dengan mengetahui beberapa penelitian terdahulu yang telah dilakukan, maka peneliti dapat menghindari terjadinya pengulangan dan menghindari kesamaan masalah dalam penelitian lain dan juga menjelaskan bahwa penelitian ini adalah penelitian sebelumnya. Pentingnya mengetahui penelitian sebelumnya adalah untuk mendasari perbedaan-perbedaan dengan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya.
Penelitian yang pertama akan peneliti paparkan yaitu tentang stereotip budaya jawa yang ada dalam✾✿❀❁❂❃❀❀❄❅ ❃ ❃❆yang berjudul❇❈ ❉❈❂❊❈ ❋ (2013). Peneliti tersebut dilakukan oleh Wisnu Agung Febrian, mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Peneliti tersebut
hendak mengetahui bagaimana Budaya Jawa dideskripsikan dalam ✾✿❀❁ ❇❈ ❉❈
❂❊❈❋. Dalam penelitian tersebut didapatkan hasil penelitian yang merujuk kepada hal-hal yang bersifat stereotip atau pandangan yang bersifat negatif dari budya barat kepada budaya Jawa. Prasangka negatif tersebut antara lain
zaman. Selain itu, masyarakat Jawa terlihat dalam film tersebut sebagai masyarakat yang penurut dan mudah terpropokasi, dan mempercayai hal mistis atau klenik. Masyarakat Jawa yang relegius dianggap sebagai akar dari kegiatan terorisme yang terjadi dalam tersebut. Jadi, kesimpulannya dalam penelitian diatas stereotip negatif Etnis Jawa tergambar sebagai etnis yang menjunjung tinggi nilai tradisional sehingga masih dianggap sebagai etnis yang kuno● ❍■❏❑▲ ▼▲ ◆❖ P◗❖ ❘ ❙ juga menjadi salah satu penyebab mengapa media menganggap Jawa sebagai orang yang kuno dan tidak modern. Ketika
❚ ■PP ❯❱ ■■❲ membuat film yang dalamnya terdapat etnis Jawa maka❍■❏❑▲ ▼▲
◆❖ P ◗❖❘ ❙ ada pada Amerika yang dianggap jauh lebih modern dibandingkan Indonesia yang terlebih Jawa yang masih menjunjung nilai dan norma Jawa. Ketika televisi nasional yang berpusat dijakarta yang merupakan ibu Kota Indonesia dan dianggap menjadi pusat kemajuan Indonesia maka Jawa juga
dianggap masih tertinggal maupun ▲❲ ❙❳■● Perbedaan penelitian yang
dilakukan oleh Wisnu Agung tersebut dengan penelitian ini adalah objek penelitiannya, yang meneliti sebuah karya▼❖ ❲❑ ■❨❑❳❖ ▼P yang dikemas menjadi sebuah film, sedangkan dalam penelitian ini fokus objek penelitiannya adalah iklan komersil televisi.
Penelitian yang kedua telah dilakukan mengenai ❘ ❙❩❘ ❙❳❙▲◗▼❳❑
❬❙❭❖ ❲ ▼ ❯▼▼▲ ❪▲❲■▲ ❙❳❑ ▼ ❲▼P ▼❏ ❑❬P ▼▲ adalah penelitian yang dilakukan oleh Andreas Stenly Kolly, Mahasiswa Program S1 Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman. Penelitian tersebut mengambil objek yakni iklan Kuku Bima Energi versi Flores , Nusa
Tenggara Timur di media televisi. Unsur-unsur kebudayaan yang menjadi komponen penelitian diteliti melalui tanda tanda dalam iklan tersebut yang mencakup unsur audio dan visual. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif interpretatif dengan pendekatan semiotika Charles S. Peirce untuk menganalisis dan menginterpretasi data berupa tanda-tanda dalam iklan. Dalam tahap penelitian, penulis mengklasifikasi dan mengindentifikasi tiap-tiap adegan dalam iklan tersebut, kemudian menginterpretasikannya menggunakan Teori Segitiga Makna Charles Sanders Peirce, yaitu Sign (tanda), Object (objek), Interpretant (Interpretasi) dengan fokus Ikon, Indeks, Simbol. Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa iklan Kuku Bima Energi versi Flores, Nusa Tenggara Timur menampilkan representasi kebudayaan Indonesia melalui beberapa adegan yang memperlihatkan kebudayaan dari daerah Flores. PT. SidoMuncul melalui Iklan Kuku Bima Energi versi Flores, Nusa Tenggara Timur mencoba menampilkan beberapa kebudayaan Indonesia, yaitu kebudayaan Flores, Nusa Tenggara Timur dengan konsep iklan yang bertemakan pariwisata di Indonesia. PT. Sido Muncul melalui iklan tersebut berusaha mengajak penonton dan masyarakat Indonesia agar lebih menghargai pariwisata yang ada di Indonesia, khususnya kebudayaan yang dimiliki setiap daerah. Kebudayaan Indonesia merupakan warisan leluhur dan kekayaan yang tidak ternilai harganya yang pernah dimiliki Indonesia oleh karena itu masyarakat Indonesia wajib menjaga dan melestarikannya. Sedangkan perbedaan penelitian Andreas Stenly tersebut
analisis model Charles Sanders Pierce, yang meneliti menggunakan ikon, indeks, dan simbol, berbeda dengan model Rolland Barthes yang menggunakan tataran sistem kedua yang mengungkap konotasi dan mitos.
Penelitian ketiga yaitu ❫❴❵ ❛❴❜ ❴❝ ❞❡❜ ❢ ❣ ❡❛❤ ❢❝❡✐❢❜ ❡❜ ❢❞❝❢❜ ❥ ❡❦ ❡ ❧ ❡ ✐❡♠
♥ ♦♠❴❧ ❢ ♣❢❞q❡❜ ❢ r♥❴s❡❛ t❡✉❡❝❤✈ ❧❢ t❛ ❡❝ ❜ t✇ (2011) yang dilakukan oleh Titin Natlia Triningsih, mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Dalam penelitian tersebut, penelitian hendak mengetahui bagaimana representasi marginalisasi etnis Jawa yang terdapat dalam komedi situasi tersebut. Penelitian semiotik yang menggunakan metode Rolland Barthes tersebut mendapat hasil bahwa etnis Jawa digambarakan sebagai orang yang bodoh, tidak peka, tidak pernah benar dalam bekerja, dan ❝❧ ❴❜♦①
Pengambaran tersebut terjadi dikarenakan beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut diantara lain, pusat media yang ada di Jakarta mempengaruhi subjektifitas pembuatnya terhadap pandangan etnis-etnis di daerah, dan tujuan utama komedi situasi sebagai produk televisi adalah mengejar ❛ ❡❞❢❝ ❤ maka pembuatan karakter lebih condong menggunakan karakter yang dekat dengan penonton. Oleh karena faktor-faktor itulah maka tercipta karakter etnis Jawa seperti yang tergambar dalam komedi situasi ♥❴s❡ ❛ t❡✉❡❝ ❤ tersebut. Perbaedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah sudut pandang dalam mengangkat budaya Jawa yang termarjinalisasikan, sedangkan pada penelitian ini berusaha menggali representasi identitas budaya Jawa.
Selanjutnya, penelitian yang keempat dilakukan oleh Nurul Hasfi, mahasisa Ilmu Komunikasi Universitas Diponogoro dengan judul penelitian
② ③④③⑤ ⑥⑦ ⑥⑧ ⑨⑩❶❷ ❸❹⑩ ④ (⑨❺❶❷❸❹⑩ ❻ ❼⑩ ❸❹ ③⑧ ❻③) ❽③⑤❾⑥❿ ⑥➀ ⑨➁ ④➁ ➂ ⑥➃ ⑥ ❿ ⑥❹ ⑥❶
Program TV Hidup Ini Indah di Trans TV (2012). Dalam penelitian
tersebut ditemukan adanya simbol-simbol suku Jawa yang kemudian mengarah kepada streotip negatif terhadap suku Jawa itu sendiri. Simbol
tersebut ada pada Mas Narko selaku host dalam acara Hidup Ini Indah.
Memakai baju lurik, celana kolor, dan peci yang sungguh menggambarkan orang Jawa. Mas Narko berkelana ke dunia modern dan berbudaya yaitu jakarta. Produser program memanfaatkan dominan culture yang saat ini
menguasai wacana masyarakat Indonesia yaitu budaya modern yang berkembang di jakarta. Mas Narko juga berbahsa medhok, bahasa yang dianggap tidak seksi, dianggap berbeda dengan budaya dominan yaitu bahasa Indonesia logat jakarta. Selain itu karakter dari Mas Narko pada tiap episodnya juga menggambarkan bahwa dirinya adalah orang yang bodoh, miskin, kekanak-kanakkan dan tidak sopan. Hal-hal tersebut didapatkan dari pengamatan simbol-simbol yang ada pada diri Mas Narko. Perbedaan tersebut dengan penelitian ini yaitu teori dan objek penelitian sedangkan yang dilakukan oleh Nurul Hasfi membahas tentang streotip negatif terhadap suku
JawaKekerasan Simbolik terhadap Suku Jawadalamreality show
➄➅ ➆➇ ➈ ➉➇ ➊➇ ➋➌ ➉➍ ➎➏➐ ➎➋➎➑➒➓➒➇ ➋
➔➅ →➏➑➇ ➋ ➌➉➇➓➄➇➓➣➏↔➌↕➏➇➙➛➋➐➇ ➋c➎➋➌➜➎➝
Hal yang dilakukan oleh produk penghilang sakit flu yang kondang dengan slogan berbunyi: Oskadon Pancen Oye! . Iklan produk tersebut
Sudarsono, untuk menjadi juru bicara atas keberadaan produk penghilang sakit flu. Dalam konteks ini wayang kulit yang merupakan salah satu produk karya seni tradisional yang masih banyak memiliki pendukung dan penonton setia, dirangkul oleh produsen obat flu sebagai media komunikasi visual untuk menginformasikan keberadaan sebuah obat flu yang memiliki khasiat meredakan penyakit flu. Sedangkan, Ki Manteb Sudarsono sebagai dalang dipinjam ketokohannya dan dijadikan model iklan tersebut, karena, Ki Manteb Sudarsono dianggap sebagai representasi target sasaran yang rawan diserang penyakit flu akibat jenis pekerjaannya yang mengharuskan Ki Manteb Sudarsono untuk melekan, begadang sepanjang malam, dan melakukan perjalanan dari satu kota ke kota lain
guna memainkan wayang kulit semalam suntuk.
http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/285-ensiklopedi/3711-
pembaharuan-si-dalang-setan-Penontonnya tersebar di berbagai daerah di Indonesia, tidak hanya di pulau Jawa namun juga di luar Jawa. Sudah ribuan pementasan dia gelar dengan berbagai maksud dan kepentingan, seperti untuk acara ruwatan, pesta hajatan, kampanye politik ataupun gelaran pentas untuk
menyosialisasikan beragam program pemerintah seperti Keluarga
Berencana (KB), Anti HIV AIDS dan Narkoba, sosialisasi pemilu dan lain-lain. Ki Manteb juga tak jarang menggelar pertunjukkan di sejumlah daerah tanpa bayaran. http://dgi-indonesia.com/lokalitas-budaya-lokal-dalam-desain-iklan/
➞ ➟ ➠➡➢ ➡➢➤ ➥➦➧➨➩ ➫➭ ➯➲ ➳➵
Iklan-iklan rokok yang tayang di televisi selalu unik dan menarik untuk disimak. Hal ini disebabkan oleh adanya larangan untuk menampilkan contoh produk rokok itu sendiri di layar televisi. Sehingga, merk-merk rokok ini berlomba-lomba menampilkan iklan yang dapat
menarik perhatian masyarakat dan mempromosikan➸➺ ➻➼➽➾ ➚
masing-masing agar merk rokok itu sendiri mudah diingat oleh konsumen tanpa menampilkan rokok yang merupakan produk dari perusahaan tersebut. Salah satunya iklan rokok 76 yang satu ini.
ada seorang wanita ngamuk gara-gara pacarnya telat datang. Jam karet! Eleeek (jelek-red)! Ramutu (enggak bermutu-red) teriak si cewek sambil melempar benda ke arah pacarnya. Beruntung, lemparan itu meleset, mengenai botol terbuat dari tanah liat. Lalu keluarlah jin dari botol. Jin ini pakai beskap (setelan pakaian adat Jawa-red) lengkap dengan blangkon. Kuberi satu permintaan, begitu jin memberikan penawaran. Ia didampingi istrinya yang ayu (cantik), berkebaya dengan rambut disanggul. Aku pengen dia (pacar-red) kelepek-kelepek (tunduk dan patuh, tidak galak lagi-red), jawab si cowok. Mendengar permintaan ini, muka si jin memble, nyalinya ciut. Podho (sama), aku yo wedi je (saya juga takut sama istri-red), kata si jin sambil melirik istri. Sementara istri, berkacak pinggang dengan muka bengis. Iklan jin ini dirilis sejak 2008, total ada 14
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2010/02/11/11021433/Adji.dari.St udio.Menjelma.Perusahaan.Iklan.Terkemuka
➪ ➶ ➹➘➴➷➬➮ ➴➱✃❐❒➱❮ ✃❰➮Ï ✃Ð ➴ÑÒ
Hingga saat ini jenis minuman alang sari secara nasional berhasil menembus angka 100 juta saset per tahun, sementara pangsa pasar jenis minuman ini masih memiliki peluang pasar , mengingat sejauh ini hanya ada dua pemain besar yang memproduksi jenis minuman ini. Hal ini diutarakan Produk Manager Alang Sari Plus dari PT Sidomuncul, Linawati Suteja disela-sela peluncuran produk Alang Sari Plus , Selasa (06/12./2011) do XXI Club Plaza Senayan.
Meski terhitung pemain baru dalam produk jenis minuman untuk panas dalam , Lina mengaku produk Alang Sari Plus diharapkan mampu menguasai 30 % pamangsa pasar minuman ini secara nasional. Produk terbaru dari Sidomuncul yang selama ini lebih terkenal dengan prodik herbal Tolak Angin dan minuman energi Kuku Bima Energi , Alang Sari Plus dilengkapi dengan sari cingjau hijau dan sari akar alang-alang merupakan perpaduan yang tepat untuk meredakan panas dalam. Selain itu menurt Lina dalam Aalang Sari Plus dengan bintang iklanya Soimah , terdapat akar alang-alang mengandung cylindol A mempunyai aktifitas anti radang dan penghilang rasa sakit dan imprance yang memiliki khasiat menghambat agregasi trombosit dan memperlancar peredaran darah. Sedangkan cincau hijau mengandung klorofil yang berfungsi sebagai anti oksidan dan anti peradangan.
Pada kesempatan yang sama Direktur Utama PT Sidomuncul , Irwan Hidayar mengutarakan, dengan diluncurkannya produk baru ini, diharapkan akan mampu menaikkan omzet penjualan secara keseluruhan , dengan bertambahnya omzer akan dapat membantu sesama yang memerlukan. Perusahaan yang satu ini tercatat baru saja menyelesaiakn operasi mata katarak yang ke 6000 mata penderita katarak secara gratis. Tahun 2012 pelaksanaan operasi mata katarak secara gratis akan ditingkatkan PT Sidomuncul menjadi 12.000 mata penderita katarak.
http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=20&dn=20090213195336
Ó Ô ÕÖ×ÖØ ÙÚÛÜ ÝÞßàáâÞ ßã Ùä åæÛ çåÛ ßÙèéÛ Ýê
Sebagai perusahaan yang telah berdiri sejak 1951, Sido Muncul yang kini merupakan perusahaan herbal bertaraf modern senantiasa berupaya untuk memberikan produk-produk yang baik dan menyehatkan bagi seluruh konsumennya, dan dengan demikian memberikan nilai positif
bagi masyarakat. Seiring waktu berjalan Sido Muncul mulai
mengembangkan bisnisnya yang awalnya hanya berkonsentrasi di bidang jamu (herbal), maka pada tahun 2004 Sido Muncul membuat divisi baru yaitu Divisi Food .
Produk pertama yang dibuat adalah minuman energi Kuku Bima Energi dengan rasa original. Kemudian produk berikutnya adalah permen yaitu Permen Tolak Angin, Permen Jahe Wangi dan Permen Kunyit Asam.
Plus, Colla Mill. Untuk minuman energi Kuku Bima Energi Sido Muncul mengeluarkan beberapa varian rasa yaitu rasa Anggur, Jambu, Jeruk, Nanas, Kopi, Mangga, Susu Soda serta Kuku Bima Energi Plus Vitamin C.
Produk-produk yang telah di produksi sampai saat ini oleh Sido Muncul ada lebih dari 250 jenis produk dengan produk unggulan Tolak Angin, Kuku Bima Energi, Alang Sari Plus, Kopi Jahe Sido Muncul, Kuku Bima Kopi Ginseng, Susu Jahe, Jamu Komplit dan Kunyit Asam Kini, produk-produk Sido Muncul telah berhasil di ekspor ke beberapa negara Asia Tenggara (Malaysia, Singapore, Brunei dll), Australia, Korea, Nigeria, Algeria, Hong Kong, USA, Saudi Arabia, Mongolia dan Rusia. Saat ini perseroan juga tengah melakukan penjajagan dengan distributor dan perusahaan asal Thailand, Vietnam dan Jepang.
Kuku Bima Ener-G dengan mengusung ikon mbah maridjan yang kental akan budaya jawa siapa yang tidak kenal sama beliau. Mbah Maridjan sendiri adalah salah satu tokoh yang sangat identik dengan bencana alam Gunung Merapi yang terjadi tahun 2006 dan 2010. Mbah Maridjan bernama asli Mas Penewu Suraksohargo dan lahir pada tahun 1927 di Dukuh Kinahrejo, Desa Umbulharjo, Cangkringan, Sleman. Mbah Maridjan sendiri adalah seorang juru kunci Gunung Merapi, sebagai utusan dari Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Pria ini adalah salah satu tokoh berpengaruh bagi masyarakat Gunung Merapi, sehingga semua
warga Gunung Merapi tunduk pada perintahnya, termasuk keputusan untuk mengungsi. Sebelum menjadi juru kunci pada 1982, Mbah Maridjan sempat menjabat sebagai wakil juru kunci sejak 1970.
Sejak bencana Gunung Merapi tahun 2006, Mbah Maridjan mulai dikenal publik Indonesia, dari keberaniannya untuk tidak mengungsi juga semangatnya. Oleh karena ini Mbah Maridjan menjadi bintang iklan salah
satu minuman energi yang terkenal dengan jargon 'Rosa'
ë ìë í í í îïNðìñí ìN òìóìòìN îï ôëìõìöìN ì÷øùú ùúùûîüý þÿ ù ✁✂✄✂☎ ✆ ✝✞✟✠✄✠ ✡ ☛☞✌ ✍ ✎✠ ✄✄✂ ✏✑ ✒✂ ✓ ✞✟☞✌ ✔ ✕✖ ✗✘ ✙ ✕✚✖ ✛ ✕✕ ✚✜ ✑☞✏✡ ✂ ✏ ✞☞✡✂ ✌ ☎ ☞✏ ✝✂ ✞✂✢✂ ✏ ✣✂ ✟✤✂ ☎☛✞✠ ✌ ✂✑ ✂✄✂ ✟ ✌ ☞✣ ✥✂ ✟ ✞☛✦☞ ✤☛✧✂ ✓✂★ ✩✂ ✓☞✏✂ ☎ ☛✞✠✌ ✂✑✂✄✂ ✟ ✌☞✣✥✂ ✟ ✤☛✧✂ ✓✂ ✍☎ ✂✢✂ ☎☞✏✥✓✥✞ ✒✂ ✓ ✞✟☞✌ ✍ ✌ ☞✡ ✂✄✂ ✟✂ ✄ ✑✂✦✂ ✞ ☎☞✏✪✂✑☛☎ ☛✞✠✌✍ ✂ ✌✂✄ ✑ ☛✌✂☎✦✂ ☛✢✂ ✏ ✄ ☞✤✂ ✞ ✤✂✧✂ ✏✂★ ✫ ✓✞☛✏ ✝✂ ✍ ✑ ☛✞✥✞✥✓✢✂ ✏ ✄ ☞✤✂ ✞ ☎✂ ✞☞✓ ☛ ✔✞✂ ✏✑✂ ✜ ✝✂ ✏✡ ✬✂✢✞✥✂✄ ✑✂ ✏ ☎☞☎ ☛✄ ☛✢☛ ✢✂ ✏✑✥✏✡✂ ✏ ✦☞✌✂ ✏✭☎✂✢✏✂ ✥✏ ✞✥✢ ✑ ☛✣✂✡☛✢✂ ✏★✮✥✏✂ ☎ ☞✏ ☞✄ ☛✌☛✢✞✂ ✏✑✂✛✞✂ ✏✑ ✂✝✂✏✡☎ ☞✏ ✝✥✌✥✏☎ ☛✞✠✌✍✒ ✂ ✓✞✟ ☞✌✦☞✓✞✂☎ ✂ ✛ ✞✂☎✂☎ ☞✏✡✂✧✥ ✦✂✑ ✂ ✌☛✌ ✞☞☎ ✌☞☎☛✠ ✞☛✢ ✄☛✏✡✥☛✌ ✞☛✢ ✣ ✥✂ ✟ ✦☛✢☛✓✂ ✏ ✯✂✥✌✌✥✓☞★ ✯✂✥✌✌✥✓☞ ✌☞✏✑☛✓☛ ☎ ☞✏✡✡ ✂☎✣✂ ✓✢✂ ✏✂✑ ✂ ✏ ✝✂ ✟✥✣ ✥✏✡✂ ✏ ✂ ✏ ✞✂ ✓✂✑✥✂ ✝✂ ✏✡☎☞☎✣✂ ✏✡✥✏ ✞✂ ✏✑✂ ✔ ✌☛✡ ✏✙ ☞✏✞☛✞✂ ✌ ✢✠✏✢✓☞✞✏ ✝✂ ✜✍ ✝✂✢✏ ☛ ✦☞✏✂ ✏✑✂ ✔✌ ☛✡✏☛✬ ☛☞✓ ✙ ✧☛✞✓✂ ✂✢ ✥✌ ✞☛✢✏✝✂✜ ✑ ✂ ✏ ✦☞✞✂ ✏✑✂ ✔✌ ☛✡ ✏☛✬☛☞✓✙ ☎ ✂✢✏✂✭✢✠✏✌ ☞✦✏✝✂✜★ ✁✂✄ ✂☎ ✢☞✞☛✡✂ ✥✏ ✌✥✓ ✌ ☞☎☛✠ ✞☛✢ ☛✏☛✄✂ ✟ ☎ ☛✞✠✌ ☎✥✄✂ ☛ ✣☞✓✠✦☞✓✂ ✌ ☛★ ✆ ☞✌✢☛ ✑☞☎ ☛✢☛✂ ✏ ✍ ✧✂ ✓✂ ☎ ☞✏✡✂✑ ✂ ☎☛✞✠ ✌ ✞☛✑✂✢✄✂ ✟ ✣☛✌✂ ✑ ☛✌✥✌✥✞✢✂ ✏ ☎☞✄✥✄✥ ✦✂✑ ✂ ✢☞✞☛✡✂ ✥✏✌✥✓ ✌ ☞☎☛✠✞☛✢ ✞☞✓ ✌☞✣✥✞✍ ✌ ☞✣✂✣ ✣✂ ✡ ☛ ✒✂ ✓ ✞✟☞✌ ✍ ☎ ☛✞✠✌ ✪✥✌✞✓✥ ✟✂✑☛✓ ✌☞✣✂✡ ✂ ☛ ✌ ☛✌ ✞☞☎ ✌ ☞☎ ☛✠✞☛✢ ✞☛✏✡✢✂ ✞ ✑✥✂ ✂ ✞✂✥ ✌ ☞✪☞✏☛✌ ☎ ☞✞✂✣✂ ✟✂ ✌✂ ✝✂ ✏✡ ☎☞✄✂☎✦✂✥☛ ✑✂ ✏ ☎ ☞✏✡✂☎✣☛✄ ✣☞✏ ✞✥✢ ✌☛✌ ✞☞☎ ✌ ☞☎ ☛✠✞☛✢ ✞☛✏✡✢✂ ✞ ✦☞✓ ✞✂☎ ✂ ✔✌ ☞☎ ☛✠✞☛✢✂ ✯✂✥✌ ✌✥✓☞✂ ✏✜ ✌☞✣✂✡ ✂ ☛ ✑ ✂ ✌✂ ✓✏ ✝✂★ ✁ ☞✏✡✂ ✏ ✢✂ ✞✂ ✄✂ ☛✏✍ ☎ ☛✞✠✌ ✑ ☛✣☞✏✞✥ ✢✑ ✂ ✓☛✓✂ ✏✞✂ ☛✌ ☞☎☛✠✄✠ ✡ ☛✌✝✂ ✏✡✞☞✄✂ ✟☞✢✌ ☛✌✌☞✣☞✄✥☎ ✏ ✝✂★ ✰ ✏✞✥ ✢ ☎☞☎✣☞✑✂✢✂ ✏ ☛✌ ✞☛✄✂ ✟ ✝✂ ✏✡ ✌✥✑ ✂ ✟ ✑ ☛✦✂✢✂ ☛✑ ✂✄✂☎ ✌ ☛✌✞☞☎ ✌ ☞☎ ☛✠✞☛✢ ✞☛✏✡✢✂ ✞ ✦☞✓✞✂☎✂ ✍ ✒✂ ✓ ✞✟☞✌ ☎☞✏✡ ✡✥✏✢✂ ✏ ☛ ✌✞☛✄✂ ✟ ✝✂ ✏✡ ✣☞✓✣☞✑✂ ✦✂✑✂ ✌☛✌ ✞☞☎
✱ ✲✳✴✵ ✶✴ ✷ ✶✴✸ ✹✷✺ ✶ ✷ ✲✻ ✼✺✽ ✾✺ ✷✸✴ ✿✵❀✳✺ ❁ ❂❃❄ ❅❆ ✱ ✲❇✺ ✹✺✴ ✹✺✸ ✶✴ ❈ ✲✸ ✺✸✻ ✺✽ ✷✵ ✸✱ ✲❈ ❁❉❃❊ ❉❋●✶❆✱ ✲❇✺ ✹✺✴ ✹✺✸✶✴ ❈ ✲✶✺✸ ✻✺✽ ✻ ✺✸❈✲❀✶✺✸ ✻✺ ✺✸ ❁✱✴ ✹✸✴ ✿✴❍✺ ✶✴✵✸ ❆✱ ✲❇✺✹✺✴ ✹✺✸ ✶✴ ✶✺✸✻ ✺■ ❏ ✲✳❇ ✲✻✺ ✺✸ ✴✱ ✶✴❑✺▲ ✴✸ ✴ ✻✴ ✳✺ ✷✱ ✼✻✷✺✸ ❇✼ ✷✺✸ ▲✺✸✾✺ ✱ ✼❈ ✺✾✺ ✷✴ ✶✺ ✶✴✻ ✺ ✷ ❇✴✸✹✼✸ ✹✽ ✳✲❑✺✴✸✷✺✸ ▼✼ ✹✺ ✷✺ ❀ ✲✸✺ ❈❀✵ ✱ ✲✱ ◆ ❖P❊ ❖❂❖❉◗❘ ❖❃❊ ✻ ✺❑✺ ✳ ✱ ✴✱ ✶✲✳ ✱ ✲✳✴✵ ✶✴ ✷ ✶✴✸ ✹✷✺ ✶ ❈ ✲❀✶✺ ✳✺ ✻✺✸ ✶✴✸✹✷✺ ✶ ✷✲✻✼✺ ✶✴✻✺ ✷ ❈ ✲❀✱ ✴✱ ✱ ✺ ✳✺■ ❙✺❑✺ ✼ ✱ ✴✱ ✶✲✳ ❈ ✲❀✶✺✳✺ ✺✻✺❑✺▲ ✱ ✴✱ ✶✲✳ ❑✴✸ ✹ ✼✴✱ ✶✴ ✷✽ ✱ ✴✱ ✶✲✳ ✷✲✻✼✺ ✺✻✺❑✺▲ ✱✴✱ ✶✲✳ ✳✴ ✶✵ ✱ ✾✺✸✹ ✳ ✲✳❈ ✼✸ ✾✺ ✴ ✷✲✼✸✴ ✷✺✸✸✾✺ ✱ ✲✸ ✻✴ ❀✴■ ❚✺✸✶✺✱ ✻✴ ✳✺✸✺ ❑ ✲✶✺ ✷ ✷✲✼✸✴✷✺✸ ✸ ✾✺ ❯ ❱❈ ✺ ✾✺✸✹ ✻✴✱ ✲❇ ✼✶ ✱ ✲❇✺ ✹✺✴ ❈ ✲✸ ✺✸ ✻✺ ✻✺❑✺ ✳ ✱ ✲✳✴✵✶✴ ✷✺ ❲✺ ✼✱ ✱ ✼❀ ✲✺✸✽ ✶✺ ✳❈ ✴❑ ✱ ✲❍✺ ❀✺ ✹✺✸✻ ✺ ✻ ✺❑✺ ✳ ✱ ✲✳✴✵ ✶✴ ✷✺ ✳✴ ✶✵ ✱ ❳✴✺ ✱ ✲✷✺❑✴ ✹✼✱ ✳ ✲❀✼❈✺ ✷✺✸ ✳✺ ✷✸ ✺ ✻✺✸ ✿✵ ❀ ✳✺■ ❲✲❇✺ ✹✺✴ ✳✺ ✷✸ ✺✽ ❈ ✲✸ ✺✸✻ ✺ ✴ ✶✼ ✳✲✳✺✸ ✹❑✺▲ ✳ ✲✳✴❑✴ ✷✴ ✳✺ ✷✸✺✸✾✺ ✱ ✲✸ ✻✴ ❀✴ ✾✺✸✹ ❑✺▲ ✴❀ ✻✺ ❀✴ ✶✵ ✶✺❑ ✴ ✶✺✱ ✶✺✸✻ ✺ ✻✺❑✺ ✳ ✱ ✴✱ ✶✲✳ ✱ ✲✳✴✵ ✶✴ ✷✺ ❲✺ ✼✱ ✱ ✼❀✲✺✸ ■ ❱✷✺✸ ✶✲✶✺❈✴✽ ✷ ✲✶✴ ✷✺ ✳✺ ✷✸✺ ✴ ✶✼ ✻✴✺ ✳ ❇✴❑ ✺❑✴▲ ✵ ❑ ✲▲ ✳✴ ✶✵✱ ✻✺✸ ✳ ✲✸▼✺✻ ✴ ✿✵ ❀ ✳✺✸✾✺✽ ✳✺ ✷✺ ✳✺ ✷✸✺ ✴ ✶✼ ✳✲✸✹✵✱ ✵ ✸ ✹ ✷✺✸ ✻ ✴ ❀✴✸✾✺✽ ▲✺✸✾✺ ❇ ✲✸ ✶✼ ✷ ❑✺▲✴ ❀✴✺▲ ✸✾✺ ✱ ✺▼✺ ✾✺✸✹ ✶✲✶✺❈ ✺✻ ✺■ ❱✷✺✸ ✶✲✶✺❈✴✽ ✿✵❀✳✺ ✳✴ ✶✵ ✱ ✶✴✻✺✷❑✺▲ ✳ ✲✸✴✸ ✻✺✱ ✳✺ ✷✸ ✺ ✾✺✸✹ ✻✴▲ ✺✱✴❑ ✷✺ ✸ ✵ ❑ ✲▲ ✱ ✴✱ ✶ ✲✳ ✱ ✲✳✴✵ ✶✴ ✷✺❲✺ ✼✱ ✱ ✼ ❀✲✺✸ ■❨✵❀✳✺ ▲ ✺✸✾✺ ✳ ✲✳✴✱ ✷✴✸✷✺✸ ✳✺ ✷✸ ✺✽ ✳✲✸ ✺ ❀✼▲ ✳✺ ✷✸ ✺ ✻✴ ✷✲▼✺ ✼▲✺✸ ✽ ✻ ✺✸ ✷ ✲✳✼✻✴✺✸ ✳ ✲✸ ✹ ✹✺✸✶✴ ✷✺✸ ✸✾✺ ✻✲✸✹✺✸ ✳✺ ✷✸ ✺ ✾✺✸ ✹ ✱ ✺ ✳✺ ✱ ✲✷✺❑✴ ❇✺ ❀ ✼■ ❩✺ ✷✸ ✺ ✾✺ ✸ ✹ ✱ ✺ ✳✺ ✱ ✲✷✺❑✴ ❇✺ ❀ ✼✴✸ ✴❑✺▲ ✾✺✸ ✹ ✻✺❑✺ ✳ ✳✴ ✶✵✱✻ ✴✱ ✲❇ ✼✶ ✱ ✲❇✺ ✹✺✴ ✷✵ ✸✱ ✲❈■ ❙✵ ✸✱ ✲❈ ✳✲✳ ❇✲✸ ✶✼ ✷ ✼❑✺✸✹ ❀✺✸ ✶✺✴ ✱ ✲❇✺ ❇❬✺ ✷✴ ❇✺ ✶✽ ✳✵✶✴ ✿✽ ✻✺✸ ✳✺ ✷✱ ✼✻ ✻✺ ❀✴ ✱ ✲❇✼✺▲ ❈✲✸❍✴❈✶✺✺✸ ✶✺✸ ✻✺■ ❭✲✸✹✺✸ ✷✺ ✶✺ ❑✺✴✸✽ ❑ ✲❪✺ ✶ ✷✵✸ ✱ ✲❈ ✽ ✳✺ ✷✸✺ ✺❪✺❑ ✻✴✻✲✱ ✶✵❀✱ ✴✻ ✺✸✻✴✻✲✿✵❀✳✺✱ ✴✻ ✲✸✹✺✸✳✺ ✷✸ ✺❇✺ ❀✼✾✺ ✸ ✹✻✴ ✶✺✸ ✺ ✳✷✺✸✻ ✺❑✺ ✳✳✴ ✶✵✱ ■ ❙ ✲✳✼✻✴✺✸ ✽ ✱ ✺ ✳✺ ✱ ✲❈✲❀✶✴ ✱ ✶✼ ✷✶✼ ❀ ✱ ✲✳✴✵✶✴ ✷✺ ❲✺ ✼✱✱ ✼❀ ✲✺✸✽ ▼✺❑✴✸ ✺✸ ✺✸✶✺ ❀✺ ✿✵ ❀✳✺
❫❴❵ ❛ ❜ ❝❞❴ ❡❢❣❢ ❤ ❝✐❴❛❴❢ ❝❵ ❥❢❥❴❤ ❡❦❵ ❡❧ ❝❥ ❜❢❥ ❦❤ ♠❴❵ ♥❴ ♠❢❧ ❤ ❝✐❴❛❴❢ ❤ ❝✐♦❴♥ ♣❴ ❡❥❴ ❴ ❡❥ ♦❴❣q r❴ ♠❴ ❥❢❥❢ ❡ ❢❵ ❢❣❴♥ ❜ ❢❥ ❦❤ ❜ ❝❵s❴ ♠❢ ❤ ❝❤ ♦❴❥ ♦ ❫❴ ❵❛ ♦❥ ♦♥t ❥❴❜✉❴ ❡ ❜ ❝❫❴❡❢❵❡❴❵t ♠❴❵ ❣❴❵❥❴❤ ❜❝❜❴ ❡❤❴ ♦❵ ❥ ♦❡ ♠❢❥ ❝❧❢❜ ❴ ❤ ❝✐❴❛ ❴❢ ❡❝✐ ❝❵ ❴❧❴❵ ❫❴❵ ❛ ♦❵ ❢✈❝❧❤ ❴❣q ✇❢ ❡❴ ♠❢❧ ♦❜ ♦❤ ❡❴❵ ♠❴❣❴❜ ❤ ❝✐ ♦❴♥ ❤ ❡ ❝❜❴t ❜❴ ❡❴ ❤ ❥❧ ♦❡❧ ♦❧ ❤ ❝❜ ❢ ❦❥❢ ❡ ❜❢❥ ❦❤❴ ♠❴❣❴♥❤ ❝✐❴❛ ❴❢✐ ❝❧ ❢ ❡♦❥① ②③ ④⑤⑥⑦ ⑧⑨ ⑤⑩ ❶❷❸ ❶❹❺ ❶❸ ❷❻ ❼❴♥❴❤ ❴ ❽❾❿➀➁ ➂qr❝❵❴❵♠❴ ➃❤❢❛❵ ❢ ♣❢ ❝❧➄ ➅q ✉❝❥❴❵ ♠❴ ➃❤❢❛ ❵❢ ♣❢ ❝♠➄ ➆q ❿❴❵ ♠❴ ➃❤ ❢❛❵➄❾q r➇ ➈➉➈➊➉ ➃➋ ❦❧❜ ❴➌➋ ❦❧ ❜➄ ❾ ❾qr➇❿➉➈➊➉ ➃➍❦❵❤ ❝✉➌➎ ❦❵ ➏❝✉❥➄ ❾ ❾❾q ❿➉➈➊➉➃r❝❧❥❴❵ ♠❴❴❵ ➌➁❢❛ ❵❢ ♣❢ ➏❴❥❢ ❦❵➄ ✇❴ ♠❢t ❡ ❝❥❢ ❡❴ ❡❢❥❴ ✐❝❧ ❥❴❵ ❫❴ ♠❢ ❜❴❵ ❴ ❣ ❝❥❴ ❡ ❡ ❝♦❵ ❢ ❡❴❵ ❤ ❝❜❢ ❦❥❢ ❡❴ ❜❢❥ ❦❤ ♠❢ ✐❴❵ ♠❢❵❛ ♠ ❝❵❛ ❴❵❤ ❢❤ ❥ ❝❜❤ ❝❜ ❢ ❦❥❢ ❡❴ ➁❴ ♦❤ ❤ ♦❧ ❝❴❵q ✇❴ ❞❴ ✐❴❵ ❵ ❫❴ ❴ ♠❴❣❴♥❢❵ ❢①❜❢❥ ❦❤ ❴ ♠❴❣❴♥ ❞❢➏❴❧❴ ❫❴❵ ❛ ♠❢ ➏♦❧❢ ♠❴❵ ♠❢✉♦❣❢♥ ❡❴❵q ➐❴❵❛ ♠❢ ➏♦❧❢ ❦❣ ❝♥ ❜ ❢❥ ❦❤ ❴ ♠❴❣❴♥ ❜❴ ❡❵❴ ❥❴❵ ♠❴ ✉❴ ♠❴ ❥❢❵ ❛ ❡❴❥ ✉❝❧ ❥❴❜❴q ➍❝❜♦♠❢❴❵t ❜❴ ❡❵❴ ❥❴❵ ♠❴❥❢❵ ❛ ❡❴❥ ✉❝❧❥❴❜ ❴ ❢❥ ♦ ♠❢✉♦❣❢♥❡❴❵ ➌ ♠❢ ❡ ❝❜ ✐❴❣❢ ❡❴❵ ❣❴❛❢t ❥ ❝❥❴✉❢ ❥❢ ♠❴ ❡ ✉❝❧ ❤❢❤ ♠❴❣❴❜ ❡❦❵ ♠❢❤ ❢ ❫❴❵ ❛ ❤ ❝❜♦❣❴t ❜ ❝❣❴❢❵❡❴❵ ♠❢ ➏❢✉❥❴ ♦❣❴❵❛ ♦❵ ❥ ♦❡ ❜ ❝❵ ❛♥ ❴ ♠❢❧❡❴❵ ❤ ❝✐♦❴♥ ❜ ❴ ❡❵ ❴ ✐❴❧ ♦ ❫❴❵ ❛✐ ❝❧❤ ❢ ♣❴❥❢❵ ❥ ❝❵❤ ❢ ❦❵❴❣q ➑♦❵ ❴❜❝❣❢ ➏❢❵ ❡❴❵✉❝❜❴♥ ❴❜❴❵❡❢❥❴❥ ❝❧♥❴ ♠❴✉❤ ❢❤ ❥❝❜❤ ❝❜❢ ❦❥❢ ❡❴❜❢❥ ❦❤t ❡❢❥❴ ❴ ❡❴❵ ❜ ❝❣❢♥ ❴❥ ❤❴❥ ♦ ♠❢ ❴❵❥❴❧ ❴ ✐❝✐ ❝❧❴✉❴ ➏❦❵ ❥ ❦♥ ❫❴❵ ❛ ♠❢ ✐ ❝❧❢ ❡❴❵ ❦❣ ❝♥ ❼❴❧❥♥❝❤
➒ ➓➔➓→ ➣ ↔↕ ↔ ➙ ➛➜➝ ➔➝➞➟➠➡ ➜➠➢ ➜➓➢ ➞ ➣➓➞ ➓➟ → ➓➢ ➓ ➤ ➓➥ ➓ →➟ ➜➝➡ →➠➢ ➞ ➓➒➓➦ ➧➝➢➜➝➨ ➟ ➜↔ ➣➠➥↔➩➓➫➝➜➝➩➓➒➓→ ➓➭➓➔➓➨➯➓➥ ➟➡➲➙ ➓➜➤ ➨➛➓➢ ➞→➠➢➞ ➞ ➓→➣ ➓➥↕➓➢➡ ➠ ➝➥ ➓➢ ➞➡ ➠➥➒➓➒ ↔ ➳➠➞➥ ➝ ➣➠➥ ➡➠➥➓➞ ➓→ ➯➠➥ ➓➢ ➤➟➡ ➡ ➠➒ ➓➢ ➞ →➠ →➣➠ ➥➟ ➨➝➥ → ➓➜ ➩➓➒ ➓ ➜➥➟➤ ➝ ➔➝↔➥ ➵➣ ➠➢➒ ➠➥ ➓ ↕➠➣➓➢➞ ➡ ➓➓➢➯➠➥➓➢➤➟➡➸➦ ➺➓→➣ ➓➥➻ ➼↔ →➣ ➠➥➽➨ ➜➜➩➡ ➽➾➾➩➟➢➓➡ ➜➨➟↕ ➓➓➥ ➜➟➡ ➜➓➦ ➚➝➥➒➩➥ ➠➡➡ ➦➤ ➝ →➾ ➪➶ ➹➘➾➶ ➴➾ ➪➻➾➡ ➠ →➟ ➝➜➟↕ ➓➲ ➒➓➔➓→➲➒ ↕➷➾ ➬ ➓➔➓→➡ ➟➡ ➜➠ →➡➠ →➟ ➝➜➟↕ ➜➟➢➞↕➓➜➩➠➥ ➜➓→➓➮ ➛➓➢➞ →➠ ➢➭➓➒➟ ➜➓➢➒➓➢➛➓➓➒➓➔➓➨
↕➠➡ ➠ ➔↔➥↔➨ ➓➢ ➫➝ ➜➝ ➜➠➥➡ ➠➣ ↔ ➜; penandanya adalah serdadu Negro berseragam Perancis yang memberi hormat dan bendera tricolour; sementara petandanya
mengungkapkan sebuah penghormatan militer dari seorang serdadu Perancis.
Akan tetapi, bagi Barthes foto tersebut tidak hanya tampil sebagai yang
demikian adanya, melainkan menuturkan makna yang jauh lebih dalam dari
itu, yakni soal kebesaran Perancis. Bahwa Perancis merupakan kekaisaran
besar, bahwa semua putranya, tanpa diskriminasi warna kulit, dengan setia
berbakti di bawah benderanya, dan bahwa tidak ada jawaban yang lebih baik
oleh orang Negro itu dalam berbakti kepada Perancis yang notabene adalah
penidasnya .
Tepat di makna inilah mitos menampilkan dirinya. Bila foto tersebut
diuraikan dalam struktur semiotika mitos, maka hasilnya adalah sebagai
berikut: formanya adalah foto serdadu Negro; konsepnya adalah kebesaran
imperium Perancis; dan pertandaannya adalah seluruh sistem tanda tentang
kebesaran Perancis atau mitos tentang kebesaran Perancis. Dengan demikian,
melihat foto tersebut kita pun seolah diajak (dengan paksa) untuk mengakui
kehadiran dan kehebatan imperium Perancis, sampai-sampai seorang Negro
dari negara jajahannya memberi hormat pada bendera Perancis.
Iklan dalam penelitian ini sebagai media ➱ ✃❐ ❒❮❰ Ï❒Ð✃ ➱ ÑÒ menampilkan
objek yang berfungsi untuk menghadirkan makna dalam bentuk ÐÓÔÕ Ô dan
ÐÖ ❮❮× Ò kemudian dianalisis memlalui metode analisis semiotika. Iklan dalam semiotik adalah sebagai teks yang tidak hanya dipandang sebagai naskah
yang tertuang dalam format ➱✃ ❐❒ ❮❰Ï❒ Ð✃➱ÑÒ tetapi sebagai jalinan tanda-tanda
yang sarat akan makna.Iklan hadir sebagai sebuah mitos manakala ia bergerak
melampaui makna denotatifnya (makna deskriptif dan literal) menjadi makna
konotatif (makna lain yang penuh dengan jejalan fragmen ideologis tertentu).
Untuk mencapai makna ini, iklan jelas mengambil bentuk sistem mitos, di
mana ia menggunakan sistem tanda tingkat pertama (entah itu berupa gambar,
kata-kata, musik, atau gerak-gerik) sebagai landasannya guna mencipta
makna dan menjejalkan konsep-konsep ideologis-intensional pada khalayak
Sebagai sebuah mitos, iklan tak pelak, lebih tertarik dengan urusan citra
sebuah produk ketimbang nilai guna produk itu sendiri. Fungsi produk
menjadi nomor kesekian yang menyusul tumpukan citra.Akan tetapi apakah
citra itu? Citra adalah sesuatu yang tampak oleh indera, tapi tidak memiliki
eksistensi substansial , (Pelliang, 2003: 290). Definisi ini cukup memadai,
akan tetapi perlu juga ditambahi. Meski nampak oleh indera, citra bukanlah
materi, ia adalah tampilan kualitas diri. Sebagai sebuah tampilan, maka
keberadaan citra sebenarnya tidaklah niscaya. Ia hanya merupakan tambahan
atau polesan realitas semata. Masalahnya, ketika diletakkan pada jerat bujuk
rayu iklan, citra mengambil alih posisi realitas yang sesungguhnya. Ia
Realitas ini mengambil tempat di belakang, sementara polesannya (citra yang
ditempelkan padanya) menduduki domain yang pertama dan utama dalam
penampakan kesehariannya. Apalagi, ketika iklan diintensionalkan sebagai
sebuah mitos, maka citra itu pun akhirnya mengosongkan realitas produk
yang sesungguhnya dan lalu menggantinya dengan ideologi-ideologi
konseptual yang diinginkan oleh si pencipta iklan.
Dalam membangun mitos iklan, pencitraan memang dengan sengaja
dicipta demi memberikan (dan tentu saja memaksakan) makna-makna
konseptual yang menstrukturir cara pemahaman sesorang akan
dunia-kehidupannya dan identitas dirinya sendiri. Dua klausa yang disebut terakhir
akan kita perjelas artinya satu persatu. Pertama, pemahaman seseorang
sosial-tatanan masyrakat luas. Pada iklan, konstruksi sosial-kultural itu termasuk
dalam apa yang disebut gaya hidup. Iklan tampil sebagai penentu gaya hidup
dalam masyarakat. Gaya hidup itu bisa kita simak dalam mitos kualitas citra
diri yang disuguhkan dalam iklan, seperti: kecantikan (iklan sabun, pemutih,
atau kosmetik), kejantanan (iklan rokok), kemewahan (iklan mobil), dsb.
Kualitas citra diri itu tidaklah tampil pada kita sebagai tawaran manasuka,
melainkan hadir sebagai konsepsi umum yang mutlak dipenuhi bila seseorang
ingin dipandang sebagai yang cantik, jantan, mewah, dsb.Secara cerdik, iklan
memproduksi mitos kualitas citra diri itu secara massal dan membakukannya
sebagai kebenaran yang niscaya dan tak bisa ditawar-tawar lagi. Dengan
konsepsi gaya hidup itu, iklan pun pada akhirnya menciptakan batas-batas
ruang sosial secara rigid, di mana gaya hidup seseorang menentukan
posisinya dalam struktur sosial masyarakat. Dengan demikian, menyitir
gagasan Pilliang, konsumsi terhadap iklan menjadi semacam teater sosial,
yang di dalamnya seseorang memainkan peran tertentu di atas sebuah
panggung sosial, dengan berbagai tema kualitas citra diri.
Kedua, identitas diri merupakan akibat langsung dari rangkaian citra
yang dikomunikasikan dalam mitos iklan. Apa yang dicitrakan dalam sebuah
produk iklan, itulah yang menjadi pendefinisi seseorang dalam membentuk
identitas dirinya. Citra sebuah produk hampir bisa dipastikan mengalahkan
segala rasionalitas perilaku konsumsi seseorang, sebab yang dibeli
sebenarnya bukan produknya melainkan citra yang bercokol dalam produk
secara praktis produk yang diiklankan itu bermanfaat bagi dirinya, melainkan
bagaimana konsepsi diri mereka bisa sejajar dengan citra yang ditampilkan
dalam iklan produk tersebut. Hal inilah yang coba digugat oleh Naomi Wolf
ketika ia berbicara tentang mitos kecantikan yang meluluh-lantahkan
bangunan konsepsi perempuan terhadap dirinya sendiri sendiri. Menurut
Naomi Wolff (2004: 7), gara-gara iklan, perempuan selalu menderita demi
bisa menjadi sosok cantik. Gugatan Wolf tidaklah tanpa dasar. Pada setiap
iklan produk kecantikan, kita bisa melihat bagaimana kosep mengenai
kecantikan dideterminasi dan direduksi dengan amat niscaya. Apa yang
kemudian disebut sebagai yang cantik adalah apa yang dicitrakan dalam iklan
produk kecantikan, seperti: kulit putih, langsing, rambut lurus, dsb. Kualitas
diri semacam inilah yang dewasa ini menjadi mitos bagi seorang perempuan
untuk bisa disebut cantik. Dalam mitos itu, diketengahkan pula kenyataan
miris yang menegaskan bahwa tak ada cara lain yang dapat dilakukan oleh
perempuan untuk mendapat kualitas kecantikan yang sebenarnya selain
dengan mengkonsumsi produk-produk kecantikan yang dijajakan dalam
iklan. Mitos kecantikan hanyalah salah satu dari sekian banyak mitos iklan
yang berseliweran di sekitar kita. Ada banyak mitos-mitos lain yang dicipta
iklan guna mempengaruhi dan mengatur pola pikir kita dalam
mengidentifikasikan diri. Yang jelas, dalam setiap tuturan iklan, citra tentang
kualitas diri mendapat maknanya yang penuh dan melaluinya kita didekte
Pada bab ini peneliti akan melakukan pembahasan dengan beberapa
potonganØ ÙÚÛÚ dan beberapa data yang dibutuhkan untuk memperkuat hasil
penelitian dalam Iklan, Obat Batuk Oskadon Pancen Oye , Rokok 76 Versi
JIN , Alang Sari Versi Soimah , Kuku Bima Ener-G Versi Mbah
Maridjan . Pesatnya kemajuan teknologi di bidang komunikasi sangat
berpengaruh besar terhadap dunia periklanan secara umum. Seiring dengan
kemajuan teknologi komunikasi, media yang tersedia untuk
mengkomunikasikan informasi dan gagasan kepada khalayak akan semakin
beragam. Peran periklanan sebagai suatu media penyampaian dan penyebaran
informasi tentang barang, jasa, dan ide-ide dinilai efektif untuk
mengkomunikasikan pesan produsen.Supaya iklan berhasil maka pesan-pesan
yang disampaikan haruslah komunikatif dan persuasif. Upaya persuasi ini
dituangkan dalam pesan melalui sejumlah tanda yang komunikatif salah
satunya dengan cara menggunakan identitas etnik yang dianggap dekat
dengan khalayak. Identitas etnik dalam iklan diwujudkan melalui
atribut-atribut budaya tradisional.
Perbincangan tentang identitas budaya memang tidak akan terlepas dari